Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Personal Hygiene

2.1.1 Pengertian Personal hygiene


Personal hygiene berasal dari kata Yunani, berasal dari kata personal yang
artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Dari pernyataan tersebut dapat
diartikan bahwa kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik
maupun psikisnya (Permatasari, Rohimah & Romlah, 2019).

Personal hygiene yaitu suatu upaya yang dilakukan oleh seorang individu
yang digunakan sebagai menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit.
Personal hygiene perlu untuk diimplementasikan kepada diri pribadi serta
keluarga agar terhindar dari penyakit dan produktivitas diri kita. Personal hygiene
juga merupakan hal atau langkah awal untuk hidup yang lebih sehat. Masalah
kesehatan sangat banyak yang timbul karena kelalaian kita, namun personal
hygiene memiliki standar yang dapat mengontrol dengan baik. Di dalam personal
hygiene mencakup praktik kesehatan seperti mandi,keramas, menggosok gigi,
memotong kuku, dan membersihkan telinga. Apabila menjalankan atau
memelihara personal hygiene yang akan membantu mencegah infeksi dengan
membuang kuman dan bakteri yang ada dikulit (Ahmad, 2013).

2.1.2 Macam-macam Personal Hygiene


Macam-macam personal hygiene yaitu sebagai berikut :
a. Perawatan kulit
Kulit yaitu sebuah organ yang aktif berfungsi sebagai sekresi, eksrkesi
, pengatur temperatur, sensasi , dan kulit juga berfungsi sebagai pertukaran
oksigen, nutrisi dan cairan dengan pembuluh dibawahnya , sintesa sel baru
dan eliminasi sel yang mati. Pada lapisan luar kulit yaitu epidermis
merupakan sebuah pelindung jaringan dibawahnya terhadap kehilangan
cairan , cedera mekanis maupun kimia serta masuknya mikroorganisme penyakit.
Seseorang harus menjaga kebersihan kulit karena memang sangat penting. Dermis

4
5

lapisan kulit yang lebih tebal terdiri jaringan ikat kolagen dan serabut saraf,
pembuluh darah, kelenjar keringat. Cara merawat kulit yaitu dengan melakukan
mandi minimal dua kali dalam satu hari setelah melakukan aktivitas, apabila
keadaan kulit kotor maka segera mandi, dan sebaiknya sabun yang digunakan
tidak iritasi (Prakoso, 2015).
b. Perawatan kaki dan kuku
Pada kaki dan kuku sering memerlukan perhatian khusus untuk
mencegah infeksi, ada bau dan cedera pada jaringan. Kuku merupakan
pelengkap kulit, tetapi bila tidak mendapatkan sebuah perawatan yang baik
maka kuku bisa sebagai sarang penyakit. Ada beberapa masalah yang
dihasilkan karena perawatan yang salah atau kurang misal seperti
menggigit kuku, memotong tidak tepat, pemaparan zat kimia yang tajam,
dan pemakaian alas kaki atau sepatu yang sempit. Ketidaknyamanan dan
nyeri pada kaki dapat mengarah pada stres fisik dan emosional. Cara untuk
perawatan kaki dan kuku yaitu dengan cara memotong kuku sesuai
kebutuhan agar dapat menjaga kebersihan kotoran di balik kuku (Prakoso,
2015).
c. Perawatan rambut
Rambut yaitu struktur kulit, rambut yang sehat memiliki ciri-ciri
seperti rambut terlihat mengkilap,tidak berminyak, tidak kering, tidak
patah, rambut tidak rontok, tidak tipis. Malnutrisi merupakan salah satu
penyakit yang mengganggu pertumbuhan rambut. Apabila rambut kotor
dan tidak segera dibersihkan maka akan menyebabkan ketombe dan sarang
kutu. Rambut dengan pasien imobilisasi akan terlihat menjadi kusut ,
balutan yang bisa meninggal darah atau antiseptik bisa membuat rambut
lengket. Rambut bisa dipotong sesuai kebutuhan yang diinginkan. Cara
merawat rambut yaitu dengan cara mencuci rambut 1-2 kali dalam
seminggu sesuai dengan keadaan pasien, dengan memakai shampo yang
cocok , gunakan sisir besar untuk rambut keriting dan tidak bergigi lancip
(Prakoso,2015).
6

d. Perawatan gigi dan mulut


Organ mulut merupakan sistem pencernaan dan bagian tambahan
sistem pernafasan sehingga tidak bersih dan penuh dengan bakteri, maka
harus dibersihkan. Di dalam mulut terdiri dari gigi, bibir, lidah, langit-
langit dan gusi. Hygiene pada mulut dapat membantu untuk
mempertahankan kesehatan mulut, gigi, bibir dan gusi yang sehat dan
menstimulasi makanan. Cara merawatnya yaitu dengan cara membersihkan
atau menyikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur, atau juga bisa sesuai
kebutuhan, yaitu dengan menggunakan sikat yang halus dan bulu banyak
(Prakoso, 2015).
e. Perawatan telinga
Hygiene pada telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman
pendengaran , apabila ada benda asing yang masuk atau berkumpul di
kanal telinga luar, dan akan mengganggu konduksi suara. Khususnya pada
lansia yang rentan terkena masalah ini. Perawat harus sensitive pada
isyarat perilaku apapun yang mengindikasikan kerusakan pendengaran.
Cara merawat telinga harus dibersihkan apabila ada sumbatan pada telinga
dengan mengeluarkan secara perlahan. Apabila pada pasien yang
menggunakan alat bantu pendengaran, perawat menginstruksikan pasien
untuk membersihkan dan memelihara yang tepat seperti teknik komunikasi
yang meningkatkan pendengaran kata yang diucapkan (Prakoso, 2015).

2.1.3 Faktor penyebab


Faktor penyebab yang dapat mempengaruhi personal hygiene yaitu :
a. Status kesehatan
Dalam status ini dapat dijelaskan apabila seseorang yang mengalami
sakit atau cedera , maka memerlukan istirahat total atau bedrest dalam
waktu yang lama, sehingga hal ini memiliki banyak mempengaruhi
seseorang dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. Dan disinilah
peran seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan
dapat mencegah gangguan kerusakan membrane mukosa dan kulit (Sistari,
2017).
7

b. Budaya
Indonesia memiliki banyak budaya sehingga banyak sekali mitos yang
berkembag dimasyarakat dengan menjelaskan apabila ada seseorang dalam
keadaan sakit maka tidak perlu untuk dimandikan karena nanti malah
bertambah parah penyakitnya (Sistari, 2017).
c. Status sosial-ekonomi
Pada status ini dapat diartikan bahwa seseorang akan memenuhi
kegiatan personal hygiene dengan baik maka harus memerlukan sarana
dan prasarana. Misal seperti : kamar mandi, air yang bersih , wc , peralatan
mandi ( ada sabun,shampo,sikat gigi,pasta gigi dan lain lain) sehingga hal
ini memerlukan biaya dan akan mempengaruhi seseorang dalam
pemenuhan personal hygiene dengan baik (Sistari, 2017).
d. Tingkat pengetahuan dan perkembangan
Pada status tingkat pengetahuan dan perkembangan ini di dalam
kedewasaan seseorang memiliki pengaruh yang baik pada kualitas
hidupnya , pengetahuan itu sangat penting untuk meningkatkan status dan
perkembangan status kesehatan. Misal seperti ini : Apabila ingin terhindar
dari penyakit kulit maka seharusnya orang-orang tersebut tahu agar
menjaga kulit tetap bersih dan sehat dengan cara mandi yang teratur dan
menggunakan sabun dan lain-lain (Sistari, 2017).
e. Praktik sosial
Pada masa anak-anak akan mendapatkan praktik personal hygiene dari
orang tuanya terkadang juga dari gurunya, untuk masa remaja terkadang
lebih cenderung diperhatikan oleh teman atau bahkan pacarnya dan
sedangkan pada praktik personal hygiene lansia dapat berubah karena
situasi kehidupannya (Sistari, 2017).
f. Citra tubuh
Di dalam citra tubuh merupakan penampilan umum klien yang dapat
menggambarkan pentingnya hygiene pada orang tersebut. Apabila klien
rapi atau bersih sekali maka perawat akan mempertimbangkan ketika
merencanakan perawatan dan akan berkonsultasi dalam membuat
keputusan personal hygiene (Sistari, 2017).
8

g. Pilihan pribadi
Pada setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan kapan
untuk mandi, sikat gigi, perawatan rambut, memotong kuku dan lain-lain.
Setiap klien juga bebas memiliki pilihannya sendiri terkait perawatan
personal hygiene dengan apa saja atau bisa juga di maksud bebas memilih
merk alat mandi yang cocok dengan klien dan sesuai kebutuhan klien
(Sistari, 2017).

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Keperawatan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya


dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,
berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran dan
kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi
hubungan anak dengan lingkungannya (Harnilawati, 2013).

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergantung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 yaitu keluarga merupakan
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan. WHO 2012, mengatakan bahwa keluarga adalah anggota
rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau
perkawinan (Esti, 2020).

2.2.2 Peran Keluarga


Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang
dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran
keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam
konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
9

situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (hernilawati, 2013).

Peran keluarga sangat lah penting bagi penderita penyakit stroke karena
pasien dengan stroke pasti memiliki sikap dan sifat berbeda-beda, jika pasien
terlihat murung dan menunjukkan kesedihannya maka peran keluarga adalah
mendampingi dan menunjukkan perhatian yang lebih. Berikan kesan bahwa
keluarga menerima keadaan pasien dan selalu siap membantu pasien mengatasi
masalahnya. Keluarga juga tetap membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-
hari ketika belum mampu memenuhinya sendiri dan berikan harapan serta
penghargaan kepada pasien. Saat pasien mulai sering marah, keluarga perlu
menyadari bahwa marah yang ditunjukkan pasien adalah respon yang umum
ditunjukkan oleh pasien stroke. Sehingga keluarga tidak perlu menunjukkan rasa
kecewa atau bahkan menjauhi pasien. Jika pasien terlihat mulai menerima kondisi
yang dialaminya dan bertanya tentang apa yang harus dilakukan untuk
pemulihannya, maka peran keluarga adalah memberikan penjelasan kepada pasien
tentang apa yang harus dilakukan setelah stroke, tetap memberikan perhatian dan
selalu menunjukkan sikap siap membantu pasien (Dharma, 2018).

2.2.3 Fungsi Keluarga


a. fungsi afektif, berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan
dasar kekuatan keluarga. Fungsi efektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif,
peran dijalankan dengan baik dan penuh rasa kasih sayang.
b. Fungsi sosialisasi, proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya
dalam lingkungan sosial dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma
budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu
mampu berperan di dalam masyarakat.
c. Fungsi reproduksi, fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah SDM.
d. Fungsi ekonomi, fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makan,
pakaian, perumahan, dan lain-lain.
10

e. Fungsi perawatan kesehatan, keluarga menyediakan makanan, pakaian,


perlindungan dan asuhan kesehatan keperawatan. Kemampuan keluarga
melakukan asuhan keperawatan atau pemeliharaan kesehatan mempengaruhi
status kesehatan keluarga dan individu (Syairi, 2013).

2.3 Konsep Lansia


2.3.1 Definisi Lansia

Lansia didefinisikan sebagai usia kronologis 65 tahun atau lebih. Usia 65-
74 tahun sering kali disebut dengan early elderly dan usia 75 tahun disebut dengan
late elderly. Asal mula penetapan usia tersebut tidak diketahui secara pasti.
Namun , dikatakan berasal dari Jerman sejak lebih dari satu abad yang lalu. Saat
itu, Kanselir Jerman, Price Bismark, memilih penduduk yang berusia diatas 65
tahun untuk mengikuti program Pensiun (Sunarty, 2019).

Menurut UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,


pengertian lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentan terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Departemen kesehatan
menggolongkan tingkatan lansia menjadi tiga kelompok yaitu : kelompok lansia
dini (55-64 tahun), kelompok lansia (65 tahun keatas), kelompok lansia (65 tahun
keatas) , kelompok lansia resiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun (Hanum & Lubis, 2017).

2.3.2 Klasifikasi Lansia

Didalam buku Ajar Keperawatan Gerontik (Rhosma, 2015) tertulis


mengklasifikasi lansia dalam kategori berikut:

a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
11

d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau


kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut:

a. Elderly : 60-74 tahun


b. Old : 75-89 tahun
c. Very Old : >90 tahun

2.3.3 Tipe Lansia


Didalam buku ajar keperawatan gerontik Rhosma, (2015), ada beberapa
macam tipe lansia. Beberapa yang menonjol pada lansia yaitu :

1) Tipe arif bijaksana


Pada tipe ini terdapat lansia yang kaya akan hikmah pengalamanya, lansia
tersebut memiliki kesibukan, rendah hati, bersikap ramah , dermawan,
sederhana dan menjadi seorang panutan.
2) Tipe mandiri
Pada lansia tipe ini, lansia lebih senang dengan kegiatan yang baru atau bisa
disebut hal baru , sangat selektif dalam mencari sebuah pekerjaan dan
biasanya serta memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Di tipe ini lansia selalu mengalami konflik, sangat mudah tersinggung, untuk
lansia yang berjenis kelamin perempuan biasanya akan menentang proses
penuaan yang terjadi kepada dirinya, akan kehilangan daya tarik jasmani dan
pengkritik.
4) Tipe pasrah
Pada tipe ini lansia bisa dikatakan yang selalu bisa menerima keadaan , dapat
melakukan berbagai jenis pekerjaan , ringan kaki dan rajin dalam beribadah.
5) Tipe bingung
Lansia pada tipe ini akan kehilangan kepribadian, selalu mengasingkan
dirinya, merasa selalu minder, banyak menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
12

2.4 Konsep Stroke

2.4.1 Definisi Stroke


Stroke adalah sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang terjadi
mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Gangguan
peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke
otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini
akan memunculkan gejala stroke (Rizaldy, 2010). Gangguan fungsi saraf lokal
dan gelobal, secara mendadak, progresif dan cepat adalah ciri khas penyakit
stroke. Gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan perdarahan
darah otak non traumatik maupun traumatik. Gangguan saraf tersebut
menimbulkan kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara
tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan pengelihatan, dan lain-lain
(Indah, 2019)

2.4.2 Etiologi
Etiologi yang pertama adalah Trombosis serebral , trombosis ini terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis dapat terjadi akibat aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia,
arteritis (radang pada arteri) dan emboli. Kedua ada Hemoragik (perdarahan)
pendarahan internal atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri sebagai akibat dari pecahnya
pembuluh darah diakibatkan oleh adanya aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan , sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi
otak. Etiologi ketiga ada Hipoksia umum yang disebabkan oleh hipertensi yang
parah, henti jantung paru, dan curah jantung turun akibat aritmia yang
mengakibatkan aliran darah ke otak terganggu. Hipoksia setempat diakibatkan
oleh spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan
vasokonstriksi arteri disertai sakit kepala migren (Esti, 2020).
13

Etiologi stroke hemoragik yaitu ada banyak faktor yang berperan dalam
menentukan seseorang terkena stroke atau tidak. Beberapa faktor tersebut antara
lain yaitu yang pertama Usia, usia atau umur merupakan faktor risiko yang paling
kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65 tahun 70%
terjadi pada mereka yang 65 tahun keatas. Resiko stroke adalah dua kali untuk
setiap 10 tahun diatas 55 tahun. Yang kedua Hipertensi menyebabkan 2/3 kasus
ICH. Area yang sering terkena adalah talamus,ganglia basalis, pons, cerebellum.
Area-area ini merupakan area yang mendapatkan vaskularisasi dari perforantes
MCA atau basilaris, sebagai respon terhadap tekanan darah yang tinggi, arteri-
arteri kecil ini akan mengalami hyperplasia tunika intima, hianalisasi tunika intima
, dan degenerasi tunika media, yang meningkatkan resiko nekrosis fokal pada
dinding vascular dan akhirnya ruptur. Peneliti lain mengusulkan bahwa stres
hemodinamik pada arteri kecil akan mengakibatkan terbentuknya mikroaneurisma,
yang disebut Charcot-Bouchard aneurisma. Mikroaneurisma inilah yang dianggap
menjadi penyebab ICH lobar pada pasien dengan hipertensi tanpa kelainan
vaskular (Youenawati, 2016).

2.4.3 Faktor Resiko


Faktor resiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat
seseorang rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu yang pertama adalah faktor risiko internal,
faktor ini merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol atau diubah atau
dimodifikasi yaitu umur : semakin tua kejadian stroke makin tinggi, ras atau suku
bangsa : bangsa Afrika atau Negro, Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke.
Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau buru-buru , seperti orang Sumatra ,
Sulawesi. Dan Madura rentan terkena stroke, jenis kelamin : laki-laki lebih
berisiko dibanding wanita, riwayat keluarga : orang tua, saudara yang pernah
mengalami stroke pada usia muda maka yang bersangkutan berisiko tinggi terkena
stroke. Yang kedua adalah faktor risiko eksternal, faktor ini merupakan faktor
yang dapat dikontrol atau diubah atau dimodifikasi yaitu hipertensi,diabetes
mellitus, transient ischemic attack (TIA) : serangan lumpuh sementara , fibrilasi
atrial jantung , pasca stroke (mereka yang pernah terserang stroke) , abnormalitas
14

lemak (lipoprotein) , fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lain,


perokok (utamanya rokok sigaret), peminum alkohol (junaidi, 2011).

2.4.4 Patofisiologi

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,


emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering atau
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah
akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler jika sirkulasi
serebral terhambat, maka akan dapat berkembangnya cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya yaitu cardiac arrest
(Christanto, Mahama, & Tumboimbela, 2014).

2.5 Konsep Pengalaman

2.5.1 Definisi Pengalaman


Pengalaman manusia terhadap lingkungannya dapat melahirkan sebuah
pengalaman. Pengalaman ini akan menjadi sebuah tolak ukur manusia dalam
melakukan aktifitas atau respon segala sesuatu di masa yang akan datang.
Pengalaman disini seperti sebuah buku yang referensinya memuat segala jenis
informasi yang dibutuhkan untuk dijadikan landasan bagi manusia dalam
mengambil sebuah sikap maupun keputusan dalam setiap segmen kehidupannya
(Darmawan, 2013).

Pengalaman adalah sebuah pengetahuan dengan hasil observasi terhadap


suatu benda atau kejadian. Pengalaman bukan hanya sekedar memahami namun
pengalaman adalah sebuah proses yang aktif dari penemuan dan perubahan dalam
memahami situasi yang nyata. Pengalaman juga diartikan sebagai hasil dari
15

perubahan yang terjadi pada situasi yang nyata dialami seseorang maka dapat
disimpulkan bahwa pengalaman adalah perubahan aktif yang dialami seseorang
pada situasi nyata dari hasil observasi terhadap kejadian atau yang mengalami
langsung (Julianti et al., 2013).

2.5.2 Klasifikasi Pengalaman


Menurut Darmawan, (2013) memperoleh tiga kategori dengan
menunjukkan keunikan dari masing-masing individu dalam mengalami tubuhnya
yaitu :

a. Experience of Engagement

Merupakan pengalaman yang berkaitan dengan momentum saat


tubuh mengalami sebuah kontak (engage) dengan dunia luar atau
lingkungannya. Dalam sebuah pengalaman ini situasi tubuh akan
terkategorisasi menjadi dua sub pengamalan , tubuh dalam aktivitas dan
tubuh dalam vitalitas. Tubuh dalam vitalitas ini merupakan lebih dari
kontak secara non fisik dengan lingkungan. Misal seperti rasa sedih, rasa
gembira, rasa senang, dan rasa haru. Sementara tubuh dalam fisik lebih
kepada kontak secara fisikal. Misal dengan cara berjalan, berlari,
bersalaman.

b. Experience of Corporeality

Menurut bentuk kesadaran pada tubuh secara fisik dan hadir


sebagai objek maupun sebagai alat atau instrumen. Tubuh sebagai sebuah
obyek merujuk kepada batasan-batasan yang dimiliki tubuh. Misal seperti
rasa sakit,rasa lapar dan rasa kenyang. Pada batasan ini, akan diperoleh
mengenai ekstensi atau tingkat kesadaran akan tubuh itu sendiri. Adapun
tubuh juga sebagai alat adalah sebuah rujukan kepada kesadaran bahwa
tubuh ini merupakan media untuk mencapai suatu rujukan kepada
kesadaran bahwa tubuh ini merupakan media untuk mencapai beberapa
tujuan. Seperti sebuah mobil yang tidak akan pernah nyala sebelum tubuh
ini bergerak dan menyalakan mobil nya dengan mengunci mobilnya.
16

c. Experience of Interpersonal Meaning

Merupakan bentuk pengalaman dimana tubuh dipahami dalam


konteks relasi simbolis. Dalam kategori pengalaman ini dapat disimpulkan
tubuh memiliki sub kategori sebagai penampilan dan sebagai ekspresi diri,
pengalaman ini lebih membangun kesadaran manusia dalam sebuah situasi
yang sosial dan upaya yang dilakukan dalam menempatkan diri dalam
situasi sosial tersebut. Dalam hal ini kemudian berhubungan pula dengan
upaya manusia untuk menjawab sebuah pertanyaan “ Bagaimana orang
lain apabila melihat saya”. “Bagaimanakah saya ingin dilihat orang lain”.

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi pengalaman


Pada setiap orang mempunyai beberapa pengalaman yang berbeda
walaupun melihat sebuah objek yang sama, hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan tingkat pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada suatu
pihak yang mempunyai pengalaman yang dilakukan. Pada lingkungan fisik,
pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut
menentukan sebuah pengalaman. Didalam sebuah pengalaman setiap orang
terhadap suatu objek dapat berbeda-beda karena dalam pengalaman mempunyai
sifat subjektif, yang dipengaruhi oleh sebuah isi memori. Apapun yang memasuki
indera dan diperhatikan akan disimpan didalam memori dan dapat digunakan
sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru (Prabasari, Juwita, & Maryuti,
2017)

Anda mungkin juga menyukai