Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Kejaksaan republic Indonesia sbg lembaga penuntutan tertinggi dibidang memepunyai peran
utama dalam penegakan hokum mempunyai peran utama dalam penegakan supermasi hukum
dan mewujudkan keadilan bagi seluruh bangsa dinegara ini. Sebagi lembaga pemerintah yang
melakukan kekuasaan Negara dibidang penuntutan dan sebagai badan yang berwenang dalam
penegakan hukum dan keadilan, peran kejaksaan gardu depan penegakan hukum demikian
penting dan sterategis.

Kejak saan sebagai salah satu sub system peradilan pidana memiliki kewnangan dibidang
penuntutan dan memegang peranan yang konsepsial dalam penegakan hukum sebagai intasi
peradilan, maka kewenagan hukum dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh karena
itu peranan kejaksaan sebagi salah stu ujing tombak dalam dalam penegakan hukum diharapkan
dapat menjunjung tinggi nilai- nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat yaitu dalam hal ini
melakukan upaya hukum peninjauan kembali  terhadap suatu putusa pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap agar korban
yang diwakilkan oleh jaksa itu mendapat keadilan dari suatu hukum tersebut.

Pasal 31 UU No. 16 tahun 2004 menegaskan bahwa kejaksaan dapat meminta kepada hakim
untuk menempatkan sesorang terdakwa dirumah sakit atau tempat perawatan jiwa  atau tempat
yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal
yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau diri nya sendiri bahwa dengan
melaksanakan tugas dan wewenag kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan
penegakan hukum dan keadilan serta badan Negara atau intasi lainya. Dan juga kejaksaan dapat
memberi pertimbangan dalam bidang hukum kepada intasi lainya.

Upaya hukum yaitu hak terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan.
Dalam kitab undang-undang hukum acara pidana diatur dalam BAB XVII yitu upaya hukum
biasa dan BAB XVII upaya hukum luar biasa yang pada waktu berlakunya HIR diataur diluar
HIR. Tentang upaya hukum bias diatur BAB XVII dimana bagian kesatu mengenai pemeriksaan
tngkat banding, bagian kedua mengenai pemeriksaan tingkat kasasi, dalam BAB XVII upaya
hukum luar biasa meliputi bagian kesatu mengenai pemeriksaan tingakat kasasi demi
kepentingan hukum. Bagian kedua yaiu mengenai peninjun kembali putusan pengadilan yang
telah mempunyaikekuatan hukum tetap.

B.     Rumusan masalah

  Apakah jaksa penuntut umum berwenang untuk melakukan peninjauan kembali yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   Apakah alasan jaksa penuntut umum untuk mengajukan peninjauan kembali
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sebab - sebab atau Latar Belakang Lahirnya Putusan Peninjauan Kembali.

Lahirnya BAB XVII ini dalam upaya hukum luar biasa khususnya bagian kedua tentang
peninjauan kembali yang terdapat dalam pasal 263 sampai dengan pasal 269 KUHAO yaitu
merupakan sejarah baru dilapangan hukum khususnya hukum acara pidana.. sebab ini
merupakan suatau kenyataan bahwa seorang terpidana merasa bhwa hukum yang dijatuhkan
kepadanya tidak adil kemudian ingin meminta kembali pemeriksaan perkaranya tersebut dan ini
tidak mungkin karena jalan atau acara formal untuk meminta perkaranya yang telah putus untuk
diperiksa kembali tidak mungkin karena upaya hukum untuk itu tidak ada lagi.[1]

Maka kini dengan adanya upaya hukum peninjauan kembali ini, maka terbentuk lah jalan bagi
setiap terpidana untuk meminta pemeriksaan ulang atas setiap terpidana untuk meminta
pemeriksaan ulang atas perkaranya, ini muncul bukan dengan tiba-tiba tetapi terjadi pada tahun
1980 yang mana terkenal dengan kasus sang sengkon dan karta. Dua terpidana yang telah
menjalani hukumannya sejak tahun 1977 tetapi sudah ditahn sejak tahun 1974. Kasus tersebut
yaitu sengkon dan karta ditahan dan diperiksa oleh pengadilan negeri bekasi dengan tuduhan
telah merampok dan membunuh suami isteri salem berdasar alat bukti. Yang telah dianggap sah
oleh pengadilan negeri bekasi keduanya dijatuhkan hukuman masing-masing 10 tahun dan dari 7
bulan penjara.

Jelas disini telah terjadi kesalahan didalam penjatuhan putusan terhadap sengkon dan karta. Para
aparat hukum juga tidak menjadi tenang dengan adanya kasus ini, dan para ahli hukum juga
mencari suatu modus yang terdapat agar sengkon dan karta dapat dibebaskan dari lembaga
permasyarakatan. Jika dilihat kasus sengkon dan karta ini bukanlah terjadi kesalahan tuduhan
terhadap orang yang melakukan pembunuhan atas sulaiman suami istri tetapi juga telah terjadi
kesalahan ysng dilakukan oleh pengadilan negeri.

Pengadilan bekasi jelas mengetahui bahwa sengkon dan karta tidak bersalah sewktu
menjatuhkan putusan terhadap gunel cs maka seharusnya pada putusan yang sama didalam
pengadilan negeri bekasi memutuskan juga pembatalan atas putusan terdahulu yang dikenakan
terhadap sengkon dan karta. Maka dengan seketika itu juga pada saat yang sama sengkon dan
darta bebas dari pidana yang telah dijatuhkan terhadapnya.

Peryataan ini juga telah dikatakan oleh ketua makamah agung terdahulu yang mengatakan
apabila ini dilakukan oleh pengadilan negeri bekasi maka ini telah terjadi suatu revolusi dalam
hukum Indonesia dan ini tidak terjadi dan pengadilan negeri bekasi hanya menyatakan bahwa
tuduhan terhadap sengkon dan karta tidak terbukti. Makamah agung membatalkan putusan dalam
sidang majelis makamah agung tertanggal 31 januari 1981.

Lembaga herziening ini dalam hukum diartikan sebagai suatu upya hukum yang mengatur
tentang tata cara untuk melakukan peninjauan kembali suatu putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Mengingat sangat dibutuhkannya lembaga heizening
tersebut dapat diberlakukan. Upaya tersebut dapa terlihat ketika lahirnya PARMA No. 1 tahun
1969 yang menetapkan tentang peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetep Pencabutan PARMA No 1 tahun 1969 ini didasarkan pada endapat bahwa
pada tahun 1970 dikeluarkan Undang-undang No 14 tahun 1970 yaitu undang-undang pokok
kekuasaan kehakiman. Dimana dalam pasal 21 telah terdapat pasal-pasal. Diberlakunya KUHAP
( undang-undang no 8 tahun 1981 ) yang menampung lembaga peninjauan kembali dan sekaligus
mencabut PARMA No 1tahun 1980 maka harus demi kasus yang dimintakan peninjauan kembali
dan diselesaikn oleh makamah agung telah memperhatikan suatu benag merah dalam kaitannya
dengan pencari keadilan.

Pengajuan peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa, korban keluarga, korban, pihak ketiga
yang berkepentingan masih menimbulkan pertanyaan, apa yang menjadi dasar hukum bagi
mereka yang mengajukan upaya hukum tersebut karena hak untuk mengajukan upaya hukum
peninjauan kembali berdasarkan Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP hanya
memiliki oleh terpidana atau ahli waris.

Peraktek peninjauan kembali melangkah jauh seakan meninggalakan tujuan yang hakiki, itulah
yang terjadi dalam peraktek yaitu pengajuan peninjaun kembali oleh jaksa penuntut umum
terhadap putusan bebas. Peraktek penerapan ketentuan tentang peninjauan kembali dikaji secara
mendalam dari sudut ilmu hukum pidana dengan pertimbangan 2 faktor yakni.
1. Dilihat dari sudut pengaturan hukum acara pidan yang ada terutama KUHAP yang diatur
dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tidak memberikan kesempatan mengajukan
peninjauan kembali bagi jaksa penuntut umum atau piahk koraban dirasakan tidak
memungkinkan.
2. Munculnya kasus – kasus peninjauan kembali yang secara juresprudensial secara tidak
langsung mengajukan peninjauan kembali atas berbagai kasus yang diputuskan secara
bebas atau setiap putusan yang oleh kejaksaan atau pihak korban dirasakan tidak
memuaskan.

Pengaturan dalam hukum positif sebenar nya sudah tersirat didalam pasal 263 ayat 3 KUHAP
yang mana didalamnya disebutkan bahwa terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap telah memperolehkan kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permintaaan peninjaun kembali apabila dalam suatu putusan itu pemberatan yang didakwakan
telah dinyatakan terbukti akan tetap tidak diikuti oleh suatu pemindanaan. Sedangkan dalam
pasall 263 ayat 1 KUHAP yang diperbolehkan mengajukan peninjauan kembali yaitu terpidana
kecuali terhadap putusan bebas lepas dari segala tuntutan hukum.

Mengenai orang yang berhak mengajukan peninjauan kembali ditegaskan dalam pasal 263 ayat 1
yakni terpidana atau ahliwarisnya. Berdasar kan ketentuan ini jaksa penuntut umum tidak berhak
mengajukan peninjauan kembali sebaba undang – undang tidak memberikan hak kepada
penuntut umum karena upaya hukum ini hanya untuk melindungi kepentingan terpidana.

Upaya kepentingan terpidana UU membuka kemungkinan untuk mengajukan kembali keputusan


yang memperoleh kekuatan hukum tetap , karena itu akan diberikan kepada terpidana atau ahli
warisnya, lagi pila sisi lain dari upaya hukum agar luar biasa ini yakni pada upaya kasasi demi
kepentingan hukum. Undang – undang telah membuka kesempatan kepada jaksa agung untuk
membela kepentingan umum. Seandainya penuntut umum berpendapat suatu putusan pengadian
yang telah berkekuatan hukum tetap merugikan kepentingan umum atau bertentangan tujuan
penegakan hukum,kebenaran dan keadilan.

B. Kewenangan Jaksa Penuntut Umum

Fungsi dan kewenangan jaksa dalam KUHP pasal 1 angka 6 huruf a ditetapkan hanya meliputi
dan bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. KUHP merumuskan demikian karena berkaitan dengan
rangkaian ketentuan-ketentuan lainnya dalam KUHAP.

Sesuai dengan ketentuan pasal 289 ayat 2 KUHP jo pasal 17 pp No. 27 tahun 1983 jaksa bahwa
untuk melakukan penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana seperti dalam tindak pidana
korupsi dan dalam tindak pidana subversi dan dalam tindak pidana ekonomi. Ketentuan pasal 14
KUHP yang menyatakan penuntut umum mempunyai wewenang yaitu:

a. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan penyidik dengan memperhatikan


ketentuan pasal 110 ayat 3 dan 4, dengan memberikan petunjuk dalam rangka
penyempurnakan penyidikkan dan penyidik.
b. Memberikan perpanjangan penahanan, melaksanakan penambahan atau penahanan
lanjutan atau mengubah setatus tahanan setelah perkara dilimpahkan oleh penyidik.
c. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidik dari penyidik atau penyidik pembantu.
d. Membuat surat dakwaan.
e. Melimpah perkara kepengadilan
f. Melakukan penuntutan.
g. Menutup perkara demi kepentingan hukum
h. Melaksanakan penetapan hakim.
i. Menyampaikan pemberitahun kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara
yang disidang kan serta dengan surat pemangilan, baik terahadap terdakwa maupaun
kepada saksi untuk dating pada siding yang telah ditentukan.
j. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tangung jawabnya sebagai penuntut
umum menurut ketentuan undang-undang.

Disamping tugas dan wewenag kejaksaan tersebut yang berdasar kan undang – undang,
kejaksaan dapat disertai tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Mencermati
tugas dan wewenang teryata kewenangan melakukan pengawasan keputusan lepas bersarat
diabaikan oleh pembentuk undang-undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Untuk itu,
dalam penyusunan peraturan pemerintah sebagai pelaksannan undang-undang kemasyarakatan
maka kewenangan kejaksaan perlu diangkat kembali, dengan demikian tidak ada kesan saling
bertentangan atau tumpank tindih, hal itu perlu diperhatikan pula dalam penyusunan RUU
KUHAP baru sebagai ius constituendum.
Dalam rangka penetapan tugas dan fungsi kejaksaan dan sekaligus dalam rangka menemukan
kebenaran materil,kiranya pemeriksaan tambahan lebih diefektifkan dan didaya gunakan.

Undang- undang No 5 tahun 1991 pasal 28 menetapkan bahwa kejaksaan dapat meminta kepada
hakim untuk menempatkan seorang terdakwa dirumah sakit atau tempat perawatan jika atau
tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh
hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau diri sendiri.

Sementara itu, pasal 29 undang-undang No 5 tahun 1991 tersebut menetapkan bahwa disamping
tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang selanjutnya, pasal 30 undang-undang No5
tahun 1991 menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan membina
hubungan kerja sama dengan badan-badan Negara atau intasi lainya. Kemudian pasal 31
mengatur bahwa kejaksaan dapat member pertimbangan dalam bidang hukum kepada intansi
pemerintah lainnya.

Mengenai tugas dan wewenang jaksa agung diatur dalam beberapa pasal dibawah ini pasal 32
undang-undang No.5 tahun 1991 mengatur bahwa kjaksa agung mempunyai tugas dan
wewenang

1. Menetapkan serat mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang
lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.
2. Mengkoordinasikan penanganan pekara pidana tertentu dengan institusi terkait
berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh presiden.
3. Mengenyampinkan perkara dari kepentingan umum
4. Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada makamah agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana.
5. Mencegah dan menyangkal orang tertentu untukmasuk atau keluar wilayah kekuasaan
negeri RI karena telah keterlibatan dalam perkara pidan sesuai peraturan perundang-
uandangan.

Kemudian pasal 33 menegaskan bahwa :

 Jaksa agung member ijin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau
menjalankan perawatan dirumah sakit dalam negeri, maupun luar negeri.
 Ijin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan didalam negeri diberikan oleh
kepala kejaksaan negeri setempat atas nama jasa agung, sedangkan untuk berobat atau
menjalani rumah sakit diluar negeri hanya diberikan oleh jaksa agung.
 Izin sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 hanya diberikan ataa dasar rekomendasi
doctor, dan dalam hal diperlukannya perawatan diluar negeri rekomendasi tersebut
dengan jelas menyataakan kebutuhan itu yang dikaitkan dengan belum melengkapinya
fasilitas perawatan tersebut didalam negeri.

C. Korban yang Diwakili Jaksa.

Jaksa penuntut umum sebagai lembaga yang mewakili korban dalam tuntutan pidanaya lbih
banya meruguan penderitaan korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh pelakunya.
Dengan tolak ukur tersebut, pengajuan tuntutan pidana hendaknya harus didasarkan pada
keadilan yang ditinjau dari kaca mata korban. Dengan demikin jaksa penuntut umum menuntut
hukuman yang relative tinggi. Sedangkan terdakwa atau penasehat hukumnya berhak memohon
hukuman yang seringan-ringannya. Bahkan kalau memungkinkan mohon agar terdakwa
dibebaskan dari segala dakwaan jaksa penuntut umum. Putusan hakim berupa pemindanaan
sebagaimana dikatakan nawawi arif symposium pembahruan hukum pidana nasional 1980, yaitu
sebagai berikut ;

a. Kemanusiaan dalam arti bahwa persidangan tersebut menjunjung tinggi harkat dan
martabat seseorang.
b. Edukatif dalam arti bahwa pemindanan itu mempu membuat orang sadar sepenuhnya
atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif
dan konstruktif bagi usaha penagulanggan kejahatan.
c. Keadilan,dalam arti bahwa pemindanaan tersebut dirasakan adil, baik, oleh terhukum,
korban maupun masyarakat.

Pembatasan ketentuan yang terdapat dalam pasal 100 ayat 2 KUHAP, perlindungan terhadap
korban melalui ketentuan pasal 99 ayat 1 KUHAP teryata relative kurang sempurna. Untuk
memeriksa harus bermuara pada hukum acara perdata. Terlbih khususnya kewenangan bersifat
absolute yang harus diajuan kepada pengadilan negeri dijamin tergugat bertempat tinggal.
Terdakwa yang diadili perkara pidana disidang diwilayah tempat tinggal atau tempat
kediamannya,tentu pengadilan negeri tersebut tidak akan memeriksa dan tidak akan
mengadilinyakarana salah satu asas dalam hukum pidan menyatakan bahwa terdakwa akan
diadili dimana perbuatan tersebut dilakukan,oleh korban. Diperlukan adanya penyempurnaan
dalam KUHAP itu sendiri dengan memberikan peran lebih besarbkepada korban dalam
mengajukan upaya hukum banding.

Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan
peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang dinyatakan terbukti namun
tidak diakui pemindanaan. Maka disinilah celah bagi jaksa penuntut umum untuk mengajukan
upaya hukum peninjauan kembali. Upaya hukum peninjauan kembali sebagai mana dimaksud
dalam pasal 263 ayat 3 KUHAP ini tidak memungkinkan terpidana mengajukan upaya hukum
peninjauan kembali terhadap suatu putusan bebas yang mana ini akan merugikan bagi dia untuk
mengajukan upaya hukum penijauan kembali dalam konteks putusan pengadilan, yang
memeutus peninjauan kembali adalah disini hakim, bukan jaksa.

D. Alasan yang Digunakan JPU Melakukan PK Dalam Peraktek Peradilan

1. Adanya kekhilafan hakim.

Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Kekhilafan adalah kekeliruan
itu bias terjadi dalam semua tingkat peradilan. Kekhilafan yang dibuat oleh pengadilan negeri
sebagai pengadilan tingakat pertama, bias berwujud pada tingkat banding, dan kekhilafan pada
tingkat pertama dan tingkat banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi oleh makamah agung,
pada hal tujuan tingkat banding maupun tingkat banding maupaun tingkat kasasi untuk
meluruskan dan memperbaiki serta membenarkan kembali kekeliruan yang dibuat pengadlan
yang lebih rendah.

2. Novum ( terdapat keadaan baru )

Permintaan peninjauan kembali adalah keadaan baru atau novum. Keadaan baru yang dapat
dijadikan landasan yang mendasari permintaan adalah keadaan baru yang mempunyai sifat dan
kualitas yang menimbualkan dugaan kuat :
 Jika seandainya keadaan baru itu diketahui atau diketemukan dan dikemukakan pada
waktu siding berlangsung, dapat menjadi factor dan alas an untuk mengajukan putusan
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
 Keadaan baru itu juga, diketemukan dan diketahi pada waktu siding berlangsung dan
dapat menjadi alas an dan factor untuk menjatuh kan putusan yang menyatakan tuntutan
penuntut umum tdak dapat diterima.
 Dapat dijadikan alas an dan factor untuk menjatuhkan putusan dengan menerapkan
ketentuan pidanayang lebih ringan. Alasan novum yang diajukan oleh jaksa yaitu
berdasarkan hasil penydikan terhadap perkara atas nama indra setiawan dan rohainil arni
ditemukan keadaan baru berupa keterangan saksi, tersangka dan ahli dan dikaitkan
dengan fakta-fakta.

3. Keadilan dan Kepentingan Umum

Peninjauan upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa adalah merupakan eksitensi, jaksa
penuntut umum dalam peraktek peradilan khususnya mengenai akses mengajukan peninjauan
kembali Oemar seno Adji disini mencatat bahwa bagaimana peran jaksa dalam pengadilan, yaitu
mengikuti perkmbangan perundang-undangan pidana, yurisprudensi, dan ilmu hukum.
Semuanya dapat dilakukan menjadi perkembangan actual hukum pidana, yaitu fungsionalisasi
hukum pidana dengan defence sociale nou velle disamping aliran due peroces of law.
Berdasarkan peryataan oemar seno adji diatas maka penegasan ini dalam rangka menegaskan
proses hukum yang adil bagi semua pihak atau due process of law.

Pengeseran ini didasarkan pada atas filsofis social defence ( perlindungan sisal ). Social defence
adalah aliran pemindannan yang berkembang setelah PD II dengan tokoh terkenalnyaadalah
fillipu gramatica, yang pada tahun 1945 mendirikan pusat perlindungan masyaraka, dalam
perkembangan selanjutnya pandangan scial defence ini terpecah menjadi dua aliran yaitu yang
radikal dan aliran yang moderat.

Pandangan yang radikal dipelopri dan dipertahankan oleh f.gromatica dimana gramatica
berpendapat hukum perlindungan social-sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada
sekarang, tujuan utama dari perlindungan social ini adalah mengintegrasikan individu kedalam
tatartib social dan bukan pemindanaan terhadap perbuatanya.
Pandangan moderat dipertahankan oleh marc ancel yang menamakan aliran sebagai ‘’ defence
sociale nouvelle atau perlindungan social baru menurut ancel tiap masyarakat adanya tertib
social, yaitu seperangkat peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan
bersama, tetapi sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya, maka peranan yang
besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan dari suatu system
hukum.

Beberapa konsep pandangan moderat yaitu :

a. Pandangan moderat bertujuan mengintegrasikan ide-ide atau konsepsi-knsepsi


perlindungan masyarakat kedalam konserpasi baru hukum pidana.
b. Perlindungan individu dan masyrakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai
hukum pidana, dan ini tidak kurang pentingnya dari kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dalam mengunakan system hukum pidana, aliran ini menlak pengunaan fiksi-fiksi dan
teknis yuridis yang terluas dari kenyataan sisal. Ini merupakan reaksi terhadap aliran
legisme dan alran klasik.

Maka berdasarkan konsep due process of law dan defence socialle nouvalli korban dan
kepentingan umum untuk diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya hukum PK. Dan hal
ini sangat penting dalam pembahasan KUHP mendatang.

Maka menurut saya ,sebagai penulis konsep teori duo process of law ini sesuai dengan alasan
dari jaksa penuntut umum dalam melakukan peninjauan kembali dalam kasus yang penulis
tuliskan. Jaksa dalam mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah dalam peroses
penyelesayan perkara pidana. Permintaan peninjauan kembali ini bukan karena kepentingan
peribadi jaksa penuntut umum atau lembaga kejaksaan tetapi untuk kepentingan umum/ negara.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1. Didalam KUHAP peninjauan kembali hanya boleh diajukan oleh terpidana atau ahl
warisnya terhadap pemutusan pemindanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetapi namun sebelum llahirnya peninjauan kembali didalam PARMA No 1 tahun 1980
jaksa diberikewnagan untuk mengajukan peninjauan kembali sebagai mana terdapat
dalam pasal 10 ayat 1 PARAM No 1a tahun 1980 yaitu bahwa permohonan  peninjauan
kembali didalam suatu putusan pemindanaan yang telah memperoleh kekuatan tetap
harus diajukan oleh jaksa agung.
2.    Alasan jaksa yang diajukan oleh jaksa dalam melakukan peninjauan kembali yaitu:
a. Keadilan dan kepentingan umum
b. Kesalahan hakim
c. Novum ( keadaan baru )

B.     Saran

1. Untuk mencegah ketidak pastian hukum dan sekaligus untuk menjaga asas keadilan dan
untuk melindungi kepentingan dan masyarakat atau kepentingan umum, maka sebaiknya
kewnangan jaksa penuntut umum untuk mengajukan peninjauna kembali perlu diatur
secara jelas dalam perundang-undangan.
MAKALAH
KEWENANGAN PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Nama : Gabriela L. A. Nabut


Nim : 1902010615
Kelas :E

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS HUKUM
2020/2021

Anda mungkin juga menyukai