Adapun fluktuasi harga jual kedelai impor sudah terjadi sejak awal pandemi Covid-19.
Pada Mei 2021, harga kedelai juga sempat mencapai Rp 10.000/kg. Faktor penyebab
lainnya adalah tren kenaikan harga kedelai global. Berdasarkan data Bloomberg,
harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) kontrak pengiriman Mei 2022 berada
di level US$ 15,6/bushel, padahal di akhir tahun lalu harga komoditas ini masih
bertengger di level US$ 13,3/bushel. Berikut ini merupakan pergerakkan harga kedelai
dunia 1 tahun ke belakang.
Grafik 1. Harga Kedelai Global 16 Februari 2021 – 16 Februari 2022 (US$/Bushel)
13.88
(US$/Bushel)
12.53
Tanggal
Sumber: Bloomberg
Berdasarkan data Bloomberg tersebut, maka terlihat bahwa harga kedelai global dari
bulan November 2021 hingga Februari 2022 terus naik hingga menyentuh
US$ 15,96/bushel pada tanggal 9 Februari 2022. Ketua Umum Gabungan Koperasi
Pengusaha Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan,
komoditas kedelai menganut sistem perdagangan bebas sehingga pergerakan
harganya sangat dipengaruhi oleh kondisi suplai dan permintaan di pasar.
2
Saat ini, China selaku konsumen kedelai terbesar di dunia mencatatkan kenaikan
permintaan impor dari sebelumnya 65 juta - 75 juta ton/tahun menjadi lebih dari 90
juta/ton.
Di sisi lain, produsen kedelai terbesar global seperti Amerika Serikat dan Brasil
sempat mengalami gangguan panen, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
permintaan dan suplai.
Walau bukan konsumen terbesar secara global, tren kenaikan harga kedelai tentu
mempengaruhi pasar di Indonesia. Adapun Indonesia biasanya mengimpor sekitar 2,4
juta - 2,6 juta ton kedelai di tiap tahun.
Aip menyebut, saat ini rata-rata harga impor kedelai adalah sekitar Rp 10.650/kg.
Harga ini hanya menghitung produk kedelai ketika berada di pelabuhan. Ketika
didistribusikan ke berbagai daerah, harga kedelai impor tersebut dipastikan kembali
naik karena ada tambahan komponen seperti biaya transportasi, tenaga kerja, dan
lain sebagainya. Ketika harga kedelai naik, para produsen tempe tahu jelas akan
kesulitan. Apalagi, tren kenaikan harga kedelai berpotensi terjadi sampai pertengahan
tahun atau ketika musim panen kedelai tiba.
Ekspor-Impor Kedelai
Berdasarkan data BPS, terlihat bahwa ekspor kedelai Indonesia secara rata-rata
sekitar US$ 600 ribu/tahunnya. Nilai ekspor kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2019
yang tercatat sebesar US$ 1,12 juta. Berikut ini cakupan data dari nilai ekspor kedelai
berdasarkan kode HS: 1201 (Kacang kedelai pecah maupun tidak):
3
Grafik 2. Ekspor Kedelai Indonesia 2017-2021* (Ribu US$)
627
545
467
254
Sumber: BPS
Selama periode tersebut, maka terlihat bahwa nilai ekspor kedelai dari Indonesia
terendah pada tahun 2017, di mana Indonesia hanya mengekspor kedelai senilai
US$ 254 ribu. Kemudian beralih pada tahun 2020, ekspor Indonesia berhasil
menembus US$ 545 ribu. Berdasarkan data BPS, ekspor kedelai Indonesia hingga
November 2021 tercatat sebesar US$ 627 ribu.
Berdasarkan data dari Trademaps, ternyata Timur Leste merupakan tujuan utama dari
ekspor kedelai Indonesia. Sepanjang tahun 2020, Timor Leste mengimpor sebanyark
US$ 522 ribu kedelai dari Indonesia. Kemudian sebagian dari ekspor kedelai
Indonesia lainnya bertujuan ke Saudi Arabia dan Hongkong.
Beralih ke impor, Indonesia telah secara rutin menjadi pengimpor kedelai dari negara-
negara lain. Artinya, neraca perdagangan Indonesia terhadap produk kedelai selalu
menunjukkan hasil yang negatif/defisit. Kementerian Pertanian mencatat, sekitar
86,4% kebutuhan kedelai berasal dari impor. Berikut ini merupakan hasil rekam jejak
impor kedelai Indonesia periode 2017-2021 berdasarkan kode HS: 1201 (Kacang
kedelai pecah maupun tidak):
4
Grafik 3. Impor Kedelai Indonesia 2017-2021* (Ribu US$)
1,150,766
1,103,103 1,064,565
1,003,422
(ribu US$)
Sumber: BPS
Selama periode tersebut, secara rata-rata Indonesia mengimpor sebesar US$ 1,14
juta kedelai tiap tahunnya. Pada tahun 2017, nilai ekspor kedelai Indonesia berhasil
mencapai US$ 1,15 miliar, dilanjuti US$ 1,1 miliar pada tahun 2018, US$ 1,06 miliar
tahun 2019, dan 1,03 miliar pada 2020. Maka bisa dibilang nilai impor kedelai pada
periode 2017-2020 cenderung mengalami tren penurunan.
Namun tak disangka-sangka, nilai impor kedelai dalam negeri melonjak hingga
mencapai US$ 1,48 miliar sepanjang tahun 2021 atau naik 47,7% (yoy). Padahal
harga kedelai global cenderung berada di level tertingginya pada tahun 2021. Volume
impor kedelai mencapai 2,49 juta ton, atau naik 0,58% (yoy). Selain karena minimnya
ketersediaan kedelai lokal, produsen tempe dan tahu juga lebih memilih kedelai impor
karena kualitasnya yang dianggap lebih bagus.
Amerika
1.290 2.150
Serikat
Sumber: Trademaps
Amerika Serikat menjadi pemasok utama kedelai impor dengan nilai impor mencapai
US$ 1,29 miliar atau Rp 18,32 triliun. Volume impor kedelai dari Amerika Serikat
mencapai 2,15 juta ton, artinya 87% kebutuhan kedelai impor Indonesia berasal dari
Amerika Serikat. Selanjutnya, Kanada berada di posisi kedua dengan total nilai impor
tahun 2021 sebesar US$ 135,89 juta atau volume impor 232,09 ribu ton. Argentina
berada di posisi ketiga dengan nilai impor US$ 52,08 juta, diikuti Brasil sebesar
US$ 5,35 juta, dan Malaysia sebesar US$ 2,46 juta.
424,189
(ton)
Produksi kedelai Indonesia diperkirakan kembali turun 3,05% menjadi 594,6 ribu ton
pada 2022. Setahun setelahnya, produksi kedelai bakal berkurang 3,09% menjadi
576,3 ribu ton. Sementara, kedelai yang berasal dari Indonesia turun 3,12% menjadi
558,3 ribu ton pada 2024.
Maka dapat disimpulkan, bahwa produksi kedelai dalam negeri akan cenderung
mengalami penurunan terus menerus hingga tahun 2024. Kementerian Pertanian
memprediksi penurunan tersebut disebabkan persaingan ketat penggunaan lahan
dengan komoditas lain yang juga strategis, seperti jagung dan cabai.
Hal tersebut pun berimbas pada penurunan luas panen sekitar 5% per tahun, lebih
tinggi dibandingkan proyeksi produktivitas kedelai yang naik 2% per tahun.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Jawa Timur merupakan sentra utama
produksi kedelai di Indonesia disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Ketersediaan
Ketersediaan Jumlah
Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan
Tahun Nasional Penduduk
(%) per Kapita (%)
(Ton) (Jiwa)
(Kg/Kap/Thn)
Pada tahun 2021, diperkirakan terdapat ketersediaan kedelai sebesar 3,2 juta ton
dengan ketersediaan konsumsi/kapita sebesar 11,97 kg/tahun. Nilai tersebut
diperkirakan Kementerian Pertanian akan terus menerun hingga ketersediaan
konsumsi/kapita hanya mencapai 10,74 kg/tahunnya. Artinya, dominasi serta
ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor akan diperkirakan semakin tinggi
akibat turunnya produksi kedelai dalam negeri.
Beralih terhadap konsumsi tahu dan tempe, baik dari konsumsi tahu dan juga tempe
ternyata sudah turun sebelum adanya masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Berikut ini data konsumsi tahu per kapita menurut BPS:
8
Grafik 5. Konsumsi Tahu per Kapita per Bulan 2017 – 2021 (Kg/Kapita/Bulan)
0.654
0.651
Sumber: BPS
Berdasarkan data tersebut, maka terlihat bahwa konsumsi tahu/tahun 2017 tercatat
sebesar 0,671 kg/kapita setiap bulannya. Kemudian konsumsi tahu masyarakat
Indonesia kembali naik mencapai 0,676 kg/kapita/bulan atau tumbuh 0,74% (yoy).
Kemudian pada tahun 2019, nilai konsumsi tahu turun mencapai 0,651 kg/kapita/
bulan atau turun -3,69% (yoy). Pada tahun 2020, konsumsi tahu malah naik menjadi
0,654 kg/kapita/bulan atau tumbuh 0,46% (yoy). Beranjak ke tahun 2021, ternyata
terjadi pertumbuhan konsumsi tahu yang mencapai 0,675 kg/kapita/bulannya atau
tumbuh 3,2% (yoy).
Beralih ke konsumsi tempe, hal serupa juga terjadi. Penurunan konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap tempe turun sebelum pandemi atau pada tepatnya pada tahun
2019. Pada tahun 2017, konsumsi tempe tercatat sebesar 0,631 kg/kapita/bulan.
Kemudian konsumsi tempe nasional kembali turun menjadi 0,625 kg/kapita/bulan.
Penurunan yang cukup signifikan terjadi di tahun 2019, di mana konsumsi tahu hanya
mencapai 0,595 kg/kapita/bulan atau turun -4,8% (yoy).
Selanjutnya pada tahun 2020, konsumsi tempe mulai tumbuh menjadi 0,599
kg/kapita/bulan atau naik 0,67% (yoy). Pada tahun 2021, konsumsi tempe telah
berhasil tumbuh 4,2% (yoy) menjadi 0,624 kg/kapita/bulan. Adapun pertumbuhan
yang cukup signifikan tersebut belum kembali pada konsumsi tempe nasional sebelum
mengalami penurunan yakni 0,631 kg/kapita/bulan pada tahun 2017. Berikut ini
cakupan data konsumsi tempe menurut BPS:
9
Grafik 6. Konsumsi Tempe per Kapita per Bulan 2017 – 2021 (Kg/Kapita/Bulan)
0.599
0.595
Sumber: BPS
Hingga saat ini, belum ditemukan solusi yang paling tepat dalam menyelesaikan
permasalahan ketergantungan kita terhadap produk kedelai impor. Padahal tempe
dan tahu adalah dua makanan populer di Indonesia. Mayoritas bahan baku untuk
memproduksi tahu dan tempe masih diimpor. Kementerian Pertanian masih mencatat
adanya 86,4% kebutuhan kedelai nasional berasal dari impor. Adapun terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai, antaralain:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/04/produksi-kedelai-diproyeksi-
turun-hingga-2024
https://katadata.co.id/maesaroh/berita/620c8c611e7e2/tempe-lokal-bergantung-
kedelai-impor-ini-10-negara-pemasok-utamanya
https://www.bloomberg.com/quote/S%201:COM
https://industri.kontan.co.id/news/kenaikan-harga-kedelai-global-dapat-mengerek-
harga-tempe-tahu-dalam-negeri
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/03/konsumsi-daging-menurun-
pada-maret-2021
https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/60c0a5b8dd2ac/ironi-impor-kedelai-
bangsa-
tempe#:~:text=Ada%20beberapa%20hal%20yang%20menyebabkan,2%20ribu%20t
on%20pada%202019.
“Artikel ini milik PT. Bank BTPN Tbk berdasarkan referensi dari berbagai sumber terpercaya dan segala keputusan
terkait Bisnis menjadi tanggung jawab dan risiko Nasabah sepenuhnya. Dilarang memperbanyak, mencetak,
memfotokopi, menyebarkan dan mempublikasikan informasi yang terdapat pada artikel ini dalam bentuk apapun
kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari PT. Bank BTPN Tbk.”