Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

MGSO4 SEBAGAI “BRAIN PROTECTOR”

Oleh :
Airindya Bella K.
1102013016

Pembimbing :
dr. H. Rizki Safa’at Nurrahim, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBGYN Dr. SLAMET GARUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul MgSO4 Sebagai Brain Protector dengan
baik.

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF OBGYN di RSUD Dr.Slamet Garut. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. H. Rizki Safa’at Nurrahim, Sp.OG, selaku dokter pembimbing.

2. Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF OBGYN RSUD Dr.Slamet Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................6
2.1 MAGNESIUM...........................................................................................6
2.1.1 KARAKTERISTIK..........................................................................6
2.1.2 FUNGSI............................................................................................6
2.1.3 NUTRISI...........................................................................................8
2.1.4 ABSORBSI & EKSRESI..................................................................9
2.1.5 STATUS MAGNESIUM................................................................10
2.1.6 DEFISIENSI....................................................................................10
2.2 MAGNESIUM SULFAT...........................................................................12
2.2.1 PENDAHULUAN............................................................................12
2.2.2 EKSKRESI.......................................................................................12
2.2.3 EFEK PADA ORGAN.....................................................................13
2.3 MgSO4 SEBAGAI BRAIN PROTECTOR.................................................15
2.3.1 PENDAHULUAN.............................................................................15
2.3.2 PATOFISIOLOGI.............................................................................15
2.3.3 INDIKASI.........................................................................................19
2.3.4 PROSEDUR......................................................................................19
2.3.5 ANTENATAL..................................................................................20
2.3.6 OBSERVASI....................................................................................20
2.3.7 EFEK SAMPING..............................................................................21
BAB III : KESIMPULAN...............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan preterm merupakan masalah kesehatan bagi negara maju maupun


berkembang, berperan besar peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatus, serta sering
berdampak kesehatan jangka panjang seperti celebral palsy, kebutaan, dan perkembangan
psikomotorik. Insiden Cerebral Palsy (CP) meningkat pada bayi prematur yaitu 0,7% pada
usia hamil 32-36 minggu, 6,2% pada usia hamil 28-31 minggu dan 14,6% pada usia hamil
22-27 minggu. Dari seluruh kasus CP 25% didapatkan pada janin yang dilahirkan sebelum
usia hamil 34 minggu.4 Cerebral Palsy (CP) merupakan disfungsi motor dan atau postural
yang tidak progresif dan dapat dikaitkan dengan gangguan kognitif. CP memiliki prevalensi
2:1000 kelahiran hidup dan faktor risiko obstetric utama untuk CP adalah kelahiran
premature (sebelum 34 minggu) dan berat lahir rendah. Pemberian magnesium sulfat
(MgSO4) pada janin premature dikaitkan dengan pencegahan CP yang sudah dilakukan sejak
1995. Suatu studi meta-analisis oleh Cochrane di tahun 2009, menyimpulkan bahwa terapi
MgSO4 antenatal yang diberikan secara substansial kepada wanita dengan risiko premature
mengurangi risiko CP pada anak mereka (RR: 68, CI: 54-87).1 Prematuritas merupakan
masalah serius karena dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas neonatus. Hampir
separuh dari neonatus yang berhasil hidup akan mengalami kecacatan neurologis kongenital
termasuk CP, gangguan kognitif dan gangguan tingkah laku.4
Magnesium Sulfat (MgSO4) sudah banyak dipakai didalam dunia obstetri sebagai
tokolitik untuk mencegah persalinan prematur, sebagai antikonvulsan dalam terapi
preeklampsia dan diduga dapat berfungsi juga sebagai neuroproteksi terhadap otak janin.
Magnesium sulfat berfungsi sebagai antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA) sehingga
mencegah terjadinya kerusakan saraf otak janin. MgSO4 juga diduga sebagai vasodilator dari
vasculature otak/ cerebral, menginhibisi agregasi platelet, proteksi terhadap kerusakan sel
endotel oleh karena radikal bebas.4
Magnesium sulfat mempunyai efek yang menguntungkan pada sel mati dengan
menurunkan sitokin proinflammasi atau radikal bebas yang terbentuk selama proses
hypoxicischemia reperfusion dan proses inflammasi dalam kehamilan. Magnesium menjaga
eksitotoksik calsium yang menyebabkan kerusakan jaringan, dengan non competitive
voltage-dependent inhibition dari N-methyl- D-aspartate (NMDA) reseptor ke glutamat

4
mengurangi masuknya calsium ke dalam sel dan otak janin yang lebih rentan terhadap
kerusakan oleh glutamat. Dengan memblokir reseptor glutamat oleh agen seperti magnesium
sulfat dapat menurunkan risiko terjadinya kerusakan jaringan otak pada periode perinatal.
Magnesium memiliki efek hemodinamik yang menguntungkan termasuk menstabilisasikan
tekanan darah saat dua hari pertama dalam kehidupan janin preterm dan dapat meningkatkan
aliran darah otak dengan mengurangi konstriksi pada arteri cerebral. Transfer magnesium
transplasental dapat terjadi dengan cepat, konsentrasi magnesium akan meningkat di darah
serum janin hanya dalam waktu 1 jam setelah pemberian magnesium pada ibu.4
Kontroversi terapi MgSO4 apakah aman untuk terapi, masih dipertanyakan. Apakah
betul berefek sebagai neuroprotektif, apakah sebagai tokolitik untuk mencegah persalinan
preterm ataupun mungkin bisa meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MAGNESIUM
2.1.1 KARAKTERISTIK
Magnesium adalah unsur ke-8 yang paling banyak di bumi dan terutama diikat dengan
endapan mineral, misalnya magnesit (magnesium karbonat) dan dolomit. Sumber magnesium
biologis yang paling banyak, adalah hidrosfer. Di laut, konsentrasi magnesium sekitar 55
mmol / L dan di Laut Mati sebagai contoh ekstrem, konsentrasinya dilaporkan sebesar 198
mmol / L magnesium dan terus meningkat seiring berjalannya waktu. Magnesium adalah
elektrolit penting untuk organisme hidup dan merupakan mineral paling banyak keempat
dalam tubuh manusia. Manusia perlu mengkonsumsi magnesium secara teratur untuk
mencegah defisiensi magnesium, tetapi karena penyisihan magnesium yang disarankan setiap
hari bervariasi, sulit untuk menentukan secara tepat asupan pastinya yang tepat. Berdasarkan
banyak fungsi magnesium di dalam tubuh manusia, ia memainkan peran penting dalam
pencegahan dan pengobatan banyak penyakit. Tingkat magnesium yang rendah telah
dikaitkan dengan sejumlah penyakit kronis dan inflamasi, seperti penyakit Alzheimer, Asma,
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), resistensi insulin, diabetes tipe 2,
hipertensi, penyakit kardiovaskular, sakit kepala migrain, dan osteoporosis.

2.1.2 FUNGSI
Magnesium terutama ditemukan di dalam sel di mana ia bertindak sebagai ion
penghubung untuk ATP dan asam nukleuat yang kaya energi. Magnesium adalah kofaktor di
lebih dari 300 sistem enzim yang mengatur reaksi biokimia yang beragam di dalam tubuh,
termasuk sintesis protein, transmisi otot dan saraf, konduksi neuromuskular, transduksi
sinyal, kontrol glukosa darah, dan regulasi tekanan darah. Beberapa enzim yang bergantung
pada magnesium adalah heksokinase Na + / K + - ATPase, kreatin kinase, protein kinase, dan
siklase. Magnesium juga diperlukan untuk fungsi struktural protein, asam nukleat atau
mitokondria. Hal ini diperlukan untuk sintesis DNA dan RNA, dan untuk kompleks energi
aerob dan anaerobik, atau secara langsung sebagai aktivator enzim.
Magnesium juga memainkan peran kunci dalam pengangkutan ion kalsium dan
kalium yang aktif melintasi membran sel, sebuah proses yang penting untuk konduksi impuls
saraf, kontraksi otot, nada vasomotor dan ritme jantung normal. Sebagai antagonis kalsium
6
alami, blok saluran reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) oleh magnesium eksternal diyakini
sangat penting secara fisiologis. Selain itu, ini berkontribusi pada pengembangan struktural
tulang dan diperlukan untuk sintesis adenosine triphosphate-dependent dari glutathione
antioksidan intraselular yang paling penting.
Reservoir terpenting untuk magnesium adalah tulang (sekitar 60% dari total
magnesium tubuh), 40% sisanya terletak ekstra dan intraseluler. Ekskresi magnesium
terutama diatur oleh ginjal. Sekitar 100 mmol / L magnesium disaring setiap hari. Kandungan
magnesium total tubuh manusia dilaporkan sebagai ~ 20 mmol / kg jaringan bebas lemak.
Dengan kata lain, magnesium total pada rata-rata 70 kg dewasa dengan lemak 20% (b / b)
adalah ~ 1000 sampai 1120 mmol atau ~ 24 g.
Magnesium berada di samping sodium, potassium, dan kalsium sebagai elektrolit
penting untuk metabolisme manusia. Sekitar 99% dari total magnesium tubuh terletak di
tulang, otot dan jaringan lunak non-otot. Sekitar 50% -60% magnesium berada sebagai
substituen permukaan komponen mineral hidroksiapatit tulang. Sebagian besar magnesium
yang tersisa terkandung dalam otot rangka dan jaringan lunak. Kandungan magnesium tulang
menurun seiring bertambahnya usia, dan magnesium yang disimpan dengan cara ini tidak
sepenuhnya bioavailable selama kekurangan magnesium.
Konsentrasi magnesium intraselular berkisar antara 5-20 mmol / L; 1% -5%
terionisasi, sisanya terikat pada protein, molekul bermuatan negatif dan adenosine
triphosphate (ATP). Magnesium ekstraseluler menyumbang sekitar 1% -3% magnesium
tubuh total yang terutama ditemukan pada sel darah merah dan serum. Konsentrasi
magnesium serum normal sekitar 0,76-1,15 mmol / L. Ini dikategorikan menjadi tiga fraksi.
Ini terionisasi (55% -70%), terikat pada protein (20% -30%) atau dikomplekskan dengan
anion (5% -15%) seperti fosfat, bikarbonat, dan sitrat atau sulfat. Sel darah merah / serum
magnesium ratio sekitar 2,8.

7
tabel 2.1 fungsi magnesium

2.1.3 MAGNESIUM DAN NUTRISI


Survei diet orang-orang di Eropa dan di Amerika Serikat masih mengungkapkan
bahwa asupan magnesium lebih rendah dari jumlah yang disarankan. Studi epidemiologis di
Eropa dan Amerika Utara telah menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi makanan
tipe Barat rendah kandungan magnesiumnya yaitu <30% -50% RDA untuk magnesium.
Disarankan bahwa konsumsi makanan magnesium di Amerika Serikat telah menurun dalam
100 tahun terakhir sekitar 500 mg / hari sampai 175- 225 mg / hari. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan pupuk dan makanan olahan. Pada tahun 1997,
Food and Nutrition Board (FNB) Institute of Medicine telah meningkatkan asupan referensi
diet (RDA), berdasarkan hasil studi keseimbangan terkontrol. RDA baru berkisar antara 80
mg / hari untuk anak-anak 1-3 usia sampai 130 mg / hari untuk anak-anak 4-8 tahun. Untuk
laki-laki yang lebih tua, RDA untuk magnesium berkisar dari serendah 240 mg / hari
8
(kisaran, 9-13 tahun) dan meningkat menjadi 420 mg / hari untuk pria berusia 31-70 tahun
dan lebih tua. Untuk wanita, RDA untuk magnesium berkisar antara 240 mg / hari (9-13
tahun) sampai 360 mg / hari untuk wanita usia 14-18 tahun. RDA untuk wanita 31-70 tahun
dan lebih tua adalah 320 mg / hari.

2.1.4 ABSORBSI & EKSKRESI


Magnesium homeostasis dipertahankan oleh usus, tulang, dan ginjal. Magnesium
terutama diserap di usus halus, yang ditunjukkan dengan pengukuran isotop Mg, meskipun
beberapa juga diambil melalui usus besar. Dari total makanan yang dikonsumsi magnesium,
hanya sekitar 24% -76% yang diserap di usus dan sisanya dibuang bersama kotoran.
Mayoritas magnesium diserap di usus kecil oleh mekanisme paracellular pasif, yang didorong
oleh gradien elektrokimia dan pelarut. Penyerapan magnesium paracellular bertanggung
jawab atas 80% -90% penyerapan magnesium intestinal. Kekuatan pendorong di belakang
transportasi magnesium pasif ini dipasok oleh konsentrasi magnesium luminal tinggi, yang
berkisar antara penyerapan magnesium bergantung pada permeabilitas persimpangan yang
ketat, yang masih kurang dipahami. Bagian ileum dan distal jujunum dikenal sebagai daerah
paling permeabel terhadap ion karena ekspresi claudine "pengetatan" 1,3,4,5,6,8 yang relatif
rendah. Dengan demikian, transport magnesium paracellular nampaknya terutama terbatas
pada area yang tidak memiliki claudin "pengencang". Mekanisme yang tepat yang
memfasilitasi penyerapan magnesium paracellular masih belum diketahui. Sebagian kecil,
namun penting, fraksi peraturan magnesium diangkut melalui transpor transien trancellular
dan chanel melastin potensial TRPM 6 dan TRPM 7 dari keluarga saluran potensial reseptor
sementara yang juga berperan penting dalam penyerapan kalsium usus.
Perlu dicatat bahwa penyerapan usus tidak berbanding lurus dengan asupan
magnesium namun sangat bergantung terutama pada status magnesium. Tingkat magnesium
yang lebih rendah, semakin banyak mineral yang terserap dalam usus, sehingga penyerapan
magnesium relatif tinggi saat asupannya rendah dan sebaliknya. Ginjal sangat penting dalam
magnesium homeostatis karena konsentrasi magnesium serum terutama dikendalikan oleh
ekskresi dalam urin. Dalam kondisi fisiologis, ~ 2400 mg magnesium dalam plasma disaring
oleh glomeruli. Dari beban yang disaring, 2300 mg segera diserap kembali dan hanya 3% -
5% diekskresikan dalam urin, yaitu, 100 mg. Hanya sedikit magnesium yang diserap kembali
di tubulus proksimal. Sebagian besar magnesium yang disaring diserap kembali dalam
lingkaran Henle, sebagian besar berada di bagian ascending (sampai 70% dari total reabsorpsi
9
magnesium). Reabsorpsi dan ekskresi magnesium dipengaruhi oleh beberapa mekanisme
yang belum diklasifikasikan.
Penyerapan magnesium dan ekskresi dipengaruhi oleh hormon yang berbeda. Telah
ditunjukkan bahwa 1,25-dihidroksivitamin D [1,25 (OH) 2D] dapat merangsang penyerapan
magnesium usus. Di sisi lain, magnesium adalah kofaktor yang dibutuhkan untuk mengikat
vitamin D pada protein transportasinya, protein pengikat vitamin D (VDBP). Suplementasi
magnesium secara substansial membalikkan ketahanan terhadap pengobatan vitamin D.
Selanjutnya pada 1,25 (OH) 2D beberapa faktor lainnya, seperti hormon esterogen atau
paratiroid (PTH), terlibat dalam ekskresi magnesium. Esterogen diketahui menstimulasi
ekspresi TRPM6. Dengan demikian, terapi substitusi esterogen dapat menormalkan
hipermagnesiuria, yang sering terjadi pada wanita pascamenopause. Menariknya, ekspresi
TRPM6 nampaknya diatur oleh kadar magnesium serum dan esterogen, namun tidak oleh
aksi 1,25 (OH) 2D atau PTH.

2.1.5 STATUS MAGNESIUM


Menilai status magnesium sulit karena kebanyakan magnesium ada di dalam sel atau
di tulang. Tes paling umum yang baik dalam pengobatan klinis untuk penilaian cepat
perubahan status magnesium adalah konsentrasi magnesium serum, walaupun kadar serum
memiliki korelasi kecil dengan kadar magnesium total tubuh atau konsentrasi pada jaringan
tertentu. Hanya 1% dari total magnesium tubuh ada dalam cairan ekstraselular, dan hanya
0,3% magnesium tubuh total yang ditemukan dalam serum. Pada individu sehat, konsentrasi
serum magnesium dijaga ketat dengan rentang fisiologis. Rentang referensi normal untuk
magnesium dalam serum darah si 0.76-1.15 mmol / L. Menurut banyak penelitian
magnesium, batas referensi rendah yang sesuai dari konsentrasi magnesium serum harus 0,85
mmol / L, terutama untuk pasien diabetes.

2.1.6 DEFISIENSI MAGNESIUM


Hypermagnesemia berat atau intoksikasi magnesium tampak sangat jarang terjadi
pada penyakit manusia. Kondisi seperti itu hanya terjadi pada insufisiensi ginjal berat atau
iatrogenik. Namun, gejala klinis lebih sering diamati pada kekurangan magnesium dan pasien
yang tidak mencukupi dalam pengobatan internal. Kekurangan magnesium tidak jarang
terjadi di kalangan populasi umum: asupannya telah menurun selama bertahun-tahun
terutama di dunia Barat. Hipomagnesaemia didefinisikan sebagai konsentrasi magnesium
10
serum <0,75 mmol / L. Tanda awal defisiensi magnesium tidak spesifik dan termasuk
kehilangan kelesuan nafsu makan, mual, muntah, kelelahan, dan wakness. Kekurangan
magnesium yang lebih menonjol hadir dengan gejala peningkatan rangsangan neuromuskular
seperti tremor, spasme carpopedal, kejang otot, tetan dan kejang umum. Hipomagnesemia
dapat menyebabkan aritmia jantung termasuk atrial dan ventricular tachycardia, interval QT
yang berkepanjangan dan torsi.
Hipomagnesaemia sering dikaitkan dengan kelainan elektrolit lainnya seperti hipokalemia
dan hipocalcaemia. Kondisi yang dapat menyebabkan hypomgnesesimia meliputi
alkoholisme, diabetes yang kurang terkontrol, malabsorpsi, penyebab endokrin, penyakit
ginjal, dan penggunaan obat-obatan. Berbagai obat termasuk antibiotik, agen kemoterapi,
diuretik dan penghambat pompa proton dapat menyebabkan kehilangan magnesium dan
hypomagnesemia. Selain itu, defisiensi magnesium memperburuk aritmia aritmia kalium,
terutama dengan adanya keracunan digoksin.

11
2.2 MAGNESIUM SULFAT
2.2.1 PENDAHULUAN
Dua rejimen MgSO4 yang paling banyak digunakan adalah rejimen intramuskular
yang dipopulerkan oleh dan rejimen intravena kontinyu. Dalam rejimen intramuskular, dosis
pemuatan intravena terus menerus 4 g (biasanya dalam larutan 20%) diberikan selama lima
menit (sebaiknya 10-15 menit) diikuti dengan segera 5 g (biasanya dalam larutan 50%)
sebagai injeksi intramuskular yang dalam ke dalam kuadran luar atas masing-masing pantat.
Terapi perawatan dalam bentuk 5 g intramuskular setiap empat jam, dilanjutkan selama 24
jam setelah fit terakhir. Sebagai alternatif, rejimen intravena melibatkan dosis pemuatan 4 g
intravena (5 g digunakan di beberapa pusat) yang diikuti infus intravena 1 g / jam terus
selama 24 jam setelah fit terakhir. Jika konvulsi berulang, kedua regimen menganjurkan 2-4 g
lebih lanjut (tergantung berat badan wanita, 2 g jika <70 kg) diberikan secara intravena
selama lima menit.
Kontroversi ada mengenai dosis perawatan optimum. Infus 1 g / jam digunakan dalam
percobaan kolaboratif, namun beberapa penulis menganjurkan 2 g / jam dan bahkan
menyarankan agar 3 g / jam diperlukan untuk tiga jam pertama pengobatan dalam beberapa
kasus. Sibai telah mengevaluasi beberapa modifikasi rejimen intra vena kontinyu untuk
mencapai kadar magnesium serum yang dapat diterima selama infus dan rasakan rejimen
terbaik adalah dosis pemuatan 6 g diikuti oleh dosis pemeliharaan 2 g / jam. Dosis yang lebih
tinggi daripada yang biasanya digunakan dalam protokol untuk profilaksis seizure eklampsia
sering diminta untuk menangkap labirin preterm. Magnesium dapat diberikan secara oral
sebagai preparat glukonat (2 g setiap empat jam) dan juga tersedia dalam formulasi slow
release. Magnesium oral sama efektifnya dan terkait dengan efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan agen p-adrenergik dan dapat digunakan untuk mengubah dari terapi
tocolytic oral ke intravena.

2.2.2 EKSKRESI
Magnesium diekskresikan hampir seluruhnya oleh ginjal dan setelah empat jam sekitar 50%
dari dosis infus diekskresikan dalam urine. Pembersihan ginjal magnesium meningkat secara
linear dan tajam dengan peningkatan kadar plasma2 ,. Dengan adanya oliguria atau gagal
ginjal yang signifikan, dosis perawatan harus dikurangi atau dihentikan dan tingkat plasma
ibu harus sering dipantau.

12
2.2.3 EFEK PADA ORGAN
- Sistem Saraf dan Sistem Cerebrovaskular
Pada perifer di neuromuskular junction dengan efek minimal atau tidak ada efek sentral,
dimana banyak pendapat percaya bahwa efek sentral sangat penting dengan efek blok
neuromuskular minimal. Telah disarankan pada eklampsia adanya efek sentral MgSO4 yang
jelas, merupakan akibat dari gangguan penghalang darah-otak dan kebocoran Mg ke otak.
MgSO4 menekan ensefaleksia elektrik yang disebabkan oleh oksigen hiperbarik (percobaan
pada tikus) dan karna hal ini terjadi pada blood-brain barrier yang intak, MgSO4 dapat
bekerja melalui proses regulasi kalsium enzimatik intraneural yang menyebabkan rangsangan
neuronal dan menghasilkan kejang. Masuknya kalsium ke dalam neuron diatur oleh, antara
lain, saluran pengikat reseptor asam amino khusus yang spesifik. Asam amino eksitatorik,
seperti L-glutamat dan L-aspartat, merupakan neurotransmitter utama dalam sistem saraf
pusat mamalia. Neurotransmitter ini menghasilkan efeknya dengan berinteraksi dengan
reseptor tertentu pada permukaan sel, reseptor asam amino rangsang.
Reseptor N-methyl-D-asparate (NMDA) adalah subtipe reseptor asam amino excitatory
yang terbaik. Reseptor NMDA memiliki saluran yang diblokir oleh ion magnesium. Telah
ditunjukkan bahwa aktivitas antikonvulsan MgSO4 sebagian dimediasi oleh blokade atau
penekanan aktivasi reseptor NMDA.

- Kardiovaskular dan Pernafasan


Meskipun diakui sebagai antikonvulsan, penurunan signifikan pada tekanan darah telah
diamati selama penggunaan dosis terapeutik yang disarankan dari efek variabel MgSO4 yang
ditemukan pada tekanan darah dan diakui bahwa efek hipotensi berlangsung sementara. Sifat
vasodilator dapat dihubungkan secara kausal dengan efek magnesium pada gerakan atau
translokasi Caw di membran vaskular dan secara intraselular. Dengan demikian magnesium
dapat menggunakan peran regulasi dalam nada vaskular, reaktivitas vaskular atau resistensi
vaskular perifer. Tidak adanya efek pada tekanan vena menunjukkan bahwa peran utama
MgSO4 pada hewan utuh adalah pada hambatan daripada kapasitansi meskipun hipotesis ini
telah dipertanyakan.
Pentingnya kerusakan sel endotel pada karakteristik patofisiologis preeklamsia telah
diketahui, endotelium mengatur reaktivitas otot polos vaskular melalui produksi vasodilator
dan vasokonstriktor. Hal ini menunjukkan bahwa ekskresi kromosom guanosin monofosfat
meningkat pada wanita dengan preeklampsia selama infus MgSO4. Siklik guanosin
13
monofosfat adalah second messenger dalam kaskade efek faktor relaksasi dari endothelium;
mediator relaksasi otot polos vaskular yang diketahui. Faktor relaksasi yang didapat dari
endothelium diyakini sebagai oksida nitrat. Peningkatan produksi prostasiklin ginjal
dilaporkan pada pasien dengan persalinan prematur setelah infus MgSO4.
- Transfer Plasenta
Magnesium mudah melintasi plasenta dan kadar magnesium darah janin berkorelasi baik
dengan kadar ibu. Hal ini diyakini bahwa equilibrasi antara ibu dan janin biasanya terjadi
dalam dua jam. Kadar magnesium meningkat dalam serum janin dalam satu jam dan cairan
ketuban dalam waktu tiga jam setelah pemberian intravena pada ibu. Mereka mendalilkan
bahwa ini konsisten dengan ekskresi MgSO4 urin janin sebagai sumber utama magnesium
dalam cairan amnion. Pemberian MgSO4 ibu yang berkepanjangan menyebabkan akumulasi
magnesium dalam ketuban.
- Kontraktilitas Miometrium
Konsentrasi ion magnesium yang cukup tinggi dapat mengganggu kontraktilitas
miometrium (sebahai tokolisis). Perannya mungkin merupakan suatu antagonis kalsium.
Secara klinis, magnesium dalam dosis farmakologi dapat menghambat persalinan, biasanya
pada dosis awal 4g diikuti dengan infus secara kontinu 2g/jam. Wanita yang mendapatkan
terapi magnesium sulfat harus dipantau terhadap hipermagnesemia karna salah satunya dapat
menimbulkan edema paru. Penggunaan magnesium sulfat sebagai tokolisis kini diberhentikan
karena dianggap tidak efektif.

- Efek Magnesium pada Neonatus


Dalam laporan yang menarik perhatian, neonates dengan berat badan lahir sangat rendah
yang ibunya diterapi dengan magnesium sulfat karena persalinan kurang bulan atau
preeklamsia ditemukan memiliki penurunan insiden cerebral palsy ketika berusia 3 tahun. hal
ini logis karena magnesium pada orang dewasa terbukti menstabilkan tonus intracranial,
mengurangi fluktuasi aliran darah otak, mengurangi cedera reperfusi, dan memblok
kerusakan intraseluler yang diperantarai kalsium. Magnesium mengurangi sintesis sitokin dan
endotoksinbakteri. Dengan demikian, juga dapat mengurangi efek inflamasi akibat infeksi.

14
2.3 MAGNESIUM SULFAT SBG BRAIN PROTECTOR
2.3.1 PENDAHULUAN
Dari dua penelitian pada 1980-an, bayi prematur yang lahir dari wanita dengan
preeklamsia memiliki kejadian efek luaran SSP yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi
dari usia kehamilan yang sama pada ibu tanpa preeklamsia. Dalam laporan yang menarik
perhatian, neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah yang ibunya diterapi dengan
magnesium sulfat karena persalinan kurang bulan atau preeklamsia ditemukan memiliki
penurunan insiden cerebral palsy ketika berusia 3 tahun. Hal ini logis karena magnesium
pada orang dewasa terbukti menstabilkan tonus intrakranial, mengurangi fluktiasi aliran
darah otak, mengurangi cedera reperfusi, dan memblok kerusakan intraselular yang
diperantarai kalsium. Magnesium mengurangi sintesis sitokin dan endotoksin bakteri. Dengan
demikian, juga dapat mengurangi efek inflamasi akibat infeksi.
Cerebral Palsy merupakan kompleks gejala dari sindroma gangguan motorik non-
progresif akibat cedera otak atau anomali yang timbul dari perkembangan awal. Tanda khas
CP termasuk kejang, gangguan gerakan, kelemahan otot, ataksia, dan kekakuan. CP dapat
didiagnosis dengan mudah pada anak usia 2 tahun. Prevalensi CP adalah 2 sampai 2,5 per
1000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan bayi aterm, bayi preterm memiliki risiko CP
lebih tinggi kurang lebih 3 kali lipat lebih besar pada usia 34 hingga 36 minggu, 8-14 kali
lipat pada 30-33 minggu, 46 kali lipar lebih besar di minggu ke-28-30, dan menjadi 80 kali
lipat jika kurang dari 28 minggu. Umur kehamilan berhubungan langsung dengan berat badan
bayi lahir rendah (<1500 g) dan intraventrikular hemoragik.

2.3.2 PATOFISIOLOGI
Mekanisme pasti dari potensial neuro protektif masih belum diketahui, namun penjelasan
dibawah ini diduga mempengaruhi:
- MgSO4 menurunkan rangsangan stimulasi dengan menghalangi reseptor NMDA di
otak
- Sifat vasoaktif MgSo4 dapat memperbaiki aliran darah serebral
- MgSo4 telah terbukti untuk mencegah cedera neuron dari pro-inflamasi
- Faktor sitokin yang mungkin terlibat pada persalinan preterm
- Magnesium memiliki efek anti apoptosis yang mengurangi fungsi neural.

Kejadian CP dan gangguan kognitif berhubungan dengan kerusakan periventrikuler


15
white matter, yang sering ditemui pada bayi yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 32
minggu. Lesi patologi yang paling sering terjadi yang berhubungan dengan Cerebral Palsy
(CP) pada bayi prematur adalah Periventrikular White Matter Injury. Oligodendrosit
berkumpul paling banyak pada glia di White Matter otak.
Sitokin proinflamasi telah di ketahui secara signifikan meningkat pada cairan amnion
dan otak janin neonatus dengan infeksi, termasuk respon inflamasi lokal yang menyebabkan
kerusakan otak janin. Peningkatan sitokin telah diteliti di cairan amnion dan darah neonatus
yang menderita Cerebral Palsy (CP). Infeksi mikroba ke dalam cairan amnion dapat
menimbulkan persalinan prematur dan berakibat terjadinya infeksi pada janin.
Mikroorganisme menghasilkan produk yang dapat memicu sel mononuklear menghasilkan
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Inter Leukin-1 (IL-1) yang dapat meningkatkan
permeabilitas sawar darah otak (blood brain barrier) sehingga produk mikroorganisme dan
sitokin proinflamasi tersebut dapat masuk ke otak dan menimbulkan kerusakan pada jaringan
putih otak (white matter damage) janin. Kerusakan white matter damage meliputi hilangnya
dari oligodendrosit dan proliferasi astrosit yang diduga meningkatkan luaran bayi yang jelek.
Inflamasi intrauterin menyebabkan hilangnya pro oligodendrosit. Inflamasi berhubungan
dengan persalinan preterm.
Inisiasi dari respon sitokin proinflamasi yang berhubungan dengan infeksi bakteri
pada jaringan plasenta dapat menyebabkan persalinan preterm. Sitokin yang berhubungan
dengan persalinan preterm yaitu IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Aktifasi sel imun termasuk
didalamnya sirkulasi neutrophil, fagosit makrofag, sel T, sel NK, astrosit susunan saraf pusat
dan mikroglia memproduksi mediator biologi seperti sitokin, kemokin, molekul adhesi, dan
growth factors yang terlibat didalam interaksi kompleks intermolekular yang berpartisipasi
dalam proses immunoinflamasi yang berhubungan dengan kerusakan otak.
Mediator inflamasi menimbulkan kerusakan pada otak yang sedang berkembang
melalui jalan yang berbeda. Sebagai contoh TNF-α, memegang peran penting dalam proses
imun yang menyebabkan terjadinya kerusakan periventrikular white matter pada fetus dan
neonatus. Proses sitotoksik dan inflamasi dari TNFα terjadi melalui membran reseptor
diantaranya reseptor 1 TNF, yang
memiliki daerah intraseluler yang telah mati dan aktifasinya mengatur apoptosis sel, juga
mempunyai potensi dalam patogenesis kerusakan awal dari otak dimana oligodendrosit yang
telah mati dan demyelinisasi merupakan faktor patologi primer dalam proses ini. Ekspresi
TNF-R1 di oligodendrosit secara signifikan meningkat pada PWM otak yang sedang
16
berkembang. Hal ini sinergis dengan peningkatan sel mati yang disebabkan oleh apoptosis
dan nekrosis di periventrikular white matter, sehingga terlihat bahwa produksi TNFα oleh sel
mikroglial dalam kondisi hipoksia menginduksi apoptosis oligodendrosit melalui TNF-R1.
Tidak seperti TNFα, IL-1β tidak bersifat toksik terhadap oligodendrosit, tetapi dapat
memblok proliferasi dari oligodendrosit. Saat ini telah di teliti mengenai peningkatan
signifikan produksi IL-1β oleh sel mikroglial bersamaan dengan ekspresi Reseptor 1 IL-1
pada oligodendrosit di periventrikular white matter otak neonatus. Diperkirakan bahwa
aktifasi dan orientasi proinflamasi dari produksi IL-1 oleh sel mikroglial pada kondisi
hipoksia menghambat perkembangan white matter dan perbaikan dari kondisi hipoksia. Disisi
lain, penelitian yang dilakukan Varner MB 2015 mendapatkan hasil yang berbeda yaitu kadar
TNF-α dan IL-1β pada darah/ serum tali pusat bayi preterm tidak berhubungan dengan
kejadian CP ataupun kelainan neurologis.
Magnesium Sulfat (MgSO4) sudah banyak dipakai didalam dunia obstetri sebagai
tokolitik untuk mencegah persalinan prematur, sebagai antikonvulsan dalam terapi
preeklampsia dan diduga dapat berfungsi juga sebagai neuroproteksi terhadap otak janin.
Magnesium sulfat berfungsi sebagai antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA) sehingga
mencegah terjadinya kerusakan saraf otak janin. MgSO4 juga diduga sebagai vasodilator dari
vasculature otak/ cerebral, menginhibisi agregasi platelet, proteksi terhadap kerusakan sel
endotel oleh karena radikal bebas.
Magnesium sulfat mempunyai efek yang menguntungkan pada sel mati dengan
menurunkan sitokin proinflammasi atau radikal bebas yang terbentuk selama proses hypoxic-
ischemia reperfusion dan proses inflammasi dalam kehamilan. Magnesium menjaga
eksitotoksik calsium yang menyebabkan kerusakan jaringan, dengan non competitive
voltage-dependent inhibition dari N-methyl- D-aspartate (NMDA) reseptor ke glutamat
mengurangi masuknya calsium ke dalam sel dan otak janin yang lebih rentan terhadap
kerusakan oleh glutamat. Dengan memblokir reseptor glutamat oleh agen seperti magnesium
sulfat dapat menurunkan risiko terjadinya kerusakan jaringan otak pada periode perinatal.
Magnesium memiliki efek hemodinamik yang menguntungkan termasuk menstabilisasikan
tekanan darah saat dua hari pertama dalam kehidupan janin preterm dan dapat meningkatkan
aliran darah otak dengan mengurangi konstriksi pada arteri cerebral. Transfer magnesium
transplasental dapat terjadi dengan cepat, konsentrasi magnesium akan meningkat di darah
serum janin hanya dalam waktu 1 jam setelah pemberian magnesium pada ibu.
Inflamasi pada bayi prematur meyebabkan proliferasi, diferensiasi dan kematian sel
17
yang akan menyebabkan Cerebral Palcy (CP), kejang, kelainan sensorik dan kelainan
kognitif. Persalinan prematur berhubungan dengan inflamasi pada fetal yaitu adanya
peningkatan kadar TNF-α dan IL-1β dan sitokin proinflamasi lainnya pada darah tali pusat.
Sitokin proinflamasi TNF-α, IL-6 dan IL-1β meningkatkan risiko morbiditas neural seperti
CP.
Magnesium dikenal sebagai modulator dari eksiitabilitas sel neuron dan ketika
diberikan sebagai obat dari luar akan menghambat aktifitas sel neuron (16). Magnesium
sulfat pada bayi baru lahir preterm dapat digunakan sebagai strategi neuroprotektif untuk otak
janin. Pemberian MgSO4 saat antenatal menurunkan risiko terjaninya CP pada bayi lahir
sangat rendah oleh karena prematur sehingga MgSO4 dianggap berpengaruh terhadap
neuroprotektif. Pemberian MgSO4 in utero/dalam rahim pada ibu yang mempunyai risiko
untuk persalinan preterm risiko CP pada bayinya berkurang. MgSO4 secara luas berpotensi
sebagai neuroprotektif terhadap kelainan otak yang disebabkan oleh hipoksia/iskemia
perinatal seperti encephalopathy, perdarahan intraventrikuler, periventrikuler leucomalacea
dan CP.
Pada penelitian Sulistyowati, et al, pemberian MgSO4 pada kelompok persalinan

prematur terbukti menurunkan kadar serum TNF-α dan IL-1β. Hal ini dimungkinkan karena
MgSO4 mempunyai efek menurunkan sitokin proinflamasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alaa Amash, bahwa MgSO4 dapat menurunkan
kadar TNF-α pada sirkulasi darah ibu dan janinnya (pada janin 0,89±0,09pg/mL/g kotiledon)
dan pada sirkulasi ibu 4,74±2,78pg/mL/g kotiledon). MgSO4 berperan sebagai neuroprotektif
dengan cara menghambat reseptor glutamat. Penelitian yang dilakukan oleh Zuzuki 2013
menyebutkan bahwa MgSO4 meningkatkan kadar magnesium dalam sel (intra selular yang
akan menurunkan jumlah monosit yang memproduksi TNF-α dan IL-1β. TNF-α menurun
48% dan IL-1β menurun 37%.
Penelitian Burd menyebutkan mekanisme penyebab terjadinya kerusakan saraf pada
otak janin dapat terjadi kerusakan pada saraf lainnya. Otak janin yang terekspos
lipopolisakarida, antigen bakteri dapat menyebabkan inflamasi intrauterine yang
menyebabkan morfologi saraf yang abnormal dengan penurunan proses dendritik, sehingga
mengganggu komunikasi antar saraf synaptik. Magnesium dapat mengurangi jumlah radikal
bebas oksigen dan mengurangi jumlah sitokin inflamasi. Kekurangan Magnesium akan
memiliki banyak sitokin inflamasi dan kerusakan otak. Otak janin yang mengalami proses
inflamasi kemudian diberi MgSO4 tidak menunjukkan kerusakan saraf yang berhubungan
18
dengan proses dendritik.
Sugimoto 2012 dalam penelitiannya mendapatkan kadar magnesium intraselular yang
meningkat saat diberikan terapi MgSO4 karena MgSO4 ini akan melewati plasenta sehingga
kadar nya di maternal dan fetal menjadi equivalen. MgSO4 mempunyai pengaruh anti
inflamasi bersifat reversibel, menurunkan produksi sitokin dan tidak berhubungan dengan
perubahan tekanan osmotic. MgSO4 menurunkan jumlah monosit yang memproduksi TNF-α
dan IL-1β.

2.3.3 INDIKASI

- MgSO4 diberikan kepada wanita yang berisiko dini kelahiran premature, dan usia
kehamilannya di bawah 30 minggu (yaitu sekitar 29+6 minggu atau kurang), untuk
mencapai tingkat perlindungan neuro pada janin
- MgSO4 harus diberikan saat kelahiran premature awal (kurang dari 30 minggu)
direncanakan atau diperkirakan akan terjadi dalam 24 jam. Dalam kelahiran yang
direncanakan, disarankan MgSO4 dimulai 4 jam sebelum melahirkan.
- Dalam kelahiran yang tidak direncanakan, MgSO4 hanya boleh diberikan saat wanita
tersebut dalam keadaan persalinan aktif premature, dengan pasien di Labour and Birth
Suite (L&BS)
- MgSO4 untuk perlindungan neuro harus diberikan pada kehamilan kurang dari 29+6
minggu, terlepas dari apakah kehamilan itu tunggal atau multiple, paritasnya, cara
persalinan yang diantisipasi, dan apakah kortikosteroid sudah diberikan
- Regimen pemberian MgSO4 adalah 4g selama periode 20 menit, berlanjut pada
1g/jam selama 4 jam kemudian berhenti infus
- Persalinan yang mendesak untuk indikasi janin atau ibu tidak boleh ditunda untuk
mencapai administrasi MgSO4

2.3.4 PROSEDUR

- Sebelum dimulainya terapi MgSO4 nilai terlebih dahulu apakah wanita tersebut dalam
ancaman persalinan premature. Lakukan tes fFN sebagai bagian dari penilaian. Jika
negative, dan jika tidak ada perubahan serviks atau ruptur membrane, infus MgSO4
19
tidak tepat pada saat itu. Tidak adanya fetal fibronektin (fFN) pada sekresi serviks
adalah predictor negative yang sangat berguna untuk kelahiran yang akan terjadi (nilai
prediktif negative untuk kelahiran dalam 7 hari 97-98%)
- Konfirmasi usia kehamilan
- Jika pasien dengan usia kehamilan kurang dari 30 minggu, tentukan apakah persalinan
dianggap sudah dekat, misalnya bukti dilatasi serviks, kontraksi berlanjut yang tidak
berisiko dengan tokolisis dan atau ada bukti pelepasan dan pelebaran progresif.
- Transfer pasien ke VK sesuai pengelolaan persalinan premature dan memulai
pemberian MgSO4 4 jam sebelum waktu yang diantisipasi untuk persalinan

2.3.5 ANTENATAL MAGNESIUM SULPHATE

- Cairan yang digunakan pada KEMH adalah 8g MgSO4 dalam 100ml larutan kemasan.
Harus diberikan melalui infus.
- Berikan dosis bolus pengisian intravena 4g MgSO4 selama 20 menit melalui alat infus
yang dikendalikan, yaitu 150mL/jam selama 20 menit
- Hati-hati ketika si ibu sedang diterapi dengan nifedipine dan membutuhkan bolus
MgSO4
- Loading dose diikuti oleh infus maintenance 1g MgSO4 per jam. Hal ini setara dengan
12.5ml per jam
- Lanjutkan 1g/jam selama 4 jam lalu kurangi infusan. Jika kelahiran terjadi sebelum 4
jam yang ditentukan, hentikan infusan pada saat persalinan.
- Sebelum dimulainya infus MgSO4, pastikan:
o Reflex patella positif
o Respirasi rate lebih dari 12 x/menit
- Kalsium gluconate 1 g dalam 10 ml (2.2mmol calcium dalam 10ml) harus selalu
tersedia setiap waktu jika terjadi toksisitas MgSO4.
o Dosis: sediakan 1 ampul kalsium glukonat 1g dalam 10mL(2.2 mmol kalsium
dalam 10mL) secara IV perlahan-lahan.
o Monitoring ECG dilakukan saat pemberian kalsium glukonat
- Lakukan monitoring fetal berkelanjutan

20
2.3.6 OBSERVASI MATERNAL

- Reflex patella
- Lakukan tiap 15 menit pada 2 jam pertama, lalu dilanjutkan per 1 jam
- Jika reflex negative:
o Kurangi kecepatan infus
o Ambil specimen darah untuk memeriksa kadar magnesium
- Monitoring saturasi oksigen dan respirasi
- Pantau kecepatan respirasi tiap 15 menit selama 2 jam lalu lanjutkan per 1 jam
- Jika respirasi kurang dari 12x/menit
o Kurangi kecepatan infus
o Posisikan pasien dalam posisi recovery
o Berikan oksigen 6-8L/menit
o Berikan Kalsium Glukonat 1g dalam 10mL secara perlahan (pantau dengan
EKG)
o Ambil specimen darah untuk memeriksa kadar magnesium
- Urine Output
- Catat urin output tiap jam, jika <25ml/jam segera konsulkan
- Tekanan darah
- Monitoring tekanan darah per 15 menit dalam 2 jam pertama, dilanjutkan tiap 1 jam

2.3.7 EFEK SAMPING

Terapi antenatal MgSO4 terbukti hanya sedikit efek samping maternal. Termasuk
diantaranya perasaan terbakar, berkeringat, nyeri seperti terbakar pada bagian penyuntikan,
mual dan muntah. Tidak ada kejadian yang mengancam nyawa ibu sebelumnya.

21
BAB III
KESIMPULAN

Farmakoterapi janin dengan magnesium sulfat pada wanita berisiko melahirkan


prematur menunjukkan peningkatan secara signifikan risiko cerebral palsy tanpa
meningkatkan risiko kematian janin.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Williams, et al. Obstetri Ed.23. Jakarta: EGC. 2014


2. KEMH. Clinical Guidline Obstetric and Midwifery. Australia: Health Western
Australia 2016
3. JOGC. Magnesium Sulfat for Fetal Neuroprotection. U.S: Canadian Ped. Soc. 2011
4. Westermaier, et al. Magnesium treatment for neuroprotection in ischemic diseases of
the brain. Germany: Biomed Central. 2013.
5. Sulistyowati, et al. Peran Magnesium Sulfat dalam Menurunkan Kadar TNF-alfa dan
IL-1beta pada Bayi Prematur. Surakarta: USU. 2017

6. ACOG. Magnesium Sulfate Before Anticipated Preterm Birth for Neuroprotection.


America: Committee on Obstetric Practice; 2010
7. Burd I, Breen K, et al. Magnesium Sulfate Reduses Inflammation-Associated Brain
Injury in Fetal Mice. NIH Public Access; 2010
8. Chan M, Boet R, et al. Magnesium Sulfate for Brain Protection during Temporary
Occlusion. Austria: Springer-Verlag; 2005
9. Constatntinescu S, Denes M, et al. Magnesium Sulfate: Fetal Neuroprotective Role in
Reducing the Risk of Cerebral Palsy. Romania: Donald School Journal of Ultrasound
Obstetrics and Gynecology; 2013
10. Fawchett W, Haxby E. Magnesium: Physiology and Pharmacology. United Kingdom;
1999
11. Government of Western Australia Department of Health. Antenatal Magnesium
Sulphate Prior to Preterm Birth for Neuro Protection of the Fetus Post Birth.
Australia; 2016
12. Haddad S, Koren G. Fetal Pharmacotherapy 3: Magnesium Sulfate. JOGC; 2013
13. Idama T. Magnesium Sulphate: a review of clinical pharmacology applied to
obstetrics. Hull Maternity Hospital; 1998
14. Morag I, Yakubovich D, et al. Magnesium Sulfate for Fetal Neuroprotectio:
Correlation Between Maternal Infant Serum Magnesium Consentrations. Acad J Ped
Neonatal; 2016
15. Peebles, Kenyon A. Magnesium Sulphate to Prevent Cerebral Palsy Following
Preterm Birth. Royal College of Obstetricians & Gynaecologist; 2011
16. Statk M, Nicolette A, et al. Effects of Antenatal Magnesium Sulfate Treatment for
Neonatal Neuro Protection on cerebral Ocygen kinetics. Nature Publishing Group;
201

23
17. WHO. WHO Recommendations on Intervenstions to improve preterm birth outcomes.
Switzerland: WHO; 2015

24

Anda mungkin juga menyukai