Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PREMATURITAS

OLEH:

KELOMPOK 1

01 I Dewa Gede Eka Sanjita Yoga (213213269)


02 I Gusti Bagus Agung Taruna Jaya (213213271)
03 Ni Putu Dian Yonitari (213213272)
04 Ni kadek Ira Apriliani (213213273)
05 Ni Kadek Virna Erikayani (213213275)
06 Ni Putu Candra Dewi Windari (213213276)

Dosen Pengampu:
Ns. I Gusti Ayu Putu Satya Laksmi, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi/Pengertian Prematuritas
Bayi prematur (prematuritas) didefinisikan sebagai neonatus
yang lahir pada usia gestasi kurang dari 37 minggu (neonatus kurang
bulan/NKB). Prematuritas merupakan salah satu masalah global yang
masih perlu diperhatikan karena masih tingginya angka mortalitas dan
morbiditas yang disebabkan oleh kelahiran premature (Darmawan,
2019).
Prematuritas merupakan lahirnya bayi pada umur kehamilan
kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
Penyebab prematuritas sering dapat dikenali dengan jelas. Namun, pada
banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Dari sudut medis,
penyebab terjadinya bayi lahir prematur secara garis besar yaitu terjadi
spontan, akibat ketuban pecah dini (KPD), dan dilahirkan atas indikasi
ibu/janin. Selain itu, juga ada penyebab lain dari faktor sosial budaya,
seperti kebiasaan merokok dan atau penyalahgunaan obat, kemiskinan,
pendek kurus, umur < 18 tahun atau > 40 tahun, keturunan, ras berkulit
hitam, dan tidak atau kurang mau periksa antenatal (ANC)
(Prawirohardjo, 2010).
Bayi prematur juga umumnya dapat mengalami gangguan
pernapasan yang memerlukan perawatan di neonatal intensive care
unit (NICU) serta perawatan yang berkepanjangan yang akan
berdampak pada masalah keuangan keluarga maupun negara. Selain
itu, bayi yang prematur memiliki kemungkinan untuk mengalami
gangguan pertumbuhan perkembangan neurologi di hari mendatang.
Prematuritas dan komplikasinya merupakan salah satu penyebab utama
tingginya angka kematian bayi, termasuk di Indonesia. Indonesia
merupakan negara dengan laju kelahiran prematur peringkat ke-9 di
dunia pada tahun 2010. Sekitar 15 juta bayi lahir prematur setiap tahun.
Angka ini menunjukkan bahwa ada 1 dari 10 bayi yang lahir prematur
setiap tahun.
Prematuritas tidak boleh dianggap remeh. Prematuritas dapat
menimbulkan berbagai resiko dan gangguan bagi bayi, karena
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ bayi belum sempurna.
Bayi prematur berisiko tinggi mengalami gangguan, seperti kebutaan,
tumbuh kembang yang lebih lambat, penyakit paru-paru kronis,
cerebral palsy, serta dapat mengakibatkan kematian (Prowirohardjo,
2011). Pantiawati (2012) telah menyusun definisi sebagai berikut:
1) Preterm infant (prematur) atau bayi kurang bulan adalah bayi
dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
2) Term infant atau bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan mulai dari 37 minggu sampai dengan 42 minggu
(259- 293) hari.
3) Post term atau bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan mulai dari 42 minggu atau lebih (294) hari atau
lebih.

2. Klasifikasi
Persalinan Prematur Murni Sesuai Dengan Definisi WHO
BATASAN KRITERIA KETERANGAN
Sangat Premature Usia kehamilan 24-30 minggu - Sangat Sulit untuk
hidup, kecuali dengan
BB bayi 1000-1500 g inkubator canggih
- Dampak sisanya
menonjol, terutama
pada IQ nerologi dan
pertumbuhan
fisiologi

Prematur Sedang Usia kehamilan 31-36 minggu - Dengan perawatan


canggih masih
BB bayi 1501-2000 g mungkin hidup tanpa
dampak sisa yang
berat
Prematur borderline Usia kehamilan 36-38 minggu - Masih sangat
mungkin hidup tanpa
Berat bayi 2001-2499 g dampak sisa yang
berat
Lingkaran kepala 33 cm - Perhatikan
kemungkinan:
Lingkaran dada 30 cm 1. Gangguan
napas
Panjang badan sekitar 45 cm 2. Daya isap lemah
3. Tidak tahan
terhadap
hipotermia
4. Mudah terjadi
infeksi

Persalinan Prematur Berdasarkan Penggolongan Faktor Penyebab


PENGGOLONGAN CRITERIA KETERANGAN
Golongan 1 - Dapat terjadi prematur Kejadian persalinan
teratur tidak prematur sangat jarang
menimbulkan berulang dengan sebab
proses”rekuren” yang sama
1. Solusio plasenta
2. Plasenta previa
3. Hidramnion
4. Kehamilan ganda
Golongan 2 - Resiko kejadian Sebagian masih dapat
persalinan prematur diupayakan untuk
tidak dapat dikontrol dikendalikan
oleh penderita sendiri
1. Hamil usia muda, Anomali alat reproduksi
tua (umur kurang 18 sebagian sulit
tahun atau diatas 40 dikendalikan sekalipun
tahun) dengan tindakan operasi
2. Terdapat anomali
alat reproduksi
Golongan 3 - Faktor yang Persalinan yang dihadapi
menimbulkan golongan 3, sebagai besar
persalinan prematur beraspek sosial sehingga
dapat dikendalikan perannya sebagai faktor
sehingga kejadian pemicu persalinan
prematur dapat prematur dapat
diturunkan: dikendalikan:
1. Kebiasaan: • Kemampuan
• Merokok ketagin Pengendalian
obat faktor sosial yang
• Kebiasaan social berada ditengah
ekenomi yang masyarakat,
menyebabkan merupakan
konsumsi gizi nutrisi program obstetr
rendah social
2. Keadaan sosial • Keberhasilannya
ekonomi yang akan dirasakan
menyebkan masyarakat dan
konsumsi gizi nutrisi mempunyai nilai
rendah untuk
3. Kenali berat badan meningkatkan
ibu hamil yang kemampuan
kurang memberikan
4. Anatomi serviks, pelayanan
serviks inkompeten bermutu dan
menyeluru, sebai
stategi nasional

3. Penyebab/Etiologi
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran
prematur dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
1) Faktor ibu
Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi
kejadian prematur, faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:
a. Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
b. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi dan anemia sel sabit.
c. Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis,
inkompeten serviks).
d. Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).
e. Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut
dengan gejala panas tinggi (misal: thypus abdominalis,
dan malaria) dan penyakit kronis (misal: TBC, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal).
f. Trauma pada masa kehamilan.
g. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotika, rokok
dan alkohol).
h. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
i. Bekerja yang terlalu berat.
j. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
2) Faktor Janin
Beberapa faktor janin dapat mempengaruhi kejadian prematur
antara lain:
1) Kehamilan ganda.
2) Hidramnion.
3) Ketuban pecah dini.
4) Cacat bawaan.
5) kelainan kromosom.
6) Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis).
7) Insufensi plasenta.
8) inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus,
golongan darah A, B dan O).
9) infeksi dalam rahim.
3) Faktor Lain Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu:
1) faktor plasenta, seperti plasenta previa dan solusio
plasenta.
2) faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan
sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang
melelahkan dan merokok.

4. Patofisologi Terjadinya Penyakit


Menurut Surasmi, dkk (2003), neonatus dengan imaturitas
pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori
melalui peningkatan metabolisme. Hal itu disebabkan karena respon
menggigil pada bayi tidak ada atau kurang, sehingga bayi tidak dapat
menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stres dingin atau
suhu lingkungan rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai
respon terhadap rangsangan dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan
norepinefrin yang menstimulus metabolisme lemak dari cadangan
lemak coklat untuk menghasilkan kalori yang kemudian dibawa oleh
darah ke jaringan.
Stres dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme asidosis dan
hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon terhadap stres
dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen. Bila oksigen
yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen
berkurang (hipoksia) dan keadaan ini akan menjadi lebih buruk karena
volume paru menurun akibat berkurangnya oksigen darah dan kelainan
paru (paru yang imatur). Keadaan ini dapat sedikit tertolong oleh
haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih banyak
sehingga bayi dapat bertahan lama pada kondisi tekanan oksigen yang
kurang.
Stres dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas norepinefrin
yang menyebabkan vasokontriksi paru. Akibatnya, menurunkan
keefektifan ventilasi paru sehingga kadar oksigen darah berkurang.
Keadaaan ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan
glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan asam laktat, kondisi
ini bersamaan dengan metabolisme lemak coklat yang menghasilkan
asam sehingga meningkatkan kontribusi terjadinya asidosis. Kegiatan
metabolisme anaerob meghilangkan glikogen lebih banyak dari pada
metabolisme aerob sehingga mempercepat terjadinya hipoglikemia.
Kondisi ini terjadi terutama bila cadangan glikogen saat lahir sedikit,
sesudah kelahiran pemasukan kalori rendah atau tidak adekuat
(Surasmi, dkk, 2003).
Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk bertahan
hidup karena struktur anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi
biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan
tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur dan
mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi berisiko
tinggi lain juga mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau
gangguan pada fungsi anatomi, fisiologi, dan biokimia berhubungan
dengan adanya kelainan atau penyakit yang diderita.
Bayi prematur atau imatur tidak dapat mempertahankan suhu
tubuh dalam batas normal karena pusat pengatur suhu pada otak yang
belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai
sumber kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan
permukaan tubuh yang relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan
panas tubuh yang lebih banyak. Respon menggigil bayi kurang atau
tidak ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui
aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih kurang
(Surasmi, dkk, 2003).
Pathway
5. Tanda dan Gejala Klinis
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan
gejala yang dapat muncul pada bayi prematur antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
4) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
5) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
6) Rambut lanugo masih banyak.
7) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
8) Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
9) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
10) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh
labia mayora dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan).
Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue
pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).
11) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah.
12) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
13) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot
dan jaringan lemak masih kurang.
14) Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium, Radiologi,


dll)
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai
berikut:
1) Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3 . Neutrofil meningkat
hingga 23.000- 24.000/mm3 hari pertama setelah lahir dan
menurun bila ada sepsis.
2) Hematokrit (Ht): 43%-61%. Peningkatan hingga 65% atau lebih
menandakan polisitemia, sedangkan penurunan kadar
menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal.
3) Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah
berhubungan dengan anemia atau hemolisis yang berlebihan.
4) Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl
pada 1-2 hari, dan 12 gr/dl pada 3-5 hari.
5) Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl dan meningkat 60-70 mg/dl
pada hari ketiga.
6) Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal pada
awal kehidupan. 7. Pemeriksaan analisa gas darah.

7. Prognosis
Prognosis bayi prematur sangat bergantung pada usia gestasi,
berat badan, kondisi saat lahir, dan tata laksana yang didapat. Semakin
kecil usia gestasi dan berat badan bayi, maka prognosis umumnya
semakin buruk.
Komplikasi juga lebih sering terjadi pada bayi prematur dengan
usia gestasi dan berat lahir lebih kecil. Komplikasi yang paling sering
menyebabkan mortalitas adalah respiratory distress, hipotermia,
infeksi, dan kelainan kongenital. Bayi-bayi prematur sering kali
mengalami gangguan tumbuh kembang dan perkembangan neurologis,
namun tetap dapat hidup seperti bayi-bayi cukup bulan lainnya.

8. Penatalaksanaan
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan
atau penanganan yang dapat diberikan pada bayi prematur adalah
sebagai berikut:
1) Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur
mudah mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat.
2) Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan
dengan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum
sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan
dengan cermat.
4) Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan
kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan
tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
5) Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering
dan bersih serta pertahankan suhu tetap hangat.
6) Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.
7) Tali pusat dalam keadaan bersih.
8) Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.
Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada
beberapa penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur
dan berat badan lahir rendah, yaitu sebagai berikut:
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas
badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas
badannya belum berfungsi dengan baik, metabolismenya juga
masih rendah, dan permukaan badan yang relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematur harus dirawat dalam inkubator
sehingga panas tubuhnya dapat sama atau mendekati dengan
panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang
berisi air panas atau menggunakan metode kangguru.
2) Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini
adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian, dan jadwal
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
3) Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama
disebabkan oleh infeksi nosokomial. Hal ini karena kadar
immunoglobulin serum bayi prematur masih rendah, aktivitas
bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik limfosit juga masih
rendah serta fungsi imun yang belum berpengalaman. Oleh
karena itu bayi prematur tidak boleh kontak dengan penderita
infeksi dalam bentuk apapun.
4) Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau
nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh
sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan
ketat.
5) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi prematur dan BBLR akibat tidak adanya alveoli dan
surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30%-35%
dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2 yang
tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan kebutaan.
6) Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan
hipoksia yang akan berakhir dengan kematian. Bayi prematur
dapat berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup
yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Oleh karena itu, perlu
pembersihan jalan nafas segera setelah bayi lahir.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut
hingga ujung kaki, meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian
diawali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010).
Menurut Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi prematur
meliputi:
1) Pengkajian umum pada bayi
a. Pengkajian umum pada bayi antara lain meliputi:
Penimbangan berat badan.
b. Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.
c. Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur
saat istirahat, kelancaran pernapasan, edema dan
lokasinya.
d. Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.
e. Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna
pucat, mulut yang terbuka, menyeringai, dan lain-
lain.
2) Masalah yang berkaitan dengan ibu
Masalah-masalah tersebut antara lain adalah
hipertensi, toksemia, plasenta previa, abrupsio plasenta,
inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi, diabetes
mellitus, status sosial ekonomi yang rendah, tiadanya
perawatan sebelum kelahiran (prenatal care), riwayat
kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan,
alkohol, rokok, kafein, umur ibu yang di bawah 16 tahun atau
di atas 35 tahun, latar pendidikan rendah, kehamilan kembar,
kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang
berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan
seksual lain, golongan darah dan faktor Rh.
3) Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37
minggu, rendahnya berat badan saat kelahiran (kurang dari
2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,
bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih besar dari pada badan
dan 3 cm lebih lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada
1 sampai 5.
4) Kardiovaskular
Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-
160/menit pada bagian apikal dengan ritme yang teratur,
pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar pada
seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran
darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis
paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.
b. Mendengarkan suara jantung.
c. Menentukan letak jantung tempat denyut dapat
didengarkan, dengan palpasi akan diketahui
perubahan intensitas suara jantung.
d. Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis,
pucat pletora, atau ikterus.
e. Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.
f. Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa
pengisian kapiler perifer (2-3 detik) dan perfusi
perifer.
5) Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen,
pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12
jam, reflek menelan dan mengisap yang lemah, tidak ada
anus dan ketidaknormalan kongenital lain. Pengkajian
sistem gastrointestinal pada bayi dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan adanya distensi abdomen,
pembesaran lingkaran abdomen, kulit yang
mengkilap, eritema pada dinding abdomen, terlihat
gerakan peristaltik dan kondisi umbilikus.
b. Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang
berhubungan dengan pemberian makan, karakter dan
jumlah sisa cairan lambung.
c. Jika bayi menggunakan selang nasogastrik
diskripsikan tipe selang pengisap dan cairan yang
keluar (jumlah, warna, dan pH).
d. Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah
muntahan.
e. Palpasi batas hati.
f. Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan
periksa adanya darah sesuai dengan permintaan
dokter atau ada indikasi perubahan feses.
g. Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi
yang sudah mendapatkan makanan.
6) Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau
merah, kekuning-kuningan, sianosis, atau campuran
bermacam warna, sedikit vernix caseosa dengan rambut
lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan
mengkilap, edema yang menyeluruh atau pada bagian
tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek belum
melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada
sama sekali, terdapat petekie atau ekimosis. Pengkajian
sistem integumen pada bayi dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area
kemerahan, iritasi, abrasi.
b. Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering,
halus, atau bernoda.
c. Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit,
seperti tanda lahir, ruam, dan lain-lain.
d. Mengukur suhu kulit dan aksila.
7) Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum
tumbuh dengan sempurna yang masih lembut dan lunak,
tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan
tidak aktif atau letargik. Pengkajian muskuloskeletal pada
bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar,
spontan, menghentak, tingkat aktivitas bayi dengan
rangsangan berdasarkan usia kehamilan.
b. Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau
ekstensi.
c. Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau
ada indikasi) ukuran tegangan fontanel dan garis
sutura.
8) Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes
neurologis tampak resisten dan gerak reflek hanya
berkembang sebagian. Reflek menelan, mengisap dan batuk
masih lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya
tanda neurologis, mata biasanya tertutup atau mengatup
apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26 minggu,
suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar,
kejang dan mata berputarputar yang bersifat sementara tapi
bisa mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap,
rooting, babinski, plantar, dan refleks lainnya.
b. Menentukan respon pupil bayi.
9) Pernapasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata
antara 40-60 kali/menit dan diselingi dengan periode apnea,
pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar (nasal
melebar), terdengar dengkuran, retraksi (interkostal,
suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik saat
bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak,
adanya luka dan penyimpangan yang lain.
b. Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas
menggunakan otototot bantu pernapasan, pernapasan
cuping hidung, atau subternal, retraksi interkostal
atau subklavikular.
c. Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan
teratur atau tidak.
d. Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor,
crackels, mengi, ronki basah, pernapasan
mendengkur dan keimbangan suara pernapasan.
e. Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau
merintih.
f. Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis,
metode, tipe ventilator, dan ukuran tabung yang
digunakan.
g. Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan
menggunakan oksimetri nadi dan sebagian tekanan
oksigen dan karbondioksida melalui oksigen
transkutan (tcPO2) dan karbondioksida transkutan
(tcPCO2).
10) Perkemihan
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat
dilakukan dengan cara mengkaji jumlah, warna, pH, berat
jenis urine dan hasil laboratorium yang ditemukan. Pada bayi
prematur, bayi berkemih 8 jam setelah kelahirandan belum
mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine.
11) Reproduksi
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia
mayora yang belum berkembang atau belum menutupi labia
minora. Pada bayi lakilaki skrotum belum berkembang
sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun ke
dalam skrotum.
12) Temuan sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat
tremor.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian.
Beberapa diagnosis dapat ditetapkan untuk semua bayi, tetapi
diagnosis tertentu ditetapkan sesuai dengan hasil pengkajian yang
ditemukan (bervariasi sesuai kondisi bayi). Masalah yang lazim
muncul atau diagnosa keperawatan yang sering muncul pada bayi
prematur berdasarakan NANDA Nic Noc (2015), adalah sebagai
berikut:
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas
otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
2) Ketidakadekuatan pemberian ASI berhubungan dengan
prematuritas.
3) Disfungsi motalitas gastrointestinal berhubungan dengan
ketidakadekuatan aktivitas peristaltik di dalam sistem
gastrointestinal.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menerima nutrisi.
5) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
penurunan jaringan lemak subkutan.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis
tidak adekuat.
7) Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak
terkonjugasi dalam sirkulasi.

3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

Ketidakefektifan Pola Pola Napas 1. Menejemen Jalan


Nafas Berhubungan Definisi: Inspirasi Nafas
dengan Imaturitas dan/atau ekspirasi yang
Otot - Otot Pernafasan memberikan ventilasi Definisi: mengidentfikasi
dan Penurunan adekuat. dan mengelola kepatenan
Ekspansi Paru jalan nafas
Setelah dilakukan
Definisi: Inspirasi tindakan keprawatan Tindakan:
dan/atau ekspirasi yang selama …x 24 jam Observasi:
tidak memberikan diharapkan masalah pada ⚫ Monitor pola nafas
ventilasi adekuat. pola napas dapat teratasi (frekuensi,
dengan kriteria hasil: kedalaman, usaha
Penyebab: 1. Ventilasi semenit napas)
fisiologis normal ⚫ Monitor bunyi nafas
1. Hambatan upaya 2. Kapasitas vital normal tambahan (mis,
napas 3. Diameter thoraks gurgling, mengi,
2. Penurunan ekspansi anterior-posterior wheezing, ronkhi
paru 4. Tekanan ekspirasi kering)
normal ⚫ Monitor sputum
Gejala tanda mayor 5. Tekanan inspirasi (jumlah, warna,
Subjektif: normal aroma)
1. Dispnea Teraupeutik:
⚫ Pertahankan
Obektif: kapatenan jalan napas
1. Irama nafas tidak dengan head-tilt dan
teratur chin- lift (jaw-thrust
2. Adanya suara nafas jika curiga trauma
abnormal Servikal )
⚫ Posisikan semi-fowler
Gejala tanda minor atau fowler
Subjektif: -
Objektif: ⚫ Berikan minum
1. Gelisah hangat
2. Sianosis ⚫ Lakukan fisiotrapi
3. Bunyi nafas menurun dada, jika perlu
4. Frekuensi nafas ⚫ Lakukan penghisapan
berubah lendir kurang dari 15
5. Pola nafas berubah detik
⚫ Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
⚫ Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
⚫ Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
⚫ Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu

2. Pemantauan
Respirasi
Definisi:
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan
keefektifan pertukaran
gas.

Tindakan :
Observasi
⚫ Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
dan upaya napas
⚫ Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
Kussmaul, Ceyne-
Stokes, Biot, ataksik)
⚫ Monitor kemampuan
batuk efektif
⚫ Monitor adanya
produksi sputum
⚫ Monitor adanya
sumbatan jalan napas
⚫ Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
⚫ Auskultasi bunyi
napas
⚫ Monitor saturasi
oksigen
⚫ Monitor nilai AGD
⚫ Monitor hasil x-ray
toraks

Terapeutik
⚫ Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
⚫ Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
⚫ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
⚫ Informasikan hasil
pemantauan (jika
perlu).

SDKI SLKI SIKI

Menyusui Tidak Menyusui Tidak 1. Edukasi Menyusui


Efektif Berhubungan Efektif Memberikan informasi
dengan Prematuritas dan saran tentang
menyusui yang dimulai
Definisi : Setelah dilakukan dari antepartum,
Kondisi dimana ibu dan tindakan keperawatan intrapartum dan
bayi mengalami selama ….x 24 jam postpartum.
ketidakpuasan atau menyusui dapat efektif
kesukaran pada proses dengan kriteria hasil. Tindakan
menyusui. 1. Perlekatan bayi pada Observasi
payudara ibu meningkat ⚫ Identifikasi kesiapan
Penyebab : 2. Tetesan/pancaran ASI dan kemampuan
1. Ketidakadekuatan meningkat menerima informasi
suplai ASI 3. Suplai ASI adekuat ⚫ Identifikasi tujuan
2. Hambatan pada 4. Kelelahan maternal atau keinginan
neonatus (mis. menurun menyusui
Prematuritas, sumbing) 5. Kecemasan maternal
3. Anomali payudara menurun Terapeutik
ibu (mis. puting yang 6. Bayi tidak rewel ⚫ Sediakan materi dan
masuk ke dalam) media pendidikan
4. Ketidakadekuatan kesehatan
refleks oksitosin ⚫ Jadwalkan pendidikan
5. Ketidakadekuatan kesehatan sesuai
refleks menghisap bayi kesepakatan
6. Payudara bengkak ⚫ Berikan kesempatan
7. Riwayat operasi untuk bertanya
payudara ⚫ Dukung Ibu
8. Kelahiran kembar meningkatkan
kepercayaan diri
Gejala dan tanda dalam menyusui
mayor : ⚫ Libatkan sistem
Subjektif : pendukung: suami,
1. Kelelahan maternal keluarga, tenaga
2. Kecemasan maternal kesehatan dan
masyarakat
Objektif :
1. Bayi tidak mampu Edukasi
melekat pada payudara ⚫ Berikan konseling
Ibu menyusui
2. ASI tidak ⚫ Jelaskan manfaat
menetes/memancar menyusui bagi ibu dan
3. BAK bayi kurang bayi
dari 8 kali dalam 24 jam ⚫ Ajarkan 4 (Empat)
4. Nyeri dan/atau lecet posisi menyusui dan
terus menerus setelah perlekatan (lacth on)
minggu kedua dengan benar
⚫ Ajarkan perawatan
Gejala dan tanda minor : payudara antepartum
Subjektif :- dengan mengkompres
Objektif : dengan kapas yang
1. Intake bayi tidak telah diberikan
adekuat minyak kelapa
2. Bayi menghisap tidak ⚫ Ajarkan perawatan
terus menerus payudara postpartum
3. Bayi menangis saat (mis. memerah ASI,
disusui pijat payudara, pijat
4. Bayi rewel dan oksitosin)
menangis terus dalam
jam - jam pertama
menyusui
5. Menolak untuk
menghisap

SDKI SLKI SIKI

Disfungsi Motalitas Motalitas 1. Manajemen Nutrisi


Gastrointestinal Gastrointestinal
Berhubungan dengan Definisi:
Ketidakadekuatan Definisi: Mengidentifikasi dan
Aktivitas Peristaltik Aktivitas peristaltik mengelola asupan nutrisi
Di Dalam Sistem gastrointestinal. yang seimbang.
Gastrointestinal.
Setelah dilakukan Observasi
Definisi : tindakan keperawatan ⚫ Identifikasi status
Peningkatan, selama ….x 24 jam nutrisi
penurunan, tidak efektif aktivitas peristaltik ⚫ Identifikasi alergi dan
atau kurangnya aktivitas diharapkan kembali intoleransi makanan
peristaltik normal dengan kriteria ⚫ Identifikasi makanan
gastrointestinal. hasil. yang disukai
1. Nyeri menurun ⚫ Identifikasi kebutuhan
Penyebab 2. Kram abdomen kalori dan jenis
1. Asupan enteral menurun nutrien
2. Intoleransi makanan 3. Mual menurun ⚫ Identifikasi perlunya
3. Imobilisasi 4. Muntah menurun penggunaan selang
4. Makanan kontaminan 5. Regurgitasi menurun nasogastrik
5. Malnutrisi 6. Distensi abdomen ⚫ Monitor asupan
6. Pembedahan menurun makanan
7. Efek agen 7. Diare menurun ⚫ Monitor berat badan
farmakologis (mis. 8. Suara peristaltik
narkotik/opiat, menurun
antibiotik, laksatif, 9. Pengosongan ⚫ Monitor hasil
anastesia) lambung menurun pemeriksaan
8. Proses penuaan 10. Ratus menurun laboratorium
9. Kecemasan
Terapeutik
Gejala dan tanda mayor: ⚫ Lakukan oral hygiene
Subjektif : sebelum makan (jika
1. Mengungkapkan perlu)
flatus tidak ada ⚫ Fasilitasi menentukan
2. Nyeri/kram abdomen pedoman diet (mis.
piramida makanan)
Objektif : ⚫ Sajikan makanan
1. Suara peristaltik secara menarik dan
berubah (tidak ada, suhu yang sesuai
hipoaktif, atau ⚫ Berikan makanan
hiperaktif) tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Gejala dan tanda minor: ⚫ Berikan makanan
Subjektif: tinggi kalori dan
1. Merasa mual tinggi protein
⚫ Berikan suplemen
Objektif : makanan (jika perlu)
1. Residu lambung ⚫ Hentikan pemberian
meningkat/menurun makanan melalui
2. Muntah selang nasogastrik
3. Regurgitasi jika asupan oral dapat
4. Pengosongan ditoleransi
lambung cepat
5. Distensi abdomen Edukasi
6. Diare ⚫ Anjurkan pasien
7. Feses kering dan sulit duduk (jika mampu)
keluar ⚫ Ajarkan diet yang
8. Feses keras diprogramkan

Kolaborasi
⚫ Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. pereda
nyeri, antlemetik)
(jika perlu)
⚫ Kolaborasi dnega ahli
gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan (jika
perlu)

2. Pengontrolan Infeksi

Definisi:
Mengendalikan
penyebaran infeksi dan
perburukan komplikasi
akibat infeksi.

Tindakan:
Observasi:
⚫ Identifikasi pasien -
pasien yang
mengalami penyakit
infeksi menular

Terapeutik
⚫ Terapkan
kewasapadaan
universal (mis. cuci
tangan aseptik,
gunakan alat
pelindung diri seperti
masker, sarung
tangan, pelindung
wajah, pelindung
mata, apron, sepatu
bot, sesuai model
transmisi
mikroorganisme)
⚫ Tempatkan pada
ruang isolasi
bertekanan positif
untuk pasien yang
mengalami penurunan
imunitas
⚫ Tempatkan pada
ruang isolasi
bertekanan negatif
untuk pasien dengan
risiko penyebaran
infeksi via droplet
atau udara
⚫ Sterilisasi dan
desinfeksi alat - alat
furniture, lantai,
sesuai kebutuhan
⚫ Gunakan hepafilter
pada area khusus (mis.
kamar operasi)
⚫ Berikan tanda khusus
untuk pasien - pasien
dengan penyakit
menular

Edukasi
⚫ Ajarkan cara mencuci
tangan dnegan benar
⚫ Ajarkan etika batuk
dan/atau bersin

SDKI SLKI SIKI

Ketidakseimbangan Defisit Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi


Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh Setelah dilakukan Definisi:
Berhubungan tindakan keprawatan Mengidentifikasi dan
Ketidakmampuan diharapkan nutrisi pasien mengelola asupan nutrisi
Menerima Nutrisi. dapat terpenuhi dengan yang seimbang
kriteria hasil :
Definisi : Asupan 1. Status nutrisi Tindakan
nutrisi tidak cukup meningkat Observasi :
untuk memenuhi 2. Berat badan ⚫ Identifikasi status
kebutuhan pasien meningkat nutrisi
metabolisme. 3. Nafsu makan ⚫ Identifikasi alergi dan
pasien meningkat intoleransi makanan
Penyabab :
1. Ketidakmampuan 4. Pasien dapat ⚫ Identifikasi makanan
menelan makanan menelan yang disukai
2. Ketidakmampuan makanan dengan ⚫ Identifikasi kebutuhan
mencerna makanan baik kalori dan jenis
3. Ketidakmampuan 5. Tingkat nyeri nutrien
mengabsorbsi nutrien pasien menurun ⚫ Identifikasi perlunya
4. Peningkatan 6. Tingkat depresi penggunaan selang
kebutuhan metabolisme pasien menurun nasogastrik
5. Faktor ekonomi (mis. ⚫ Monitor asupan
finansial tidak makanan
mencukupi) ⚫ Monitor berat badan
6. Faktor psikologis ⚫ Monitor hasil
(mis. stres, keengganan pemeriksaan
untuk makan) laboratorium

Gejala dan Tanda Terapeutik:


Mayor: ⚫ Lakukan oral hygiene
Subjektif :- sebelum makan (jika
perlu)
Objektif : ⚫ Fasilitasi menentukan
1. Berat badan pedoman diet (mis.
menurun piramida makanan)
minimsl 10% di ⚫ Sajikan makanan
bawah rentang secara menarik dan
ideal suhu yang sesuai
⚫ Berikan makanan
Gejala dan Tanda tinggi serat untuk
Minor: mencegah konstipasi
Subjektif : ⚫ Berikan makanan
1. Cepat kenyang tinggi kalori dan
setelah makan tinggi protein
2. Kram/nyeri abdomen ⚫ Berikan suplemen
3. Nafsu makan makanan (jika perlu)
menurun ⚫ Hentikan pemberian
makanan melalui
Objektif : selang nasogastrik
1. Bising usus jika asupan oral dapat
hiperaktif ditoleransi
2. Otot pengunyah
lemah Edukasi
3. Otot menelan ⚫ Anjurkan pasien
lemah duduk (jika mampu)
4. Membran ⚫ Ajarkan diet yang
mukosa pucat diprogramkan
5. Sariawan
6. Serum albumin Kolaborasi
turun ⚫ Kolaborasi pemberian
7. Rambut rontok medikasi sebelum
berlebihan makan (mis. pereda
8. Diare nyeri, antlemetik)
(jika perlu)
⚫ Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan (jika
perlu)

2. Promosi Berat Badan


Definisi:
Memfasilitasi peningkatan
berat badan

Tindakan
Observasi:
⚫ Identifikasi
kemungkinan
penyebab berat badan
kurang
⚫ Monitor adanya mual
muntah
⚫ Monitor jumlah kalori
yang dikonsumsi
sehari - hari
⚫ Monitor berat badan
⚫ Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit
serum

Terapeutik:
⚫ Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan
(jika perlu)
⚫ Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien (mis.
makanan dengan
tekstur halus,
makanan yang di
blender, makanan cair
yang diberikan
melalui NGT atau
gastrostomi, total
perenteral nutrition
sesuai indikasi)
⚫ Hidangkan makanan
secara menarik
⚫ Berikan suplemen
(jika perlu)
⚫ Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang
dicapai

Edukasi
⚫ Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
tinggi, namun tetap
terjangkau
⚫ Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan.

SDKI SLKI SIKI

Termoregulasi Tidak Termoregulasi Tidak 1. Edukasi Pengukuran


Efektif Berhubungan Efektif Suhu Tubuh
dengan Penurunan
Jaringan Lemak Setelah dilakukan Definisi:
Subkutan. asuhan keperawatan Mengajarkan cara
selama ….x 24 jam pengukuran suhu tubuh
Definisi: diharapkan
Kegagalan termoregulasi pasien Tindakan:
mempertahankan suhu efektif dengan kriteria Observasi:
tubuh dalam rentang hasil: ⚫ Identifikasi kesiapan
normal 1. Menggigil Menurun dan kemampuan
menerima informasi
2. Kulit merah menurun
Penyebab:
1. Stimulasi pusat 3. Akrosianosis Terapeutik:
termoregulasi menurun ⚫ Sediakan materi dan
hipotalamus 4. Konsumsi Oksigen media pendidikan
2. Fluktuasi suhu menurun kesehatan
lingkungan ⚫ Jadwalkan pendidikan
5. Piloereksi menurun
3. Proses penyakit kesehatan sesuai
(mis. infeksi) 6. Vasokonstriksi perifer kesepakatan
4. Proses penuaan menurun ⚫ Berikan kesempatan
5. Dehidrasi 7. Kutis memorata untuk bertanya
6. Ketidaksesuaian menurun ⚫ Dokumentasikan hasil
pakaian untuk suhu pengukuran suhu
lingkungan 8. Pucat menurun
7. Peningkatan 9. Takikardia menurun Edukasi:
kebutuhan oksigen ⚫ Jelaskan prosedur
10. Takipnea menurun
8. Perubahan laju pengukuran suhu
metabolisme 11. Bradikardia tubuh
9. Suhu lingkungan menurun ⚫ Anjurkan terus
ekstrem memegang bahu dan
12. Hipoksia menurun
10. Ketidakadekuatan menahan dada saat
suplai lemak 13. Suhu tubuh pengukuran aksila
subkutan membaik ⚫ Ajarkan memilih
11. Berat badan 14. Suhu kulit membaik lokasi pengukuran
ekstrem suhu oral atau aksila
15. Kadar glukosa darah
12. Efek agen ⚫ Ajarkan cara
membaik
farmakologis (mis. meletakkan ujung
sedasi) 16. Ventilasi membaik termometer di bawah
Gejala dan Tanda lidah atau di bagian
17. Tekanan darah
Mayor: membaik tengah aksila
Subjektif:- ⚫ Ajarkan cara
membaca hasil
Objektif: termometer raksa
1. Kulit dan/atau elektronik
dingin/hangat
2. Menggigil 2. Edukasi
3. Suhu tubuh Termoregulasi
fluktuatif
Definisi:
Gejala dan Tanda Mengajarkan pasien untuk
Minor: mendukung keseimbangan
Subjektif:- antara produksi panas,
mendapatkan panas, dan
Objektif: kehilangan panas.
1. Piloereksi
2. Pengisian kapiler Tindakan:
>3 detik Observasi:
3. Tekanan darah ⚫ Identifikasi kesiapan
meningkat dan kemampuan
4. Pucat menerima informasi
5. Frekuensi napas
meningkat Terapeutik:
6. Takikardia ⚫ Sediakan materi dan
7. Kejang media pendidikan
8. Kulit kemerahan kesehatan
9. Dasar kuku ⚫ Jadwalkan pendidikan
sianotik kesehatan sesuai
kesepakatan
⚫ Berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi:
⚫ Ajarkan kompres
hangat jika demam
⚫ Ajarkan cara
pengukuran suhu
⚫ Anjurkan penggunaan
pakaian yang dapat
menyerap keringat
⚫ Anjurkan tetap
memandikan pasien,
jika memungkinkan
⚫ Anjurkan pemberian
antipiretik, sesuai
indikasi
⚫ Anjurkan
menciptakan
lingkungan yang
nyaman
⚫ Anjurkan
memperbanyak
minum
⚫ Anjurkan penggunaan
pakaian yang longgar
⚫ Anjurkan minum
analgesik jika merasa
pusing, sesuai indikasi
⚫ Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah
jika demam >3 hari

SDKI SLKI SIKI

Resiko Infeksi Resiko Infeksi 1. Manajemen


Berhubungan dengan Imunisasi/Vaksinasi
Pertahanan Setelah dilakukan
Imunologis Tidak tindakan asuhan Definisi:
Adekuat. keperawatan selama ….x Mengidentifikasi dan
24 jam diharapkan nyeri mengelola pemberian
Definisi: pada pasien berkurang kekebalan tubuh secara
Beresiko mengalami atau menurun dengan aktif dan pasif
peningkatan terserang kriteria hasil:
organisme patogenik a. Keluhan nyeri Tindakan:
menurun Observasi:
Faktor Resiko: b. Meringis menurun ⚫ Identifikasi riwaayat
1. Penyakit kronis c. Sikap protektif kesehatan dan riwayat
(mis. diabetes menurun alergi
melitus) d. Gelisah menurun ⚫ Identifikasi
2. Efek prosedur e. Kesulitan tidur kontraindikasi
invasif menurun pemberian imunisasi
3. Malnutrisi f. Menarik diri (mis. reaksi
4. Peningkatan menurun anafilaksis terhadap
paparan organisme g. Berfokus pada diri vaksin sebelumnya
patogen lingkungan sendiri menurun dan atau sakit parah
5. Ketidakadekuatan h. Diaforesis menurun dengan atau tanpa
pertahanan tubuh i. Frekuensi nadi demam)
primer: membaik ⚫ Identifikasi status
a. Gangguan j. Pola nafas membaik imunisasi setiap
peristaltik k. Tekanan darah kunjungan ke
membaik pelayanan kesehatan
b. Kerusakan l. Prilaku membaik
integritas kulit m. Pola tidur membaik Terapeutik:
c. Perubahan ⚫ Berikan suntikan pada
sekresi pH bayi di bagian paha
d. Penurunan kerja anterolateral
siliaris ⚫ Dokumentasikan
e. Ketuban pecah informasi vaksinasi
lama (mis. nama produsen,
f. Ketuban pecah tanggal kedaluwarsa)
sebelum waktunya ⚫ Jadwalkan imunisasi
g. Merokok pada interval waktu
h. Statis cairan yang tepat
tubuh
6. Ketidakadekuatan Edukasi:
pertahanan tubuh ⚫ Jelaskan tujuan,
sekunder: manfaat, reaksi yang
a. Penurunan terjadi, jadwal, dan
hemoglobin efek samping
b. Imununosupresi ⚫ Informasikan
c. Leukopenia imunisasi yang
d. Supresi respon diwajibkan
inflamasi pemerintah (mis.
e. Vaksinasi tidak Hepatitis B, BCG,
adekuat difteri, tetanus,
pertusis, H. Influenza,
polio, campak,
measles, rubela)
⚫ Informasikan
imunisasi yang
melindungi terhadap
penyakit namun saat
ini tidak diwajibkan
pemerintah (mis.
Influenza,
pneumokokus)
⚫ Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis.
rabies, tetanus)
⚫ Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
⚫ Informasikan
penyedia layanan
Pekan Imunisasi
Nasional yang
menyediakan vaksin
gratis

2. Pencegahan Infeksi

Definisi:
Mengidentifikasi dan
menurunkan risiko
terserang organisme
patogenik

Tindakan:
Observasi:
⚫ Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
dan sistemik

Terapeutik
⚫ Batasi jumlah
pengunjung
⚫ Berikan perawatan
kulit pada area edema
⚫ Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
⚫ Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi:
⚫ Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
⚫ Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
⚫ Ajarkan etika batuk
⚫ Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
⚫ Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
⚫ Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi:
⚫ Kolaborasi pemberian
imunisasi (jika perlu)

SDKI SLKI SIKI

Ikterus Neonatus Ikterik Neonatus 1. Fototerapi Neonatus


Berhubungan dengan Definisi:
Bilirubin Tak Setelah dilakukan Memberikan terapi sinar
Terkonjugasi Dalam tindakan asuhan fluorescent yang ditujukan
Sirkulasi. keperawatan selama ….x kepada kulit neonatus
24 jam diharapkan kulit untuk menurunkan kadar
Definisi: dan membran mukosa bilirubin
Kulit dan membran neonatus pasien
mukosa neonatus berkurang atau menurun Tindakan:
menguning setelah 24 dengan kriteria hasil: Observasi:
jam kelahiran akibat ⚫ Monitor ikterik pada
bilirubin tidak a) Kadar bilirubin sklera dan kulit bayi
terkonjugasi masuk ke tidak menyimpang ⚫ Identifikasi kebutuhan
dalam sirkulasi. dari rentang normal cairan sesuai dengan
(<10 mg/dL) usia gestasi dan berat
Penyebab: b) Warna kulit normal badan
1. Penurunan berat (tidak ikterik) ⚫ Monitor suhu dan
badan abnormal (.7- c) Membran mukosa tanda vital setiap 4
8% pada bayi baru normal (tidak ikterik) jam sekali
lahir yang menyusu d) Refleks mengisap ⚫ Monitor efek samping
ASI, >15% pada bayi baik fototerapi (mis.
cukup bulan) e) Mata bersih (tidak hipertermi, diare, rush
2. Pola makan tidak ikterik) pada kulit, penurunan
ditetapkan dengan berat badan lebih dari
baik 8-10%)
3. Kesulitan transisi f) Berat badan tidak
ke kehidupan ekstra menyimpang dari Terapeutik:
uterin rentang normal ⚫ Siapkan lampu
4. Usia kurang dari 7 g) Eliminasi usus dan fototerapi dan
hari urin baik (warna urin inkunbator atau kotak
5. Keterlambatan dan feses tidak pucat) bayi
pengeluaran feses ⚫ Lepaskan pakaian
(mekonium) bayi kecuali popok
⚫ Berikan penutup mata
Gejala dan Tanda (eye
Mayor: protector/biliband)
Subyektif:- pada bayi
⚫ Ukur jarak antara
Objektif: lampu dan permukaan
1. Profil darah kulit bayi (30 cm atau
abnormal (hemolisis, tergantung spesifikasi
bilirubin serum total lampu fototerapi)
>2mg/dL, bilirubin ⚫ Biarkan tubuh bayi
serum total pada terpapar sinar
rentang risiko tinggi fototerapi secara
menurut usia pada berkelanjutan
normogram spesifik ⚫ Ganti segera alas dan
waktu) popok bayi jika
2. Membran mukosa BAB/BAK
kuning ⚫ Gunakan linen
3. Kulit kuning berwarna putih agar
4. Sklera kuning memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Gejala dan Tanda
Minor: Edukasi:
Subjektif:- ⚫ Anjurkan ibu
Objektif:- menyusui sekitar 20-
30 menit
⚫ Anjurkan ibu
menyusui sesering
mungkin

Kolaborasi:
⚫ Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk
dan indirek
2. Perawatan Bayi
Definisi:
Mengidentifikasi dan
merawat kesehatan bayi

Tindakan:
Observasi:
⚫ Monitor tanda - tanda
vital bayi (terutama
suhu 36.50C-37,50C)

Terapeutik:
⚫ Mandikan bayi
dengan suhu ruangan
21-240C)
⚫ Mandikan bayi dalam
waktu 5-10 menit dan
2 kali dalam sehari
⚫ Rawat tali pusar
secara terbuka (tali
pusat tidak dibungkus
apapun)
⚫ Bersihkan pangkal tali
pusat lidi kapas yang
telah diberi air matang
⚫ Kenakan popok bayi
di bawah umbilikus
jika tali pusat belum
terlepas
⚫ Lakukan pemijatan
bayi
⚫ Ganti popok bayi jika
basah
⚫ Kenakan pakaian bayi
dari bahan katun

Edukasi:
⚫ Anjurkan ibu
menyusui sesuai
kebutuhan bayi
⚫ Ajarkan ibu cara
merawat bayi di
rumah
⚫ Ajarkan cara
pemberian makanan
pendamping ASI pada
bayi >6 bulan

4. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses
keperawatan. Implementasi mencakup melakukan, membantu atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan
arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien.
Selama implementasi, perawat mengkaji kembali klien,
memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali hasil yang
diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005).
Menurut Surasmi, dkk (2003), maturitas sistem organ
merupakan syarat bagi bayi untuk mampu beradaptasi dengan
lingkungan di luar rahim. Bayi berisiko tinggi mengalami gangguan
pada salah satu atau lebih fungsi sistem organ sehingga dapat
menghambat kemampuan bayi untuk beradaptasi dengan
lingkungan di luar rahim. Bayi prematur atau berat badan lahir
rendah sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Oleh karena itu,
bayi risiko tinggi seperti bayi prematur sangat membutuhkan
perhatian dan perawatan intensif karena keadaan bayi yang belum
matang secara anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan
munculnya berbagai masalah kesehatan hingga menyebabkan
kematian. Berikut adalah implementasi keperawatan yang dapat
dilakukan terhadap bayi prematur dan bayi berisiko tinggi lainnya:
1) Bantuan penapasan.
2) Mengupayakan suhu lingkungan yang netral.
3) Pencegahan infeksi.
4) Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi.
5) Penghematan energi.
6) Perawatan kulit.
7) Pemberian obat.
8) Pemantauan data fisiologis.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil (Hidayat, 2004). Menurut Nursalam (2008), pada tahap
evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung
(evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target
tujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).
1) Evaluasi proses (evalusi formatif)
Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode
pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis
rencana asuhan keperawatan, open chart audit, pertemuaan
kelompok, wawancara, observasi, dan menggunakan form
evaluasi. Sistem penulisaanya dapat menggunakan sistem
SOAP.
2) Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah
pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir asuhan keperawatan. Evaluasi ini dilaksanakan pada
akhir asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil
bersifat objektif, fleksibel, dan efisien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara
pada pertemuan terakhir asuhan, dan pertanyaan kepada
klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, J. (2019, 10 30). Bayi Prematur. Retrieved from www.alomedika.com:


https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/bayi-
prematur#:~:text=Bayi%20prematur%20(prematuritas)%20didefinisikan%
20sebagai,yang%20disebabkan%20oleh%20kelahiran%20prematur.
Faktor Penyebab Kelahiran Prematur dan Cara Mencegah – Info Sehat FKUI.
(2021, August 10). Ui.ac.id. https://fk.ui.ac.id/infosehat/faktor-penyebab-
kelahiran-prematur-dan-cara-mencegah/
Hidayat, A. Aziz, A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hutahaean, Serri. 2011. Asuhan Kepererawatan dalam Maternitas dan Ginekologi.
Jakarta : Trans Info Media
NAnda. 2006. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification. Dalam http://
www. Nanda.org/Portals/0/PDFs/NANDA-
1%20Pubs/New_Book_Now_4_08.pdf/
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Jogyakarta . Nuha Medika
Nursalam.2000. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan
Praktek. Edisi 2. Jakarta: EGC
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat .
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
Prawoharjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Bina pustaka
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2014.
Sari, S. A., Afriyani, L., & Utami, R. (2021). Perilaku Pencegahan Prematuritas
pada Ibu Hamil. Jurnal Ilmiah Kesehatan.
Surami, D. (2018). Asuhan bayi prematur. Surami, Dkk, 53(9), 1689–1699.
http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1401100050/13._BAB_2_.pdf

Anda mungkin juga menyukai