Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa difusi dan osmosis sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
contohnya ketika sedang menyeduh teh atau kopi. Begitu pula pada tumbuhan
yang menyerap air dan zat hara dari dalam tanah yang diperlukan dari
lingkungan untuk kebutuhan proses fotosintesis melalui proses difusi dan
osmosis. Peristiwa tersebut dapat terjadi apabila terdapat perbedaan
konsentrasi antara di luar lingkungan dan di dalam tumbuhan.
Pada umumnya membran sel suatu organisme hidup bersifat semi-
permeabel (selective permeable), begitu pula pada tumbuhan yang berarti
hanya molekul-molekul tertentu saja yang dapat melewati sel tersebut. Cairan
sel biasanya bersifat hipertonis (potensial air tinggi) dan cairan di luar sel
bersifat hipotonis (potensial air rendah) sehingga air dapat mengalir masuk ke
dalam sel sampai kedua cairan isotonis. Apabila suatu sel diletakkan ke dalam
cairan yang bersifat hipertonis terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel
akan bergerak keluar sehingga sitoplasma menyusut dan menyebabkan
membran sel mengkerut dan terlepas dari dinding selnya. Peristiwa tersebut
disebut dengan peristiwa plasmolisis.
Pada praktikum yang berjudul “Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel”
ini utamanya bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh konsentrasi larutan
sukrosa terhadap prosentase sel daun Rhoea Discolor yang terplasmolisis dan
untuk mengidentifikasi pengaruh tekanan osmosis cairan sel terhadap sel
daun Rhoea Discolor yang terplasmolisis dengan metode plasmolisis.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel
yang terplasmolisis ?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap bentuk sel
yang terplasmolisis ?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap sel yang
menghasilkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 50% ?
4. Bagaimana pengaruh tekanan osmosis cairan sel terhadap sel yang
terplasmolisis dengan metode plasmolisis ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap
prosentase sel yang terplasmolisis.
2. Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap bentuk
sel yang terplasmolisis.
3. Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap sel yang
menghasilkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 50%.
4. Mengidentifikasi pengaruh tekanan osmosis cairan sel terhadap sel yang
terplasmolisis dengan metode plasmolisis.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul suatu zat secara random yang
menghasilkan pergerakan molekul efektif dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Difusi adalah pergerakan air melintasi membran
permeable yang selektif. Contohnya adalah difusi zat warna dalam air tenang
dan difusi zat melalui membran sel. Difusi larutan gula sangat penting dalam
dunia biologi, contohnya adalah fenomena transport gula dalam tanaman
(Trihandaru, 2012 : 1).
Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang menjadi ciri khas
semua molekul yang tidak terikat dalam suatu zat padat. Tiap molekul
bergerak lurus sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya. Pada setiap
tabrakan molekul terpental dan melaju ke arah lain. Inilah yang menyebabkan
gerakan acak dari molekul tersebut (Kimball, 1992 : 121).
Menurut Dwijoseputro dalam Yahya (2015) menyatakan jika difusi
merupakan penyebaran zat yang ditimbulkan oleh energi kinetik dimana
molekul-molekul tersebut cenderung menyebar ke segala arah sampai
terdapat suatu konsentrasi yang sama. Difusi merupakan proses
penyeimbangan konsentrasi antara dua zat atau larutan yang berbeda
konsentrasinya. Partikel-partikel dalam zat berpindah dari zat atau larutan
yang pekat menuju larutan yang lebih encer. Sehingga, ketika kedua zat atau
larutan tersebut telah mencapai keseimbangan konsentrasinya, maka tidak
akan terjadi perpindahan molekul lagi antara satu zat dengan zat lainnya.
Pada tumbuhan, air dan garam-garam mineral masuk ke dalam tumbuhan
melalui epidermis akar, dimana terdapat perbedaan konsentrasi antara sel-sel
akar dengan cairan yang ada di sekeliling akar (Yahya,2015). Berikut gambar
mengenai difusi zat :

3
Gambar 2.1. Proses Difusi
Sumber : www.bisakimia.com

B. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan air dari zat yang berkonsentrasi
rendah (hipotonis) ke larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonis). Proses
ini biasa melalui membran  selektif permeabel dari bagian yang lebih encer ke
bagian yang lebih pekat. Osmosis adalah difusi air melalui membran semi‐
permeabel, dari larutan yang banyak air ke larutan yang sedikit air. Pelarut
bergerak dari larutan berkonsentrasi lebih rendah (hipotonik) ke larutan
berkonsentrasi lebih tinggi (hipertonik) yang bertujuan menyamakan
konsentrasi kedua larutan. Efek ini dapat dilihat dari bertambahnya tekanan
pada larutan hipertonik relatif terhadap larutan hipotonik. Sehingga tekanan
osmotik didefinisikan sebagai tekanan yang diperlukan untuk menjaga
kesetimbangan (Lakitan. B, 1993 : 229).
Air memasuki dan meninggalkan sel-sel melalui osmosis. Osmosis terjadi
ketika dua larutan yang dipisahkan oleh membran yang memiliki perbedaan
tekanan osmotik, atau osmolaritas. Jika dua larutan yang dipisahkan oleh
sebuah membran permeable selektif yang memiliki osmolaritas yang sama,
kedua larutan itu disebut Isoosmotik. Dalam kondisi ini molekul air terus
menerus melintasi membran, namun dengan laju yang sama ke kedua arah.
Dengan kata lain, tidak ada pergerakan netto air melalui osmosis diantara
larutan-larutan isoosmotik. Ketika dua larutan memiliki perbedaan molaritas,
larutan dengan konsentrasi zat-zat terlarut yang lebih besar disebut
hiperosmotik. Air mengalir melalui osmosis dari larutan hipoosmotik ke
larutan hiperosmotik (Campbell, 2010 : 118).

4
Contoh proses osmosis yang terjadi misalnya, masuk dan naiknya air
mineral ke dalam tumbuhan merupakan proses osmosis. Air dalam tanah
memiliki kandungan solvent lebih besar (hipotonik) dibanding dalam
pembuluh, sehingga air masuk menuju xylem atau sel tanaman. Jika sel
tanaman diletakkan dalam kondisi hipertonik (solut tinggi atau solvent
rendah), maka sel akan menyusut (ter-plasmolisis) karena cairan sel keluar
menuju larutan hipertonik. Kentang yang dimasukkan ke dalam air garam
akan mengalami penyusutan (Pratiwi, 2004).

Gambar 2.2. Proses Osmosis


Sumber : www.googlegambar.com

C. Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan kepada suatu larutan
untuk mencegah mengalirnya molekul air dari suatu pelarut ke dalam larutan. 
Peristiwa osmosis merupakan difusi air yaitu migrasi molekul air (dari
konsentrasi lebih rendah, yaitu pelarut) menuju suatu larutan yang
konsentrasinya lebih tinggi (Tjahjadarmawan, 2013).
Dalam proses osmosis, di samping komponen potensial air, komponen
lain yang penting adalah potensial osmotik dan potensial tekanan, yang pada
tumbuhan timbul dalam bentuk tekanan turgor. Hubungan antara nilai
potensial air (PA), potensial osmotik (PO), dan potensial tekanan (PT) dapat
dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:
PA = PO + PT (1)
Untuk mengetahui nilai potensial osmotik cairan sel salah satunya dapat
digunakan dengan metode plasmolisis. Metode ini ditempuh dengan cara
menentukan pada konsentrasi sukrosa berapa jumlah sel yang mengalami

5
plasmolisis 50%, karena pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama
dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan
yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka nilai tekanan
osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TO sel = (2)

dengan,
TO = Tekanan osmotik
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + to C).
Tekanan sel bernilai positif, sedangkan nilai potensial osmotik negatif (Tim
Anfistum, 2018).
Jika sel dimasukan ke dalam larutan gula (sukrosa), maka arah gerak
air ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya
didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke
dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya,
artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka
ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya
sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini
dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam
larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan
maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis (Tjitrosomo, 1987).
Larutan yang di dalamnya terdapat sekumpulan sel dimana 50%
berplasmolisis dan 50% tidak berplasmolisis disebut plasmolisis insipien.
Plasmolisis ini terjadi apabila sel berada dalam keadaan tanpa tekanan. Nilai
potensial osmosis sel dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial
osmosis larutan sukrosa yang isotonik terhadap cairan sel. Plasmolisis
insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlahnya selnya mengalami
plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. potensial osmotik
larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di
dalam sel setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury, 1991)

6
D. Plasmolisis
Apabila suatu sel diletakkan dalam larutan yang bersifat hipertonis
terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan berdifusi keluar sehingga
sitoplasma mengkerut dan membran sel terlepas dari dinding sel. Peristiwa
inilah yang disebut dengan plasmolisis. Salah satu fenomena akibat dehidrasi
sel adalah terjadinya plasmolisis. Plasmolisis merupakan suatu fenomena
pada sel berdinding dimana sitoplasma mengkerut dan membran plasma
tertarik menjauhi dinding sel ketika sel melepas air ke lingkungan hipertonik
(Campbell, 2003 : 620)
Plasmolisis merupakan proses secara nyata menunjukkan bahwa pada sel,
sebagai unit terkecil kehidupan, terjadi sirkulasi keluar-masuk suatu zat.
Adanya sirkulasi ini menjelaskan bahwa sel dinamis dengan lingkungannya
(Meyer, 1952). Jika memerlukan materi dari luar maka sel harus mengambil
materi itu dengan segala cara, misalnya dengan mengatur tekanan agar terjadi
perbedaan tekanan sehingga materi dari luar bisa masuk ke dalam sel
(Salisbury, 1985).

Gambar 2.3. Sebeleum dan Sesudah Mengalami Plasmolisis


Sumber : www.googlegambar.com

7
E. Hipotesis
1. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa yang diberikan, maka
semakin banyak prosentase sel yang terplasmolisis.
2. Bentuk sel yang terplasmolisis berbeda-beda pada setiap konsentrasi
larutan sukrosa yang berbeda pula.
3. Prosentase sel terplasmolisis sebesar 50% dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan sukrosa yang tinggi.
4. Semakin banyak sel yang terplasmolisis, maka nilai tekanan osmosis
cairan sel yang dihasilkan semakin besar.

8
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Metode Praktikum
Metode praktikum yang digunakan pada praktikum yang berjudul
“Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel” ini yaitu metode eksperimen,
karena pada praktikum ini terdapat variabel manipulasi, variabel kontrol dan
variabel respon. Metode eksperimen digunakan untuk mengecek kebenaran
hipotesis atau mengenali hubungan sebab akibat.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Praktikum yang berjudul “Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel” ini
dilaksanakan pada,
Hari, Tanggal : Rabu, 31 Oktober 2018
Waktu : Pukul 10.30 WIB
Tempat : Laboratorium IPA Gedung C12 Lantai 2

C. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Mikroskop cahaya elektrik 1 buah
b. Gelas air mineral plastik 8 buah
c. Object glass 3 buah
d. Cover glass 3 buah
e. Pisau silet 3 buah
f. Pipet tetes 1 buah
g. Gelas kimia 50ml 1 buah
h. Pensil warna 2 buah
2. Bahan :
a. Daun Rhoe Discolor 3 helai
b. Aquades 40 ml
c. Larutan sukrosa 40 ml
d. Alkohol 10 ml

9
e. Tisu 1 gulung
f. Kertas label 8 buah

D. Variabel Percobaan dan Definisi Operasional


1. Variabel Kontrol : Jenis daun, jenis larutan untuk perendaman,
volume larutan sukrosa setiap gelas, waktu perendaman dalam larutan
sukrosa, perbesaran pada saat pengamatan.
Definisi Operasional : Jenis daun yang digunakan yaitu daun Rhoea
discolor. Jenis larutan yang digunakan untuk perendaaman yaitu larutan
sukrosa. Volume larutan sukrosa yang digunakan sebanyak 5 ml. Waktu
perendaman dalam larutan sukrosa selama 30 menit. Perbesaran yang
digunakan yaitu 100X.
2. Variabel Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa.
Definisi Operasional : Konsentrasi larutan sukrosa dimanipulasi sebanyak
8 kali yaitu 0,28 M; 0,26 M; 0,24 M; 0,22 M; 0,20 M; 0,18 M; 0,16 M
dan 0,14 M.
3. Variabel Respon : Jumlah sel yang terplasmolisis, prosentase sel yang
terplasmolisis dan nilai potensial osmotik cairan sel daun Rhoea discolor.
Definisi Operasional : Jumlah sel yang terplasmolisis dapat diamati
dengan menggunakan mikroskop elektrik. Prosentase sel yang
terplasmolisis dapat dihitung dengan jumlah sel yang terplasmolisis
dibagi jumlah sel seluruhnya dikali 100%. Nilai potensial osmotik cairan
sel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2).

10
E. Rancangan Percobaan

Gambar 3.1. Mengamati Sel Daun Rhoea discolor yang Terplasmolisis


Sumber : www.googlegambar.com

F. Langkah Kerja
1. Membuat larutan sukrosa dengan konsentrasi yaitu 0,28 M; 0,26 M; 0,24
M; 0,22 M; 0,20 M; 0,18 M; 0,16 M dan 0,14 M.
2. Membuat larutan sukrosa dengan mencampurkan kristal sukrosa dan
aquades dengan menggunakan rumus V1M1 = V2 M2.
3. Untuk 0,28 M larutan sukrosa, menimbang 95,76 gram kristal sukrosa
kemudian dilarutkan dalam aquades sampai volumenya 1 liter.
4. Menyiapkan 8 buah gelas air mineral plastik.
5. Mengisinya masing-masing dengan 5ml larutan sukrosa dan memberinya
label berdasarkan konsentrasi larutan.
6. Menyayat selapis sel tipis epidermis daun Rhoea discolor secara
melintang dengan pisau silet.
7. Memasukkan sayatan-sayatan daun ke dalam kaca arloji/cawan petri
yang berisi larutan sukrosa dengan konsentrasi tertentu dan menunggu
sampai 30 menit.
8. Setelah 30 menit, meletakkan sayatan pada object glass dan menutupnya
dengan cover glass.
9. Mengamati perubahannya dibawah mikroskop elektrik.

11
10. Menghitung jumlah sel yang nampak pada mikroskop, menghitung
jumlah sel yang terplasmolisis dan prosentase jumlah sel yang
terplasmolisis terhadap jumlah sel seluruhnya.
11. Mencatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.

G. Alur Kerja
1. Membuat larutan sukrosa

Kristal Sukrosa

- Untuk konsentrasi 0,28 M larutan sukrosa


- Ditimbang sebanyak 95,76 gram
- Dilarutkan dalam aquades sampai volumenya 1 liter
- Diaduk
1. sampai
Hukumrata
Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
- Diberi label Apabila kita membakar kayu, maka hasil pembakaran h
- Untuk membuat konsentrasi
massanya lebih yang
ringan dari lebih
kayu. rendah
Hal ini bukan berarti ada ma
selanjutnya menggunakan
tetapi, rumus
pada proses V1M1bereaksi
ini kayu = V2M2 dengan gas oksigen m
karbon dioksida, dan uap air. Jika massa gas karbondioksi
Larutan Sukrosa
menguap diperhitungkan, maka hasilnya akan sama.
Kayu + gas oksigen  abu + gas karbon dioksida + uap air
Massa (kayu + gas oksigen) = massa (abu + gas karbondioksida
Antoine Lavoisier (1743–1794) seorang pelopor yang
membuat pengamatan kuantitatif dalam eksperimen, menco
gram logam merkuri dalam wadah terhubung udara dalam silin
tertutup.Ternyata volume udara dalam silinder berkurang
ba 1
5
berubah menjadi merkuri oksida sebanyak572,4 gram. Besar
merkuri sebesar 42,4 gram adalah sama dengan 1
5 bagian uda

12
2. Mengamati proses plasmolisis daun Rhoea discolor

Daun Rhoea discolor

- Disayat tipis epidermis daun secara melintang dengan


pisau silet
- Dimasukkan dalam gelas air mineral plastik yang
berisi larutan sukrosa dengan konsentrasi tertentu
1. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
- Diberi label
Apabila kita membakar kayu, maka hasil pembakaran h
- Ditunggumassanya
selama 30lebih
menit
ringan dari kayu. Hal ini bukan berarti ada ma
- Diletakkan padapada
tetapi, object glass ini kayu bereaksi dengan gas oksigen m
proses
- Ditetesi dengan
karbon air
dioksida, dan uap air. Jika massa gas karbondioksi
- Ditutup dengan
menguapcover glass
diperhitungkan, maka hasilnya akan sama.
Kayu + gas oksigen  abu + gas karbon dioksida + uap air
Preparat Daun Rhoea discolor
Massa (kayu + gas oksigen) = massa (abu + gas karbondioksida
- Diletakkan di atas
Antoine
meja benda
Lavoisier
mikroskop
(1743–1794) seorang pelopor yang
- membuat pengamatan kuantitatif dalam eksperimen, menco
Diatur perbesarannya
- Diamati gram logam merkuri dalam wadah terhubung udara dalam silin
- Diulang tertutup.Ternyata volume udara
sebanyak 8 kali dengan dalam larutan
konsentrasi silinder berkurang 1 ba
5
sukrosa yang berbeda
berubah menjadi merkuri oksida sebanyak572,4 gram. Besar
- Hasil digambar padasebesar
merkuri tabel data
42,4yang
gramdisediakan pada
adalah sama dengan 1
5 bagian uda
lapsem

Hasil

13
BAB IV
DATA DAN ANALISIS

A. Data
Adapun data yang diperoleh selama percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Penentuan Tekanan Osmosis Sel
Konsentrasi Jumlah Jumlah Sel
Prosentase
No Gambar Preparat Sukrosa Sel Se- yang Ter- Keterangan
Plasmolisis
(M) luruhnya plasmolisis

Perbesaran
1. 0.14 176 sel 60 sel 34%
100X

Perbesaran
2. 0.16 136 sel 91 sel 66.9%
100X

Perbesaran
3. 0.18 210 sel 159 sel 75.7%
100X

Perbesaran
4. 0.20 121 sel 83 sel 68.59%
100X

14
Perbesaran
5. 0.22 148 sel 120 sel 81%
100X

Perbesaran
6. 0.24 229 sel 226 sel 98.6%
100X

160 sel atau Perbesaran


7. 0.26 160 sel 100%
seluruhnya 100X

182 sel atau Perbesaran


8. 0.28 182 sel 100%
seluruhnya 100X

B. Analisis
Berdasarkan data pada tabel, pada konsentrasi larutan sukrosa yang
terendah yaitu 0,14 M dengan pengamatan menggunakan mikroskop
perbesaran 100X didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea discolor
seluruhnya yaitu 176 sel dan sel yang terplasmolisis ada 60 sel, sehingga
didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu 34%. Kemudian
dengan pengamatan mikroskop perbesaran yang sama yaitu 100X namun
dengan larutan sukrosa 0.16 M didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea

15
discolor seluruhnya yaitu 136 sel dan jumlah sel yang terplasmolisis yaitu 91
sel, sehingga didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu
sebesar 66.9%. Dengan perbesaran mikroskop yang sama pula (100X), pada
larutan sukrosa 0.18 M didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea discolor
seluruhnya yaitu 210 sel dan jumlah sel yang terplasmolisis yaitu 159 sel,
sehingga didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu sebesar
75.7%. Pada larutan sukrosa sebesar 0.20 M dengan perbesaran mikroskop
yang sama pula (100X), didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea discolor
seluruhnya yaitu 121 sel dan jumlah sel yang terplasmolisis yaitu 83 sel,
sehingga didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu sebesar
68.59%. Dengan perbesaran mikroskop yang sama pula (100X), pada larutan
sukrosa 0.22 M didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea discolor
seluruhnya yaitu 148 sel dan jumlah sel yang terplasmolisis yaitu 120 sel,
sehingga didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu sebesar
81%. Pada larutan sukrosa sebesar 0.24 M dengan perbesaran mikroskop
yang sama pula (100X), didapatkan jumlah sel sayatan daun Rhoea discolor
seluruhnya yaitu 229 sel dan jumlah sel yang terplasmolisis yaitu 226 sel,
sehingga didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu sebesar
98.6%. Dengan perbesaran mikroskop yang sama pula (100X), pada larutan
sukrosa 0.26 M dan 0.28 M didapatkan jumlah prosentase sel yang
terplasmolisis yaitu sama, sebesar 100%. Namun pada larutan sukrosa 0.26 M
sel sayatan daun Rhoea discolor yang terlihat yaitu berjumlah 160 sel dan
yang terplasmolisis ada 160 sel atau seluruhnya sehingga jumlah prosentase
sel yang terplasmolisis yaitu 100%, sedangkan pada konsentrasi larutan
sukrosa 0.28 M, sel sayatan daun Rhoea discolor yang terlihat berjumlah 182
sel dan yang yang terplasmolisis ada 182 sel atau seluruhnya, sehingga
didapatkan jumlah prosentase sel yang terplasmolisis yaitu 100% sel.
Maka jika diurutkan dari larutan sukrosa yang terendah ke tinggi dapat
dihasilkan prosentase yang terplasmolisis berturut-turut yaitu 34%; 66.9%;
75.7%; 68.59%; 81%; 98.6%; 100%; dan 100%. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa prosentase sel yang terplasmolisis mengalami kenaikan,
namun ada penurunan grafik pada konsentrasi larutan sukrosa 0.20 M,

16
dimana pada konsentrasi larutan sukrosa 0.18 M didapatkan prosentase 75.7%
dan pada konsentrasi larutan sukrosa 0.20 M turun menjadi 68.59%. Sehingga
dengan data tersebut, jika kosentrasi larutan sukrosa lebih tinggi maka
cairannya akan semakin pekat dan konsentrasi air pada sayatan daun Rhoea
discolor menjadi rendah sehingga jumlah sel yang terplasmolisis akan
semakin banyak begitu juga sebaliknya.

C. Pembahasan
Berdasarkan dari data Tabel 4.1 dihasilkan grafik sebagai berikut :
Grafik 4.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa (M) terhadap Prosentase
Sel yang Terplasmolisis (%)

Prosentase Sel yang Terplasmolisis


120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26 0.28

Prosentase sel yang terplasmolisis

Berdasarkan Grafik 4.1 diatas, Pada konsentrasi 0,20 M menyebabkan


penurunan grafik yang semula 75.7% menjadi 68.59%. Berdasarkan data
yang diperoleh, pada konsentrasi larutan sukrosa terhadap jumlah sel yang
terplasmolisis hasilnya tidak pasti, sehingga menyebabkan grafik menjadi
berpola naik turun. Konsentrasi yang menyebabkan sel terplasmolisis paling
rendah yaitu pada konsentrasi 0,14 M dengan prosentase hanya 34%,
sedangkan konsentrasi yang paling tinggi 0.28 M prosentase selnya yang
terplasmolisis yaitu 100%.

17
Pada pengamatan praktikkan, konsentrasi yang menyebabkan grafik
menjadi naik turun yaitu pada konsentrasi larutan sukrosa 0,20 M. Hal ini
bertentangan dengan kajian kajian teori menurut (Tjitrosomo, 1987) yang
menyatakan bahwa sel daun Rhoea discolor yang dimasukan kedalam larutan
sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Seharusnya jika menurut
kajian teori grafik yang dihasilkan akan terus naik ke atas tanpa mengalami
penurunan. Namun pada Grafik 4.1 tersebut mengalami penurunan karena
beberapa faktor yaitu pada saat waktu perendaman sayatan daun Rheo
discolor di larutan sukrosa pada konsentrasi 0.20 M terlalu lama sehingga
sebagian banyak selnya yang semula berwarna ungu menjadi berwarna putih,
kemudian kurang telitinya pengamat dalam menghitung jumlah sel sayatan
daun Rhoea discolor yang terplasmolisis dalam lapang pandang, kemudian
kurang tipisnya saat menyayat lapisan epidermis daun Rhoea discolor
sehingga masih terlihat warna kehijauan (klorofil) pada sayatan yang
mengganggu dalam perhitungan jumlah sel dan dikarenakan penggunaan
mikroskop sebesar 100X membuat sel yang terlihat sangat banyak dan kecil
sehingga perlu ketelitian saat menghitung jumlah sel sayatan daun Rhoea
discolor.
Kemudian, dengan menggunakan rumus persamaan (2) pada kajian teori,
dihasilkan data tabel sebagai berikut :
Tabel. 4.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa terhadap Tekanan Osmotik
Konsentrasi Larutan Tekanan
Sukrosa (M) Osmotik (atm)
0.14 3.45
0.16 3.94
0.18 4.43
0.20 4.92
0.22 5.42
0.24 5.91
0.26 6.40
0.28 6.89

18
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Grafik 4.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa (M) terhadap Tekanan
Osmotik (atm)

Tekanan Osmotik
8

0
0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26 0.28

Tekanan Osmotik

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa, semakin tinggi


konsentrasi larutan sukrosa semakin tinggi juga tekanan osmotiknya. Hal
tersebut dapat dilihat dari grafik yang semakin naik tanpa adanya penurunan.
Pengaruh tekanan osmotik terhadap sel yang terplasmolisis yaitu semakin
tinggi tekanan osmotiknya (TO) makan semakin banyak sel yang akan
terplasmolisis. Tekanan osmotik tersebut yang menyebabkan pada
konsentrasi larutan tertinggi yaitu 0.28 M mengalami terplasmolisis
seluruhnya dengan prosentase 100%. Namun, pada percobaan yang telah
dilakukan, jika dibandingkan dengan Grafik 4.1 berbeda. Karena terdapat
penurunan pada Grafik 4.1 yang disebabkan beberapa faktor yang sudah
diuraikan diatas.
Sel epidermis daun Rhoea discolor sebelum dan sesudah diberi cairan
sukrosa berbeda. Sebelum di rendam, nampak sel daun terlihat normal.
Ukuran dan bentuknya sama pada setiap sel. Sel berbentuk segi enam dengan
ukuran satu dengan lainnya relatif sama. Nampak pigmen warna pada sel
daun Rhoea discolor yang normal berwarna ungu. Namun, setelah di rendam
sukrosa, nampak sel daun Rhoea discolor mengalami perubahan. Bentuknya

19
tetap persegi enam, namun dengan ukuran yang telah berbeda dibandingkan
sel normal. Terdapat sel-sel yang mengecil ukurannya serta mengkerut, dan
nampak sel lain yang berukuran lebih besar dibandingkan lainnya. Hal ini
dapat terjadi karena adanya proses osmosis yang terjadi antara sel daun
Rhoea discolor dan lingkungannya yang memiliki kadar zat terlarut tinggi.
Akibatnya air dalam sel keluar dan sel mengalami plasmolisis. Oleh sebab itu,
sel mengalami pengecilan ukuran yang ditandai dengan beberapa sel pada sel
epidermis nampak mengecil dan mengkerut. Selain itu, plasmolisis ditandai
dengan lepasnya membran plasma dari dinding sel akibat sel terlalu banyak
kekurangan air. Sehingga warna ungu pada sel menghilang, dan sel nampak
berwarna bening. Bentuk selnya persegi enam, namun dengan sisi-sisi yang
tidak simetris lagi.
Menurut (Salisbury, 1991) bahwa larutan yang di dalamnya terdapat
sekumpulan sel dimana 50% berplasmolisis dan 50% tidak berplasmolisis
disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis ini terjadi apabila sel berada dalam
keadaan tanpa tekanan. Namun, pada data praktikum yang dilakukan tidak
terdapat sel yang tepat terplasmolisis 50%, hal tersebut dikarenakan faktor
faktor pada saat waktu perendaman sayatan daun Rhoea discolor di larutan
sukrosa terlalu lama atau sebaliknya sehingga sebagian banyak selnya yang
semula berwarna ungu menjadi berwarna putih atau sebaliknya, jadi daun
tersebut tidak mengalami isotonik.

D. Diskusi
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai
potensial osmotik cairan sel daun Rhoea discolor yaitu :
Tabel. 4.3 Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa terhadap Tekanan Osmotik
Konsentrasi Larutan Tekanan
Sukrosa (M) Osmotik (atm)
0.14 3.45
0.16 3.94
0.18 4.43
0.20 4.92

20
0.22 5.42
0.24 5.91
0.26 6.40
0.28 6.89
Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat grafik pengaruh konsentrasi larutan
sukrosa terhadap nilai tekanan osmotik cairan sel daun Rhoea discolor.
Apabila semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, maka akan semakin
tinggi pula tekanan osmotiknya Perhitungan nilai potensial osmotik cairan sel
daun Rhoea discolor dapat dilihat pada lampiran perhitungan.
Plasmolisis adalah kondisi dimana suatu sel tumbuhan diletakkan dalam
larutan sukrosa dengan konsentrasi yang hipertonik, akibatnya cairan yang
ada di dalam sel keluar dari sel sehingga tekanan sel akan terus berkembang
sampai suatu titik dimana membran sel akan terlepas dari dinding sel. Apabila
suatu sel tumbuhan diletakkan di dalam suatu larutan yang konsentrasiya
lebih tinggi daripada di dalam sel, maka air akan meninggalkan sel sehingga
volume isi sel berkurang. Karena dinding sel memiliki sifat permeabel, maka
ruang antar membran dan dinding sel akan diisi oleh larutan dari luar.
Peristiwa ini berlangsung sampai konsentrasi di dalam dan di luar sel
seimbang atau sama besar. Akibat peristiwa tersebut, maka protoplasma yang
kehilangan air akan menyusut volumenya dan akhirnya terlepas dari dinding
sel. Peristiwa tersebut dinamakan plasmolisis.

21
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Plasmolisis yaitu proses berpindahnya molekul air dari dalam sel menuju
ke luar sel yang pada praktikum ini molekul air berpindah dari sel daun
Rhoea discolor menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan membran
sel kehilangan air, volumenya menyusut (sel menjadi mengkerut) dan
akhirnya membran sel akan terlepas dari dinding sel. Semakin tinggi
konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan untuk merendam sayatan daun
Rhoea discolor, maka akan semakin banyak pula sel yang terplasmolisis.
Pengaruh tekanan osmotik terhadap sel yang terplasmolisis yaitu semakin
banyak sel yang terplasmolisis maka nilai tekanan osmotiknya (TO) akan
semakin tinggi pula. Tekanan osmotik tersebut yang menyebabkan pada
konsentrasi larutan sukrosa tertentu, sel daun Rhoea discolor dapat
mengalami plasmolisis.

B. Saran
Adapun saran untuk praktikum ini kedepannya yaitu :
1. Praktikan supaya lebih memperhatikan waktu pada saat perendaman,
karena apabila terjadi perbedaan lama waktu perendaman dapat
menyebabkan data yang diperoleh tidak akurat.
2. Praktikan pada saat menyayat daun Rhoea discolor jangan terlalu tipis,
supaya masih terlihat sel yang berwarna ungu pada mikroskop.
3. Praktikan sebaiknya memilih daun Rhoea discolor yang bagian
bawahnya masih berwarna ungu gelap.

22
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga.


Campbell. 2010. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Kimball, J. W. 1992. Biologi Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Biologi Tumbuhan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Meyer, Bernard S, Donald B, Anderson. 1952. Plant Phisiology. New York : D.
Van Nostrand Company.
Pratiwi, D.A. 2004. Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga.
Salisbury, F.B. & C.W. Ross. 1991. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Tim Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. 2018. Penuntun Praktikum Anatomi dan
Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Tjahjadarmawan, Januar dan Baharsjah, Justika. 2013. Dasar-Dasar Ilmu
Fisiologi Tanaman. IPB Bogor : SITC.
Tjitrosomo, Siti Sutarmi. 1987. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa.
Trihandaru S. 2012. Pemodelan dan Pengukuran Difusi Larutan Gula dengan
Lintasan Cahaya Laser. Yogyakarta : Prosiding Pertemuan Ilmiah
XXVI HFI Jateng & DIY.
Yahya. 2015. Perbedaan Tingkat Laju Osmosis antara Umbi Solonum
Tuberostum dan Doucus carota. Jurnal Biologi Education, Volume 4.

23

Anda mungkin juga menyukai