A. PENDAHULUAN
Berbicara masalah Public Management atau manajemen publik seringkali tidak
terlepas dari skup keilmuan yang lebih besar yang menaunginya yaitu Administrasi.
Meskipun manajem publik bukan administratif. Banyak para pakar administrasi
mengemukakan pengertian tentang definisi administrasi, seperti yang dikemukakan
J. M. Pfiffner dalam Darmanto (2014) bahwa administrasi diartikan sebagai
pengorganisasian dan pengerahan sumber-sumber manusia dan material untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Definisi yang hampir sama juga
dikemukakan oleh W. H. Newman dalam Mirrian Sjofjan (2014) yang mengartikan
administrasi sebagai pengarahan, kepemimpinan dan pengendalian usaha
sekelompok individu dalam rangka pencapaian tujuan bersama.
Berdasarkan kedua definisi administrasi yang dikemukakan dapat diambil
benang merahnya bahwa peran administrasi yaitu mengelola, memimpin,
mengarahkan semua kegiatan manusia dalam rangka mencapai tujuan bersama,
sehingga administrasi memiliki hampir memiliki makna yang identik dengan
manajemen. Akan tetapi ada juga yang membedakannya seperti yang dikemukakan
Mc Farland dalam Handayaningrat (2002) yang membedakan antara definisi
administrasi dengan manajemen. Dimana administrasi dianggap berperan dalam
menentukan tujuan pokok kebijakan-kebijakan, sedangkan manajemen dianggap
lebth berperan dalam melaksanakan tujuan dan kebijakan tersebut secara berhasil.
C. MANAJEMEN PUBLIK
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa manajemen publik tidak
akan melepaskan dari administrasi, meskipun manajemen publik bukan administrasi
tetapi manajemen publik merupakan salah satu dari delapan sub yang dimiliki
administrasi publik, antara lain: kebijakan publik, birokrasi publik, kepemimpinan,
pelayanan publik, kepegawaian negara kinerja, etika administrasi publik dan
Manajemen Publik.
Landasan berfikir manajemen publik berkiblat pada karangan yang dihasilkan
oleh Wilson. Intinya mengemukakan pemikiran tentang organisasi pemerintahan,
yaitu:
1. Pemerintahan yang dijalankannya dijalankan seperti menjalankan perusahaan
2. Kualitas personel dalam organisasi pemerintahan haruslah ditingkatkan
3. Mengembangkan organisasi metode/sistem uep pemerintahannya.
Sedangkan manajemen publik itu sendiri diartikan oleh Wankle dan Stoner,
dalam Rohman (2017) sebagai Proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh
sumberdaya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Oleh karenanya menurut Islamy dalam Ullum (2016) doktrin utama
dalam manajemen publik adalah:
1. Fokus utamanya pada aktifitas manajemen, penilaian kinerja dan efisiensi
2. Memecah birokrasi publik kedalam unit-unit dibawah yang terkait langsung
dengan pemakai pelayanan
3. Pemanfaatan “erzast market” dan “kontrak kerja” untuk menggalakkan
persaingan
4. Pengurangan anggaran pemerintahi
5. Penggunaan gaya manajemen yang lebih menekankan pada sasaran akhir,
kontrak jangka pendek, insentif anggaran, dan kebebasan melaksanakan
manajemen
Disamping itu dapat dikenali pula karakteristik utama dalam Manajemen
Publik, antara lain:
1. Manajemen publik lebih banyak terkait dengan tugas-tugas operasional
pemerintahan daripada perumusan kebijakan
2. Manajemen publik lebih berkonsentrasi pada upaya mencapai tujuan daripada
berkutat dengan proses dan prosedur
3. Manajemen publik lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
pelanggan daripada kebutuhan birokrasi
4. Manajemen publik menghindarkan diri memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat sesuai dari berperan dengan peran utamanya memberikan arahan
saja atau pemberdayaan kepada masyarakat.
5. Manajemen publik mengubah diri dari budaya birokrasi ke budaya wirausaha.
D. PARADIGMA MANAJEMEN
Manajemen klasik yang menganut prinsip manajemen Universal POSDCORB
Luther Gullick & Lundall Urwick dalam Islamy (2003) telah menuai berbagai
kritikan baik dari secara teoritis maupun secara praktis, dimana manajemen klasik
dikenal kaku, hierarkis dan birokratis telah memuncul berbagai pandangan yang
tidak lagi mendukung penggunaan pola manajemen ini pada organisasi, karena tidak
sesuai lagi dengan situs publik.
Berbagai kritikan seperti:
1. Semakin membesarnya anggaran pemerintah
2. Rendahnya kualitas kinerja pemerintah yang bersifat konfliktif terhadap
perubahan
3. Adanya nilai paradigma pemerintahan
4. Adanya tekanan yang kuat atas peran sektor publik
5. Terjadinya perubahan teori ekonomi
6. Adanya pengaruh globalisasi terhadap sektor publik.
Christopher Hood (1991) Michael Barzelay (1992) Osborne & Gaebler (1992) OECD (1991; 1996)
Manajemen profesional Pergeseran dari kepentingan Pemerintahan katalis: Fokus yang lebih besar
di sektor publik publik menjadi fokus pada fokus pada pemberian terhadap hasil
hasil dan kualitas citizen's pengarahan bukan produksi (efisiensi, efektifitas,
value pelayanan publik dan kualitas pelayanan)
Adanya standar kinerja Pergeseran dari efisiensi Pemerintah milik Dari struktur organisasi
dan ukuran kinerja menjadi fokus pada masyarakat: hierarkis-sentralistis
kualitas dan value memberdaayakan menjadi desentralisasi
masyarakat daripada
melayani
Penekanan yang lebih besar Pergeseran dari Pemerintah kompetitif: Fleksibilitas untuk mencari
terhadap pengendalian pengadministrasian menjadi menyuntikan semangat alternatif penyediaan
output dan outcome fokus pada memproduksi kompetisi dalam pemberian pelayanan publik yang
pelayanan publik lebih tinggi efektifitas
biayanya
Pemecah unit-unit kerja di Pergeseran dari pengendalian Pemerintah yang digerakkan Fokus terhadap efisiensi
sektor publik, menciptakan menjadi fokus pada oleh misi: mengubah pelayanan termasuk penetapan
saingan di sektor publik keunggulan taat pada aturan organisasi yang digerakkan target kinerja dan penciptaan
(norma) oleh peraturan menjadi persaingan dalam sektor
organisasi yang digerakkan publik
oleh misi
Menciptakan persaingan Pergeseran dari penentuan Pemerintah yang berorientasi
disektor publik fungsi otoritas dan struktur hasil: membiayai hasil bukan
menjadi fokus pada misis masukan
pelayanan pelanggan dan
outcomes
Kelima proposisi tersebut diatas walaupun mempunyai nilai dan arti yang
cukup tinggi namun untuk bisa diterapkan secara efektif masih perlu diuji/dites
tingkat signifikansinya.
K. RANGKUMAN
1. Manajemen Publik adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan
seluruh sumberdaya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
2. Ciri-ciri New Public Management, yaitu: a) Memfokuskan aktivitasnya, b)
Melihat administrasi publik (birokrasi) pada segi kinerja (performance
appraisal) dan efisiensi, c) Pemecahan birokrasi publik menjadi badan-badan
kecil, d) Menggunakan landasan pasar (quasi market), e) Adanya pemangkasan
ekonomi biaya tinggi, f) Gaya manajemen yang berorientasi pada output
3. Komponen utama New Public Management, yaitu: a) Manajemen profesional di
sektor publik, b) Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja, c) Penekanan yang
lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome, d) Pemecahan unit-unit
kerja di sektor publik, e) Menciptakan persaingan di sektor publik, f)
Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik, dan g)
Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar
4. 7 karakteristik utama NPS, yaitu: a) Membantu masyarakat, B) Mengenali
kebutuhan dari masyarakatnya, c) Berpikir strategis, d) Public perspective
sebagai tujuan utama, e) Keterbukaan informasi, f) Pengembangan karier, g)
Kesejahteraan masyarakat
5. Prinsip NPS, yaitu: a) Melayani warga negara, b) Mengutamakan kepentingan
publik, c) Kewarganegaraan lebih berharga, d) Berpikir strategis, e)
Akuntabilitas bukan hal sederhana, f) Melayani ketimbang mengarahkan, dan g)
Menghargai manusia
M. DAFTAR PUSTAKA
Darmanto. 2014. Pengantar Ilmu Administrasi. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
Denhardt, R.B. & J.V. Denhardt, 2003. The New Public Service. Public
Administration Review, Vol 60, No. 6.
Ginting, S, M. 2016. Menuju Good Governance Dalam Pelaksanaan Rekomendasi
Ombudsman Republik Indonesia. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Lamangida, M. 2018. Manajemen Aset Publik Studi Pengelolaan Danau Limboto Di
Kabupaten Gorontalo. Disertasi. Universitas Negeri Makassar.
Mahmudi. 2003. New Public Management (NPM): Pendekatan Baru Manajemen
Sektor Publik. Jurnal Sinergi, Vol. 6 No. 1.
Rohman. 2017. Dasar-Dasar Manajemen. Malang: Inteligensia Media.
Said, A. L. 2018. Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Governance.
Yogyakarta: Deepublish.
Sjofjan, M. 2014. Hubungan Antara Administrasi, Organisasi, dan Manajemen.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Syafiie, I. K. 2010. Ilmu administrasi publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tahir, A. 2014. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. Bandung: Alfabeta.
Ullum, D. M. 2016. Teori Administrasi Negara Manajemen Publik. Makalah.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya.
Minogue, M., Polidano, C. & Hulme, D. 2000. Beyond the New Public Management:
Changing Ideas and Practices in Governance. Edward Elgar, Cheltenham,
UK, OECD. Business Sector Advisory Group on Corporate Governance.
Soewarno Handayaningrat. 2002. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta : Haji Mas Agung.
MODUL 2
Manajemen Publik Pada Era Digital
BAB 2
MANAJEMEN PUBLIK PADA ERA DIGITAL
A. PENDAHULUAN
Salah satu bentuk perubahan yang paling nyata adalah lingkungan globalisasi.
Interaksi antarindividu, antarkomunitas, hingga antarbangsa terjadi dengan cepat.
Dunia terhubunghanya disekat oleh batas maya. Perubahan selalu memberikan tanda
nyata dan memiliki jejak dalam kehidupan manusia. Perubahan dalam fase
kehidupan manusia ditandai banyak hal, salah satunya adalah revolusi digital dan era
dirupsi teknologi yang saat ini populer dengan istilah Revolusi Industri 4.0 (RIN.4.0)
yang memiliki karakteristik unik yakni mengaplikasikan artificial intelligence dalam
aktivitas organisasional.
RIN.4.0 diprediksi para pakar akan menjadi era yang dapat menentukan hidup
matinya atau maju mundur-mudurnya suatu organisasi termasuk organisasi
pemerintah/negara. Bola salju yang sudah menggelinding, menunjukkan beberapa
organisasi bisnis telah terlindas dan beberapa negara mengalami goncangan yang
memunculkan berbagai permasalahan yang serius. Bahkan jika tidak berhati-hati
beberapa negara sudah masuk sebagai “negara yang gagal”. Bola salju tersebut akan
semakin membesar seiring dengan temuan-temuan baru dalam bidang teknologi
informasi. Bagi organisasi termasuk organisasi pemerintah yang cerdas dan cepat
melakukan perubahan dan mampu memanfaatkan peluang-peluang RIN.4.0 akan
memiliki daya saing yang tinggi, sebaliknya jika tidak maka akan menjadi korban.
Oleh karena itu, setiap organisasi utamanya pemerintah seharusnya segera
tanggap terhadap berbagai faktor lingkungan yang baik langsung maupun tidak
memengaruhinya. Para akademisi dan praktisi administrasi publik harus segera
melakukan berbagai upaya, sebab RIN.4.0 bukan hanya ranah industri semata tetapi
pengaruhnya telah memasuki semua kehidupan termasuk organisasi pemerintah.
Para pemikir awal administrasi publik (Weber, Fayol, Taylor, dan diikuti pakar lain
termasuk Fred Riggs) berdasarkan kajian dan pemikirannya mengemukakan
pentingnnya teknologi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi praktik
administrasi publik. Para pakar administrasi publik membuktikan melalui penelitian
bahwa teknologi informasi sebagai salah satu anak kandung revolusi industri, mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi serta meningkatkan mutu
pelayanan publik.
Baur dan Wee (2015) memetakan RIN.4.0 dengan istilah Compas digital, yakni
komponen tenaga kerja (labor), harus memenuhi persyaratan, yakni memiliki
kemampuan kolaborasi manusia dengan robot, kontrol dan kendali jarak jauh,
manajemen kinerja digital, dan otomatisasi pengetahuan kerja. Demikian pula pada
komponen lainnya digunakan sebagai instrumen implementasi RIN.4.0. Revolusi
digitaldan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari RIN.4.0. Disebut revolusi
digital karena terjadinya penyebaran secara cepat (proliferasi) komputer dan
otomatisasipencatatan di semua bidangakan membuat pergerakan dunia industri dan
persaingan kerja menjadi tidak linear. RIN.4.0 dikatakan era disrupsi teknologi
karena otomatisasi dan konektivitas.
Pengertian mengenai Industri 4.0 itu sebagaimana tersebut di atas sendiri
beragam. Hal ini disebabkan karena Industri 4.0 masih dalam tahap penelitian dan
pengembangan. Menurut Angela Merkel (2014), Industri 4.0 adalah transformasi
komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan
teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. German Trade and
Invest dalam MacDougall (2014) menjelaskan lebih detail bahwa
“Smart industry or Industry 4.0 refers to the technological evolution from
embedded systems to cyber-physical system. Industry 4.0 represents the coming
fourth industrial revolution on the way to an Internet of Things, Data and
Services. Decentralized intelligence helps create intelligent object networking
and independent process management, with the interaction of the real and
virtual worlds representing a crucial new aspect of the manufacturing and
production process”.
Berdasar penjelasan tersebut, dapat disimpulkan ada beberapa teknologi yang
menjadi penopang RIN.4.0. Teknologi tersebut adalah Cyber-Physical System,
Internet dan Jaringan, Data and Services serta teknologi manufaktur. Penjelasan yang
lebih mudah dipahami mungkin dapat mengacu pada pendapat Federasi Industri
Jerman/BDI (2016) yang menjelaskan bahwa Industri 4.0 memiliki sifat sebagai
berikut.
1. Social Machines. Mesin-mesin yang canggih saling berinteraksi seperti layaknya
manusia dengan media sosial online. Mesin-mesin bekerja sama dan
mengorganisasi diri mereka untuk mengatur proses produksi sesuai jadwal.
Bahkan, mereka mampu memprediksi secara dini jika ada kemungkinan masalah
sehingga dapat segera ditangani (Lee dkk, 2013). Hal ini mengakibatkan proses
produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, mereka juga terhubung
secara real time dengan sistem IT di perusahaan sehingga dapat berkomunikasi
dengan bagian maintenance, penjualan, R & D atau bagian yang lainnya.
2. Global Facility dan Virtual Production. Mesin-mesin perusahaan terhubung ke
sistem penyedia dan pelanggan. Jika terjadi perubahan maka mereka akan
langsung mencari solusi yang optimal dan bertindak secara independen
(misalkan jika penyedia tidak bisa mengirim material). Operator dapat
menggunakan teknologi virtual (augmented reality) untuk mengawasi dan
mengendalikan jalannya proses produksi. Kondisi ini memungkinkan
pengendalian produksi dapat dilakukan pada jarak jauh sehingga pekerja lebih
leluasa. Sebagai tambahan, simulasi virtual juga dapat membantu tenaga ahli
perusahaan untuk mengoptimasi proses produksi secara real time.
3. Smart Products. Tiap produk yang dihasilkan menyimpan data (operasi, status,
material, asal penyedia, konsumen, dsb) dalam bentuk RFID chips. Melalui
teknologi ini, produk yang belum jadi mampu memberitahu mesin apa yang
harus dilakukanuntuk memprosesnya. Bahkan,pelanggan dapat terlibat untuk
memantau proses produksinya.
4. Smart Services. Produk yang telah dipasarkan dan berada di tangan konsumen
masih tetap mampu mengumpulkan dan mengirim data terkait perilaku
penggunaan produk tersebut. Selanjutnya, data yang terkumpul akan dianalisis
oleh produsen. Produsen akan melakukan perbaikan dan pengembangan produk
sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan.
Walaupun tantangan RIN 4.0 lebih bernuansa di sektor bisnis, namun oleh
karena dalam good governance tiga aktor yakni pemerintah/negara, dunia bisnis, dan
masyarakat merupakan suatu sistem dalam penyelenggarana pemerintahan negara
maka apa yang dialami dunia bisnis baik langsung maupun tidak juga memengari
pemerintah/negara maupun masyarakat. Dengan kata lain, RIN.4.0 merupakan faktor
ekologis administrasi publik yang harus diperhitungkan secara cermat.
Ulasan di atas menunjukkan bahwa pengaruh Revolusi Industri 4.0 telah
mengubah konfigurasi kelimuan administrasi publik yang semula serba manual dan
bahkan serba negara, yang menuntut perubahan mendasar yakni pelibatan secara
penuh antara pemerintah/Negara, dunia usaha, dan masyarakat yang berbasis
teknologi informasi atau penerapan e-government. Walaupun ada sejumalah kendal
namun manfaat sangat banyak dalam penerapan e-government utamanya di bidang
pelayanan publik. Pengalaman beberapa Negara yang telah menerapkan e-goverment
telah berpengaruh terhadap tingkat daya saing bangsa. Jika tidak segera dilakukan
maka daya saing suatu bangsa dalam hal ini bangsa Indonesia akan semakin
menurun.
Semua kemampuan dan proyeksi diatas tidak lepas dari dasar kemampuan dan
kemauan yang kuat dari pemerintah sekarang ini. Secara logis selaras dengan adanya
kematangan dalam penguatan ekonomi berkesinambungan yang baik dalam
penerapan e-government masa revolusi industri 4.0 kontemporer ini di Indonesia,
sehingga kedepan akan tercipta checks and balances di semua struktur.
F. RANGKUMAN
1. Revolusi Industri 4.0 (RIN.4.0) adalah suatu istilah yang berasal dari sebuah
proyek pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur
dan hadir menggantikan industri revolusi industri 3.0 ditandai dengan Cyber
Physical System (CPS) dan kolaborasi manufaktur
2. Beberapa tantangan Indonesia, yaitu: a) Ketidaksiapan pemerintah, b)
Keengganan untuk berubah, c) Ketidakstabilan dunia bisnis, d) Hilangnya
banyak pekerjaan, d) Isu keamanan, dan e) Munculnya fenomena “robotisasi”
kemanusiaan
3. Masalah administrasi publik dalam menghadapi revolusi industry 4.0 yaitu: a)
Masih minimnya peraturan, b) Belum ada tradisi saling berbagai informasi, c)
No culture documenting, d) SDM yang profesional di bidang IT, e) Infrastruktur
yang belum memadai, dan f) Akses yang terbatas
4. Strategi untuk penerapan pelayanan publik di era Revolusi Industri 4.0, yaitu: a)
Penerapan Sistem Satu Data, b) Penggunaan Model Penerimaan Teknologi, c)
Strategi Whole of Government, d) Pelaksanaan Pengaturan Kerja Fleksibel, dan
e) Optimasi Peran Sekolah Vokasi
5. Beberapa rumusan terbaik proyeksi e-government terhadap perkembangan
revolusi industri 4.0, yaitu: a) Tatanan regulasi hukum, b) Pemerintah
meningkatkan pendidikan, c) Infrastuktur dan ketersediaan media, d)
Pembentukan karakter, e) Merubah mindset aparatur, f) Revolusi industri 4.0
berbasis revolusi moral, g) Menciptakan Intrepreneurial Leadership, h)
Diperkuatnya pendidikan agama
H. DAFTAR PUSTAKA
Australian Public Service Commission. 2004. Connecting Government: Whole of
Government Responses to Australia’s Priority Challenges. Canberra:
Commonwealth of Australia.
Davies, R. 2015. Industry 4.0 Digitalisation for productivity and growth. European
Parliamentary Research Service.
Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. 2003. The New Public Service: Serving Not
Steering. New York: M.E Sharpe.
Federasi Industri Jerman. 2016. What is Industry 4.0?
http://english.bdi.eu/article/news/what-is-industry40/.
From, J., Lindstrom, V., Stahre, J., Winroth, M. 2008. Levels of Automation in
Manufacturing. Ergonomia International Journal of Ergonomics and Human
Factors, Vol. 30, Issue 3.
Fryer, KJ., Antony, J., Douglas, A. 2007. Critical Success Factors of Continuous
Improvement in The Public Sector: A literature review and some key findings.
The TQM Magazine. Vol. 19, No. 5, pp. 497-517.
Glienmourinsie, D. 2016. Industri Nasional Harus Siap Hadapi Era Industri 4.0.
https://ekbis.sindonews.com/read/1141743/34/industri-nasional-harus-siap-
hadapi-eraindustri-40-1474630359.
Hayden, E., Assante, M., Conway, T. 2014. An Abbreviated History of Automation
&Industrial Controls Systems and Cybersecurity.
https://ics.sans.org/media/An-Abbreviated-History-of-Automation-andICS-
Cybersecurity.pdf.
Hianusa, K. 2019. Kompas.com. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://kompas.id/baca/utama/2019/09/25/mckinsey-2030-23-juta-pekerjaan-
hilangnamun-akan-muncul-46-juta-pekerjaan-baru/
https://ekbis.sindonews.com/read/1141743/34/industri-nasional-harus-siap-hadapi-
era-industri-40- 1474630359, Diakses pada 9 Maret 2017.
Indrajit, R. E. 2006. Electronic Government: Konsep Pelayanan Publik Berbasis
Internet dan Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kemenperindag. 2018. Making Indonesia 4.0. Jakarta: Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia.
Mahsyar, A. 2011. Masalah Pelayanan Publik di Indonesia dalam Perspektif
Pelayanan Publik. Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol 1, Nomor 2. 81-
90.
Rahardjo, B. 2001. Membangun E-Government. Bandung: Institut Teknologi
Bandung Press.
Rahayu, N. 2019. Mengenal Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0. Warta Ekonomi.
https://www.wartaekonomi.co.id/read226785/mengenal-revolusi-industri-
dari-10-hingga-40
Yappika. 2011. Yappika-Action Aid. Diambil kembali dari
https://yappikaactionaid.or.id/potret-besar-buruknya-pelayanan-publik-di-
indonesia/.
World Bank. 2011. Electronic Government Procurement: Mexico's Compranet Pilot
Project. Washington: World Bank.