Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 1 BLOK 7

“LEMAH LETIH LESU”

DISUSUN OLEH:

Matius Siahaan

220600137

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


2023

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Glukosa adalah sebuah komponen yang penting dalam darah. Glukosa yang
terdapat dalam darah biasa disebut sebagai glukosa darah. Glukosa darah berada di
dalam plasma darah walaupun dalam jumlah yang kecil bersamaan dengan mineral-
mineral lain. Hormon di dalam tubuh manusia yang berperan dalam mengatur kadar
gula darah adalah hormon insulin.

Peran insulin di dalam tubuh sangat penting, antara lain adalah mengatur
kadar gula darah agar tetap dalam rentang nilai normal. Saat dan setelah makan,
karbohidrat yang kita konsumsi akan segera dipecah menjadi gula dan masuk aliran
darah dalam bentuk glukosa. Glukosa adalah senyawa siap pakai untuk
menghasilkan energi. Ketika keadaan normal, tingginya kadar glukosa setelah
makan akan direspon oleh kelenjar pankreas dengan memproduksi hormone insulin.
Adanya insulin, glukosa akan segera masuk ke dalam sel. Selain itu, dengan
bantuan insulin, kadar glukosa yang lebih dari kebutuhan akan disimpan di dalam
hati (liver) dalam bentuk glikogen. Jika kadar glukosa darah turun misalnya saat
puasa atau di antara dua waktu makan, glikogen akan dipecah kembali menjadi
glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi

2. DESKRIPSI TOPIK
Pemicu 1
Nama : Lemah Leti Lesu
pemicu
Penyusun : dr. Rusdiana, M. Kes; dr. M. Aron Pase, M. Ked (PD)., Sp. PD;
dr. Maya Savira, M.Kes
Hari/Tanggal : Jumat, 14 April 2023
Pukul : 07.00 – 09.00 WIB

Seorang laki-laki berusia 52 tahun, datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi
goyang. Pada pemeriksaan intra oral terlihat bahwa gigi depan bawah goyang. Dari
anamnesis diketahui pasien tidak pernah mengalami trauma pada giginya dan
akhir-akhir ini pasien sering merasa lelah dan . Os juga merasakan akhir – akhir ini
merasakan adanya peningkatan berat badan dalam satu tahun terakhir ini karena
Os mengakui bahwa setiap hari selalu makan siang berupa makanan siap saji dan
pekerjaan sehari-hari sering duduk di depan komputer mengingat pekerjaannya
sebagai pegawai bank dan jarang berolahraga. Dari hasil pemeriksaan diketahui
BB = 90 Kg, TB = 160 cm dan Lingkar perut 110 cm.
Pertanyaan penuntun untuk menggali learning issues:
1. Bagaimana patofisiologi timbulnya rasa lelah?
2. Jelaskan fungsi dan mekanisme regulasi sekresi hormon Insulin dan Glukagon!
3. Bagaimana mekanisme terjadinya obesitas?
4. Jelaskan patogenesis insulin resistensi dan hubungannya dengan sindrom
metabolik!
5. Jelaskan sindrom metabolik sebagai komplikasi obesitas (definisi,
pathogenesis, tanda-tanda dan gejala)!
6. Jelaskan kriteria diagnostik sindrom metabolik secara klinis dan laboratorium !
7. Jelaskan tatalaksana non farmakologi dan farmakologi pada kasus di atas !

BAB II

PEMBAHASAN

1. Bagaimana patofisiologi timbulnya rasa lelah?


Timbulnya rasa lelah dapat dijelaskan dengan keadaan dan perasaan yang
merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang
dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu dan sistem penggerak (aktivasi)
dan sistem penghambat (inhibisi). Sistem penghambat terdapat dalam talamus
yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan
kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio
etikularis (formation reticularis) yang dapat merangsang organ dalam tubuh
kearah kegiatan beraktivitas. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih
kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada dalam kondisi lelah. Definisi
kelelahan secara umum yakni suatu perasaan letih yang luar biasa, disertai
berkurangnya tingkat kewaspadaan dan menurunnya performa mental.1

Kelelahan juga bisa ditimbulkan akibat dari sistem metabolisme energi dalam
tubuh dengan terjadinya penumpukan, asam laktat di dalam otot akan
mengganggu mekanisma sel otot yaitu :
1). Menghambat enzim aerobik dan anaerobik, sehingga menurunkan kapasitas
ketahanan aerobik dan kapasitas ketahanan anaerobic.
2). Menghambat terbentuknya creatin phospat (CP) dan akan mengganggu
koordinasi gerak.
3). Menghambat enzim fosfofruktokinase.
4). Menghambat pelepasan ion Ca pada troponin C mengalami penurunan dan
2+

mengakibatkan gangguan atau terhentinya kontraksi serabut otot.


5). Menghambat aktivitas ATP pada serabut otot cepat, karena ATP pada serabut
otot cepat peka terhadap asam.2

Berdasarkan skenario, dapat diketahui kadar gula darah pasien sudah melebihi
batas normal dan juga pasien memiliki berat badan yang tidak ideal. Berdasarkan
perhitungan BMI, pasien termasuk ke dalam golongan obesitas kelas 1. Faktor
kadar gula tinggi dan obesitas menjadi sebab utama penyebab kelelahan pasien.
Salah satu pemicu kadar gula tinggi dan obesitas pasien tersebut adalah konsumsi
makanan siap saji sehingga status gizi pasien berperan besar terhadap rasa lelah
yang dihasilkan.

2. Jelaskan fungsi dan mekanisme regulasi sekresi hormon Insulin dan Glukagon!
Insulin
Insulin disekresikan oleh sel beta pulau Langerhans dari pankreas. Insulin
mempunyai pengaruh besar terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Perangsangan insulin menyebabkan sel-sel tubuh menjadi sangat permeabel
terhadap glukosa, terutama pada sel otot dan lemak, sehingga memudahkan
masuknya glukosa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi
menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat.
Bila manusia mengkonsumsi makanan yang dapat menghasilkan energi yang
sangat banyak, terutama kelebihan jumlah karbohidrat dan protein, maka insulin
disekresikan dalam jumlah banyak. Insulin juga penting dalam penyimpanan zat
yang mempunyai kelebihan energi. Efek insulin terhadap metabolisme
antara lain:3
- Insulin meningkatkan metabolisme glukosa di dalam otot, lewat transpor glukosa
ke sel otot seperti telah dijelaskan di atas, terutama saat konsentrasi gula darah
tinggi. Hal ini menyebabkan otot lebih menggunakan glukosa daripada asam lemak
untuk sumber energi. - Bila glukosa yang ditranspor ke otot tidak digunakan, maka
dengan bantuan insulin lebihan glukosa ini (hingga batas 2-3 persen) akan
disimpan dalam bentuk glikogen otot.
Glikogen ini nantinya dapat kembali digunakan oleh otot untuk menghasilkan
energi.
- Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati.
Glikogen juga disimpan dalam hati, untuk kemudian dipecah kembali menjadi
glukosa saat konsentrasi gula darah menurun, menjaga agar konsentrasi gula
darah tidak terlalu rendah. - Insulin menyebabkan penyimpanan lemak di dalam
jaringan lemak. Setelah kadar glikogen hati mencapai 5-6 persen, sintesis glikogen
akan dihambat dan lebihan glukosa yang masuk dipakai untuk membentuk lemak
dan dibawa ke dalam sel-sel lemak untuk disimpan dalam bentuk trigliserida.
Insulin juga menghalangi pemecahan lemak untuk sumber energi.
- Insulin membantu meningkatkan pembentukan protein dan mencegah
pemecahan protein. Insulin menyebabkan pengangkutan secara aktif sebagian
besar asam amino ke dalam sel, dan mempunyai efek langsung meningkatkan
translasi RNA messenger pada ribosom.
Insulin juga menghambat proses katabolisme protein, jadi mengurangi kecepatan
pelepasan asam amino dari sel, khususnya sel otot. Sementara itu di dalam hati,
insulin menekan kecepatan glukoneogenesis dengan cara mengurangi aktivitas
enzim yang meningkatkan glukoneogenesis.
- Oleh karena insulin dibutuhkan untuk sintesis protein, maka seperti halnya
hormon pertumbuhan, insulin juga diperlukan untuk pertumbuhan. Kedua hormon
ini berfungsi secara sinergistik untuk meningkatkan pertumbuhan, dengan
menjalankan fungsi spesifik masing-masing.
Glukagon
Glukagon disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa
darah menurun, mempunyai beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi
insulin. Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan
glikogen hati (glikogenolisis), yang dalam beberapa menit saja dapat
meningkatkan konsentrasi glukosa darah, kemudian glukagon juga meningkatkan
proses glukoneogenesis di dalam hati, dengan cara mengaktifkan enzim-enzim
yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan ambilan asam amino oleh sel-sel
hati dan kemudian mengubah asam amino tersebut menjadi glukosa melalui
glukoneogenesis. Efek glukagon lainnya terjadi hanya bila konsentrasi glukagon
dalam darah berada di atas nilai normal, yaitu mengaktifkan lipase sel lemak,
sehingga meningkatkan persediaan asam lemak yang dapat dipakai sebagai
sumber energi tubuh. Glukagon juga menghambat penyimpanan trigliserida di
dalam hati, sehingga mencegah hati membuang asam lemak dari darah,
membantu menambah jumlah persediaan asam lemak yang nantinya dapat
digunakan oleh jaringan tubuh lain.3
3. Bagaimana mekanisme terjadinya obesitas?
Obesitas merupakan suatu keadaan penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi yang dihasilkan
melalui asupan kalori dan penggunaan energi dalam beraktivitas sehari-hari.
Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan penimbunan energi dalam jaringan
adiposa dan disimpan sebagai cadangan energi di tubuh. Diketahui bahwa,
terdapat dua perangkat neuron di nukleus arkuata hipothalamus yang dihambat
dan dieksitasi oleh hormon neuropeptida yang bersirkulasi mengontrol
keseimbangan energi dengan mengatur asupan makanan dan pengeluaran energi
atau dikatakan juga sebagai mekanisme neurohumoral yang dipengaruhi oleh
genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan rasa lapar dan
kenyang melibatkan proses biokimiawi yang berhubungan dengan faktor distensi
lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh cholecystokinin (CCK)
sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar (sinyal pendek), sedangkan besar
dan aktivitas penyimpanan energi di jaringan adiposa akan dikomunikasikan ke
sistem saraf pusat melalui mediator leptin dan sinyal transduksi lain (sinyal
panjang). Leptin disekresi oleh adiposit ke sirkulasi dan ditranspor ke sistem saraf
pusat untuk berikatan dengan reseptor leptin yang berada di nukleus arkuatus
hipotalamus. Ikatan tersebut akan merangsang sintesis proopiomelanokortin
(POMC) yang akan menghasilkan alpha-melanocyte stimulating hormone dan
ACTH. Alpha-MSH kemudian berikatan dengan reseptor melanokortin-4 di nukleus
paraventrikular hipotalamus yang akan menyebabkan penurunan asupan makanan.
Kelaianan genetik yang menyebabkan defisiensi leptin dan reseptor melanokortin-4
dapat menyebabkan seseorang kesulitan mengontrol homeostasis energinya
sehingga dirinya akan selalu merasa lapar kemudian akan kesulitan mengatur
asupan makannya. Selain itu, obesitas juga terjadi karena adanya resistensi leptin
sehingga penderita tidak dapat menurunkan nafsu makannya dan adanya
rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan
peningkatan nafsu makan.
Tinggi rendahnya efisiensi metabolik berbeda antar individu dan sifat ini diwariskan
secara genetik. Kecenderungan peningkatan berat badan dan penurunan laju
metabolisme istirahat berkaitan dengan keberadaan satu dari dua alel utama gen
penyandi UCP1 yang digunakan untuk pengendalian pemanfaatan energi pada
proses oksidasi di mitokondria. Selain itu, obesitas juga dapat terjadi dengan
adanya hipertrofi adipogenesis yang menyebabkan obesitas ringan, hiperplasi pada
obesitas berat, dan campuran keduanya yang menyebabkan obesitas sedang.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya faktor transkripsi genetik pendukung
adipogenesis.
4. Jelaskan patogenesis insulin resistensi dan hubungannya dengan sindrom
metabolik! Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko terhadap
penyakit kardiovaskular dan metabolik yang meliputi resistensi insulin, obesitas
sentral, dislipidemia, dan hipertensi. Resistensi insulin adalah gangguan respon
biologis terhadap insulin akibat kebutuhan insulin yang meningkat sehingga terjadi
hiperinsulinemia untuk mempertahankan kadar glukosa plasma tetap dalam batas
normal. Resistensi insulin merupakan gambaran klinis utama pada sindrom
metabolik. Resistensi insulin sangat berkaitan dengan obesitas. Pada obesitas,
resistensi tubuh terhadap insulin akan berkembang. Berkembangnya resistensi
insulin ditandai dengan berkurangnya kemampuan pengambilan glukosa pada
lemak dan otot. Kelainan tersebut merupakan faktor yang mendasari penyakit
diabetes mellitus tipe 2. Akumulasi jaringan lemak pada sentral tubuh yang
menghasilkan asam lemak bebas (FFA) secara berlebihan akan mengakibatkan
peningkatan jumlah perpindahan asam lemak bebas menuju ke hati melalui
drainase vena porta. Karena banyaknya asam lemak bebas pada hati, sitokin
inflamasi akan dikeluarkan oleh lemak viseral melalui vena porta. Hal tersebut
yang dapat menyebabkan resistensi insulin pada hati, sehingga produksi
glukosa yang meningkat menjadi tidak terkendali.6 Produksi glukosa yang tidak
terkendali ini yang memicu insulin untuk menyimpan glukosa dalam bentuk
glikogen. Selain itu, apabila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka sisa
glukosa yang tidak mampu ditampung sel dalam bentuk glikogen akan diubah
menjadi lemak melalui proses yang disebut dengan lipogenesis. Penimbunan
lemak akan mengakibatkan risiko obesitas. Pada penderita obesitas, risiko
serangan hipertensi lebih tinggi karena penderita obesitas memiliki blood vessels
yang cenderung lebih panjang. Blood vessels yang lebih panjang meningkatkan
Total Peripheral Resistance (TPR), sehingga meningkatkan blood pressure.
Patogenesis resistensi insulin dapat mengakibatkan munculnya berbagai faktor
risiko dari sindrom metabolik mulai dari obesitas, diabetes mellitus, hingga
penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi.
5. Jelaskan sindrom metabolik sebagai komplikasi obesitas (definisi, pathogenesis,
tanda-tanda dan gejala)!
Sindrom metabolik adalah akumulasi dari beberapa gangguan, yang bersama-
sama meningkatkan risiko seseorang terhadap penyakit kardiovaskular
aterosklerotik, resistensi insulin, diabetes mellitus, dan komplikasi vaskular
dan neurologis. Etiologi yang mendasari sindrom metabolik adalah kelebihan
berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan genetik. Penumpukan
jaringan adiposa dan disfungsi jaringan menyebabkan resistensi insulin.
Sitokin proinflamasi seperti faktor nekrosis tumor, leptin, adiponektin, inhibitor
aktivator plasminogen, dan resistin, dilepaskan dari jaringan adiposa yang
membesar, dan berdampak buruk pada penanganan insulin. Resistensi insulin
menyebabkan kerusakan mikrovaskular, yang menjadi predisposisi pasien
untuk disfungsi endotel, resistensi vaskular, hipertensi, dan inflamasi dinding
pembuluh darah. Kerusakan endotel dapat berdampak pada homeostasis
tubuh yang menyebabkan penyakit aterosklerotik dan perkembangan
7
hipertensi.

Terdapat 2 mekanisme utama yang mendasari sindrom metabolik, yaitu resistensi


insulin serta obesitas sentral dan aktivasi neurohormonal.8
1. Resistensi insulin serta obesitas sentral (visceral)
Lemak viseral secara metabolik lebih aktif dibandingkan dengan lemak perifer.
Penumpukan sel lemak akan meningkatkan asam lemak bebas/NEFA dari hasil
lipolisis, yang akan menurunkan sensitivitas terhadap insulin. Peningkatan NEFA ini
di liver akan meningkatkan gluconeogenesis, meningkatkan produksi glukosa dan
menurunkan ekstraksi insulin, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Di otot akan
menurunkan pemakaian glukosa dan di sel â pankreas akan menurunkan sekresi
insulin. Sel lemak juga mengeluarkan sitokin (adipocytokine) seperti angiotensin,
TNF α, resistin dan leptin yang berhubungan dengan penurunan resistensi
terhadap insulin. TNF α menyebabkan resistensi dengan cara menghambat
aktivitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glucose
transporter-4 (GLUT-4) di sel lemak dan otot. Sementara adiponectin yang dapat
menurunkan resistensi terhadap insulin, kadarnya menurun pada sindrom
metabolik. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini pada
gilirannya akan menyebabkan perubahan metabolik, sehingga timbul hipertensi,
dislipidemia, peningkatan respon inflamasi dan koagulasi, melalui mekanisme yang
kompleks; diantaranya mekanisme disfungsi endotel dan oksidatif stres.
Resistensi insulin semakin lama semakin berat dan sekresi insulin akhirnya
menurun, sehingga terjadi hiperglikemia dan manifestasi DM tipe 2. Hipertensi
yang disebabkan oleh resistensi insulin dikarenakan oleh hilangnya efek
vasodilatasi insulin dan adanya efek vasokonstriksi oleh NEFA.

2. Aktivasi neurohormonal

Aktivasi neurohormonal, seperti adiponektin, leptin dan aktivasi sistem renin-


angiotensin, berhubungan dengan sindrom metabolik. Leptin merupakan adipokin
yang mengatur keseimbangan energi yang dieksitasi oleh hipotalamus. Kadar
leptin akan meningkat pada kondisi obesitas sehingga meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular. Adiponektin memiliki fungsi kerja yang berlawanan
dengan efek leptin sehingga dapat menghambat efek leptin, dengan kata lain,
adiponektin bekerja sebagai protektor terhadap hipertensi. Peningkatan jaringan
adiposa berhubungan dengan penurunan adiponektin dan peningkatan leptin,
sehingga pada akhirnya meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

Aktivasi sistem renin-angiotensin berperan penting dalam patogenesis sindrom


metabolik karena menghasilkan angiotensin II. Selanjutnya, angiotensin II akan
mengaktivasi reseptor tipe 1, yang akan mengaktifkan nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate oxidase dan menyebabkan pembentukan reactive oxygen
species (ROS). Reactive oxygen species akan mendorong oksidasi low density
lipoprotein (LDL), kerusakan endotel, agregasi platelet, dan pembentukan NF-kB,
serta pembentukan lectin-like oxidized low-density lipoprotein receptor-1 (LOX-1)
pada endotel dan sel-sel otot polos vaskular. Keseluruhan proses ini akan
menyebabkan siklus inflamasi, kerusakan endotel, serta proliferasi fibroblast yang
menyebabkan hipertensi, dislipidemia, diabetes, hipertrofi jantung, dan pada
akhirnya penyakit kardiovaskular.

6.Jelaskan kriteria diagnostik sindrom metabolik secara klinis dan laboratorium ! 


Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan dengan mengacu pada kriteria diagnosis
sindrom
metabolik yang diterbitkan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
dan American
Heart Association (AHA)8, terdiri dari :
 Gula darah puasa 100 mg/dL (atau mengonsumsi obat antihiperglikemia)
 Tekanan darah 130/85 mmHg (atau mengonsumsi obat antihipertensi)
 Trigliserida 150 mg/dL(atau mengonsumsi obat untuk hipertrigliseridemia)
 Kolesterol high-density lipoprotein (HDL) < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50
mg/dL
pada wanita (atau mengonsumsi obat untuk meningkatkan HDL)
 Lingkar pinggang 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada wanita
Pedoman International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006 menyebutkan
kriteria
diagnosis sindrom metabolik terdiri dari adanya obesitas sentral (indeks massa
tubuh 30
kg/m2), ditambah dengan adanya 2 atau lebih kriteria di bawah ini :
 Peningkatan trigliserida 150 mg/dL; atau mengonsumsi obat untuk
hipertrigliseridemia
 Penurunan kolesterol HDL < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada wanita;
atau
mengonsumsi obat untuk meningkatkan HDL
 Peningkatan tekanan darah 130/85 mmHg; atau mengonsumsi obat
antihipertensi atau
pernah terdiagnosis hipertensi
 Peningkatan gula darah puasa 100 mg/dL; atau pernah terdiagnosa diabetes
melitus tipe 2.

7.Jelaskan tatalaksana non farmakologi dan farmakologi pada kasus di atas !

NON FARMAKOLOGI
Karena sindrom metabolic adalah suatu grup penyakit, maka metode
penyembuhan adalah dengan mengobati masing-masing penyakit tersebut.
Penyembuhan ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
1) Perubahan gaya hidup, Cara pertama untuk mengatasi sindrom metabolik
adalah dengan menjalani gaya hidup sehat, misalnya dengan:17
• Berolahraga ringan secara rutin, minimal 30 menit setiap hari.
• Menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal.
• Mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti buah dan sayuran.
• Membatasi asupan garam, gula, lemak jenuh, dan minuman
beralkohol.
• Menghentikan kebiasaan merokok.
• Mengelola stres dengan baik.
2) Operasi Operasi bariatrik atau bariatric surgery, operasi tersebut dilakukan
bila berat badan pasien tidak berhasil diturunkan dengan cara lain. Selain
untuk menurunkan berat badan, metode ini juga dapat mengurangi risiko
pasien terserang serangan jantung. Beberapa kondisi yang memerlukan
operasi bariatrik adalah:17
• Pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 40.
• Pasien dengan IMT antara 35-39, disertai diabetes atau hipertensi.9
FARMAKOLOGI
1.Phertermine, dapat menurunkan nafsu makan dengan amine simpatomimetik.
Memiliki efek 3,6 kg terhadap berat badan dalam 6 bulan.
2. Dietilpropion, dapat menurunkan nafsu makan dengan amine simpatomimetik.
Memiliki efek 3,6 kg terhadap berat badan dalam 6 bulan.
3. Fluoxetine, dapat menurunkan dapat menurunkan nafsu makan dengan inhibitor re-
uptakeserotonin selektif.
Memiliki efek 4,74 kg efek berat badan dalam 6 bulan dan 3,15 kg efek berat badan
dalam setahun.
4. Sibutramine, dapat menurunkan nafsu makan dengan inhibitor re-uptake gabungan
norepinefrin dan serotonin.
Memiliki efek 4,45 kg efek berat badan dalam setahun.
5. Orlistat, dapat mempengaruhi absorpsi lemak dengan inhibitor lipase.
Memiliki 2,59 kg efek berat badan dalam 6 bulan dan 2,89 efek berat badan dalam
setahun

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan skenario, dapat diketahui kadar gula darah pasien sudah melebihi batas
normal dan juga pasien memiliki berat badan yang tidak ideal. Berdasarkan perhitungan
BMI, pasien termasuk ke dalam golongan obesitas kelas 1. Faktor kadar gula tinggi dan
obesitas menjadi sebab utama penyebab kelelahan pasien. Salah satu pemicu kadar
gula tinggi dan obesitas pasien tersebut adalah konsumsi makanan siap saji sehingga
status gizi pasien berperan besar terhadap rasa lelah yang dihasilkan.
Sindrom metabolik adalah akumulasi dari beberapa gangguan, yang bersama-
sama meningkatkan risiko seseorang terhadap penyakit kardiovaskular aterosklerotik,
resistensi insulin, diabetes mellitus, dan komplikasi vaskular dan neurologis. Obesitas
merupakan suatu keadaan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi yang dihasilkan melalui asupan
kalori dan penggunaan energi dalam beraktivitas sehari-hari. Ketidakseimbangan ini
akan menyebabkan penimbunan energi dalam jaringan adiposa dan disimpan sebagai
cadangan energi di tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuni I, Dirdjo MM. Hubungan kelebihan waktu kerja dengan kelelahan kerja
dan kinerja pada perawat di ruang perawatan intensif RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. Borneo Student Research 2020; 1(3): 1715-24.
2. Parwata IMY. Kelelahan dan recovery dalam olahraga. J Pendidikan Kesehatan
Rekreasi 2015; 1: 2-13.
3. Guyton, A.C., Hall, J.E.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Editor bahasa
Indonesia: Setiawan, I. EGC. Jakarta. Hal. 397,433-434, 1030, 1136,1175-1180,
12091214, 1221-1232, 124.
4. Indra MR. Dasar genetik obesitas viseral. J Ked Brawijaya 2006. 22(1):10-17.
5. Fitria DA, Berawi KN. J Ilmiah Mahasiswa Ked Indonesia 2019. 7(2):76-89.

6. Paleva R. Mekanisme resistensi insulin terkait obesitas. Jurnal Ilmiah Kesehatan


Sandi Husada, 2019; 10(2): 354-8.

7. Swarup S, Goyal A, Grigorova Y, Zeltser R.


Metabolic syndrome. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459248/
Diakses 13 April 2023.

8. Chandra A F. Diagnosis Sindrom Metabolik. (13 April


2023). https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/sindrom-
metabolik/diagnosis
9
 Altabas, Velimir. “Drug treatment of metabolic syndrome.” Current clinical
pharmacology. 2013;8(3):224-31. doi:10.2174/15748847113080300.

Anda mungkin juga menyukai