Anda di halaman 1dari 15

 

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

 
2.1 Senyawa Pektin
  Pektin dalam Bahasa Yunani berarti mengental atau padat. Senyawa kimia

  pektin ini pertama kali ditemukan pada tahun 1970 oleh Vaugeulin. Istilah pektin
pertama kali digunakan oleh Braconot pada tahun 1825 untuk menggambarkan
 
komponen utama pembentuk gel pada buahan-buahan (Fitriani, 2003). Pektin
 
merupakan salah satu kelompok karbohidrat yang larut dalam air yang terdapat
pada  dinding sel dan jaringan interseluler tanaman tertentu.
 

2.1.1 Struktur Pektin


Penentuan struktur pektin sangat sulit dilakukan meskipun pektin telah
ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu. Hal tersebut disebabkan terjadinya
perubahan struktur pektin pada setiap prosesnya yaitu saat proses isolasi dari
tanaman, penyimpanan dan proses pengolahan dari bahan tanaman
(Novosel’skaya,dkk.,2000). Pektin pada dasarnya termasuk kedalam polisakarida
linier. Penyusun utama pektin adalah asam D-galakturonat yang berikatan dengan
α-1,4-D-glikosidik. Beberapa gugus karboksilnya sebagian dapat teresterifikasi
dengan metanol (BeMiller, 1985). Pektin juga dapat mengandung gugus asetil yang
terikat pada atom C-3 atau C-2 dari asam anhidrogalakturonat, sedangkan logam-
logam seperti kalsium, natrium, atau ammonium berikatan dengan gugus
karboksilnya (Jhonson dan Peterson,1974). Struktur pektin dapat dilihat pada
gambar 2.1 dan 2.2

Gambar 2.1 Struktur Asam D-galakturonat


Sumber: Fessenden dan Ralph J.F, 2010

 
  5

 
Gambar 2.2 Struktur Rantai Pektin
 
Sumber: Winarno, F.G, 1991
 

2.1.2
  Sifat Fisik dan Kimia Senyawa Pektin

  Pektin berupa serbuk kasar atau halus yang berwarna putih kekuningan dan
hampir tidak berbau. Sifat-sifat fisik dan kimia dari pektin seperti kelarutan,
 
viskositas, kemampuan membentuk gel, dan senyawa yang terkandung didalamnya
tergantung pada karakteristik pektin yang sesuai dengan standar mutu International
Pectin Association. Kondisi pH dan bahan-bahan terlarut misalnya kation-kation
didalam larutan mempengaruhi sifat-sifat fisik pektin di dalam larutan tersebut
(Fitriani 2003). Standar mutu pektin dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Standar Mutu Pektin
Faktor Mutu Kandungan
Berat Ekivalen 600-800 mg
Kadar Air Maks. 12%
Kadar Abu Maks. 10%
Kadar Asam Galakturonat Min. 65%
Kandungan Metoksil
• Metoksil rendah 2,5-7,12 %
• Metoksil tinggi >7,12%
Derajat Esterifikasi
• Pektin ester tinggi Min. 50%
• Pektn ester rendah Maks. 50%
Sumber: International Pectin Association, 2003

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  6

 
• Berat Ekivalen
 
Berat ekivalen merupakan kandungan asam galakturonat yang tidak
  teresterifikasi dalam rantai molekul pektin (Hariyati, 2006). Berat ekivalen
menyatakan
  jenis kandungan metoksil yang terdapat pada pektin yang dapat
mempengaruhi
  kualitas pektin dalam pembentukan gel. Nilai berat ekivalen
didasarkan pada reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH. Banyak volume
 
NaOH berbanding terbalik dengan nilai berat ekivalen. Semakin besar volume yang
 
digunakan maka semakin kecil berat ekivalen yang didapatkan.
•   Kadar Air
  Kadar air merupakan parameter untuk menentukan daya tahan suatu produk.
Semakin tinggi kadar air menyebabkan kerentanan produk terhadap aktivitas
 
mikroorganisme yang berpengaruh terhadap masa simpan produk.
• Kadar Abu
Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa
pembakaran bahan organik. Kadar abu ini menunjukkan ada atau tidaknya bahan
anorganik yang tertinggal di dalam pektin setelah pembakaran, semakin tinggi
kadar abu dalam pektin maka tingkat kemurnian pektin semakin rendah. Bahan
anorganik dapat berupa kalsium dan magnesium yang terhidrolisis (Sulinuho, dkk.,
2012).
• Kadar Asam Galaturonat
Asam galakturonat merupakan kerangka dasar senyawa pektin yang
menggambarkan kemurnian pektin (Sulihono, dkk., 2012). Semakin besar
kandungan asam galakturonat semakin tinggi kemurnian pektin.
• Kadar Metoksil
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP) dan pektin berkadar metoksil rendah
(LMP). Kualitas pektin yang baik adalah pektin yang dapat membentuk gel yang
kuat dalam waktu yang singkat dan memiliki tingkat kelarutan dalam air yang
tinggi. Kadar metoksil yang tinggi dapat membentuk gel apabila ditambahkan gula
dan asam dengan kadar gula 60-65%, sedangkan kadar metoksil rendah dapat

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  7

 
membentuk gel apabila ditambahkan gula dengan kadar 10-20% dan dengan ion
 
kalsium (Habibati, 2017).
  • Derajat Esterifikasi
  Derajat esterifikasi menyatakan persentase jumlah residu asam D-
galaturonat
  yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol. Nilai derajat
esterifikasi dapat diperoleh dari nilai kadar metoksil dan kadar asam galakturonat.
 
• Yield
 
Yield menyatakan banyaknya pektin dalam gram yang dihasilkan dari
 
ekstraksi pektin kulit buah naga terhadap berat bahan baku kering yang digunakan
pada  masing-masing perlakuan yaitu variasi waktu dan rasio berat bahan: pelarut.

 
2.1.3 Sumber Pektin dan Proses Pengambilan Pektin
Pektin terdapat di bagian didinding sel primer tanaman. Jumlah, struktur dan
komposisi kimia pektin berbeda pada setiap tanaman. Apel mengandung pektin
sebesar 12,897% berat kering (Ahmad dan Purwo, 2010). Sedangkan kulit jeruk
mengandung pektin sebesar ±30% berat kering (Hindarso, dkk., 2007). Pada kulit
buah naga kandungan pektin mencapai ±10,8 % berat kering dan dapat digunakan
sebagai bahan pembuat edible film (Jamilah, dkk., 2011).
Pada berbagai literatur metode yang paling umum digunakan untuk
pengambilan pektin adalah dengam metode ekstraksi, baik melalui pemanasan
langsung dan pemanasan microwave (Yeoh, dkk.,2008). Pemanasan langsung
merupakan metode ekstraksi pektin secara konvensional yang memakan waktu
sekitar dua jam untuk mendapatkan hasil pektin yang baik. Waktu pemanasan
secara konvensional yang relatif lama menyebabkan pektin yang diekstraksi
mengalami degradasi termal (Yujaroen, dkk., 2008). Metode yang menggunakan
pemanasan dengan gelombang mikro umumnya lebih efektif dari segi hasil pektin
yang diperoleh dan memberikan kualitas produk yang lebih baik. Hasil pektin yang
diperoleh juga tergantung pada jenis pelarut yang digunakan pada saat ekstraksi
(Srivastava dan Malviya, 2011).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi pektin yaitu suhu,
pH dan waktu reaksi. pH yang direkomendasikan berkisar antara 1,8-3 tetapi yang

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  8

 
sering digunakan adalah pH 2,0-2,8 (Akhmaludin dan Arie Kurniawan, 2009; Altaf,
 
dkk., 2015). Batasan untuk kombinasi kondisi operasi agar hasil yang diperoleh
  mencapai hasil optimasi perlu memperhatikan hal-hal berikut (Subagyo 2010):
  a. Penggunaan pH rendah tidak boleh dikombinasikan dengan suhu yang

  tinggi karena dapat menyebabkan terhidrolisisnya pektin yang sudah


terdispersi ke solven.
 
b. Suhu ekstraksi tinggi tidak boleh dikombinasikan dengan waktu
 
ekstraksi yang lama karena pada suhu tinggi dan dalam waktu ekstraksi
  yang lama pektin akan terdegradasi ketika pektin terlepas dari jaringan

  dinding sel.
Pelarut yang dapat digunakan untuk pengambilan pektin adalah asam asetat,
 
asam sitrat, asam nitrat, asam klorida, asam oksalat, dan asam sulfat (Aziz, dkk., 2018;
Kermani, 2015; Tongkham, dkk., 2017; Widiastuti, 2015; Megawati dan Ulinuha,
2015; Hartati, dkk., 2017). Penggunaan asam dalam ektraksi pektin bertujuan untuk
menghidrolisis protopektin dalam bentuk garam kalsium-magnesium pektinat
menjadi pektin yang larut dalam air dan membebaskan pektin dari ikatan dengan
senyawa lain seperti selulosa (Fitriani, 2003). Apabila proses hidrolisis dilajutkan
senyawa pektin akan berubah menjadi asam pektat yang asam galakturonatnya
bebas dari gugus metal ester (Hariyati, 2006).

Gambar 2.3 Skema Perubahan Protopektin menjadi Pektin dan Asam Pektat
Sumber: Sufy, 2015.

Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Asam Pektinat menjadi Asam Pektat


Sumber: Hariyati, 2006.

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  9

 
Proses pelarutan protopektin menjadi pektin terjadi karena adanya
 
penggantian ion Ca dan Mg oleh ion hidrogen atau dikarenakan putusnya ikatan
  antara pektin dan selulosa (Fitriani, 2003). Semakin tinggi konsentrasi ion hidrogen,
maka
  semakin tinggi pula kemampuan ion hidrogen untuk menggantikan ion Ca
dan  Mg dalam pektin sehingga kemampuan untuk memutuskan ikatan pektin
dengan selulosa akan semakin tinggi maka pektin yang larut akan semakin banyak
 
(Maulana, 2015). Namun apabila pH terlalu rendah maka perubahan protopktin
 
menjadi pektin tidak dapat berubah secara optimal. Sedangkan apabila pH terlalu
tinggi,
  pektin tidak dapat membentuk gel dikarenakan pektin akan berubah menjadi

asam
  pektat (Maulana, 2015).
Penelitian ekstraksi pektin dari kulit buah naga menggunakan metode
 
konvensional dilakukan dengan variasi waktu reaksi menghasilkan yield 16,76%.
Penelitian ekstraksi pektin dari kulit buah naga metode microwave assisted extraction
dilakukan dengan variasi waktu ekstraksi menghasilkan yield 63% (Ulinuha, 2014).
Perbedaan ekstraksi pektin dengan menggunakan metode microwave assisted
extraction dan metode konvensional dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Data Perbandingan Ekstraksi Pektin dengan Menggunakan


Metode Microwave Assisted Extraction dan Metode Konvensional

Parameter
Metode Berat Volume Waktu
No. Bahan Suhu/
Ekstraksi Bahan Pelarut Pelarut Ekstraksi %Yield
Daya
(gr) (mL) (menit)
1. Metode • Kulit Buah
Microwave Naga
Assisted (Sumber: Asam 600
10 300 mL 25 72
Extraction Megawati oksalat watt
dan Ulinuha,
2015)
• Kulit Buah
Naga
Asam 600
(Sumber: 2,5 200 mL 10 23,11
nitrat watt
Tongkham,
dkk., 2017)

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  10

 
Parameter
 
Metode Berat Volume Waktu
No. Bahan Suhu/
  Ekstraksi Bahan Pelarut Pelarut Ekstraksi %Yield
Daya
(gr) (mL) (menit)
 
• Kulit Jeruk
  Bali
Asam 300
(Sumber: 10 300 20 40,5
  klorida watt
Widiastuti,
  2015)
2. Metode • Kulit Buah
konvensional
  Naga
Asam
(Sumber: 50 500 60 70oC 13,51
  asetat
Aziz, dkk.,
  2018)
• Kulit Buah
Naga
Asam
(Sumber: 50 * 60 85oC 20,16
oksalat
Hani,
dkk.,2012)
• Kulit Jeruk
Bali
Asam
(Sumber: 5 150 120 80oC 28,6%
klorida
Widiastuti,
2015)
Keterangan: * = Not Available

2.1.4 Kegunaan Pektin


Pektin merupakan biopolimer alami yang telah digunakan selama bertahun-
tahun dalam industri makanan dan minuman sebagai bahan pengental, bahan
pembuatan gel dan penstabil koloid Dalam industri makanan, pektin umumnya
terdaftar sebagai sebagai bahan yang aman oleh Food and Drug Administration
dan digunakan sebagai pembentuk gel, bahan penstabil dan zat pengental dalam
produk makanan seperti selai, minuman yoghurt, minuman susu buah, dan es krim.
Karena kemampuannya yang biodegradable, biocompatible serta memiliki sifat
kimia dan fisik yang seperti gelasi, permeabilitas gas selektif dll, pektin merupakan
matriks polimer yang cocok digunakan untuk pembuatan edible film yang dapat
dimakan dan dapat digunakan sebagai bahan kemasan untuk makanan.

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  11

 
2.2 Buah Naga
 
Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan salah satu buah tropis yang
  termasuk kedalam tanaman jenis kaktus dalam keluarga Cactaceae dan subfamili
Hilocereanea.
  Buah ini sering dikenal dengan nama prickly pear atau strawberry
pear  atau pitahaya atau pitaya.
Secara morfologi, tanaman ini hanya terdiri dari akar, batang, bunga, buah,
 
dan biji. Tanaman buah naga memiliki akar berkisar 50-60 cm. Panjang batang
 
maksimum 9 m yang ditumbuhi dengan duri-duri keras, Bunga tanaman buah naga
terletak
  pada sulur batang berwarna putih dengan panjang berkisar 29 cm. Buah
naga  memiliki berat antara 500-650gram tergantung dari jenisnya. Setiap buah
memiliki biji sekitar 1.200-2.300 dengan biji berwarna hitam (Elwandi, 2015).
 
Terdapat banyak jenis buah naga yaitu buah naga kulit merah dengan daging
buah putih (Hylocereus undatus Hawth. Britton&Rose), buah naga kulit merah
dengan daging buah merah (Hylocereus sp), buah naga kulit merah dengan daging
buah merah mencolok (Hylocereus costaricensis Webb. Britton&Rose), buah naga
kulit merah dengan daging buah merah keunguan (Hylocereus polyrhizus Webb.
Britton&Rose), dan buah naga kulit kuning dengan daging buah putih (Selenicereus
megalanthus A. Berger Riccob). Berikut gambar jenis-jenis buah naga:

(a) (b) (c) (d) (e)


Gambar 2.5 (a) Hylocereus undatus; (b) Hylocereus sp.; (c) Hylocereus
costaricensis Webb. Britton&Rose; (d) Hylocereus polyrhizus Webb.
Britton&Rose; (e) Selenicereus megalanthus A. Berger Riccb.
Sumber: Jaya, 2010
Kulit buah naga merupakan bagian terluar yang berfungsi untuk melindungi
daging buah. Pada kulit buah naga banyak mengandung senyawa-senyawa penting
seperti: antosianin, alkaloid, steroid, saponin, tanin, dan pektin. Fungsi dari
senyawa-senyawa tersebut adalah sebagai berikut:
• Antosianin berfungsi sebagai zat warna alami.
Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  12

 
• Alkanoid berfungsi untuk untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau
 
menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi mikrobia.
 
• Steroid merupakan penyusun antosianin yang berfungsi sebagai zat
  warna alami.

  • Saponin ini memiliki manfaat untuk menstimulasi jaringan tertentu


seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal.
 
• Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan
 
antitumor.
 
• Pektin dapat digunakan sebagai bahan penstabil dalam pembuatan
  edible film.

  2.3 Microwave Assisted Extraction (MAE)


Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan teknik untuk
mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan tanaman dengan bantuan energi
gelombang mikro yang memiliki panjang gelombang 1 mm – 1 m (Reza, 2015)
dengan frekuensi antara 0.3 to 300 GHz (Hadkar, 2013). Pada umumnya,
gelombang mikro yang digunakan di industri dan domestik dioperasikan pada
frekuensi 2,45 GHz (Hadkar, 2013) dan diatur pada panjang gelombang 12,2 cm
(Reza, 2015) dan energinya 1,02x10-5 eV (Kurniawan, 2016).
Pada frekuensi 2,45 GHz gelombang mikro merubah komponen elektrik 4,9
x 104 kali/detik, sehingga proses pemanasan lebih cepat. Semakin besar konstanta
dielektrik pelarut makan akan semakin optimal proses pemanasannya (Hadkar,
2013).
Apabila frekuensi gelombang mikro lebih dari 2450 MHz tidak terjadi
pemasan karena komponen elektrik akan berubah pada kecepatan yang jauh lebih
tinggi sehingga molekul tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri
dengan medan listrik. Sedangkan jika frekuensi kurang dari 2450 MHz komponen
elektik akan berubah pada kecepatan yang jauh lebih rendah sehingga molekul
memiliki waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan medan listrik
akibatnya tidak terjadi pemasan (Hadkar, 2013).
Prinsip pemanasan bahan yang akan diekstraksi dengan menggunakan
gelombang mikro berdasarkan tumbukan langsung dengan material polar atau

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  13

 
pelarut yang diatur oleh dua fenomena yaitu: rotasi dipol dan konduksi ionik.
 
Konduksi ionik yaitu pergerakan ion-ion elektroforetik (kemampuan bergerak
  melalui media konduktif) dibawah pengaruh perubahan medan listrik. Resistansi
yang
  ditimbulkan oleh larutan terhadap proses pergerakan-pergerakan ion dari
gelombang
  mikro akan menghasilkan gesekan-gesekan sehingga timbul energi
panas.
 
Sedangkan rotasi dipol yaitu penyusunan kembali dipol dari molekul karena
 
perubahan medan listrk yang cepat yang dihasilkan oleh gelombang mikro (Hadkar,
2013).
  Pada saat proses penyusunan kembali molekul-molekul pelarut
menimbulkan
  gesekan-gesekan sehingga terjadi pembentukan panas.

Gambar 2.6 Perbedaan Pemanasan Ekstraksi Konvensional dan Microwave


Sumber: Veggi, Martinez, & Meireles, 2013.
Akibat panas yang dihasilkan oleh dua mekanisme tersebut, pelarut akan
menguap dan menghasilkan tekanan besar pada dinding sel sehingga sel
mengembang. Tekanan tersebut akan mendorong dinding sel dari dalam sehingga
terjadi peregangan dan pada akhirnya dinding sel pecah dan zat aktif yang terdapat
dalam sel lepas. Adapun diagram skematik microwave dapat dilihat pada gambar
2.5.

Gambar 2.7 Diagram Skematik Microwave Assisted Extraction


Sumber: Hedkar, 2013.
Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  14

 
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi dengan menggunakan
 
Microwave Assisted Extraction (MAE) adalah sebagai berikut (Veggi, Martinez, &
  Meireles, 2013):
1)   Pelarut

  Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam proses


ekstraksi dengan mengunakan Microwave Assisted Extraction (MAE), dimana
 
pelarut yang akan digunakan harus dapat menyerap gelombang mikro. Penyerapan
 
gelombang mikro ini dipengaruhi oleh nilai konstanta dielektrik dan kehilangan
dielektrik.
  Semakin tinggi kontanta dielektrik dan kehilangan dielektrik maka
semakin
  baik pula pelarut menyerap energi gelombang mikro. Adapun nilai
kontanta dielektrik dan kehilangan dialitrik dapat dilihat pada tabel 2.3.
 
Tabel 2.3 Nilai Konstanta Dielektrik dan Kehilangan Dielektrik yang umum
digunakan (Hadkar, 2013).

No. Solvent Dielectic loss (ε”) Dielectric contant Tan ε


(ε’)
1. Methanol 15 24 6400
2. Acetone 11.5 20.7 5555
3. Ethyl Acetate 6 3.3 5316
4. Ethanol 1.6 7 2286
5. Water 12 80 1500
6. Hexane 0.00019 1.9 0.1
Keterangan:
Dielectic loss (ε”) : efisiensi dalam mengubah energi gelombang mikro menjadi
panas
Dielectric contant (ε’) : kemampuan solven dalam menyerap energi gelombang mikro

2) Rasio solvent-to-solid
Volume pelarut harus cukup untuk memastikan bahwa seluruh sampel
(matrik tanaman terendam), terutama ketika memiliki matrik yang akan
mengembang selama proses pemasanan. Umumnya dalam teknik ekstraksi
konvensional rasio pelarut: berat bahan lebih tinggi akan memberikan yield yang

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  15

 
tinggi, tetapi dalam MAE rasio pelarut/berat bahan yang terlalu tinggi dapat
 
memberikan yield yang lebih rendah.
  3) Daya
  Daya pada microwave dan suhu saling berhubungan karena semakin tinggi
daya  microwave maka semakin tinggi pula suhu sistem dan menaikkan yield hasil
ekstraksi hingga suhu optimum tercapai. Pada penggunaan daya yang terlalu tinggi
 
dapat menyebabkan degrades termal pada produk yang diinginkan.
 
4) Waktu Ekstraksi
  Waktu ekstraksi dengan menggunakan Microwave Assisted Extraction
(MAE)
  lebih singkat yaitu beberapa menit hingga setengah jam, dibandingkan
dengan metode konvensional, hal ini untuk menghindari kemungkinan degradasi
 
termal dan oksidasi pada produk yang diinginkan
Daya dan waktu ekstraksi merupakan faktor yang saling berhubungan.
Secara umum bahwa semakin tinggi daya yang digunakan maka waktu ekstraksi
pun semakin sedikit, tetapi penggunaan daya yang tinggi akan mengakibatkan
degradasi termal pada senyawa yang sensitif terhadap panas.
5) Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan yang digunakan untuk ekstraksi umumnya antara 100
μm to 2 mm (Veggi, Martinez, & Meireles, 2013). Semakin kecil ukuran partikel maka
luas kontak antara bahan dengan pelarut akan semakin besar, sehingga memperbesar
laju perpindahan massa.

2.4 Asam Asetat


Asam asetat merupakan senyawa kimia asam organik dikenal sebagai
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Rumus kimia asam asetat yatu
CH3COOH. Asam asetat merupakan cairan tidak berwarna dengan kadar 99,5%,
memiliki berat molekul 60,053 kg/kmol, memiliki titik didih 118,1 oC dan titik lebur
16,7oC, dan densitas 1,049 kg/L (Perry, 1997).
Asam asetat merupakan pelarut protik hidrofilik (polar) dan memiliki
konstanta dielektrik 6,2 sehingga dapat melarutkan senyawa polar seperti gula dan
dan garam anorganik maupun senyawa non-polar seperti iodin dan sulfur. Asam

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  16

 
asetat juga mudah larut dengan senyawa polar atau non-polar lainnya seperti air,
 
kloroform, dan heksana.
 

1.5   Operasi Ekstraksi Padat-Cair secara Counter Current


  Menurut Rauweler (2015), operasi ekstraksi padat-cair secara counter
current merupakan proses ekstraksi dimana padatan dan pelarut dikontakan lebih
 
dari sekali yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak ekstrak. Prinsip counter
 
current yaitu dengan mengontakkan pelarut baru (fresh solvent) dengan padatan
  konsentrasi zat terlarutnya hampir habis (spent solid) di tahap akhir (N),
yang
sehingga
  konsentrasi zat terlarut pada spent solid akan mencapai konsetrasi

 
terendahnya. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap N-1 pelarut yang telah
mengandung sedikit pelarut akan digunakan untuk mengektraksi padatan yang
masih mengandung sedikit zat terlarut. Proses pengontakkan ini akan meningkatkan
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut dan mengurangi konsentrasi zat terlarut dalam
padatan. Dan pada tahap 1, pelarut yang telah banyak mengandung zat terlarut akan
digunakan untuk mengekstraksi padatan baru (fresh solid) yang masih mengandung
banyak zat terlarut. Tahapan proses ekstraksi secara counter current dapat dilihat
sebagai berikut:
Fresh solid

Fresh solvent Ekstrak 1


1
A
Fresh solid

Fresh solvent 2 1 Ekstrak 2


A B
Fresh solid

Fresh solvent 3 2 1 Ekstrak 3


A B C Fresh solid

Rafinat 1
3 2 1 Ekstrak 4
Fresh solvent B C D

Rafinat 2 Rafinat 3 Rafinat 4

Gambar 2.8 Skema Tahapan Ekstraksi Padat-Cair secara Counter Current


Sumber: Modul Praktikum ITB Ekstraksi Padat Cair

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
  17

 
Operasi ekstraksi secara counter current banyak digunakan di industri
 
kerena dapat meminimalkan dan mengefisiensikan penggunaan pelarut, selain itu
  ekstrasi secara counter current dapat menghasilkan yield yang cukup tinggi
dibandingkan
  dengan ekstraksi secara batch untuk variasi solut: solvent yang sama.
(Susiana
  dan Prima, 2009). Hal ini dikarenakan terjadi kontak antara fresh solid
dengan rich solvent dan fresh solvent dengan spent solid dimana akan terjadi
 
perpindahan solute dari padatan ke pelarut pada setiap tahapnya karena adanya
 
perbedaan konsentrasi (Rauweler, 2015).
  Ekstraksi secara counter current dapat disimulasikan secara batch antara
umpan
  dan pelarut, tetapi harus mengikuti skema ekstrasi secara counter current
kontinyu sampai mencapai steady state (Treybal, 1980).
 

2.6 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)


Spektrofotometer FTIR merupakan salah satu alat yang dapat digunakan
untuk identifikasi khususnya senyawa organik. Analisis yang dilakukan yaitu
melihat bentuk spektrumnya dengan melihat puncak-puncak spesifik yang
menunjukan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa tersebut
(Kristianingrum, t.t). Daerah spektrum terbaik yang sering digunakan untuk
berbagai keperluan praktis dalam kimia organik adalah pada rentang 4000-400 cm-
1
.
Teknik pengukuran spektrofotometer FTIR adalah penyerapan radiasi
inframerah oleh bahan sampel terhadap panjang gelombang. Ketika suatu bahan di
iradiasi dengan radiasi infra merah, maka radiasi IR yang terserap biasanya
membuat molekul-molekul bergetar dalam keadaan yang lebih tinggi. Panjang
gelombang cahaya yang diserap oleh molekul tertentu adalah fungsi dari perbedaan
energi antara keadaan getaran yang diam dan keadaan getaran saat di radiasi dengan
inframerah. Panjang gelombang yang diserap oleh sampel adalah karakteristik dari
struktur molekulnya. Spektra FTIR biasanya disajikan sebagai plot intensitas
terhadap bilangan gelombang (dalam cm-1) (Handbook of Analytical Metods for
Materials,2014).

Laporan Tugas Akhir- Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Naga Menggunakan Pelarut Asam Asetat dengan Metode
Microwave Assisted Extraction 2019

 
 

Anda mungkin juga menyukai