Saat menerima sebuah berita, cari tahu siapa sumbernya, apakah dari institusi
resmi atau bukan. Jika hanya narasi saja, Anda patut curiga.
-who
-Kementrian kesehatan
2. mengecek penulisnya
Lalu apa tidak boleh percaya dengan tulisan kesehatan seorang yang tidak mempunyai
latar belakang kesehatan? Boleh, asalkan kamu harus lihat 'masa lalunya', apakah selama
ini memang ia sering menulis kesehatan dan mengambil sumber atau hasil studi yang
jelas alias tidak mengada-ada?
Cara paling sederhana untuk mengetahui benar tidaknya berita hoax adalah dengan
melihat judulnya. Judul yang provokatif dan bombastis biasanya bertujuan untuk
menarik perhatian, membangkitkan emosi pembaca, hingga tanpa membaca hingga
selesai orang sudah “gatal” untuk menyebarkan pada orang lain. Beberapa contoh judul
provokatif adalah:
• Dari Ratusan Ribu Tahanan Tidak Ada Satupun Aktivits Islam yang Dibebaskan di
Tengah Wabah COVID-19
Mirip dengan judul provokatif, terdapat pula judul yang sifatnya bombastis seperti:
Pastikan kamu membaca sumber yang sudah terpercaya seperti website Kementerian
Kesehatan Indonesia, website milik WHO (organisasi kesehatan dunia) atau jika sumber
dari portal berita lain pilihlah yang memang sudah terkenal bukan abal-abal seperti
kompas.com atau kompasiana.com. Jangan mudah membagi infromasi dari website
yang namanya saja sudah terlihat mencurigakan, misal dijaminsembuhsetelahbaca.xyz.
Informasi hoaks biasanya tidak menyebutkan siapa nama penulisnya. Jadi saran saya
jangan malas untuk cek ricek nama dan profil penulis/narasumber. Apakah memang
latarbelakang penulis atau narasumber adalah dari kesehatan? Selain itu informasi hoaks
juga jarang sekali memberikanmu sumber/tautan lain untuk menguatkan informasi yang
ditulisnya. Cek ricek deh!
Soalnya saya sendiri pernah mengalami lho, menemukan sebuah informasi berita yang
menyebutkan nama penulis adalah seorang tenaga medis, dalam hal ini seorang dokter.
Namun setelah saya cek , tidak ada profil yang bisa saja peroleh.
Lalu apa tidak boleh percaya dengan tulisan kesehatan seorang yang tidak mempunyai
latar belakang kesehatan? Boleh, asalkan kamu harus lihat 'masa lalunya', apakah selama
ini memang ia sering menulis kesehatan dan mengambil sumber atau hasil studi yang
jelas alias tidak mengada-ada?
Biasanya jika penelitian masih menggunakan hewan dan atau masih dalam lingkup yang
sempit, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan lagi.
Jika kamu ingin mengecek informasi "hoaks atau tidak" dengan cara yang simple,
gunakanlah mesin pencarian seperti google. Triknya gunakanlah kata-kata penting dan
tulis hoaks diakhirnya seperti ketika kamu membaca informasi yang mengatakan
"kanker bukan penyakit tapi bisnis", ketik: kanker bisnis hoaks atau saat kamu
membaca informasi "air putih menyebabkan kanker", ketik: air putih kanker hoaks.
Selamat mencobanya!
“Pertama, bisa dilakukan dengan selalu mengecek sumber informasi terkait fakta peristiwa
yang disampaikan media,
Kedua, jangan mudah percaya hoaks apalagi sampai ikut memproduksi dan menyebarkan
hoaks.
1. Hati-hati dengan judul provokatif
Cara paling sederhana untuk mengetahui benar tidaknya berita hoax adalah dengan
melihat judulnya. Judul yang provokatif dan bombastis biasanya bertujuan untuk
menarik perhatian, membangkitkan emosi pembaca, hingga tanpa membaca hingga
selesai orang sudah “gatal” untuk menyebarkan pada orang lain. Beberapa contoh judul
provokatif adalah:
• Dari Ratusan Ribu Tahanan Tidak Ada Satupun Aktivits Islam yang Dibebaskan di
Tengah Wabah COVID-19
• Setya Novanto Dibebaskan Karena COVID-19
Mirip dengan judul provokatif, terdapat pula judul yang sifatnya bombastis seperti:
Bagi sebagian orang, judul demikian sangat mudah diidentifikasi sebagai berita hoax.
Namun, bagi mereka yang jarang mengakses berita, judul provokatif tidak terlihat
berbeda dengan judul berita pada umumnya. Karena itu, selain judul, indikator lain yang
dapat digunakan adalah alamat situs berupa tautan aktif yang dicantumkan di akhir
berita atau di dalam berita hoax tersebut.
Jika tautan yang dituju tidak dapat dibuka, berarti berita tersebut adalah berita hoax.
Jangan terkecoh dengan tautan yang mencantumkan situs berita internasional atau
nasional yang kredibel. Pastikan URL atau alamat situsnya memang benar, mengingat
ada yang menggunakan nama situs berita namun masih menggunakan domain blog
(bukan .com).
3. Periksa fakta
Saat menerima sebuah berita, cari tahu siapa sumbernya, apakah dari institusi resmi
atau bukan. Jika hanya narasi saja, Anda patut curiga. Pada kasus pseudoscience,
dimana berita yang tersebar mengutip pendapat ilmuwan atau menggunakan
penjelasan ilmiah yang meyakinkan, Anda mungkin kesulitan menduga kebenarannya.
Solusinya, periksa fakta dengan mengetikkan judul berita tersebut di Google ataupun
menggunakan kata kuncinya. Misal, Anda bisa mencari “virus corona menular melalui
udara”. Saat daftar berita bertopik sama muncul, pilih situs yang kredibel. Memeriksa
fakta di mesin pencari juga bisa diterapkan pada berita hoax non-medis.
Salah satu situs resmi pemerintah yang bisa dijadikan rujukan berita seputar COVID-19
adalah covid19.go.id. Selain memuat kebijakan pemerintah seputar COVID-19 dan
perkembangan jumlah kasusnya, covid19.go.id juga memiliki menu HOAKS BUSTER di
bagian kanan atas. Anda bisa mengecek kebenaran berita-berita yang beredar di
bagian ini.
Selain berdasarkan narasi, banyak pula berita hoax yang berbentuk berita foto. Untuk
mengecek keasliannya, gunakan Google Images/Google Gambar. Caranya, unduh foto
lalu simpan. Kemudian, masuk ke Google, pilih “Gambar” di bagian kanan atas. Setelah
masuk ke Google Gambar, klik gambar kamera di kolom pencarian, pilih Upload
gambar. Setelah anda mengunggah gambar dari komputer atau ponsel yang telah Anda
simpan sebelumnya, klik Telusuri gambar. Google akan menampilkan hasil pencarian
berupa foto yang sama dan situs mana saja yang telah memuat foto tersebut. Cara
seperti ini bisa membantu mengidentifikasi foto yang telah diedit atau disalahgunakan
untuk berita yang salah.
Baca artikel detikHealth, "Awas! Bahaya Hoaks Bisa Rugikan Program Vaksinasi COVID-19"
selengkapnya https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5615718/awas-bahaya-hoaks-bisa-rugikan-program-
vaksinasi-covid-19.
Memeriksa Fakta
Pemeriksaan fakta dapat mendeteksi informasi yang benar dan yang hoaks atau
disinformasi. Cara pemeriksaan fakta antara lain dengan membandingkan informasi
dengan sumber-sumber valid lainnya, seperti media yang kredibel, sumber pertama,
pihak otoritas, atau dari pihak lain yang dapat diandalkan.[10,11]
Beberapa media massa telah menyediakan layanan bagi masyarakat yang ingin
melakukan pengecekan suatu informasi. Terdapat pula berbagai peranti/aplikasi yang
dapat digunakan untuk pengecekan informasi, termasuk informasi di bidang kesehatan.
[11]
Saat ini, beberapa peranti di Indonesia untuk memverifikasi fakta, seperti stophoax.id
milik Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta turnbackhoax.id dan cekfakta.com
yang merupakan kolaborasi antara MAFINDO, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI),
dan 25 media massa terpercaya. Pada tingkat internasional, terdapat International Fact
Checking Network (IFCN).[11,21,22]
Menggunakan Media yang Kredibel
Hanya menggunakan media yang kredibel atau dapat dipercaya sebagai sumber
informasi merupakan cara yang efektif agar terhindar dari hoaks. Terdapat berbagai
media umum dan khusus tentang kesehatan yang telah diakui reputasinya, sehingga
dapat dijadikan acuan sebagai media yang dapat dipercaya.[10,11,23,24]
Lebih jauh lagi, kadang perlu membandingkan informasi dari beberapa media yang
kredibel. Bahkan dapat dilakukan penelusuran hingga ke sumber informasi pertama.
[10,11,23,24]
Makna dari IML adalah mampu secara kritis dan cerdas menganalisis informasi yang
didapat. Tahapan dalam menelaah informasi secara kritis dan cerdas adalah:
Verifikasi dengan seksama dan ambil sikap yang tepat terhadap informasi yang diterima