Anda di halaman 1dari 10

Step 7

1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan kondisi pasien?


Usia semakin bertambah  akumulasi lemak berlebih  metabolisme tubuh melambat
Wanita lebih beresiko mengalami obesitas karena akan mengalami menopause, sehingga hormone
tiroid menurun yang kerjanya berlawanan dengan berat badan. Hormone tiroid turun  BB meningkat
Esterogen dan progesterone  metabolisme? GI track?
bahan dasarnya dari kolestrol  karena sudah menopause, esterogen dan progesterone menurun 
deposit kolesterol meningkat

2. Mengapa terjadi pusing dan kepala berat pada scenario?


Pasien mengalami obesitas  lemak di pembuluh darah banyak  terjadi sumbatan  darah yang
mengalir terhambat  ateroskeloris, penumpukan LDL di dinding vaskuler suplai oksigen berkurang
 memacu jantung memompa Darah lebih cepat  tekanan darah naik  hipertensi  kerusakan
struktur endotel pembuluh darah ke otak  agregasi trombosit  melepas serotonin dan adrenergic
berlebih  vasokrontriksi pembuluh darah menuju otak menstimulasi nervus trigeminal 
mempengaruhi kemoreseptor pusing, penyakit jantung coroner
Nervus trigeminal  sensasi nyeri di wajah
Apakah pasien obesitas selalu merasa pusing, TTH?
3. Bagaimana hubungan pola makan dengan keluhan pasien?
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang
dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses
pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau
keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001). Deddy Muchtadi (2001); Jansen Silalahi dan Netty
Hutagalung (200 ), menyebutkan bahwa serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak
dapat dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Lebih lanjut Trowell et al. (1985); Anik
Herminingsih (2010); mendefiniskan serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak
terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin,
oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin.
beberapa manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu :
1) Mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas)
Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai
kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan.
Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian
serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk
mengkonsumsi makanan lebih banyak.Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi
biasanya mengandung kalori rendah,kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu
mengurangi terjadinya obesitas.
2) Penanggulangan Penyakit Diabetes
Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan
glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga
daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol.
3) Mencegah Gangguan Gastrointestinal
Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses
menhasilkan feces yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah
feces dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik
dan sehat.
4) Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar)
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan
senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama. Beberapa
hipotesis dikemukakan mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar
yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus
lebih pendek, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak
terbentuk, serat panganbersifat mengikat air sehingga konsentrasisenyawa karsinogen menjadi
lebih rendah.
5) Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler
Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat
kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat
garam empedu (produk akhirkolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan
demikian serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga
akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovalkuler.

Kesimpulan:
Intake sayur   serat   pengosongan lambung   cepat lapar  polifagi (banyak makan)
Sumber: SERAT PANGAN (DIETARY FIBER) DAN MANFAATNYABAGI KESEHATAN Oleh :
Ir. Agus Santoso, MP.,halaman 36-39,Magistra No. 75 Th. XXIII Maret 2011 35 ISSN 0215-9511

Hubungan pektin dengan lemak


4. Bagaimana hubungan hormone dengan obesitas?
Neurohormonal
- Sistem perifer atau aferen menghasilkan isyarat dari berbagai tempat.
Komponen utama adalah
 Leptin yang di produksi oleh sel lemak
Sel adipose meningkat  merangsang pembentukan leptin  leptin menuju hipotalamus 
stimulasi saraf POMC/CART dan hambat saraf NPY/AgRP  pengurangan asupan makan
dan peningkatan penggunaan energi
 Insulin dari pancreas
 Ghrelin dari lambung, satu2nya yg meningkatkan asupan makan
Stimulasi saraf NPY/AgRP  peningkatan asupan makan dan penurunan penggunaan energy
KADAR GHRELIN NORMAL: naik sebelum makan dan turun 4 sampai 2 jam sesudahnya,
tetapi penurunan ini berkurang pada orang yang mengalami obesitas.
 Peptida YY dari ileum dan kolon  dilepaskan pada postprandial oleh sel endokrin di ileum
dan kolon  merangsang saraf POMC/ CART di hipotalamus mengurangi asupan
makanan.
 - Kolestokinin (CCK) mencegah makan berlebihan di saat makan.
Masuknya lemak dan protein ke dalam duodenum  masuk ke dalam darah dan bekerja
sebagai hormon untuk memengaruhi beberapa fungsi gastrointestinal seperti kontraksi
kandung empedu, pengosongan lambung, motilitas usus, dan sekresi asam
CCK juga mengaktifkan reseptor pada saraf sensoris
lokal di duodenum, mengirim pesan kepada otak
melalui nervus vagus yang berkontribusi terhadap rasa
kenyang dan berhenti makan. Efek CCK bersifat
singkat
- Sistem eferen, yang terdiri atas saraf hipotalamik, diatur oleh
nukleus arkuatus.
 Saraf POMC/ CART mengaktifkan saraf eferen 
meningkatkan pengeluaran energi dan turunnya
berat badan
 Saraf NPY/ AgRP mengaktifkan saraf eferen 
meningkatkan asupan makanan dan menambah
berat badan.

Isyarat yang ditransmisikan oleh saraf eferen juga berkomunikasi


dengan pusat di otak depan (forebrain) dan otak tengah (midbrain), yang mengendalikan sistem saraf
autonom.
- Nukleus arkuatus
= di hipotalamus sebagai tempat berkumpulnya sejumlah besar saraf dan sinyal perifer yang yang
berproses dan berintregasi menghasilkan isyarat baru, yang ditransmisikan oleh
(1) neuron POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated
transcript) yang memproduksi anoreksigenik yang menghambat rasa lapar
Neuron POMC melepaskan α -MSH, yang bekerja pada reseptor melanokortin yang terutama
ditemukan di neuron nukleus paraventrikular.
Aktivasi MCR-3, dan MCR-4 akan mengurangi asupan makanan dan pada saat yang sama juga akan
meningkatkan pengeluaran energi (aktivasi jaras saraf yang berjalan dari nukleus paraventrikel ke
nukleus traktus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis)
(2) neuron NPY (neuropeptide Y) dan AgRP (agouti-related peptide) yang memproduksi zat
oreksigenik yang menstimulasi rasa lapar
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta,2008

Pathogenesis obesitas?
5. Apa hubungan pekerjaan dengan keluhan pasien?
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh
aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi
massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas,
peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energy melebihi asupan
makanan, yang berimbas penurunan berat badan
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran
energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum; 2)Jangka
metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua factor tersebut metabolisme basal
memiliki tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik
hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi
orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting.
Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolism 13 basal tubuhnya.
Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat,
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta,2008

6. Apa hubungan kebiasaan kurang olahraga dengan keluhan pasien?


Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori
yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal.
obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya
olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang
tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat
membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme
normal .
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta,2008
Olahraga juga bermanfaat untuk mengatasi kedua jenis diabetes melitus, karena otot yang aktif tidak
dependen insulin. Otot yang aktif akan menyerap dan menggunakan sebagian dari kelebihan glukosa
dalam darah, mengurangi kebutuhan insulin secara keseluruhan. Apabila olahraga   sel-sel otot
rangka membutuhkan insulin untuk menyerap glukosa   sedangkan terjadi resistensi insulin 
lemak, glukosa, protein tidak dimobilisasi dengan baik ke sel-sel tubuh  terjadi penumpukan di satu
tempat  kegemukan (obesitas)
Sumber:
- Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood , 2011, Jakarta:EGC, halaman 782-783, 786
- Guyton dan Hall buku ajar fisiologi kedokteran. Front Cover. John Edward Hall, Arthur C. Guyton.
2014 - Human physiology, Jakarta:EGC, halaman 1025
eori ‘set point’

Proses pemecahan lemak saat olahraga


Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui proses pemecahan simpanan lemak yang
terdapat di dalam tubuh yaitu trigeliserida. Trigeliserida di dalam tubuh ini akan tersimpan di dalam
jaringan adipose (adipose tissue) serta di dalam sel-sel otot (intramuscular triglycerides). Melalui
proses yang dinamakan lipolisis, trigeliserida yang tersimpan ini akan dikonversi menjadi asam lemak
(fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini, untuk setiap 1 molekul trigeliserida akan terbentuk 3 molekul
asam lemak dan 1 molekul gliserol . Kedua molekul yang dihasilkan melalu proses ini kemudian akan
mengalami jalur metabolisme yang berbeda di dalam tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk ke
dalam siklus metabolisme untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam
lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unitunit kecil melalui proses yang dinamakan ß-oksidasi
untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam mitokondria sel Proses ß-oksidasi berjalan
dengan kehadiran oksigen serta membutuhkan adanya karbohidrat untuk menyempurnakan
pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak yang pada umumnya berbentuk rantai panjang
yang terdiri dari ± 16 atom karbon akan dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2 atom
karbon. Tiap unit 2 atom karbon yang terbentuk ini kemudian dapat mengikat kepada 1 molekul KoA
untuk membentuk asetil KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan masuk ke dalam
siklus asam sitrat dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA
yang dihasil melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen.
7. Bagaimana hubungan ibu yang meninggal karena penyakit jantung dengan keluhan pasien?
8. Apa diagnosis berdasar IMT, lingkar perut, dan kadar lipid dari scenario?
Kriteria asia pasifik

Sumber: Pola Makan dan Obesitas, Toto Sudargo dkk, UGM Press, 2014, halaman 9

Sumber: Studi Deskriptif: Persepsi dan Perilaku Makan Buah dan Sayuran pada Anak Obesitas dan
Orang Tua Yessica Dewi Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013),halaman 2-3
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. / TB-100 -10%(TB-100)
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
 BB Kurang < 18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0
- Dengan risiko 23,0-24,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Sumber: PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2011, halaman 17

Kriteria Obesitas sentral?


Penilaian obesitas sentral dapat dilakukan dengan mengukur lingkar pinggang atau rasio lingkar
pinggang-panggul. Menurut WHO, pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur titik
tengah antara bagian atas puncak tulang panggul dengan tulang rusuk terakhir, sedangkan lingkar
pinggul diukur pada lingkaran pinggul terbesar (WHO, 2008). Pengukuran lingkar pinggang-pinggul
dihitung dengan 13 membagi ukuran lingkar pinggang dengan lingkar pinggul (Sunarti dan Maryani,
2013). Laki-laki dikatakan obesitas sentral apabila memiliki Lingkar Pinggang (LP) >90 cm dan
perempuan yang memiliki Lingkar Pinggang (LP) >80 cm (WHO, 2008). Selain itu Rasio Lingkar
Pinggang-Pinggul (RLPP) >0,85 untuk perempuan dan RLPP >0,90 untuk laki-laki (WHO, 2008).
Pengukuran lingkar pinggang dapat menggambarkan penimbunan lemak dalam tubuh (Sunarti dan
Maryani, 2013). Hal ini dikarenakan lingkar pinggang baik pada laki-laki maupun perempuan
berhubungan dengan lemak pada bagian viseral dan subkutan perut (Power et al., 2008).
9. Apa saja klasifikasi obesitas?
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
 BB Kurang < 18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0
- Dengan risiko 23,0-24,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Sumber: PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2011, halaman 17
menurut kondisi sel :
hiperplastik : jumlah sel lebih banayk, ukuran normal. Contoh : obesitas pada anak
hipertrofik : ukuran sel membesar. Obesitas pada orang dewasa
gabungan hiperplastik dan hipertrofik. Bias menimbulkan penyakit degenerative

berdasar bentuk :
apel : distribusi lemak pada bagian atas tubuh
pear : distribusi lemak pada perut, pinggul, paha. Biasanya pada wanita

10. Apa tujuan evaluasi skor Framingham pada scenario?


Tujuan sebenarnya dari nilai Framingham adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan peluang
seorang pasien dislipidemia mendapatkan komplikasi penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease).
Perkiraan hasil nilai Framingham ini pun untuk prediksi selama 10 tahun ke depan.
Ada pun prediktor yang digunakan antara lain:
- Age
- Diabetes
- Smoking
- JNC-V blood pressure categories
- NCEP total cholesterol categories
- LDL cholesterol categories
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC; 2012.
11. Apa saja komplikasi yang bisa dialami pasien?
Komplikasi metabolik:
 Hiperinsulinemia dan resistensi insulin kurang lebih toleransi glukosa terganggu/DM;
hipertensi; penyakit jantung iskemik/kekurangan O2 (risiko meningkatkan empat kali
lipat jika IMT>29); penyakit serebrovaskular: hiperlipidemia.
 Masalah fisik: osteoartritis, vena varikosa, hernia (baik hernia hiatus maupun abdominal),
hipoventilasi (apnea obstruktif saat tidur [OSA], komplikasi akibat operasi
 Meningkatnya resiko kanker: kanker payudara, ovarium, endometrium, prostat, servix,
kolon
Sumber: At a glance Medicine, Patrick Davey, Jakarta:Erlangga, 2005, halaman 54-55
Mengapa penderita obes resisten terhadap insulin?
Resistensi insulin

Obesitas, Resistensi lnsulin, dan "Sindrom Metabolik" Biasanya Mengawali Perkemangan


Diabetes Melitus Tipe II.
Diabetes melitus tipe II, berbeda dengan tipe I, dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulin
plasma (hiperinsulinemi;). Hal ini terjadi sebagai upaya kornpensasi oleh sel beta pankreas terhadap
penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal
sebagai resistensi insulin. Penurunan sensitivitas insulin mengganggu penggunaan dan penyimpanan
karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan merangsang peningkatan sekresi insulin
sebagai upaya kompensasi.
Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa biasanya terjadi secara bertahap,
yang dimulai dengan peningkatan berat badan dan obesitas.
Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan resistensi insulin masih belum
pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah reseptor insulin di otot rangka, hati, dan
jaringan adiposa pada orang obese lebih sedikit daripadajumlah reseptor pada orang yang
kurus. Namun kebanyakan resistensi insulin agaknya disebabkan kelainan jaras sinyal yang
menghubungkan reseptor yang teraktivasi dengan berbagai efek selular. Gangguan sinyal insulin
agaknya disebabkan efek toksik dari akumulasi lipid di jaringan seperti otot rangka dan hati
akibat kelebihan berat badan. Resistensi insulin merupakan bagian dari serangkaian kelainan
yang sering disebut sebagai "sindrom metabolik". Beberapa gambaran sindrom metabolik meliputi:
(1) obesitas, terutama akumulasi lemak abdomen;
(2) resistensi insulin;
(3) hiperglikemia puasa;
(4) abnormalitas lipid seperti peningkatan kadar trigliserida darah dan penurunan kolesterol lipoprotein
berdensitas tinggi di darah; dan
(5) hipertensi.
 Grelin  meningkatkan nafsu makan
 Leptin  menurunkan nafsu makan. Merangsang anoresigenik di hipotalamus  merangsang
penurunan NPY  NPY menurun  penurunan nafsu makan. Pada kasus obesitas, resisten
terhadap leptin.
 Insulin  untuk glikolisis, menghambat lipolysis  insulin berlebih  gemuk
 Stress  kortisol  merangsang gluconeogenesis  menambah berat badan
 T3, T4  meningkatkan metabolisme
 Esterogen dan progesterone. Menopause  esterogen progesterone menurun  berat badan
naik
12. Bagaimana penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi beserta indikasinya
dari scenario?
1) Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas
7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa
komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan,
sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia
diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar
2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
2) Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini
karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus
disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas
sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan
asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai
penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).12
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
- Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
- Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh
< 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.
- Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan
dosismenggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari
3) Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang
diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya.
Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti
bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30
menit per hari.
Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan Jenis kegiatan Kalori yang
digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam 150

Jalan kaki 6 km/jam 300

Joging 8 km/jam 480


Lari 12 km/jam 600

Tenis tunggal 360

Tenis ganda 240

Golf 180

Berenang 350

Bersepeda 660

4) Mengubah pola hidup/perilaku


Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi,
dengan cara:
- Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta
mencatat perkembangannya.
- Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
- Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi
dan mengurangi makanan camilan.
- Memberikan penghargaan dan hukuman.
- Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya
lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
5) Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota
keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan
aktifitas yang mendukung program diet.12
6) Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang
tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very
low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.
 Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau
IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani
1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L
per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
 Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan
menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan
menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin;
meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi
obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
 Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah
untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan
cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric
bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian
tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

Sumber: Satoto, Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. Kegemukan, Obesitas dan
Penyakit Degeneratif: Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya, Dalam: WidyakaryaNasional
Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Jakarta: LIPI, hal. 787 – 808.

Factor resiko :
 kelompok usia 51-60 tahun (semakin bertambah usia akan berisiko mengalami obesitas, karena
terjadinya akumulasi lemak secara berlebihan di dalam tubuh, yang didukung oleh perubahan pola
makan yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru
yang rendah karbohidrat, rendah serat , dan tinggi lemak, sehingga menggeser mutu makanan
kearah yang tidak seimbang.
 wanita lebih berisiko obesitas. wanita akan kehilangan 30 hingga 50 persen dari massa otot total
pada usia 45 tahun. Karena proses penuaan, metabolisme tubuh secara alami akan melambat dan
mobilitas yang rendah mempercepat proses penggantian massa otot dengan lemak tubuh.
Penurunan massa otot membantu untuk mengurangi konsumsi kalori dan hampir setiap makanan
diubah menjadi lemak. Sebagai akibatnya, diperkirakan wanita mendapatkan 2 kali ukuran ekstra
dengan setiap 10 tahun usianya.
 Pada masa kanak-kanak, wanita memiliki nilai kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan pria.
Pria menunjukkan penurunan kolesterol yang signifikan selama masa remaja, dikarenakan adanya
pengaruh hormon testosterone yang mengalami peningkatan pada masa itu. Laki-laki dewasa di
atas 20 tahun umumnya memiliki kadar kolesterol lebih tinggi dibandingkan wanita. Setelah
wanita mencapai menopause, mereka memiliki kadar kolesterol lebih tinggi daripada laki-laki.
Hal ini disebabkan berkurangnya aktifitas hormon estrogen setelah wanita mengalami menopause.
 Massa otot  laki-laki > wanita
 Massa lemak  laki-laki < wanita

Sumber: HUBUNGAN ANTARA USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KADAR KOLESTEROL
PENDERITA OBESITAS RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG Sri Ujiani Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang48 Jurnal

Anda mungkin juga menyukai