SKILL LAB
Semester III
i
VISI DAN MISI STIKES WIRA MEDIKA BALI
ii
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
VISI
MISI
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
iii
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KATA PENGANTAR
iv
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PENGARAH
TIM PENYUSUN
v
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................... i
VISI DAN MISI STIKES WIRA MEDIKA BALI ................................ ii
VISI DAN MISI PRODI ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
TIM PENYUSUN .................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
1. TERAPI INTRAVENA .................................................................. 1
2. PENGAMBILAN DARAH ARTERI ............................................. 11
3. PEMERIKSAAN FISIK BBL ........................................................ 15
4. PEMERIKSAAN FISIK ANAK..................................................... 21
5. MEMANDIKAN BAYI DAN PERAWATAN TALI PUSAT ........ 24
6. ANTENATAL CARE .................................................................... 28
7. PERAWATAN PAYUDARA ........................................................ 41
8. PERSALINAN ............................................................................... 51
9. PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM ..................................... 73
10. PEMBERIAN TERAPI O2 ............................................................ 79
11. NEBULISASI ................................................................................ 86
12. PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION) ......................................... 90
13. FISIOTERAPI DADA.................................................................... 94
14. TRANSFUSI DARAH ................................................................... 102
15. PEMERIKSAAN EKG .................................................................. 110
16. PERAWATAN WATER SEALED DRAINAGE ........................... 117
17. PERAWATAN TRAKEOSTOMI .................................................. 126
18. PEMERIKSAAN FISIK KARDIORESPIRASIIMUNHEMATOLOGI
....................................................................................................... 131
vi
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
TERAPI INTRAVENA (PEMASANGAN INFUS)
1
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Komposisi cairan
a. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit.
b. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na, K, Cl, Ca, laktat)
d. Balans isotonic, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori (Na, K, Mg, Cl,
HCO3, glukonat)
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%
plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik
cairan dan interstisial ke dalam sirkulasi dan meningkatkan volume
darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori)
2
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5) Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang diberikan.
6) Kaji kepatenan jalan infuse dengan mengetahui keberadaan dan aliran
darah.
● Pertahankan kecepatan infuse.
● Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum memasukkan obat.
● Tekan selang infuse secara perlahan.
7) Perhatikan waktu pemasangan infuse. Ganti tempat pemasangan infuse
apabila terdapat tanda-tanda komplikasi (misal : phlebitis,
ekstravasasi, dll).
b. Perhatikan respon pasien terhadap obat
1) Adakah efek samping mayor yang timbul (anaphilaksis, respiratory
distress, takhikardi, bradikardi, atau kejang)?
2) Adakah efek samping minor yang timbul (mual, pucat, kulit
kemerahan, atau bingung)?
3) Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila terjadi hal-
hal tersebut.
2. Continous Infusion (infuse berlanjut) menggunakan alat control
Continous infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan
yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infuse melalui
intravena, intra arteri, dan intra thecat (spinal) dapat dilengkapi dengan
menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun yang eksternal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :
a. Keuntungan
1) Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan
akurat.
2) Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di
selang infuse atau adanya penyumbatan.
3) Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran
infuse.
b. Kerugian
1) Memerlukan selang infuse.
2) Biaya lebih mahal.
3) Pompa infuse akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.
c. Tanggung jawab perawat
1) Efektifitas penggunaan pengaturan infuse secara mekanis sama dengan
perawat yang memerlukannya.
3
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2) Perawat harus waspada terhadap terjadinya komplikasi (adanya
infiltrasi atau infeksi).
3) Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang memproduksi alat
tersebut.
4) Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran infuse.
5) Pastikan udara yang ada dalam selang telah dikeluarkan sebelum
dihubungkan ke pasien.
6) Jelaskan tujuan penggunaan alat dan alarm kepada pasien dan
keluarga.
3. Infuse sementara (intermittent infusions)
Infuse sementara dapat diberikan melalui “heparin Lock”, “piggybag”
untuk infuse yang kontinyu, atau untuk terapi jangka panjang melalui
perangkat infuse.
8
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
INJEKSI INTRAVENA
NAMA MAHASISWA :
WAKTU : 15 MENIT
Aspek yang dinilai
Tahap pre-interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan troli yang sudah dibersihkan dan dilengkapi alat-alat :
a. Catatan pemberian obat
b. Obat yang akan disuntikkan
c. Aquabidest (jika perlu dilarutkan atau diencerkan)
d. Kupet
e. Sepasang sarung tangan dalam dressing jar
f. Kapas injeksi dalam kom
g. Alcohol 70%
h. Spuit dengan jarumnya (ukuran sesuai yg dibutuhkan)
i. Hipafix / plester
j. Gunting plester
k. Kikir/gergaji ampul (jika ampul tidak diberi tanda)
l. Hand rub
m. Bengkok
n. 1 buah Pengalas
o. 1 buah Torniqet
p. Tempat sampah tajam (safety box)
q. Tempat sampah medis (warna kuning)
4. Baca label obat untuk memastikan kandungan, dosis dalam kemasan,
tanggal kadaluwarsa obat, rute pemberian (12 Benar)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no RM/tanggal
lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien, tutup sampiran
2. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
3. Cuci tangan efektif
4. Periksa label obat sesuai program terapi
9
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Pakai sarung tangan
6. Siapkan spuit sesuai ukuran
7. Siapkan obat sesuai program terapi
8. Oplos obat sesuai kebutuhan (jika obat dalam bentuk vial)
9. Ambil obat sesuai dosis yang diberikan
10. Keluarkan udara dari spuit yang telah berisi obat dengan memegang spuit
tegak lurus
11. Letakkan spuit yang berisi obat dalam kupet
12. Palpasi dan Tentukan area suntikan (diusahakan mencari vena yang paling
ujung dan tidak bercabang)
13. Pasang pengalas
14. Pasang tourniquet 10-15 cm bagian proximal lokasi yang dipilih untuk
melakukan fiksasi
15. Desinfeksi daerah yang akan diinsersi dengan alkohol arah melingkar
dari dalam keluar dengan diameter 4-5 cm
16. Tusukkan dengan kemiringan 15-30 derajat dengan mengarah ke jantung
(bevel menghadap ke atas)
17. Lakukan aspirasi, pastikan darah tampak keluar pada hub
18. Lepaskan toerniquet
19. Dorong plunger untuk memasukkan obat
20. Kaji reaksi pasien selama prosedur dilakukan untuk mengetahui adanya
reaksi alergi terhadap obat yang diberikan (misal : gatal-gatal, kemerahan,
atau apneu)
21. Cabut jarum dan tekan tempat insersi dengan kapas alkohol
22. Tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan
23. Pantau adanya perdarahan pada tempat insersi, jika perlu lakukan fiksasi
24. Rapikan Pasien dan berekan peralatan (buang sampah ke tempat sampah
medis, dan jarum pada tempat sampah tajam)
25. Lepas sarung tangan
26. Cuci tangan efektif
27. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan
10
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
11
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tes Rentang Interpretasi
normal
dewasa
PaO2 80 – 100 ● Elevasi, menandakan pemberian
mmHg oksigen yang berlebihan
● Menurun, mengindikasikan penyakit
bronchitis kronis, kanker bronkus dan
paru, anemia, atau penyebab lain yang
mengakibatkan hipoksia.
PaCO2 35 – 45 mmHg ● Elevasi, mengindikasikan
kemungkinan pneumonia, efek
anastesi, atau penggunaan opioid
(asidosis respiratori)
● Menurun, mengindikasikan
hiperventilasi/ alkalosis respiratori
pH 7,35 – 7,45 ● Elevasi, menandakan alkalosis
metabolic atau respiratori
● Menurun, menandakan asidosis
metabolic atau respiratori
HCO3 22 – 26 mEq/L ● Elevasi, mengindikasikan
kemungkinan asidosis respiratori
sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolic
● Menurun, mengindikasikan
kemungkinan alkalosis respiratori
sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolic
SaO2 95% - 99% Menurun, mengindikasikan kerusakan
kemampuan hemoglobin untuk
mengantarkan oksigen ke jaringan
12
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PENGAMBILAN DARAH ARTERI
WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
NIM :
Tindakan KOMPETEN
Ya Tidak
Pra Interaksi :
1. Cek catatan keperawatan pasien
2. Cuci tangan
3. Persiapan alat
▪ Kom berisi kapas alcohol
▪ Sarung tangan disposable (bersih)
▪ Spuit ukuran 2-5 ml dengan jarum no. 22 (dewasa) atau 25
(anak-anak)
▪ Perlak
▪ Bengkok
▪ Kasa steril
▪ Antikoagulan (EDTA/heparin)
▪ Penutup jarum (gabus atau karet)
▪ Plester
▪ Label : berisi nama, tanggal, waktu, apakah menerima O2, bila
ya berapa banyak, dan suhu.
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan serta tujuannya
3. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
4. Menanyakan keluhan saat ini
Tahap Kerja :
1. Berikan privacy dengan menutup sampiran
2. Mengukur suhu dan jumlah pernafasan pasien
3. Jika terpasang oksigen, catat jumlah oksigen yang diberikan
4. Spuit diberi heparin dengan perbandingan 1 : 10 dari spuit yang
dipakai, lalu dengan posisi tegak lurus, tarik spuit sehingga
semua bagian dalam spuit terkena heparin.
5. Meraba arteri radialis dan ulnaris, atau brakialis, atau femoralis
6. Melakukan tes Allen (Berikan tekanan pada arteri, lepaskan
tekanan, observasi warna jari-jari dan tangan. Allen positif jika
jari dan tangan memerah dalam 15 detik)
7. Dekatkan peralatan
8. Pasang perlak
9. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
13
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
10. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol
● gerakan sirkuler dari arah dalam ke arah luar dengan diameter
sekitar 5 cm
● tunggu sampai kering
● jangan ditiup
11. Jarum disuntikkan ke arteri radialis dengan sudut 450 sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain dengan cara
mempalpasi (bila jarum masuk ke arteri darah akan keluar
tanpa spuit diisap dan warna darah yang keluar merah terang).
Ambil sebanyak 2 ml darah.
12. Lepaskan jarum dan spuit dari arteri dan tekan bekas tusukan
selama 5-10 menit
13. Buang setiap udara yg berada di dalam spuit, sumbat spuit
dengan gabus atau karet.
14. Beri label pada spuit
15. Kirim spesimen ke lab dengan segera
16. Jika perdarahan pada tempat tusukan sudah berhenti, beri
plester di atas kassa.
17. Mempalpasi nadi (sebelah distal tempat pengambilan darah),
observasi tempat penyuntikan dan kaji apakah tangan dingin,
tidak berasa atau ada perubahan warna
18. Rapikan peralatan, buang sampah pada tempat yang sesuai
19. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman
20. Buka sarung tangan
21. Cuci tangan
Tahap terminasi
1. Evaluasi perasaan klien
2. Lakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3. Salam penutup
4. Cuci tangan
Tahap dokumentasi
1. Catat waktu pemeriksaan gas darah arteri dan dari ekstremitas
sebelah mana specimen darah tersebut diambil, suhu dan
respirasi klien, serta oksigen yang didapatkan klien
14
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK
PADA BAYI BARU LAHIR
Pengkajian pada bayi baru lahir dapat dilakukan segera setelah lahir
yaitu untuk mengkaji penyesuaian bayi dari kehidupan intra uterine ke ekstra
uterine. Selanjutnya dilakukan pemeriksaanfisik secara lengkap untuk
mengetahui normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan.
Pengkajian dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan
penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan.
Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan, dan dapat
ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau bayi tampak tidak sehat.
A. Prinsip pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dan anak
1. Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan tindakan
2. Pastikan suasana tempat pemeriksaan harus tenang dan nyaman untuk
mengurangi ketakutan anak. Ketakutan menyebabkan anak menolak untuk
diperiksa
3. Pastikan tempat pemeriksaan mempunyai pencahayaan yang baik
4. Anak usia < 6 bulan pemeriksaan bisa dilakukan di atas meja periksa.
Anak usia 1 – 3 tahun dapat diperiksa dalam pelukan ibu
5. Cuci dan keringkan tangan, pakai sarung tangan
6. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yang akan
diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu
pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat
7. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh
B. Pengkajian segera bayi baru lahir
1. Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ?
2. Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas?
3. Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat/biru?
C. Pengkajian refleks:
1. Mata
a) Berkedip atau refleks korneal
Bayi berkedip pada permulaan sinar terang yang tiba-tiba atau pada
pendekatan objek ke arah kornea. Reflekas harus menetap sepanjang
hidup
b) Pupil
Pupil konstriksi bila sinar terang diarahkan padanya. Refleks ini harus
ada sepanjang hidup
c) Mata Boneka
15
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Ketika kepala digerakkan dengan perlahan ke kanan atau ke kiri, mata
normalnya tidakbergerak; reflek ini harus hilang sesuai perkembangan
2. Hidung
a) Bersin
Respons spontan saluran hidung terhadap iritasi atau obstruksi. Refleks
ini harus menetap sepanjang hidup.
b) Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara dua alis mata)
menyebabkan mata menutup dengan rapat
3. Mulut dan tenggorokan
a) Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral
sebagai respons terhadap rangsang. Refleks ini harus tetap ada selama
masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
b) Muntah/Gag
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan, atau
masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami refleks muntah.
refleks ini harus menetap sepanjang hidup
c) Rooting
Menyentuh atau menekan dagu sepanjang sisi mulut akan
menyebabkan bayi membalikkan kepala ke arah sisi tersebut dan mulai
menghisap; harus hilang pada kira-kira usia 3 tahun sampai 4 bulan,
tetapi dapat menetap selama 12 bulan
d) Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespons dengan mendorongnya
keluar. Refleks harus menghilang pada usia 4 bulan
e) Menguap
Respon spontan terhadap penurunan oksigen dengan meningkatkan
jumlah udara inspirasi. Refleks harus menetap sepanjang hidup
f) Batuk
Iritasi membran mukosa laring atau pohon trakeobronkial
menyebabkan batuk. Refleks ada setelah hari pertama kelahiran.
Refleks ini harus terus ada sepanjang hidup.
4. Ekstremitas
a) Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar jari
menyebabkan fleksi tangan dan jari kaki. Genggaman telapak tangan harus
berkurang setelah usia 3 bulan, digantikan dengan gerakan volunter.
Genggaman plantar berkurang pada usia 8 bulan.
b) Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar ke arah atas dari tumit dan menyilang
bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorsofleksi;
refleks ini harus hilang setelah usia 1 tahun.
16
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
c) Klonus pergelangan kaki
Dorsifleksi telapak kaki yang cepat ketika menopang lutu pada posisi
fleksi parsial mengakibatkan munculnya satu sampai dua gerakan oksilasi
(denyut); akhirnya tidak boleh ada denyut yang teraba
5. Massa (tubuh)
a) Moro
Kejutan atau perubahan tiba-tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan
ekstensi dan abduksi ekstremitas yang tiba-tiba serta mengipaskan jari,
dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk bentuk “C“, diikuti dengan
fleksi dan abduksi ekstremitas; kaki dapat fleksi dengan lemah; bayi
mungkin menangis; reflek ini harus hilang setelah usia 3-4 bulan, biasanya
paling kuat selama 2 bulan pertama
b) Startle
Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi
siku; tangan tetap tergenggam; harus hilang pada usia 4 bulan.
c) Perez
Saat bayi telungkup pada permukaan keras ibu jari ditekan sepanjang
medula spinalis dari sakrum ke leher; bayi berespons dengan menangis,
memfleksikan ekstremitas, dan meninggikan pelvis dan kepala; lordosis
tulang belakang, serta dapat terjadi defekasi dan urinasi; harus hilang pada
usia 4 sampai 6 bulan.
d) Tonik leher asimetris (menengadah)
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah satu sisi, lengan dan
kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut, dan lengan yang berlawanan
dan kaki fleksi; harus hilang pada usia 3 sampai 4 bulan, untuk digantikan
dengan posisi simetris dari kedua sisi tubuh.
e) Neck righting
Jika bayi telentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi; bahu dan batang
tubuh membalik ke arah tersebut, diikuti dengan pelvis; menghilang pada
usia 10 bulan.
f) Otolith-righting
Jika badan bayi yang tegak ditengadahkan, kepala kembali tegak, posisi
tegak.
g) Inkurvasi batang tubuh (galant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan
panggul bergerak ke arah sisi yang terstimulasi; refleks ini harus hilang
pada usia 4 minggu.
h) Menari atau melangkah
Jika bayi dipegang sedemikian rupa hingga telapak kaki menyentuh
permukaan keras, akan ada fleksi dan ekstensi resiprokal dari kaki,
menstimulasi berjalan; harus hilang setelah usia 3 sampai 4 minggu,
digantikan oleh gerakan yang dikehendaki.
17
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
i) Merangkak
Bayi, bila ditempatkan pada abdomennya (telungkup), membuat gerakan
merangkak dengan tangan dan kaki; harus hilang kira-kira pada usia 6
minggu.
j) Placing
Bila bayi dipegang tegak di bawah lengannya dan sisi dorsal telapak kaki
dengan tiba-tiba ditempatkan di atas objek keras, seperti meja, kaki
mengangkat seolah-olah telapak melangkah di atas meja; usia hilangnya
refleks ini bervariasi.
Kompete
nsi
Aspek yang dinilai
Y tdk
a
TahapPreinteraksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat:
a. Kapas
b. Penlight
c. Termometer
d. Stetoskop
e. Selimut bayi
f. Timbangan bayi
g. Pita ukur/metlin
h. Pengukur panjang badan bayi
i. Sarung tangan
j. Bengkok
4. Cuci tangan efektif
TahapOrientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri pada keluarga
2. Lakukan identifikasi identitas (Tanyakan nama, tanggal
lahir dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan pada keluarga
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
TahapKerja
1. Sediakan privasi bagi bayi: tutup pintu kamar atau pasang
tirai
18
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Memakai sarung tangan
3. Letakkan bayi pada tempat yang rata, hangat dan aman
4. Lakukan pemeriksaan umum pada bayi: kesan sakit/ bugar,
kesadaran, kesan status gizi
5. Ukur tanda vital anak: Pernapasan, suhu, tekanan darah dan
nadi
6. Ukur data antropometri: Berat badan (BB), panjang badan
(PB), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD)
7. Ukur tanda vital bayi: Pernapasan, suhu dan nadi
8. Lakukan inspeksi keadaan umum bayi
9. Periksa kulit bayi meliputi: Warnakulit, turgor, lanugo,
vernix caseosa
10. Periksa kepala bayi: Ukuran, sutura, molase, hematoma
11. Periksa wajah: Kesimetrisan, perhatikan wajah khas Down
Syndrome
12. Periksa mata : Kebersihan, pergerakan bola mata,perdarahan
subkonjugtiva, katarak juvenile, nistagmus, strabismus
13. Periksa hidung: Kesimetrisan septum nasal, sekret dan
cuping hidung.
14. Periksa mulut: Bibir, langit-langit mulut/palato dan lidah
15. Periksa telinga: Kesimetrisan, ukuran daun telinga
16. Periksa dada: Payudara,pernapasan retraksi interkostal.
17. Auskultasi suara napas
18. Auskultasi jantung, dengarkan pulsasi pada ictus kordis,
frekuensi jantung (nadi) dan bunyi jantung.
19. Periksa Abdmen : Perhatikan adanya pembesaran/distensi,
perdarahan tali pusat, warna tali pusat, hernia
20. Periksa alat genetalia
a. Laki-laki : Testis belum turun, perhatikan urefisium
uretra
b. Perempuan : lubang vagina, uretra, labia mayor, labia
minor, besar dan bentuk klitoris, perdarahan, lendir dari
vagina,tanda-tanda hematoma.
21. Periksa ekstremitas atas dan bawah: perhatikan gerakan
ekstremitas, bentuk dan jumlah jari
22. Periksa tulang punggung
23. Periksa keadaan neuromuskuler: kaji refleks moro, refleks
menghisap (sucking refleks), refleks genggam, refleks
rooting, tonick neck, babinski, dan tonus otot.
24. Periksa mekonium(harus keluar dalam 24 jam sesudah lahir,
jika tidak waspada terhadap atresia ani atau obstruksi usus.
Begitu juga urine, jika tidak keluar waspada terhadap
obstruksi saluran kemih.
19
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
25. Rapikan pasien
26. Rapikan alat
27. Cuci tangan
TahapTerminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)
20
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK
Kompetensi
Aspek yang dinilai Ya tdk
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat:
a. Stetoskop
b. Manset anak
c. Tensimeter
d. Termometer
e. Timbangan anak
f. Meteran tinggi badan
g. Midline
h. Palu refleks
i. Sarung tangan
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri pada keluarga
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal
lahir dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan pada keluarga
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Sediakan privasi bagi anak: tutup pintu kamar atau pasang
tirai
2. Memakai sarung tangan
3. Persilahkan anak berbaring pada meja pemeriksaan
4. Lakukan pemeriksaan umum pada anak: kesan sakit,
kesadaran, kesan status gizi
5. Ukur tanda vital anak: Pernapasan, suhu, tekanan darah dan
nadi
21
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Ukur data antropometri: Berat badan (BB), panjang badan
(PB), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD)
7. Periksa kulit anak meliputi: Warna kulit, turgor, edema,
tanda perdarahan, sikatrik, pelebaran pembuluh darah,
hemangioma, pigmentasi, pertumbuhan rambut,
pengelupasan kulit dan stria
8. Periksa kelenjar limfe: tentukan lokasi, ukuran, mobilisasi/
tidak
9. Periksa kepala: Ukuran, simetris/ tidak, sutura, fontanel,
sefalhematoma, pelebaran pembuluh darah, rambut,
tengkorak dan muka
10. Periksa wajah: Kesimetrisan, paralisis, pembengkakan
11. Periksa mata : Kebersihan, fotofobia, nistagmus, ptosis,
eksoltalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, katarak dan
kelainan fundus
12. Periksa hidung: Kesimetrisan septum nasal, mukosa,
perdarahan, sekresi dan kondisi cuping hidung.
13. Periksa mulut: Bibir, langit-langit mulut/palato dan lidah
14. Periksa tenggorok: Uvula, epiglotis, besar tonsil, warna,
peradangan, eksudat
15. Periksa telinga: Kesimetrisan, warna dan bau sekresi
telinga, nyeri/ tidak, ukuran daun telinga
16. Periksa leher: Panjang/ pendek, kelenjar leher, letak
trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena,
pulsasi karotis dan gerakan leher
17. Periksa dada:
a. Inspeksi; Payudara, retraksi interkostal, bentuk dada,
pola nafas, pengembangan dada simetris/ tidak
b. Palpasi :
· Pengembangan dada : simetri/tidak
· Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
· Ada retraksi/tidak
· Perabaan iktus cordis
c. Perkusi untuk menentukan batas paru - jantung
d. Auskultasi
· suara napas
22
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
· Auskultasi jantung, dengarkan pulsasi pada ictus kordis,
frekuensi jantung (nadi) dan bunyi jantung.
18. Periksa Abdomen:
a. Inspeksi; Bentuk, pernafasan perut, umbilikus (hernia/
tidak), gambaran vena
b. Auskultasi peristaltik: terdengar tiap 10 -30 detik
c. Palpasi abdomen: nyeri tekan, lokasi organ
d. Perkusi abdomen: di seluruh lapang abdomen
19. Periksa alat genetalia
o Laki-laki: orifisium utera, penis membesar/ tidak,
skrotu membesar/ tidak, ada hernia/ tidak, refleks
kremaster
o Perempuan: vagina ada sekret/ tidak, labia mayor
perlengketn/ tidak, himen atresia/ tidak, klitoris
membesar/tidak
20. Periksa ekstremitas atas dan bawah: kelainan bawaan,
panjang dan bentuk, clubbling finger, dan pembengkakan
tulang
21. Periksa anus: inspeksi; tumor, meningokel, dimple atau
abces perianal, fisura ani, prolapsus ani
22. Rapikan anak dan rapikan alat
23. Cuci tangan
TahapTerminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada anak
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Buka sampiran
5. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
23
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
24
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
MEMANDIKAN BAYI DAN PERAWATAN TALI PUSAT
25
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tahap Kerja
1. Sediakan privacy
2. Pakai celemek
3. Cuci tangan efektif dan gunakan handscoon
4. Ukur suhu bayi (36,5-37,50 C)
5. Buka popok dan baju bayi, bila ada mekoneum bersihkan
pantat bayi dari mekoneum tersebut dengan melakukan vulva
hygine
6. Siapkan pakaian ganti dan langsung diset
7. Siapkan handuk dan selimut mandi
8. Siapkan air dalam bak mandi, dan ukur suhu air
9. Timbang BB pada timbangan yang sudah berisi alas selimut
bayi
10. Ganti selimuti bayi dengan selimut mandi dan mulai
mandikan bayi yang diawali dengan membersihkan mata.
Bersihkan mata kiri bayi dengan kapas mata dari luar ke dalam,
begitu juga pada mata kanan
11. Bersihkan mulut bayi menggunakan gaas steril dengan jari
kelingking (k/p)
12. Bersihkan muka bagian kiri dengan waslap lembut tanpa
sabun dimulai dari dahi, muka hingga dagu begitu juga muka
bagian kanan
13. Buka pembungkus tali pusat bayi. Jika pembungkus lengket,
basahi dengan kapas air hangat.
14. Jika akan melakukan keramas, ambil waslap dan basahi,
kemudian usapkan waslap basah ke rambut bayi.
15. Ambil shampoo, dan bersihkan rambut bayi dengan lembut.
16. Mulai mandikan bayi dengan membasahi badan bayi
menggunakan waslap yang sudah basah tadi mulai dari leher,
dada, perut, tangan, punggung, pantat, dan kaki.
17. Kemudian ambil sabun menggunakan waslap, busakan sabun
dalam waslap, sabuni bayi mulai dari leher, dada, abdomen
dan tali pusat, punggung, pantat, kaki, dan terakhir sabuni
tangan menggunakan sisi yang lain pada waslap
18. Ambil waslap yang baru, basahi dengan air hangat kemudian
lap bayi mulai dari kepala sampai kaki untuk sedikit
menghilangkan busa yang menempel pada bayi
19. Angkat bayi dengan teknik memegang garpu dan masukkan
bayi mulai dari kaki pelan-pelan ke pantat diikuti punggung
dan seluruh tubuh (tangan kiri menyangga punggung bayi
dengan empat jari dibawah ketiak bayi)
20. Bilas secara hati-hati mulai dari kepala sampai kaki bayi
26
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
21. Letakkan selimut mandi yang basah pada ember pakaian
kotor, baru kemudian angkat bayi dari bak mandi dan
letakkan pada handuk kering.
22. Pakai Handscoon sterill
23. Keringkan bayi dengan handuk kecuali tali pusat dikeringkan
dengan kassa steril
24. Lakukan perawatan tali pusat
25. Berikan baby oil pada kulit bayi kecuali pada daerah perut
26. Berikan minyak telon pada perut dan kaki secukupnya (k/p)
27. Kenakan pakaian bayi
28. Sisir rambut bayi dan pakaikan topi jika ada
29. Selimuti bayi atau bedong bayi dan letakkan pada box bayi
atau serahkan kepada ibu bayi.
30. Bersihkan alat-alat dan lingkungan
31. Cuci tangan
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
DOKUMENTASI
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)
27
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
ANTENATAL CARE
A. Definisi
ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan
mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas,
persiapan memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara
wajar.
B. Tujuan ANC
1. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu
3. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan,
dan pembedahan
4. Mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayi dengan trauma minimal
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara optimal
C. Kebijaksanaan Program
1. Kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan yaitu :
a. 1 kali pada trimester I
b. 1 kali pada trimester II
c. 2 kali pada trimester III
2. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid
3. Kunjungan ANC yang ideal adalah :
a. Setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu
b. Setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 32 minggu
c. Setiap 1 minggu sejak umur hamil 32 minggu sampai terjadi persalinan
d. Jika ditemukan komplikasi selama kehamilan maka kunjungan akan
lebih sering
4. Pemeriksaan khusus jika terdapat keluhan-keluhan tertentu
5. Pelayanan Asuhan Standar Minimal 7 T :
a. Timbang berat badan
b. Tekanan darah
c. Tinggi fundus uteri (TFU)
d. TT
e. Tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Tengok/periksa ibu hamil dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki
28
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
g. Tanya (temu wicara) dalam rangka persiapan rujukan
Penampilan Kehamilan
1. Memperhatikan adanya tanda dan gejala pada bumil
2. Dapat memberikan indikasi, responsi ibu terhadap kehamilan, diperlukan
untuk menemukan gejala awal dan pemberian pengobatan jika diperlukan
3. Tanyakan adakah riwayat penggunaan obat-obatan (terlarang), alkohol
maupun merokok
Hal tersebut akan memberikan resiko pada perkembangan janin dan memberikan
pengetahuan tentang adiksi
Riwayat Obstetri
1. Jumlah kejadian aborsi, stillbirth
2. Memberikan pengelolaan kehamilan dan kelahiran (pada primi) yang akan
berbeda dengan kehamilan lebih lanjut
3. Apakah ada komplikasi atau intervensi pada kehamilan, persalinan dan
puerperium terdahulu dan apakah dengan penyebab yang disadari
4. Mencegah berulangnya gejala yang pernah dialami
Riwayat Penyakit yang Lalu
1. Misal respon terhadap pengobatan, pernah sakit kronis, alergi, pelaksanaan
tranfusi, operasi, fraktur, struktur panggul 🡪 sehingga dapat diprediksi hal-hal
yang mungkin terjadi saat kehamilan
2. Penyakit yang diderita keluarga, misal : diabet, hipertensi, berkaitan dengan
kongenital abnormalitas 🡪 berkaitan dengan perubahan fisiologi ataupun
kondisi darurat jika mungkin dapat ditemukannya diagnosa dini
Pemeriksaan Fisik
Harus meliputi semua sistem tubuh utama dengan penekanan khusus pada
abdomen dan pelvis. Adanya jaringan parut, DJJ dan ukuran uterus termasuk
dalam pemeriksaan abdomen
1. Penampilan umum, termasuk postur tubuh, status nutrisi dan usia
2. Tinggi dan berat badan, bentuk tubuh
3. Mata, telinga, hidung mulut dan gigi (lubang pada gigi membutuhkan
penanganan segera)
4. Tekanan darah, jantung dan paru-paru
5. Pemeriksaan payudara dan puting susu
6. Pemeriksaan abdomen dengan palpasi (merasakan) pembesaran uterus,
denyut jantung janin (bila janin telah berusia 10 minggu atau lebih) dan
temuan abdomen lainnya
7. Pemeriksaan akstremitas terhadap edema atau varikose
30
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Kunjungan Lanjutan
Beberapa hal yang perlu dilaporkan pada kunjungan lanjutan yaitu :
1. Urinalisis : klien membawa urine midstream yang bersih, dikumpulkan saat
berkemih pertama kali pada pagi hari yang akan diperiksa kadar gula, aseton
dan albumin.
2. Berat badan : idealnya klien harus bertambah berat kira-kira 12-14 kg selama
hamil atau 250 mg/mgg untuk 28 mgg pertama dan 500 mg/mgg pada minggu
seterusnya. Tambahan berat badan lebih dari 2 kg/mgg dalam trimester dua
biasanya disebabkan karena retensi cairan. Keadaan ini disebut edema
gestasional dan merupakan suatu yang abnormal. Sedangkan penambahan
berat lebih dari 2,5 kg/mgg pada akhir kehamilan, mungkin merupakan tanda
pre-eklampsi dan urine serta tekanan darah harus diperiksa dengan ketat.
3. Pengukuran tekanan darah : peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg atau
diastolik 15 mHg disebut hipertensi gestasional dan merupakan sesuatu yang
abnormal.
4. Wawancara bidan, dokter atau perawat : pada saat tersebut ibu mendiskusikan
masalah-masalahnya atau pertanyaan-pertanyaan sehingga tercipta hubungan
saling percaya
5. Pemeriksaan abdomen : tinggi fundus uterus, posisi janin dan denyut jantung
janin
6. Pemeriksaan vagina : dilakukan sebagai indikasi untuk menentukan status
servik dengan pendekatan EDC
7. Pemeriksaan darah : dilakukan untuk mengamati keadaan seperti sifilis,
anemia dan inkompatibilitas golongan darah
A. Antenatal Education
Pendidikan antenatal merupakan tanggung jawab pemberi asuhan kesehatan.
Pendidikan antenatal meliputi :
1. Kebutuhan nutrisi
Diit pada wanita hamil harus mensuplai kebutuhan ibu dan juga janin
2. Pemahaman susu botol dan ASI.
Kadang-kadang selama periode prenatal ibu perlu untuk memutuskan
bagaimana ia akan menyusui bayinya.
3. Perawatan payudara
Selama kehamilan payudara harus dipersiapkan untuk fungsinya dalam
menghasilkan ASI bagi bayi segera setelah lahir.
4. Latihan otot dasar panggul (Kegels)
Otot-otot dasar panggul melingkari outlet tempat lewatnya bayi saat lahir.
Merupakan hal penting bagi ibu untuk meregangkan otot ini dan dengan
sadar mengontrolnya sehingga mereka dapat merelaksasi atau
berkontraksi sesuai kemauan.
5. Perawatan gigi
6. Pakaian
31
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Kriteria pakaian tersebut harus mudah disesuaikan dengan perubahan
kontur, mudah dicuci karena meningkatnya respirasi ; longgar, sehingga
tidak menyebabkan sesak.
7. Mandi
Mandi setiap hari merangsang sirkulasi, menyegarkan dan menghilangkan
kotoran tubuh.
8. Hubungan seksual
Banyak wanita mengalami peningkatan tekanan seksual selama
kehamilan. Hal ini disebabkan sebagian oleh peningkatan kongesti darah
pada vulva dan peningkatan kesadaran tentang peran seksual mereka.
Tidak ada alasan untuk membatasi hubungan seksual selama hamil.
Frekuensi, intensitas, posisi untuk kegiatan seksual memerlukan
penyesuaian bagi wanita hamil karena kebutuhan kontur tubuhnya.
9. Eliminasi
Konstipasi merupakan hal yang umum selama kehamilan karena aksi
hormonal yang mengurangi gerakan peristaltik usus dan pembesaran uterus
untuk menahannya.
10. Obat-obatan, alkohol dan tembakau
Selama periode kritis ketika bayi sedang dalam pembentukan, setiap dosis
tunggal dari obat yang membahayakan yang diminum oleh ibu dapat
menyebabkan kelainan pada embrio. Dengan alasan ini, wanita hamil harus
menghindari semua jenis obat kecuali obat yang secara khusus diresepkan
oleh dokter.
Obat-obatan adiktif seperti heroin yang digunakan oleh ibu masuk kedalam
darah janin dan menyebabkan janin tergantung pada obat tersebut. Ketikan
bayi ini lahir, sumber obat tersebut dihentikan dan mereka menunjukkan
ancaman hidup khas gejala putus obat.
11. Aktifitas dan istirahat
Letih merupakan gejala awal kehamilan. Selama kehamilan trimester pertama
sebagian besar ibu merasakan bahwa tidur siang hari sangat membantu.
Kongesti darah pada pelvik dan tungkai berkurang dan stres mental hilang.
12. Kesehatan mental
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa wanita hamil yang mengalami stres
secara terus menerus memiliki risiko lebih dari 50% untuk mendapatkan anak
cacat fisik.
13. Peran Bapak
Bapak sebelumnya dilupakan, tetapi kini dilibatkan pada seluruh siklus
materniti. Bapak belajar bagaimana memberikan makan, popok dan
memandikan bayi baru lahir.
14. Tanda-tanda bahaya
32
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Seringkali ibu dilengkapi dengan daftar tanda-tanda bahaya yang mungkin
mereka kenali sebagai kemungkinan kedaruratan. Perawat mungkin harus
menjelaskan tanda-tanda signifikan ini. Daftar bahaya khusus yaitu :
a) Setiap perdarahan yang keluar dari vagina atau keluarnya cairan
b) Sakit kepala berat atau terus menerus
c) Gangguan pengelihatan
d) Menggigil dan demam
e) Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki atau lutut
f) Nyeri pada dada atau abdomen
g) Urine mengandung darah atau keruh
h) Muntah terus menerus
PEMERIKSAAN LEOPOLD
1. Tujuan Pemeriksaan Leopold:
1. Menentukan usia kehamilan dari besarnya rahim
2. Menentukan letak janin dalam rahim
2. Pemeriksaan:
1. Leopold I
Tujuan : Menentukan tuanya kehamilan dan bagian apa yang terdapat
dalam fundus uteri.
Cara:
1) Kaki penderita difleksikan pada lutut dan lipat paha
2) Pemeriksa berdiri sebelah kanan penderita dan melihat ke arah muka
penderita, gunakan ujung jari kedua tangan untuk mempalpasi
fundus uteri
3) Tingginya fundus uteri ditentukan
4) Tentukan bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus uteri
Hasil:
1) Sifat kepala ialah keras, bundar dan melinting sedangkan sifat
bokong ialah lunak, kurang bundar dan kurang melinting, sementara
jika letak fundus uteri kosong.
2) Tuanya kehamilan :
a) Sebelum bulan ke III fundus uteri belum dapat diraba dari luar.
b) Akhir bulan ke III (12 minggu) fundus uteri 1-2 jari diatas
sysmpisis pubis.
c) Akhirnya bulan ke IV (16 minggu) fundus uteri pada pertengahan
antara sysmpisis pubis dengan pusat.
d) Akhir bulan ke V (20 minggu) fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
e) Akhir bulan VI (24 minggu) fundus uteri setinggi pusat.
f) Akhir bulan VII (28 minggu) fundus uteri 3 jari di atas pusat.
g) Akhir bulan ke VIII (32 minggu) fundus uteri pada pertengahan
procesus xyphoideus dengan pusat.
33
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
h) Akhir bulan ke IX (36 minggu) fundus uteri 3 jari dibawah
procesus xyphoideus.
i) Akhir bulan ke X (40 minggu) fundus uteri pada pertengahan
procesus xyphoideus dengan pusat.
Keterangan:
Fundus uteri paling tinggi pada akhir bulan ke IX karena setelah
bulan ke IX fundus uteri pada primigravida turun lagi karena kepala
mulai turun ke dalam rongga panggul sedangkan pada multigravida
yang berbaring fundus uteri tetap setinggi 3 jari di bawah procesus
xyphoideus dan malahan menonjol ke depan.
2. Leopold II
Tujuan : Menentukan dimana letak punggung janin.
Cara :
1) Menghadap ke kepala pasien. Letakkan kedua tangan pada kedua sisi
abdomen. Pertahankan uterus dengan tangan yang satu, dan palpasi
sisi lain untuk menentukan lokasi punggung janin
2) Tentukan dimana punggung janin
Hasil:
1) Bagian punggung akan teraba, jelas, rata, cembung, kaku atau tidak
dapat digerakkan.
2) Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki) akan teraba kecil, betuk/posisi
yang tidak jelas, dan menonjol dan mungkin dapat akan bergerak aktif
atau pasif.
3) Kadang-kadang disamping terdapat kepala atau bokong pada letak
lintang.
3. Leopold III
Tujuan : Menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan apakah bagian
bawah janin ini sudah atau belum terpegang oleh pintu atas panggul.
Cara :
1) Letakkan 3 ujung jari kedua tangan pada kedua sisi abdomen pasien tetap
di atas simpisis dan minta pasien untuk menarik nafas dalam dan
menghembuskannya. Pada saat pasein menghembuskan nafas, tekan jari
tangan ke bawah secara perlahan dan dalam ke sekitar bagian persentasi.
Catat kontur, ukuran dan konsistensinya.
2) Bagian kepala akan teraba keras, rata dan mudah digerakkan jika tidak
terikat atau tertahan, sulit digerakkan jika terikat atau tertahan.
3) Bagian bokong akan teraba lunak atau lembut dan tidak rata
Hasil:
1) Bagian kepala ialah keras sedangkan sifat bokong lunak atau lembut
2) Jika masih dapat digoyangkan berarti belum terpegang oleh pintu atas
panggul sedangkan jika sulit digoyangkan berarti sudah terpegang
34
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Leopold IV
Pemeriksaan Leopold IV tidak dilakukan kalau kepala atau bagian terbawah
masih tinggi
Tujuan : menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul
Cara :
1) Pemeriksaan berubah sikapnya dengan melihat ke arah kaki si penderita
Secara perlahan gerkakkan jari tangan ke sisi bawah abdomen ke arah
pelvis hingga ujung jari salahsatu tangan menyentuh tulang terakhir. Inilah
bagian ujung kepala. Jika bagian ujung terletak dibagian yang berlawanan
dengan punggung, ini merupakan bagian pundak bayi, dan kepala pada
posisi fleksi. Jika kepala pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak
pada bagian yang sama dengan punggung dan bagian oksiput menjadi
ujung kepala.
2) Ditentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul
Hasil:
Jika kedua tangan yang kita rapatkan pada permukaan dari bagian terbawah
dari kepala menunjukkan:
1) Convergen berarti hanya bagian kecil dari kepala turun ke dalam rongga
panggul
2) Sejajar berarti separuh dari kepala masuk ke dalam rongga panggul
3) Sejajar berarti separuh dari kepala masuk ke dalam rongga panggul
4) Divergen berarti bagian terbesar dari kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan ukuran terbesar dari kepala sudah melewati pintu atas
panggul.
Leopold I Leopold II
36
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
37
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Persilahkan klien untuk berbaring di tempat tidur dengan satu
bantal di bagian kepala
8. Meminta pasien untuk melepaskan pakaian dan menawarkan
kain linen untuk penutup tubuhnya yang tidak termasuk area
yang akan diperiksa (atau meminta pasien untuk melonggarkan
pakaian dan menggunakannya sebagai penutup tubuh)
Kepala dan leher
9. Tanyakan riwayat cuci rambut
10. Inspeksi : warna, distribusi, edema pada wajah, cloasma
gravidarum
11. Memeriksa apakah mata :
a.Pucat pada konjungtiva
b. Sklera ikterus
12. Memeriksa hidung : kebersihan, gangguan
13. Memeriksa mulut : kebersihan, kebiasaan sikat gigi, karies
gigi
14. Memeriksa telinga : kebersihan, gangguan
15. Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah
c.Kelenjar tiroid membesar
d. Pembuluh limfe
e.Pelebaran vena jugularis
Payudara
16. Dengan posisi tangan klien disamping, memeriksa :
f. Bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
g. Puting payudara menonjol atau masuk ke dalam
h. Adanya kolostrom atau cairan lain
i. Adanya penegangan pada payudara
17. Pada saat klien mengangkat tangan keatas kepala, memeriksa
payudara untuk mengetahui adanya retraksi atau dimpling
18. Klien berbaring dengan tangan kiri diatas, lakukan palpasi
secara simetris pada payudara sebelah kiri (sesudah itu
sebelah kanan juga) dari arah payudara, axila :
j. Massa
k. Pembuluh limfe atau kelenjar getah bening yang membesar
Abdomen
19. Memeriksa adanya linea nigra/linea alba
20. Leopold I :
a. Posisi pemeriksaan menghadap ke kepala klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di bagian fundus
uteri klien
c. Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk
menentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
d. Tentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
38
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
21. PengukuranTinggi Fundus Uteri (TFU) :
a. Letakkan ujung alat ukur (meteran/midline) di batas atas
simphisis pubis
b. Ukur sepanjang garis tengah fundus uteri hingga batas
atas mengikuti kurva fundus (atau tanpa mengikuti kurva
fundus bagian atas)
c. Tentukan tinggi fundus uteri
Hitung perkiraan usia kehamilan dengan menggunakan
rumus McDonald’s
22. Leopold II :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi
abdomen klien
c.Pertahankan letak uterus dengan menggunakan tangan yang
satu
d. Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi
uterus di sisi yang lain
e.Tentukan dimana letak punggung janin
23. Penghitungan Denyut Jantung Janin (DJJ) :
a.Tentukan lokasi untuk mendengarkan DJJ dengan
memastikan posisi punggung janin atau pada area garis
tengah fundus 2-3 cm di atas simphisis pubis terus kearah
kuadran di bawah ini
b. Letakkan fetoscope/pinard’s stethoscope di area yang
telah di tentukan untuk mendengarkan DJJ
c.Hitung DJJ 5 detik pertama - 5 detik jeda pertama - DJJ 5
detik kedua -5 detik jeda kedua-DJJ 5 detik ketiga
d. Hasil ditambahkan lalu dikalikan 4
24. Leopold III :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien
b. Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada kedua sisi
abdomen klien tepat di atas simphisis pubis
c.Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan
menghembuskannya
d. Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan dalam di
sekitar bagian presentasi, pada saat klien menghembuskan
nafas
e.Tentukan bagian apa yang menjadi presentasi dan apakah
bagian tersebut sudah/ belum masuk PAP
25. Leopold IV :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kaki klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi
abdomen
39
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
c.Gerakkan jari tangan secara perlahan ke sisi bawah abdomen
ke arah pelvis
d. Palpasi bagian presentasi
e.Tentukan letak dari bagian presentasi tersebut
Genital
26. Memeriksa kebersihan
Anus :
27. Pemeriksaan adanya haemorroid
Ekstremitas : Tangan dan kaki
28. Memeriksa apakah tangan dan kaki : edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan
29. Memeriksa dan meraba kaki untuk mengetahui adanya varises
30. Memeriksa refleks patela untuk melihat apakah terjadi
gerakan hypo atau hyper
31. Pemeriksaan homans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif)
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nam klien, tanggal dan waktu, hasil
yang dicapai
Pencapaian (Total item)
40
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN PAYUDARA (REFLEK OKSITOSIN)
A. DEFINISI
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
teratur untuk memelihara kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan
untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum.
41
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Hormon Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang
ada di dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi
ASI, sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini adalah pengosongan
ASI dari gudang ASI (Sinus Lactiferus). Semakain banyak ASI yang
dikeluarkan dari payudara maka semakin banyak ASI yang diproduksi,
sebaliknya apabila bayi berhenti menghisap atau sama sekali tidak
memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI.
Setiap isapan bayi pada payudara ibunya akan merangsang ujung saraf
di sekitar payudara. Rangsangan ini diantar ke bagian depan kelenjar hipofisa
untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar
payudara dan akan merangsang pembuatan ASI. Jadi, pengosongan gudang
ASI merupakan rangsangan diproduksinya ASI. Kejadian dari perangsangan
payudara sampai pembuatan ASI disebut refleks produksi ASI atau Refleks
Prolaktin, dan semakin sering ibu menyusui bayinya, akan semakin banyak
pula produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu menyusui, maka semakin
berkurang jumlah produksi ASI nya. Pada efek lain prolaktin, prolaktin
mempunyai fungsi penting lain, yaitu menekan fungsi indung telur (Ovarium),
dan akibatnya dapat memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid,
dengan kata lain ASI ekslusif dapat menjarangkan kehamilan (Roesli, 2001).
42
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
lapisan otot polos duktus susu payudara sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intramamaria dan kemudian keluarnya air susu (letdown) yang
disimpan ke putting (Guyton, 2008).
Refleks oksitosin yaitu refleks pengaliran atau pelepasan ASI dari
pabrik susu dan dialirkan ke gudang susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena
sel otot halus disekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI
keluar (Hikamwati. 2008).
Refleks Oksitosin adalah proses turunnya atau mengalirnya air susu
(letdown) dari alveolus mammae melalui duktus kesinus laktiferus akibat
kontraksi dari sel-sel mioepitel yang disimpan pada putting susu ibu akibat
rangsangan sentuhan pada payudara (ketika bayi mengisap putting susu ibu)
(Guyton, 2008; Bahiyatun, 2008). Refleks Oksitosin yang dimaksud pada
penelitian ini adalah proses turunnya atau pelepasan ASI karena rangsangan
sentuhan pada payudara yang dibawa dari alveolus dan disimpan pada putting
susu ibu akibat pengaruh hormon oksitosin yang diproduksi pada hipofisis
posterior.
43
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
sel miopitel yang terletak di luar dan untuk membentuk kisi-kisi mengelilingi
alveoli kelenjar payudara.
Dalam waktu kurang dari satu menit sesudah awal pengisapan, air
susu mulai mengalir. Oleh karena itu, mekanisme ini sering disebut sebagai
pelepasan susu (milk letdown) atau ejeksi susu (milk ejection). Pengisapan
pada satu kelenjar payudara tidak hanya menyebabkan aliran air susu pada
kelenjar payudara itu tetapi juga pada kelenjar payudara yang lain. Refleks
Oksitosin bekerja sebelum atau selama proses menyusui agar ASI mengalir
sehingga proses laktasi menjadi lancar (Guyton, 2008; Bahiyatun, 2008).
44
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
I. Hal yang perlu diperhatikan saat pemijatan punggung ibu postpartum
Dalam pemijatan punggung ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu hindari memijat pada daerah punggung yang luka atau lecet, hindari
melakukan pemijatan langsung pada daerah tulang belakang dan hindari
pemijatan yang kuat pada orang yang mengalami fraktur, kelemahan tulang
seperti osteoporosis dan kanker (NCCAM, 2009).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemijatan punggung yaitu :
1. Sebaiknya dalam melakukan pemijatan menggunakan sedikit minyak untuk
menghindari gesekan pada kulit dan mencegah tertariknya rambut pada
daerah pemijatan.
2. Dalam memijat sebaiknya menggunakan gerakan yang lambat untuk
menimbulkan respon yang tenang.
3. Ketika melakukan tekanan dengan ibu jari atau jari, maka jari yang lainnya
memberikan dukungan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka refleks oksitosin itu juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan dimana ibu dan bayi
tinggal. Ketidakpedulian akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat ibu
frustasi yang akibatnya ibu merasa sedih, bingung, kesal dan marah sebagai
dampak kejiwaan sehingga mempengaruhi kerja hormone oksitosin. Hal
tersebut menuntut lingkungan terdekat yaitu keluarga untuk berperan dalam
menciptakan suasana ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi.
46
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PIJAT OKSITOSIN
Kompeten
Aspek yang dinilai
Ya tdk
Tahap Preinteraksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Menyiapkan alat : Minyak kelapa/baby oil, waslap, handuk 2
buah, waskom berisi air hangat dan air dingin
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi , 2 identitas : (tanyakan Nama dan lihat No
RM/tanggal lahir)
3. Tanyakan keluhan pasien
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Beri privasi/ tutup sampiran
2. Anjurkan klien untuk duduk santai
3. Tumbuhkan rasa percaya diri klien
4. Tumbuhkan kepada klien akan pikiran dan perasaan baik terhadap
bayinya
5. Anjurkan klien untuk minum minuman hangat
6. Anjurkan klien untuk melepas BH dan meletakkan handuk kecil
dibawahnya
7. Basahi kasa/kapas dengan minyak kelapa, gunakan sebagai
pembersih kotoran di sekitar areola dan putting susu
8. Hangatkan payudara menggunakan waslap
9. Memposisikan pasien menunduk dan untuk memeluk bantal
10. Oleskan kedua tangan dengan lotion atau minyak sebelum
memijat
11. Lakukan pemijatan disepanjang kedua sisi tulang punggung ibu
menggunakan kedua kepalan tangan dengan ibu jari menunjuk
ke depan (batas atas: scapula, batas bawah : sejajar putting susu)
12. Tekan kuat-kuat membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil
dengan kedua ibu jari, pijat kearah bawah pada kedua sisi tulang
belakang dari leher kearah tulang belikat selama 2-3 menit.
13. Pada saat bersamaan tanyakan apakah ibu merasakan ASI
mengalir dari payudara dan apakah ibu merasakan kontraksi
rahim.
47
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
14. Ketika selesai melakukan pemijatan lihat putting susu ibu
apakah ASI menetes
15. Bersihkan payudara menggunakan waslap
16. Anjurkan Ibu memberikan Asi pada bayi sesegera mungkin
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan ( subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian:nama klien,tanggal&waktu, hasil yang
dicapai
BREAST CARE
Kompetensi
Aspek yang dinilai Ya Tdk
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a. Handuk besar 2 buah
b. Minyak kelapa murni dalam kom kecil
c. Kapas dalam kom kecil
d. Waskom 2 buah (1 berisi air dingin, 1 berisi air hangat)
e. Waslap 2 buah
f. Bengkok
4. Cuci Tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
1. Sediakan privasi bagi klien/ tutup sampiran
48
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Anjurkan klien untuk duduk santai bersandar
3. Anjurkan klien untuk membuka pakaian, bra dan
letakkan handuk di atas paha dan di punggung klien
4. Basahi kapas dengan minyak kelapa, gunakan sebagai
pembersih kotoran disekita areola dan puting susu klien
kemudian tempel selama 2 menit
5. Tarik puting susu bersama-sama. Putar ke dalam dan
keluar sebanyak 20 kali
50
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERSALINAN
PROSES PERSALINAN
Proses persalinan merupakan proses bergeraknya janin, plasenta, dan
membran keluar dari uterus dan melalui jalan lahir. Bagi wanita dan keluarga,
proses melahirkan merupakan saat yang menegangkan dan mencemaskan.
Keperawatan intranatal ini berfokus pada pemberin dukungan terhadap ibu dan
keluarga selama proses persalinan. Ada empat tahap proses persalinan yaitu:
A. Kala I (Kala pembukaan)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontrasi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1. Fase laten pada kala I persalinan
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks
membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung
hampir atau hinggaa 8 jam
2. Fase aktif pada kala I persalinan
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detk atau lebih). Dari
pembukaan 4 cm hingga pencapaian pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nuipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Terjadi
penurunan bagian terbawah janin.
B. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala
pengeluaran bayi. Gejala dan tanda kala II persalinan yaitu:
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan rektum dan atau vaginanya
3. Perineum menonjol
4. Vulva vagina dan sfingter ani membuka
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
6. Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
: pembukaan serviks telah lengkap dan terlihatnya kepala bayi melalui
introitus vagina
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus
51
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
2. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah uterus, uterus
berbentuk segi tiga atau seperti buah per atau alpukat dan fundus berada
diatas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
3. Tali pusat memanjang
4. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
5. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam
ruaang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungannya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta
yang terlepas
D. Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam
setelah itu. Hal yang harus diperhatikan setelah plasenta lahir yaitu:
1. Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus
berkontrasi baik dan kuat
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang
dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau
beberapa jari dibawah pusat.
3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi attau episiotomi)
perineum.
5. Evaluasi keadaan umum ibu.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di
bagian belakan patograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan.
TANDA-TANDA PERSALINAN
A. Tanda-tanda persalinan asli (true labor)
1. Kontraksi
52
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
a. Terjadi secara teratur, makin lama makin kuat/kencang, semakin lama,
dan dalam waktu yang semakin berdekatan
b. Intensitas kontraksi meningkat bila sambil berjalan
c. Dirasakan di punggung bagian bawah dan menyebar
bagian bawah abdomen
2. Serviks
a. Memperlihatkan perubahan yang cepat (lunak, dilatasi yang ditandai
dengan adanya perdarahan)
b. Perubahan ke posisi anterior, sulit ditentukan tanpa pemeriksaan
vagina
3. Janin
Bagian presentasi biasanya sudah berada di rongga pelvis (sering disebut
“lightening/droppping”). Keadaan ini meningkatkan kemudahan bernafas
dan pada saat yang bersamaan kandung kemih akan tertekan akibat
dorongan bagian presentasi janin ke arah rongga pelvis
B. Tanda-tanda persalinan palsu (false labor)
1. Kontraksi
a.Terjadi secara tidak teratur atau teratur tetapi hanya sebentar
b.Kontraksi berhenti jika berjalan atau jika berubah posisi
c.Dirasakan di daerah punggung atau abdomen di atas “navel”
2. Serviks
a.Mungkin lunak tetapi tidak ada dilatasi atau tanda-tanda adanya
perdarahan
b.Seringkali dalam posisi posterior, tidak dapat dipastikan tanpa
pemeriksaan vagina
3. Janin : bagian presentasi biasanya belum masuk pelvis.
MEKANISME PERSALINAN
Pada kondisi presentasi verteks (posisi normal) mekanisme persalinan terdiri dari
tujuh gerakan utama (theseven cardinal) yaitu:
1. Engagement: saat kepala janin masuk ke rongga pelvis
2. Descent: kemajuan bagian presentasi ke rongga pelvis. Hal ini tergantung
pada tiga hal yaitu: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung dari
kontraksi fundus pada janin, dan (3) kontraksi diafragma ibu dan otot
abdomen pada tahap kedua proses persalinan
55
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
3. Fleksi: pada saat kepala janin turun dan mendapat tahanan dari serviks,
dinding pelvis, atau lantai pelvis, terjadilah fleksi secara normal dan dagu
semakin mendekat/bersentuhan dengan dada janin
4. Rotasi internal: dimulai di spina ichialis dan terjadi sempurna apabila bagian
presentasi mencapai rongga pelis bagian bawah
5. Ekstensi: saat kepala janin mencapai perineum, terdefleksi di anterior
perineum. Bagian occiput lewat di bawah simphisis pubis dulu, kemudian
kepala terekstensi: pertama occiput, kemudian wajah dan diakhirinya dagu.
6. Restitusi dan rotasi eksternal setelh melahirkan kepala, kemudian dilakukan
rotasi singkat untuk menyesuaikan dengan posisi janin yang masih ada di
dalam rongga pelvis. Rotasi eksternal terjadi pada saat bahu turun dan
dilakukan manuver yang sama seperti pada saat melahirkan kepala.
7. Ekspulsi: setelah bahu dilahirkan, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang
pubis ibu dan tubuh bayi dilahirkan dengan gerakan fleksi lateral searah
simphisis pubis. Bayi dilahirkan dengan sempurna. Ini adalah akhir dari
proses persalinan tahap kedua, dan catat waktu yang diperlukan untuk proses
ini.
56
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Teknik pelaksanaan
a. Jaga privasi tanyakan apakah klien sudah miksi. Bila belum maka
dianjurkan untuk miksi terlebih dahulu
b. Bantu klien berbaring di bed dengan satu bantal di bagian kepala, lutut
dapat diluruskan atau sedikit ditekuk
c. Buka bagian perut (dari Px-sipisis pubis), tutupi bagian yang tidak
termasuk area pemeriksaan dengan memakai selimut
d. Tentukan lokasi punggung janin (palpasi leopold)
e. Letakkan stetskop atau doppler pada area yang ditentukan. Tanpa
menyentuh stetoskop (pinard), dengan DJJ :
57
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
1) Pastikan DJJ dengan cara membedakannnya dari denyut nadi ibu
melalui palpasi denyut nadi radial ibu
2) Bila sudah yakin, hitunglah DJJ
3) Pada saat tidak ada his (untuk menentukan baseline DJJ) dengan cara
menghitung frekuensinnya dalam 30 detik (kemudian dikalikan 2
untuk mendapatkan DJJ 1 menit) atau hitung selama 1 menit penuh.
Cara lain:
Hitung dalam 5 detik, kemudian istirahat beberapa detik; hitung lagi dalam
5 detik, lalu istirahat lagi; hitung lagi dalam 5 detik. Hasilnya dijumlahkan
lalu dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan DJJ 1 menit serta
menyimpulkan teratur atau tidaknya.
Contoh:
4) Pada saat ada his dan diteruskan hingga 30 detik setelahnya (untuk
mengetahui respons fetus terhadap his)
5) Perhatikan apakah DJJ teratur atau tidak teratur
f. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
g. Rapikan kembali:klien dan alat-alat
h. Cuci tangan
i. Mendokumentikan hasilnya kedalam partograf dan catatan
perkembangan. Ontoh: pencatatan pada catatan perkembangan: pukul
08.30 DJJ 140x/mnt, teratur, terjadi peningkatan hingga 150 x/mnt pada
saat his.
59
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN DALAM
(VAGINAL TOUCHER/VT) = VAGINAL EXAMINATION/VE
1. Tujuan:
a. Memastikan apakah klien sudah inpartu atau belum
b. Mengetahui status lastic atau selaput ketuban apakah sudah pecah atau
belum; memastikan pembukaan dan pendataan cervix, bagian terendah,
posisi, statis atau penurunan, adanya moulage atau molding bila bagian
terendahnya adalah kepala.
c. Kontra indikasi: adanya perdarahan
60
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4) Bersihkan vulva dan perineum memakai kapas steril (antiseptik,
usahakan handscoen yang akan masuk ke vagina pada waktu VT tidak
menyentuh vulva atau perineum)
5) Regangkan kedua labia dengan tangan yang tidak lasic. Anjurkan klien
untuk menarik nafas dalam pelan sambil merilekskan perineumnnya.
Pada saat tidak ada his, perlahan-lahan masukkan jari telunjuk dan jari
tengah ke dalam vagina hingga menyentuh servik. Perhatikan ekspresi
wajah klien, minta maaf bila perasat menimbulkan nyeri.
6) Sesekali tangan sudah masuk ke vagina, jangan dikeluarkan sebelum
selesai seluruh pemeriksaan. Periksalah:
1) Pendataran dan pembukaan cervix
2) Selaput ketuban: utuh, menonjol, ataukah sudah tak teraba/pecah;
bila sudah pecah adalah prolaps tali pusat yang teraba lembek dan
berdenyut. Air ketuban: warna; jernih atau keruh, bau atau tidak,
mekonium ada atau tidak.
3) Apa yang menjadi bagian terendahnya
4) Posisi, stasi, dan adanya molding kepala
5) Beritahukan bahwa pemeriksaan telah selesai, keluarkan jari dari
vagina. Perhatikan apakah ada cairan vagina, mekonium, darah
yang keluar dari vagina setelah pemeriksaan
6) Bantu ibu kembali pada posisi yang nyaman. Lepaskan handscoen
dan cuci tangan. Bereskan alat-alat
7) Informasikan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga
8) Catat hasilnya, misal: pukul 09.00, VT, pembukaan 8 cm,
pendataran 100%, ketuban sudah pecah: jernih, tak ada mekonium,
kepala-hodge III (atau stasi 0), untuk kiri depan, moulase
61
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERSALINAN
Kompeten
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Preinteraksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a. Partus set (dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem Kelly
atau 2 klem cocher gunting tali pusat, benang tali pusat atau
klem plastik, kateter logam, gunting episiotomi, klem ½
kocher, 3 pasang sarung tangan DTT atau steril, kasa steril,
kateter penghisap Dee Lee atau bola karet penghisap yang
baru dan bersih atau kateter metal, duk lubang steril, kom
betadin)
b. Hlecting set( dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem
Kelly atau 2 klem sudah ada klem plastic,gunting
episiotomy,klem ½ kocher,pinset anatomi,pinset chirugis, 2
pasang sarung tangat DTT atau steril,kasa atau kain
kecil,gulungan kapas bersih,kateter penghisap Dee Lea atau
bola penghisap yang baru dan bersih,kateter metal.
c. Underpad
d. Oksitosin 10 UI dan metergin 10 mg
e. Spuit 3 cc 2 buah
f. Celemek plastik
g. Bengkok 2 buah (untuk pelaksanaan dan tempat plasenta)
h. Handuk bersih, kain ibu, celana dalam, pembalut, wash lap
2 buah
i. Perlak
j. Tensimeter
k. Stetoskop
l. Funduskop
m. Heacting set (nelholder, jarum heacting, benang cromic,
gunting, pinset sirurgis, kom betadin) dalam kupet
n. Wadah berisi air DTT
o. Na Cl
p. Kapas sublimat / kapas NaCl
q. Wadah berisi air DTT
r. Stikpan
s. Tempat ari-ari
t. Lampu sorot
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
62
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
4. Jelaskan prosedur tindakan
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan saat ini
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
1. Jaga privasi klien
2. Anjurkan klien buang air kecil
3. Persilahkan klien untuk berbaring di tempat tidur dengan satu
bantal di bagian kepala,
4. Tutup dengan alat tenun bagian tubuh klien yang tidak
diperiksa
(Mengenali gejala dan tanda kala dua)
5. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
(Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan
tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan
vaginanya, perineum tampak menonjol, vulva-vagina dan
sfingter anal membuka).
(Menyiapkan pertolongan persalinan)
6. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan
komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi siapkan
tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk/kain
bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm untuk tubuh bayi.
7. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
8. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai pada kedua
tangan
9. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan tangan dengan tissue dan handuk
disposibel.
10. Buka partus set, buka spuit dengan tekhnik steril. Letakkan
dalam partus set. Periksa obat : label cairan suntikan, dosis
dan kadaluarsa. Patahkan ampul dan taruh di atas meja/ troli
11. Cuci tangan dengan tekhnik 6 langkah dan keringkan
12. Pakai sarung tangan steril dengan tekhnik satu tangan
13. Menghisap oksitosin 10 UI ke dalam tabung suntik/ spuit.
Aspirasi untuk mengeluarkan udara, letakkan kembali dalam
partus set tanpa mengkontaminasi spuit
63
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
(Memastikan pembukaan lengkap dengan keadaan
janin baik)
14. Dekatkan bengkok, bersihkan vulva dan perineum dengan
kapas sublimat
15. Lakukan pemeriksaan dalam/ VT untuk menentukan bahwa
pembukaan servik sudah lengkap ddengan menggunakan
tekhnik steril
a.Bila ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah
lengkap lakukan amniotomi
16. Mendekontaminasi sarung tangan dengan acra mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit dan lepaskan terbalik
17. Lakukan DJJ untuk menilai kondisi janin (DJJ) setelah
kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas
normal (120-160 kali/menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ
dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf
(Menyiapkan Ibu dan keluarga untuk membantu
proses pimpinan meneran)
18. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman
sesuai keinginannya.
a. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk
meneran. Melanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan yang
ada.
b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat kepada
ibu untuk meneran secara benar.
19. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran. (Pada saat his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ibu merasa nyaman)
20. Melakukan pimpinan meneran saat his (timbul kontraksi/ibu
mempunyai keinginan untuk meneran) :
a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinginan untuk meneran
b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu
untuk meneran
c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (tidak meminta ibu untuk berbaring terlentang)
64
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara
kontraksi
e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu
f. Menganjurkan asupan cairan per oral
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan
terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran
untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu
multipara, merujuk segera
21. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran
dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran
pada puncak kontraksi tersebut dan beristirahat di antara
kontraksi
(Persiapan pertolongan kelahiran bayi)
22. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter
5-6 cm
23. Letakkan kain yang bersih/underpad di bawah bokong ibu
24. Membuka partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan
25. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
(Menolong kelahiran bayi)
Lahirnya kepala
26. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan
yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
membiarkan kepala keluar perlahn-lahan. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat
kepala lahir
27. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan kemudian meneruskan segera
proses kelahiran bayi:
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,
mengklemnya di dua tempat dan memotongnya
28. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan
Lahirnya bahu
65
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
29. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan
ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
Lahirnya badan dan tungkai
30. Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk
kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas
31. Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya
(Penanganan bayi baru lahir)
32. Lakukan penilaian (selintas) :
a. Apakah bayi cukup bulan ?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium
?
c. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa
kesulitan ?
d. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
e. Bila salah satu jawaban adalah “tidak” lanjut ke langkah
resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir , bila semua jawaban
adalah “ya”, lanjut ke-27
33. Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Biarkan bayi di atas perut ibu.
34. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus (hamil tunggal)
35. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
36. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, memberikan
suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin)
37. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat
dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi
tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada
2 cm distal dari klem pertama.
38. Pemotongan dan pengikatan tali pusat.
66
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali
pusat di antara 2 klem tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
39. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
40. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala
bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah
dari puting payudara ibu.
41. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi
(Penatalaksanaan Aktif Kala III)
42. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva.
43. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu,
tepat di atas tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk
melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
44. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah
belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
40 detik, menghentikan penegangan tali pust dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai.
a.Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
45. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial)
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan
penegangan tali pusat selama 15 menit :
1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih
penuh
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
67
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
baru lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan
plasenta manual.
c.Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan
kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-
hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin.
Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban
tersebut.
d. Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan
DTT atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu
dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem
atau forsep DTT atau steril untuk melepaskan bagian
selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
46. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan
melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras). Lakukan
tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik masase.
(Menilai perdarahan)
47. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun ke janin dan selaput ketuban untuk memastikan
bahwa selaput ketuban utuh. Meletakkan plasenta di dalam
kantung plastik atau tempat khusus.
48. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
(Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,
segera lakukan penjahitan)
70
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
71
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6 Melakukan pemeriksaan abdomen:
1. leopold untuk posisi janin
2. penurunan kepala janin
3. tinggi fundus uteri
4. frekuensi, durasi, kekuatan kontraksi
5. luka bekas operasi
7 Mendengarkan detak jantung janin
8 Mencuci tangan dengan sabun dan air serta
mengeringkannnya dengan handuk bersih
9 Gunakan sarung tangan DTT atau steril
10 Menjelaskan tindakan prosedur tindakan kepada ibu dan
memberitahukan kemungkinan ketidaknyamanan
11 Pemeriksaan genetal luar :perdarahan, cairan amnion, lendir
darah, perlukaan
12 Melakukan pemeriksaan dalam:
a. pembukaan serviks
b. penipisan serviks
c. penurunan kepala
d. selaput ketuban
Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ibu melaporkan
adanya perdarahan vagina atau jika adanya perdarahan jelas
pada pemeriksaan inspeksi genetalia luar
13 Diskusikan temuan-temuan dengan ibu dan keluarganya
14 Catat temuan dalam partograf
Pemantauan terus menerus sepanjang kala 1 persalinan
1 Memonitor tekanan setiap 4 jam
2 Memonitor suhu badan setiap 4 jam
3 Memonitor denyut nadi setiap 30 detik
4 Mendengarkan detak jantung janin
▪ setiap 1 jam pada fase laten
▪ setiap 30 menit pada fase aktif
5 Memeriksa kontraksi uterus
▪ setiap 1 jam pada fase laten
▪ setiap 30 menit pada fase aktif
6 Memeriksa perubahan serviks
▪ setiap 4 jam pada fase laten
▪ setiap 2-4 jam pada fase aktif
7 Memeriksa penurunan-penurunan kepala janin
▪ setiap 4 jam pada fase laten
▪ setiap 2-4 jam pada fase aktif
8 Memonitor urin setiap 2 jam
72
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM
75
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK IBU POSTPARTUM
Kompeten
Aspek yang dinilai si
Y Tdk
a
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a.Tensimeter
b. Stetoskop
c.Termometer
d. Refleks hammer
e.Hand scoon
f. Pengalas
g. Timbangan
h. Pengukur tinggi badan
i. Kapas untuk vulva higiene saat chec jahitan
j. Pinset
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
Pemeriksaan tanda-tanda vital
1. Sediakan privasi bagi klien(tutup sampiran)
2. Menimbang berat badan (BB), mengukur tinggi badan (TB)
dan mengukur lingkar lengan atas (LLA)
3. Pasien dipersilakan untuk duduk/tidur sesuai kondisi pasien
4. Memasang hand scoon
5. Meminta pasien untuk melepaskan pakaian dan memasang
selimut untuk penutup tubuhnya (atau meminta pasien untuk
melonggarkan pakaian dan sebagai penutup tubuh)
6. Membantu pasien berbaring tempat tidur pemeriksaan
7. Mengukur suhu,nadi,respirasi,tensi,
Kepala dan leher
76
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah
9. Memeriksa apakah mata :
a.Pucat pada konjungtiva
b. Sklera ikterus
10. Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah :
a. Kelenjar tiroid membesar
b. Pembuluh limfe
c.Pelebaran vena jugularis
Payudara
11. Dengan posisi tangan klien disamping, memeriksa :
a. Bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
b. Puting payudara menonjol atau masuk ke dalam
c. Adanya kolostrom atau cairan lain
d. Adanya penegangan pada payudara
12. Pada saat klien mengangkat tangan keatas kepala, memeriksa
payudara untuk mengetahui adanya retraksi atau dimpling
13. Klien berbaring dengan tangan kiri diatas, lakukan palpasi
secara simetris pada payudara sebelah kiri (sesudah itu sebelah
kanan juga) dari arah payudara, axila dan notest kalau terdapat
:
a. Massa, kelenjar limfe yang membesar
Abdomen
14. Pemeriksaan bising usus di keempat kuadran
15. Pemeriksaan diastasis rektus abdominis
16. Pemeriksaan fundus uteri meliputi konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus
17. Pemeriksaan insisi SC : keadaan jahitan/insisi, adanya
pengeluaran, kemerahan atau adanya perubahan warna
18. Pemeriksaan kandung kemih:adanya distensi, nyeri tekan
Ekstremitas : Tangan dan kaki
19. Memeriksa apakah tangan dan kaki : edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan
20. Memeriksa dan meraba kaki untuk mengetahui adanya varises
21. Memeriksa refleks patela untuk melihat apakah terjadi gerakan
hypo atau hyper
22. Pemeriksaan homans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif)
Perineum
23. Pemeriksaan perineum : REEDA (Red, Edema, Echymosis,
discharge, los of approximation)
24. Pemeriksaan lochea : tipe, jumlah dan bau
Anus :
25. Pemeriksaan adanya haemorroid
77
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Pendidikan kesehatan mengenai :
a. Perubahan fisik postpartum : involusi uterus dan fase lochea,
diaporesis, penurunan BB, perubahan payudara,
ketidaknyamanan, penyembuhan luka (ice pack, sitz bath,
topikal anastesia), after pain, haemorroid
b. Perubahan
psikologis postpartum, tanda dan bahaya post partum,
Perawatan diri ibu postpartum, Perawatan bayi,Kembalinya
hubungan seksual, Keluarga berencana
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Buka sampiran
6. Bersihkan alat
7. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)
78
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMBERIAN TERAPI O2
Pengertian
Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas
oksigen pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.
Tujuan
1. Memenuhi kekurangan oksigen
2. Membantu kelancaran metabolisme
3. Sebagai tindakan pengobatan
4. Mencegah hipoksia
5. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung
Indikasi
Indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
3. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melaluipeningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
Metode Pemberian O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Teknik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran
rendah ini ditujukan untuk pasien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya pasien dengan Volume
Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adalah :
● Kataeter nasal
● Kanula nasal
● Sungkup muka sederhana
● Sungkup muka dengan kantong rebreathing
● Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 secara kontinu dengan
aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
● Keuntungan
Pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih
dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, kateter mudah tersumbat.
80
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 kontinu dengan aliran
1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
● Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul disbanding kateter, pasien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir pasien dan nyaman
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang
bila pasien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya
1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan
konsentrasi O2 40 – 60%.
● Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan
aliran 8 – 12 L/mnt
● Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender
● Kerugian
Tidak dapat Berikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
81
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh teknik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan
ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2
sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran
udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14
L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
● Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban
gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
● Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang
lain pada aliran rendah
Bahaya pemberian O2
Pemberian O2 bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari:
Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari
penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat
pada pasien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam
waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti
atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan
terganggu
82
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : TERAPI O2
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan /
medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat dan lingkungan pasien:
- Troly
- Head box
- Flow meter dan humidifier
- Tabung Oksigen
- Nasal kanul, Masker reabrithing, Non Reabrething,
Sungkup
- Cairan Aquades
- Handscoen
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat
no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
A. Kateter Nasal/Kanul Nasal
1. Jaga privasi pasien
2. Posisikan pasien semi fowler
3. Isi glass humidifier dengan Aquades setinggi batas yang
tertera
4. Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral
oksigen
5. Cek fungsi humidifier dengan memutar pengatur
konsentrasi O2
6. Amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass
humidifier
83
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Hubungkan catheter nasal/kanul nasal dengan flow meter
8. Alirkan oksigen ke: Kateter Nasal dengan aliran antara 1-6
liter/menit.
9. Cek aliran kateter nasal/kanul dengan menggunakan
punggung tangan untuk mengetahui ada tidaknya aliran
oksigen
10. Pasang alat kateter nasal/kanul nasal pada pasien
11. Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai
yang diinginkan
12. Rapikan peralatan
13. Cuci tangan
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan
tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
85
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
NEBULISASI
Pengertian
Nebulisasi adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah
obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap. Biasanya
untuk pengobatan saluran pernafasan bagian lebih bawah.
Tujuan
1. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
2. Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
3. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4. Melegakan pernafasan
5. Mengurangi pembekakan selaput lender
6. Mencegah pengeringan selaput lender
7. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8. Menghilangkan gatal pada kerongkongan
Indikasi
1. Pasien sesak nafas dan batuk
2. Broncho pneumonia
3. PPOK (bronchitis, emfisema)
4. Asma bronchial
5. Rhinitis dan sinusitis
6. Paska tracheostomi
7. Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
8. Selaput lendir mongering
9. Iritasi kerongkongan, radang selaput lender, saluran pernafasan bagian atas
86
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Larutan isotonis, hipertonis, hipotonis, aquadest
Obat-obat tersebut dapat diberikan secara kombinasi sesuai kebutuhan
pasien
87
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
NEBULISASI
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
88
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Obat dimasukkan dalam tempat penampungan obat,
pengenceran obat pada pemberian untuk anak-anak dengan
NaCl 0,9% sampai 4 cc
7. Setelah itu tekan tombol ON pada alat untuk menghidupkan
mesin
8. Lakukan pengecekan bahwa obat sudah aman dan siap
digunakan
9. Hubungkan masker/nasal canule/mouthpiece pada pasien
sehingga uap dan obat tidak keluar
10. Observasi pengembangan paru / dada pasien.
11. Minta pasien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah
seluruh obat diuapkan.
12. Bila pasien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan
kesempatan pasien istirahat
13. Setelah obat sudah habis, matikan mesin nebulizer
14. Anjurkan pasien untuk batuk setelah tarik nafas dalam
beberapa kali (teknik batuk efektif), dahak dibuang pada
sputum pot
15. Perhatikan keadaan umum (kebiruan, mual, muntah)
16. Bersihkan mulut dan hidung Px dengan tissue, dan buang pada
bengkok
17. Pasien dirapikan
18. Alat dibersihkan dengan kapas alkohol dan dirapikan
19. Lepas Handscoen
20. Cuci tangan efektif
21. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
89
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION)
Pengertian
Suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan
menggunakan suatu suction catheter yang dimasukkan melalui hidung atau
rongga mulut ke dalam pharynk atau sampai ke dalam trachea. Tindakan ini
dilakukan bila pasien tidak dapat mengeluarkan sekret/sputum dengan batuk
spontan, maka hendaknya perawat melakukan penghisapan lendir atau suctioning
untuk pembersihan jalan nafas.
Tehnik suctioning yang digunakan adalah tehnik steril karena
oropharynk dan trachea dianggap steril, sedang mulut dianggap bersih, maka
suctioning pada mulut dilakukan setelah suctioning pada oropharynk dan trachea.
Tindakan suctioning dilakukan tergantung dari pemeriksaan pasien
karena sputum tidak diproduksi terus-menerus, tetapi dipengaruhi oleh respon
fisik terhadap kondisi patologis. Lama waktu melakukan suction antara 10-15
detik, dan tidak boleh karena selama dilakukan suction oksigen tidak sampai pada
paru-paru
Besarnya daya serap/hisap dari mesin suction yang digunakan berdasarkan umur
:
1. Bayi : 3-5 inHg (portable suction)
2. Anak-anak : 5-10 inHg (portable suction)
3. Dewasa : 7-15 inHg (portable suction)
91
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PEMAKAIAN SUCTION PORTABLE
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci Tangan efektif
3. Siapkan alat-alatdan lingkungan pasien
a. Troly
b. Mesin suction lengkap dengan botol dan selang nya
c. Botol suction terisi desinfektan (Savlon 1%/ clorin
1%) 100cc
d. Canul suction dengan berbagi ukuran
e. Kom berisi pembilas /aquadest
f. Kom berisi desinfektan (chlorin 1%)
g. Kassa steril
h. Tissue
i. Pinset dan tong spatel (bila diperlukan)
j. Stetoskop
k. Handscoen steril
l. Korentang
m. Bengkok
n. Handrub
o. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan
lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien (tutup sampiran)
2. Atur posisi tidur pasien supinasi dengan posisi kepala
hiperekstensi
3. Letakkan alas perlak dan alasnya dibawah punggung
pasien sesuai dengan letak selang dada (kiri/kanan)
4. Hubungkan stop kontak mesin ke aliran listrik
92
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Tekan ON switch dan mesin akan mulai bekerja
6. Mengetes daya hisap suction dengan cara menutup
kanulsuction sambil melihat apakah meteran vacum
sesuai usia
7. Hubungkan ujung suction cateter sesuai ukuran ke
kanul suction (perhatikan kesterilan suction cateter)
8. Cuci tangan dan pakai Handscoen steril
9. Tangan yang tidak dominan sebagai tangan yang
memakai Handscoond yang on steril,sebaliknya tangan
yang dominan dianggap steril,mengambil suction
cateternya.
10. Lakukan penghisapan ±10 – 15 detik dengan cara
memutar. Kegiatan ini dapat dilakukan berulang sesuai
kondisi / kebutuhan pasien
11. Setiap selesai melakukan penghisapan secret canule
dibersihkan / dibilas dengan aqua/aquades dan canule
dikeringkan dengan menggunakan kassa steril
12. Usahakan cairan dalam botol tidak melebihi garis batas
air.
13. Setelah selesai tekan switch off
14. Kateter suction yang sudah dibilas akan dipakai lagi
pada pasien itu, direndam pada mangkok desinfektan.
15. Keringkan daerah mulut atau hidung pasien dengan
menggunakan tissue
16. Auskultasi kembali setelah dilakukan suction
17. Bereskan kembali alat-alat yang telah digunakan
18. Rapikan pasien dan atur posisi tidur semi fowler yang
nyaman bagi pasien
19. Cuci tangan
20. Buka sampiran
NB : satu canule untuk satu pasien
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan
tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
93
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
FISIOTERAPI DADA
1. Drainase Postural
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret. Pembersihan dengan cara
ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang
berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial
kedalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari
trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase
postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
Indikasi Pasien Yang Mendapat Drainase Postural
a. Mencegah penumpukan secret:
1. pasien yang memakai ventilasi
94
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3. pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis
kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
1. pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
2. pasien dengan abses paru
3. pasien dengan pneumonia
4. pasien pre dan post operatif
5. pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk
Kontra Indikasi Drainase Postural
- tension pneumothoraks
- hemoptisis
- gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi,
infarkniokard, aritmia
- edema paru
- efusi pleura
- tekanan tinggi intracranial
Persiapan Pasien Untuk Drainase Postural
● Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang
● Terangkan cara pelaksanaan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap
● Periksa nadi dan tekanan darah
● Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction
untuk mengeluarkan secret
Cara Melakukan Drainase Postural
● Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan
menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.
● Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa
posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
● Posisi drainase postural dilihat pada gambar
Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
● Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan
kanan
● Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
● Batuk produktif (secret kental/encer)
95
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
● Perasaan pasien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih
nyaman)
● Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi,
respirasi, temperature)
● Rontgen thorax
Drainase postural dapat dihentikan bila:
● Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
● Pasien mampu bernapas secara efektif
● Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret
Apical segment
(1)
Posterior segment
(2)
Anterior segment
(3)
96
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Lateral segment (4)
3. Vibrasi
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada dengan
tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.
98
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : FISIOTERAPIDADA
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat:
- Handuk 2 buah
- Handscoond dan tempatnya (KOM)
- Bantal ( 2 – 3 buah )
- Segelas air minum
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Sputum pot, berisi cairan desinfektan (chlorine 1%)
- Masker
- Stetoskop
- Bengkok
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
2. Pasang Handscoond
3. Pasang masker
4. Dekatkan alat ke pasien
5. Atur posisi yang nyaman
6. Buka baju pasien
7. Lakukan auskultasi bunyi napas pasien
99
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi
(Minum air hangat)
Postural drainase
9. Pilih area sesuai letak sputum
10. Barikan pasien posisi sesuai letak sputumnya
11. Letakkan bantal sebagai penyangga
12. Minta pasien untuk mempertahankan posisi selama 3 – 10
menit
Perkusi (Clupping)
13. Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
14. Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi
15. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
16. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan secara cepat menepuk dada atau punggung
17. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada
area yang mudah cedera
Vibrasi dan Batuk efektif
18. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area
yang didrainase
19. Jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
20. Anjurkan pasien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat
lewat mulut ( pursed lip breathing )
21. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan,
dan gunakan semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan
ke arah bawah/keatas.
22. Hentikan getaran saat pasien inspirasi
23. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru
yang terserang.
24. Minta pasien duduk dan batuk efektif (2x Batuk)
25. Tampung sekret dalam sputum pot
26. Istirahatkan pasien, minta pasien minum sedikit air
27. Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih
dari 30 menit
28. Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman
29. Alat dibersihkan dan dirapikan
30. Lepas Handscoond
100
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
31. Cuci tangan efektif
32. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
101
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
TRANSFUSI DARAH
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah
dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan
dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan
trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
GOLONGAN DARAH
- A,B, AB, O
- Rhesus + / -
DONOR DARAH
Seleksi donor dilakukan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan
donor dengan memastikan bahwa donasi tersebut tidak berbahaya bagi
kesehatannya, dan melindungi resipien dari resiko penyakit menular atau
efek merugikan lainnya.Donor yang memenuhi syarat berusia 18-65 tahun,
dengan berat badan minimal 50 kg. Suhu badan tidak boleh lebih dari 37,5°
C. Denyut nadi harus reguler, tidak menunjukkan tanda abnormalitas jantung
dengan frekuensi 50-100 denyut permenit. Tekanan darah sistolik dan
102
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
diastolik tidak boleh melebihi 180 mmHg dan 100 mmHg. Kadar Hb minimal
untuk laki-laki 13,5 gr/dl dan untuk perempuan 12,5 gr/dl.
Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun dengan volume
pendonoran tidak boleh melebihi 13 % volume darah untuk mencegah reaksi
vasovagal. Kadang-kadang seorang yang mendonorkan darah untuk pertama
kali menjadi pingsan setelah pendonoran. Hal ini biasanya terjadi pada donor
dengan kecemasan, cuaca panas, dan ada riwayat sering pingsan sebelumnya.
Biasanya pingsan seperti itu tidak berkomplikasi, namun dapat berakibat
buruk apabila hal itu terjadi setelah donor meninggalkan ruang perawatan.
TEKNIK TRANSFUSI
Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan jenis darah
serta kecocokan antara darah donor dan penderita. Penderita dipersiapkan
dengan pemasangan infus dengan jarum besar #16-18. Jarum yang terlalu
kecil (# 23-25) dapat menyebabkan hemolisis.Transfusi dilakukan dengan
transfusi set yang memiliki saringan untuk menghalangi bekuan fibrin dan
partikel debris lainnya. Transfusi set baku memiliki saringan dan ukuran
pori-pori 170 mikron. Pada keadaan normal, sebuah transfusi set dapat
digunakan untuk 2 sampai 4 unit darah.
Vena terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada bagian dorsal
tangan dan pada lengan atas. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan
venaseksi untuk menjamin kelancaran dan kecepatan transfusi.Waktu
mengambil darah dari lemari es, perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-tanda
hemolisis (warna coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum
akan ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es.
Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml NaCl
fisiologik. Jangan menggunakan larutan lain karena dapat merugikan.
Larutan dekstrose dan larutan garam hipotonik dapat menyebabkan
hemolisis. Ringer laktat atau larutan lain yang mengandung kalsium akan
menyebabkan koagulasi. Jangan menambahkan obat apapun ke dalam darah
yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang berbeda sehingga dapat
menyebabkan hemolisis, lagipula bila terjadi reaksi transfusi akan sulit untuk
menentukan apakah hal itu terjadi akibat obat atau akibat darah yang
ditransfusikan.
Jika sejumlah besar darah akan ditransfusikan dalam waktu yang
singkat, maka dibutuhkan darah hangat, karena darah yang dingin akan
mengakibatkan aritmia ventrikel bahkan kematian. Menghangatkan darah
103
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
dengan air hangat hendaknya pada suhu 37-39°C. Karena bila lebih 40°C,
eritrosit akan rusak. Pada 100 ml pertama pemberian darah lengkap
hendaknya diteliti dengan hati-hati dan diberikan perlahan-lahan untuk
kemungkinan deteksi dini reaksi transfusi.
Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Laju tercepat
yang bisa tercapai adalah 60 ml permenit. Laju transfusi tergantung pada
status kardiopulmoner resipien. Jika status kardiopulmoner normal, maka
dapat diberikan 10-15 ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada
hemovolemia maka batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit
kurang lebih 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam. Tetapi jika terdapat gagal
jantung yang mengancam maka tidak boleh ditransfusikan melebihi 2
ml/kgBB/jam . Karena darah adalah medium kultur yang ideal untuk bakteri,
sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh melewati 5 jam karena
meningkatnya resiko proliferasi bakteri.
Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang
dibutuhkan transfusi yang cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah
sirkulasi tampak membaik dikurangi hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak
dianjurkan memberi obat antihistamin , antipiretika, atau diuretika secara
rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi. Reaksi panas pada dasarnya
adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi transfusi. Diuretika hanya
diperlukan pada pasien anemia kronis yang perlu transfusi sampai 20
ml/kgBB dalam 24 jam.
104
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
relatif baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk
pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih
dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif banyak.
2. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari
donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi
peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam laktat.
3. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya mudah tersedia
setiap saat, bahaya penularan luas dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan
karena afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar
dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar
kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.
Indikasinya adalah untuk mengatasi perdarahan yang lebih dari 30% TBV
setelah pasien distabilkan lebih dahulu dengan cairan elektrolit. Banyaknya
volume darah yang diberikan diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang
hilang. Pada bayi transfusi sudah harus diberikan bila kehilangan 10 % TBV.
Diberikan pada penderita dengan perdarahan akut, syok hemovolemik, dan
bedah mayor dengan perdarahan >1500 ml.
Darah lengkap mengandung 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan
(CPDA-1) dan hematokrit 35 % dan masa simpan 35 hari. Kemasan kantong
darah baku berisi 450 ml darah, disamping itu ada kemasan kantong darah
dengan isi 250 ml seperti yang umum dipakai oleh PMI. Pada orang dewasa
transfusi satu unit (500 ml) darah lengkap akan menaikkan Hb kira-kira 1
gram % atau hematokrit 3-4%. Darah segar mempunyai komponen darah
yang lengkap, akan tetapi tidak praktis dalam penyediaan.
Semua sel dan protein plasma terkandung dalam darah lengkap.
Tetapi trombosit, fagosit, dan banyak protein plasma lainnya menjadi tidak
aktif selama penyimpanan, tetapi sel-sel tersebut masih bersifat antigenik.
Sehingga untuk tujuan praktis, darah lengkap dapat dianggap terdiri dari
eritrosit dan plasma.
Kecepatan pemberian darah utuh pada penderita hipovolemia
adalah satu liter dalam 2-3 jam setelah sebelumnya diberikan cairan elektrolit
pengganti perdarahan. Jika transfusi perlu lebih cepat lagi, pantaulah dengan
105
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
teliti kenaikan Tekanan Vena Sentral (CVP) untuk menghindari overload.
Setelah satu liter darah utuh sebaiknya diberikan 10 cc Calcium Glukonas
10% untuk mencegah intoksikasi sitrat, terutama pada penderita gangguan
faal hati yang luas.
107
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : TRANFUSI DARAH
WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
A. Tahap pra interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan medis
2. Cuci tangan efektif
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
- Troly
- Produk Darah/ Labu Darah
- Cairan Infus NaCl 0,9%
- Blood Set
- Infus set
- Abocat ukuran 18 dan 20
- Triway berekor
- Plester
- Tiang infus
- Kapas injeksi
- Alkohol 70%
- Kasa/gaas steril
- Korentang
- Pengalas
- Bengkok
- Sarung tangan
- Baki
- Blood Warmer (kalau perlu)
- Alat pengukur tanda vital
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas
(tanyakan nama dan lihat no RM/tgl lahir)
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
C. Tahap Kerja
1. Tutup sampiran
2. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasienJika pasien sudah
terpasang infus dan triway berekor
108
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
3. Cuci tangan efektif
4. Pakai sarung tangan
5. Ukur TTV
6. Pastikan ukuran abocath dan dan cairan yang benar untuk
melanjutkan tindakan tranfusi. ukuran abocath idealnya nomor
18 atau 20 dan cairan harus normal salin
7. Cek kelancaran aliran infus
8. Isi blood set dengan NaCl 0,9%
9. Hubungkan blood set dengan triway berekor, alirkan Nacl (50-
100cc)
10. Pastikan komponen darah yang tepat untuk pasien, Pastikan
label yang ada pada kantong darah seperti: nama pasien, nomor
register, golongan darah, resus, nomor donor dan exp date
(sebaiknya lakukan double crosscheck)
11. Obsevasi darah dari warna yang tidak normal, gelembung
udara
12. Pastikan darah dalam suhu ruangan tidak lebih dari 30 menit
sebelum mulai tranfusi (sel darah merah kehilangan efektifitas
setelah 2 jam dalam suhu ruangan).
13. Ganti infus NS dengan darah yang akan ditranfusikan,
masukkan darah beberapa cc kemudian atur tetesannya.
14. Observasi pasien dengan ketat selama 5-10 menit pertama.
15. Catat jika ada reaksi abnormal, segera stop aliran darah dan
alirkan NaCl.
16. Ingatkan kembali pasien melaporkan jika ada kejadian yang
abnormal.
17. Monitor pasien setelah 15 menit pemasangan jika tidak ada
reaksi abnormal lanjutkan pemberian sesuai indikasi.
18. Setelah darah habis stop aliran dari blood set dan alirkan NaCl.
19. Observasi vital sign
20. Rapikan pasien
21. Rapikan alat-alat
22. Cuci tangan
23. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
109
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN EKG
LEAD EKG DAN INTERPRETASI GELOMBANG NORMAL
EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas
listrik jantung.
110
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
o Frekuensi impuls 60-100x/mnt
● AV Node
o Letak : diatas sinus koronarius pa dinding
o posterior atrium kanan
o Frekuensi impuls 40-60x/mnt
● Berkas his
o Berasal dari AV node
o Menembus jar.pemisah miokard atrium dan miokard ventrikel
o Berjalan pada septum ventrikel kmdn bercabang dua menjadi berkas
kanan(RBB) dan berkas kiri(LBB)
● Serabut Purkinje
o Merupakan percabangan dari RBB dan LBB
o Impuls 20-40x/mnt
a. EKG standart terdiri atas 12 leads (I, II,III,aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4,
V5, V6)
− Setiap lead mencatat aktivitas elektrik jantung dari posisi anatomi yang
berbeda
− Identifikasi dari perubahan miokardium pada lead tertentu dapat
membantu menentukan kondisi patologis
b. Amplitudo normal dari gelombang P kurang lebih 3mm,durasi normal dari
gelombang P adalah 0,04-0,11 detik. Gelombang P yang lebih dari nilai ini
diketahui adanya deviasi dari normal
c. Interval PR diukur dari naiknya gelombang P ke sambungan QR dan
normalnya sekitar 0,12 dan 0,20 detik
− Interval PR merepresentasikan waktu transmisi impuls dari nodus SA ke
nodus AV
− Adanya kelambatan pada nodus AV untuk memungkinkan pengisian
ventrikular yang adekuat untuk mempertahankan stroke volume normal
(jumlah darah yang dikeluarkan setiap kontraksi)
111
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
d. Kompleks QRS mengandung gelombang dan segmen yang berbeda,yang
dapat dievaluasi secara terpisah. Kompleks QRS normalnya sekitar 0,06 dan
0,10 detik.
− Gelombang Q, penurunan pertama setelah gelombang P, biasanya
dalamnya kurang dari 3mm. Gelombang Q yang sangat defleksi
merupakan keadaan yang tidak normal pada jantung yang
sehat.Gelombang Q patologis biasanya mengindikasikan adanya Old
Miocard Infark
− Gelombang R merupakan gelombang defleksi positif pertama setelah
gelombang P, normalnya memiliki tinggi sekitar 5 – 10 mm. Peningkatan
dan penurunan amplitudo menjadi sangat signifikan pada beberapa kondisi
penyakit. Hipertropi ventrikular akan menimbulkan gelombang R yang
sangat tinggi karena hipertropi otot memerlukan arus listrik yang sangat
kuat untuk depolarisasi.
e. Segment ST dimulai di akhir gelombang S, merupakan defleksi negatif
pertama setelah gelombang R dan berakhir pada peningkatan gelombang T.
f. Gelombang T merepresentasikan serabut miokardium atau keadaan istirahat
dari kerja miokardium. Gelombang T harus selalu ada. Gelombang T normal
tidak boleh lebih dari 5 mm pada semua lead,kecuali lead precordial (V1 –
V6), dimana disini setinggi 10 mm.
112
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Interpretasi EKG
a. Tentukan frekuensi denyut jantung. Apakah terlalu cepat, lambat atau
normal
− Penentuan frekuensi denyut jantung dengan cepat dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah kompleks QRS dalam interval waktu 6
detik dan kalikan kompleks QRS yang didapat dengan 10
Catatan : Kita harus berhati-hati dengan metode ini,karena metode ini hanya
akurat untuk irama yang terjadi dalam interval normal dan tidak dapat digunakan
untuk menentukan frekuensi denyut jantung dengan irama irreguler. Untuk
keakuratan,ketidakaturan irama selalu dihitung untuk setiap 1 menit
− Frekuensi denyut jantung juga dapat dihitung dengan membagi 300
dengan jumlah lima kotak besar yang ada diantara 2 kompleks
QRS.Tigaratus blok besar merepresentasikan 1 menit pada kertas
EKG.
b. Kemudian tentukan iramanya. Apakah iramanya reguler, irreguler,
regulary-irreguler atau irreguler – irreguler
c. Akhirnya, perhatikan setiap gelombang dan segmen untuk melihat adanya
abnormalitas.
− Lihat gelombang P, apakah ada untuk setiap kompleks QRS ?. Apakah
gelombang ini tidak ada,seperti pada junction rhythm ?. Apakah
digantikan oleh bentuk gelombang lain? Seperti apa bentuknya?.
Apakah mirip, bentuknya bagus atau bentuknya berubah seperti pada
fibrilasi atrial atau takikardi atrial paroksimal?
− Hitung interval PR. Interval PR yang terlalu lama dapat menjadi
prekusor untuk berbagai heart block karena terapi obat atau miokardial
− Lihat adanya gelombang Q patologis atau jika waktunya lebih dari 0,04
detik dan jika dalamnya lebih dari 3 mm atau lebih besar dari sepertiga
tinggi gelombang R
− Hitung kompleks S. Apakah mereka identik dalam bentuknya ?
Apakah mereka turun terlalu awal ? Apakah bentuknya bervariasi ?
Apakah ada jarak dan aneh, menunjukkan kontraksi ventrikular
prematur ?
− Perhatikan segmen ST. Elevasi segmen ST menunjukkan adanya pola
injury dan biasanya terjadi pada perubahan awal di miokardial infark
akut. ST depresi terjadi pada keadaan iskemi. Perubahan kadar kalsium
dan kalium juga mempengaruhi segmen ST.
113
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
− Lihat gelombang T. Apakah Defleksi positif atau negatif ? Gelombang
T yang terbalik mengindikasikan terjadinya iskemia
− Hitung interval QT. Interval QT yang normal tidak lebih dari satu
setengah interval PR. Interval QT yang terlalu lama mengindikasikan
toksisitas digitalis, quinidine yang terlalu lama (Quinaglute) atau terapi
prokainamide (Pronestyl) atau hipomagnesia.
114
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : ELEKTOKARDIOGRAM
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawat dan Validasi kebutuhan
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat:
a. Mesin EKG
b. Kertas grafik EKG
c. Sarung tangan
d. Jelly
e. Tissue
f. Kapas Alkohol
g. Bengkok
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Tutup smpiran
2. Atur posisi Supine. Posisi Fowler dapat digunakan untuk
klien dengan masalah respirasi
3. Berikan privasi
4. Lepaskan pakaian,terutama bagian dada,pergelangan tangan
dan mata kaki
5. Anjurkan pasien melepaskan semua perhiasan atau benda-
benda berbahan logam (perhiasan, jam tangan, ikat
pinggang, gigi palsu, Hp, dll)
6. Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak
bergerak,batuk atau berbicara saat dilakukan pencatatan
EKG untuk mencegah terjadinya artifact
115
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Bersihkan terlebih dahulu dengan kapas normal
saline(tangan, kaki& dada)
8. Pasang elektroda pada klien dengan lebih dulu memberikan
jelly pada permukaan elektroda
− Kabel RA (right arm , merah) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan lengan kanan
− Kabel LA (left arm , kuning) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan lengan kiri
− Kabel LL (left leg , hijau) dihubungkan dengan elektoda
dipergelangan kaki kiri
− Kabel RL (right leg , hitam) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan kaki kanan
− V1:diruang intercostal 4 kanan, ditepi kanan sternum
− V2 ; diruang intercostal 4 kiri, ditepi kiri sternum
− V3 : dipertengahan V2 dan V4
− V4 :diperpotongan antara medclavicularis kiri dengan
ruang intercostal 5 kiri
− V5 : diperpotongan antara linea axillaris anterior kiri
dengan intercostal 5 kiri
− V6 : diperpotongan antara linea axillaris media kiri
dengan intercostal 5 kiri
9. Hidupkan mesin EKG
10. Putar tombol pengatur lead pada pengatur lead
11. Jalankan kembali kertas grafik sampai sepanjang kurang
lebih 15 cm, lalu hentikan kembali kertas grafik
12. Ulangi prosedur 10 dan 11 untuk merekam Lead II, III,
aVR, aVL, V1, V2, V3, V4, V5 dan V6
13. Matikan mesin EKG
14. Lepaskan elektrode
15. Bersihkan kulit dan elektrode dari jelly yang tersisa
16. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Lakukan pendokumentasian
116
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN WATER SEALED DRAINAGE
Pengertian
Water Sealed Drainage (WSD) atau chest tube (selang dada) adalah kateter atau
selang yang dimasukkan melalui thorax dengan tujuan:
1. Memindahkan air dan cairan dari rongga pleura
2. Mencegah udara atau cairan masuk kembali ke rongga pleura
3. Mengembalikan tekanan intrapleura atau intrapulmonal yang normal (Roman
& Mercado, 2006 dalam Potter & Perry 2010).
Saat selang dada dimasukkan, selang tersebut harus dihubungkan dengan
sistem drainage tertutup atau katup satu arah yang memungkinkan udara dan
cairan keluar dari rongga dada tetapi mencegah udara masuk dari luar ke
dalamnya (Kozier, Erb, Berman & Snider, 2010).
Indikasi
Pemasangan WSD dilakukan pada pasien :
a. Pneumothoraks :
- Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Efusi pleura
- Keganasan
- Tuberculosis
- gagal jantung kongestif
c. Empiema :
- Penyakit infeksi paru
- Kondisi inflamasi
d. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
e. Pasca bedah thoraks
- Thorakotomy :
- Lobektomy
- Pneumoktomy
117
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Jenis WSD
1. Single Bottle Water Seal System
Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu
botol yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi
tidak mengijinkan udara maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara
fungsional, drainase tergantung pada gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan,
oleh karena itu botol harus diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam
botol meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga
dada, dengan demikian memerlukan suction untuk mengeluarkannya. Sistem satu
botol digunakan pada kasus pneumothoraks sederhana sehingga hanya
membutuhkan gaya gravitasi saja untuk mengeluarkan isi pleura. Ujung selang
dari pasien dipertahankan 2 cm berada di bawah permukaan air.
118
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah
cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol menggunakan 3 botol yang
masing-masing berfungsi sebagai penampung, "water seal" dan pengatur; yang
mengatur tekanan penghisap. Jika drainage yang ingin dikeluarkan cukup banyak
biasanya digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan sebesar 20
cmH20 untuk mempermudah pengeluaran.
120
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tindakan setelah prosedur
1. Pemantauan TTV dan distress pernafasan
a. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
b. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis,
emfisema subkutis, nyeri dada dan bunyi nafas di daerah paru yang
terkena
2. Perhatikan undulasi pada selang WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
a. Motor suction tidak berjalan
b. Slang tersumbat
c. Slang terlipat
d. Paru-paru telah mengembang
3. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
4. Perhatikan jumlah cairan
a. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
b. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang
telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
c. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
5. Perhatikan balutan dan kulit pada insisi, apakah ada perdarahan
6. Perhatikan posisi
a. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat (Semi fowler sampai fowler tinggi untuk
mengeluarkan udara (pneumothorak dan Posisi fowler untuk
mengeluarkan cairan (hemothorak)
b. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
c. Ganti posisi klien tiap 2 jam. Saat klien berbaring di sisi pemasangan,
letakkan gulungan handuk di samping selang. Sering mengganti posisi
meningkatkan drainage untuk mencegah penyumbatan selang dada akibat
berat badan klien
7. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
a. Dorong latihan nafas dalam dan batuk setiap 2 jam (ini bisa
dikontraindikasikan pada klien yang salah satu parunya diangkat). Minta
klien duduk tegak untuk melakukan latihan, dan bebat dada di sekitar
insersi dengan bantal atau dengan tangan untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
b. Bantu klien melakukan latihan pergerakan sendi pada bahu yang
terganggu tiga kali per hari untuk mempertahankan mobilitas sendi.
121
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Penggantian Botol WSD
a. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan
yang dibuang
b. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuh dalam
rongga pleura yaitu meng "klem" slang atau dilipat dengan karet.
c. Setiap penggantian botol atau slang harus memperhatikan sterilils botol
dan slang harus tetap steril.
d. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri sendiri,
dengan memakai sarung tangan
PerawatanParu selama terpasang WSD
1. DenganWSDdiharapkan paru mengembang
2. Kontrol pengembangan paru dengan pemeriksaan fisik dan radiologik.
3. Latihan nafas ekspirasi dan inspirasi yang dalam.
4. Latihan batuk yang efisien.
5. Kolaborasi pemberian antibiotika dan ekspektoran
Pencabutan selang WSD
Indikasi pengangkatan WSD adalah bila
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan
a. Tidak ada undulasi
b. Tidak ada cairan yang keluar
c. Tidak ada gelembung udara yang keluar
d. Kesulitan bernafas tidak ada
e. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
f. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara
2. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada slang
MelepasWSD
Pelepasan selang dada merupakan prosedur yang berlangsung singkat
tetapi cukup menyakitkan. Beri obat klien sebelum pelepasan. Pasien
dianjurkan untuk menarik nafas dalam dan menahannya. Lepas balutan di
sekitar selang dan persiapkan balutan yang akan menutupi tempat insersi.
Balutan yang dipakai adalah balutan oklusif jika tidak ada jahitan
penyokong di sekitar tempat insersi untuk mencegah masuknya udara ke
dalam dada.
122
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
123
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Pasang pengalas dan bengkok
5. Observasi kondisi pernafasan klien, amati adanya emfisema subkutis
6. Observasi kondisi sistem WSD
7. Dekatkan alat dan tempat sampah yang mudah dijangkau
8. Siapkan plester fiksasi sesuai kebutuhan
9. Cuci tangan
10. Buka set perawatan luka dengan tehnik steril
11. Gunakan korentang untuk melengkapi set perawatan luka
12. Atur letak peralatan set luka
13. Siapkan cairan NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan dalam cucing
(jika diperlukan)
14. Cuci tangan
15. Gunakan sarung tangan
16. Ambil pinset dan alcohol swab
17. Lepaskan fiksasi dan kasa penutup luka secara hati-hati
18. Observasi keadaan luka (warna, sekresi, bau,pembengkakan,kondisi
jaringan,fiksasi drainage)
19. Lepaskan sarung tangan
20. Cuci tangan
21. Gunakan sarung tangan (Handschoen) steril
22. Siapkan 2 kasa penutup luka ( ukuran 10 x10 cm) dengan
menggunting ½ lebih
23. Bersihkan daerah luka sekitar tempat incersi drain dengan lidi kapas
dan kasa steril steril yang dibasahi NaCl 0,9 %, berikan antiseptik (
jika perlu)
24. Tutup luka dengan kasa ukuran besar menggunakan pinset
25. Lepaskan Sarung tangan
26. Fiksasi dengan plester
27. Atur kembali posisi pasien
28. Observasi kondisi sistem WSD
29. Observasi kondisi pernafasan pasien
30. Rapikan alat-alat dan tempatkan pada tempat yang sesuai
31. Buka sampiran
32. Cuci tangan efektif
Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
124
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil kegiatan pada lembar catatan keperawatan
Kondisi respirasi, kondisi luka, kepatenan system, jumlah warna
konsistensi cairan, undulasi dan gelembung udara
Pencapaian (total item)
125
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
126
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
bronkus (kurang lebih 15-20 cm pada individu dewasa) dilakukan penghisapan
perlahan-lahan sambil memutar kateter penghisap.
Kateter penghisap yang digunakan memiliki diameter sepertiga diameter
tube, dengan ujung kanul tumpul dan lunak. Sebelum melakukan penghisapan
sebaiknya penderita diberi oksigen selama 2-3 menit, bila didapat sekret kental
dapat diberi larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) beberapa tetes sebelum
dilakukan penghisapan.
Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya
dilakukan oleh saluran nafas bagian atas menghilang. Untuk itu perlu dilakukan
humidifikasi buatan sebagai pengganti mekanisme tersebut. Cara-cara
humidifikasi udara inspirasi antara lain:
a. Condensor humidifier. Alat ini dipasang pada kanul trakea. Pada waktu
ekspirasi uap air mengembun pada lempeng-lempeng kondensor. Alat ini
harus diganti setiap 3 jam.
b. Dengan melewatkan udara inspirasi pada reservoir yang kelembabannya
diatur dengan thermostat. Alat ini relative lebih efisien.
c. Secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan kasa yang telah
dibasahi dengan air steril di depan lubang kanul.
127
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PERAWATAN TRACHEOSTOMI
WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
ASPEK YANG DINILAI
Ya Tdk
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Peralatan suction
● Troly
● Mesin suction portabel atau sentral
● Kateter suction
● Stetoskop
● Aquades steril dalam kom
● Kassa steril dalam kom
● Canul suction dengan berbagi ukuran (<1/2
diameter jalan nafas)
● Dressing jar berisi desinfektan (lysol 0,5%)
b. Kit trakeostomi yang berisi set rawat luka
● Gunting heacting 1 buah
● Pinset anatomi 3 buah
● Cucing untuk tempat NaCl 0,9%
● Cotton swab sesuai kebutuhan
● kasa steril 4x4 cm secukupnya
● Kasa steril
c. Anak kanul steril
d. Desinfektan dalam kom (chlorin 1%)
e. Kit perawatan anak kanul berisi:
● Sikat kanul
● Kom berisi H2O2
● Kom air steril,
f. Normal Salin : 1 flash
g. Handscoen steril : 2 pasang
h. Perlak kecil : 1 buah
i. Bengkok 2 buah; 1 berisi (chlorin 1%) untuk
merendam alat dan 1 untuk tempat sampah
j. Hand rub: 1 botol
k. Tali pita (katun) sesuai kebutuhan
l. Korentang
m. gunting
128
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
n. spuit 5 cc
o. Obat-obatan sesuai indikasi
4. Cuci tangan efektif
TAHAP ORIENTASI
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama
dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
1. Sediakan privasi bagi pasien : tutup sampiran
2. Posisikan pasien : semi fowler atau fowler (jika
tidak ada kontraindikasi)
3. Pasang perlak di bawah leher pasien
4. Pasang bengkok
5. Berikan oksigen pre-suction
6. Buka kit trakeostomi dan kit suction, atur alat
7. Cuci tangan efektif
8. Pakai handscoen steril
9. Angkat kasa/ humidifier penutup kanul dengan
tangan non dominan
10. Lakukan suction (prinsip steril) :
● Pasang selang suction dengan kateter suction
● Atur tekanan dan cek di air steril
● Masukkan suction kateter sampai pasien batuk
atau sudah mencapai percabangan bronkus
● Sedot sekret dengan arah memutar
● Berikan oksigen kembali
● Bilas suction kateter pada aquades, bersihkan
dengan kassa steril
● Ulangi suction sesuai kebutuhan
11. Buka kanul dalam/ anak kanul (jika ada). Bersihkan
anak kanul dengan larutan desinfektan H2O2
12. Buka handscoen
13. Cuci tangan
14. Pakai hanscoen steril
15. Suction induk kanul
16. Pasang anak kanul yang baru
17. Berikan oksigen kembali
129
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
18. Lepaskan balutan tracheostomi yang telah kotor
dengan pinset
19. Bersihkan stoma dengan cotton swab yang dibasahi
normal salin untuk sudut sempit
20. Bersihkan dari daerah terdekat ke daerah jauh
21. Beri salf antibiotika pada sekeliling luka
tracheostomi (jika ada indikasi) dengan cotton
swab
22. Tutup dengan kasa steril berbentuk kupu-kupu di
antara stoma menggunakan pinset
23. Ganti pita kanul dengan bantuan pinset. Pegang
kanul saat mengganti pita kanul.
24. Gunting dan lepaskan pita kanul yang lama
25. Keluarkan udara dari cuff tracheostomi biarkan
selama beberapa menit (jika diindikasikan)
26. Isi kembali cuff dengan udara
27. Pasang kasa lembab pada lubang kanul
28. Auskultasi suara nafas
29. Lepas handscoon
30. Cuci tangan efektif
31. Buka sampiran
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu
dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
DOKUMENTASI
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam
catatan keperawatan
130
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK KARDIORESPIRASI
131
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER
KOMPETEN
Aspek yang dinilai ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
▪ Troly
▪ Stetoskop
▪ Arloji/ jam tangan
▪ Penlight
▪ Tensimeter
▪ Hand rub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang untuk auskultasi
yang adekuat
3. Posisikan pasien dalam posisi supine dengan kepala sedikit
elevasi atau dengan sudut elevasi ±300
4. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada terbuka
5. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan tangan
6. Periksa warna kulit akral (inspeksi)
7. Periksa temperatur dan kelembaban kulit di akral (palpasi)
8. Inspeksi jari tangan adakah perdarahan atau sianosis pada
bantalan kuku atau noda “nicotine staining”
9. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing finger (inspeksi)
132
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
10. Periksa Capillary refill time (CRT) (palpasi) dengan
menekan ujung jari dengan kuat (hingga berwarna pucat) dan
lepaskan dengan cepat hitung waktu kembalinya kuku
berwarna merah muda. Bisa dengan membandingkan dengan
kuku pemeriksa.
11. Periksa turgor kulit dengan mencubit punggung tangan
12. Inspeksi adanya edema. Inspeksi pola vena untuk
mengetahui adanya obstruksi vena (Bickley, 2008)
Pemeriksaan Nadi
13. Periksa nadi radialis meliputi: frekuensi, irama, kualitas,
konfigurasi, dan kualitas pembuluh darah (palpasi)
Tekanan Darah
14. Periksa tekanan darah sistolik dan diastolik sesuai prosedur
(auskultasi)
Kepala dan leher
15. Pada mata periksa adanya xanthelasma (tanda
hiperkolesterolemia)
16. Periksa konjunctiva, sklera
17. Inspeksi bibir dan cuping telinga untuk mengamati adanya
sianosis perifer
18. Instruksikan pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan
lidah untuk melihat adanya sianosis sentral serta kaji oral
higiene pasien.
19. Palpasi ateri karotis d/s: rasakan apakah ada getaran “thrill’
akibat murmur yang keras
20. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis pada leher:
instruksikan pasien untuk menghadap ke sisi berlawanan
dengan vena jugularis yang akan diperiksa.
21. Perhatikan adanya denyut vena jugularis, diukur tegak lurus
dengan dengan “angle of louis”. Normal tidak lebih dari 4
cm (Smeltzer and Bare, 2001)
22. Periksa adanya reflux hepatojugular dengan cara tangan
kanan menekan hepar dengan kuat selama 30-60 detik dan
perhatikan adakah peningkatan JVP kurang lebih 1 cm.
Pemeriksaan fisik jantung (precordium)
23. Inspeksi : bentuk precordium
133
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Periksa bentuk precordium : inspeksi kesimetrisan dada
kanan dan kiri, kaji apakah ada bekas luka pada bagian dada.
Normal : simetris, tidak ada cekungan dan penggembungan.
Iktus cordis
24. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dan menahan nafas
sejenak
25. Amati adanya iktus cordis (denyut/impuls apikal) di punctum
maximum/apeks jantung: di intercostal IV/V sinistra,
perpotongan dengan linea medioclavicula sinistra (gunakan
senter dengan arah cahaya menyamping jika diperlukan)
Palpasi
26. Saat palpasi anjurkan pasien untuk menahan napas sejenak.
27. Lakukan palpasi di area tersebut dengan menggunakan jari-
jari tangan, catat letak impuls.
Normal : impuls apikal teraba sebagai denyutan ringan di
intercostal IV/V sinistra, perpotongan dengan linea
medioclavicula sinistra.
28. Palpasi impuls ventrikel kanan pada parasternum d/s dan
area epigastrik bila dicurigai adanya “thrill”
29. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri
30. Palpasi: normal: impuls apikal teraba sebagai denyutan
ringan dengan diameter 1-2 cm dan ampiltudo seperti
ketukan
Perkusi :untuk menentukan batas jantung
31. Posisikan pasien supine dengan kepala sedikit elevasi
32. Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari arah lateral sinistra
ke medial
Normal : midclavicular line ICS 3-5 (dulness)
33. Batas kanan jantung : lakukan perkusi dari lateral dekstra ke
medial
Normal : tidak terdeteksi
Auskultasi :
34. Posisikan pasien supine dengan kepala sedikit elevasi
35. Anjurkan pasien untuk menahan nafas
BJ I :
134
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
36. Letakkan stetoskop (diafragma) di intercostal V sinistra,
perpotongan dengan linea medioclavicula sinistra (katup
mitral)
letakkan stetoskop (diafragma) di intercostal IV-V sinistra di
tepi sternum (katup tricuspidalis)
BJ II :
37. ICS II sebelah sinistra dari sternum (daerah pulmonal)
ICS II sebelah dekstra dari sternum (daerah aorta) atau
Catat apakah ada bunyi jantung tambahan
38. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri dan letakkan
stetoskop pada apeks dan basis untuk auskultasi bunyi
jantung tambahan.
Pemeriksaan sacrum, kaki dan tungkai
39. Inspeksi adakah edema pada sacrum
40. Bandingkan kedua tungkai untuk melihat kesimetrisannya
41. Inspeksi tekstur, penyebaran rambut dan warna kulit: pucat,
kemerahan, sianosis, eritema, hangat pada selulitis dan
tromboflebitis.
42. Inspeksi pola vena untuk melihat adanya varises vena
43. Periksa adanya edema dengan menekan daerah ankle (di
malleolus medial) dan dorsum pedis.
44. Palpasi denyut nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior
45. Inspeksi adakah clubbing fingers dan ulkus pada tungkai
bawah.
46. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
135
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK DADA (RESPIRASI)
PENGKAJIAN RESPIRASI
RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang
lalu. Perawat mengkaji pasien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi
klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat
perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien, dimana aspek biografi
yang sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis
kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja)
dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal
serta apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna
bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).
136
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Dapatkan Riwayat :
1. Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetik
2. Riwayat pasien tentang disfungsi pernapasan sebelumnya ; bukti terbaru
penularan terhadap infeksi, alergen atau iritan lain, trauma
Keluhan utama
1. Batuk/Cough
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan penyakit sistem
pernafasan. Tanyakan berapa lama pasien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan).
Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
(misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan
aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif,
kongesti, kering.
2. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek
dan merupakan perasaan subjektif pasien. Perawat mengkaji tentang kemampuan
pasien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika pasien berjalan apakah dia
mengalami dyspnea?. Kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan
gagal jantung kiri.
3. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah
dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic
fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker
paru , abses.
4. Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru.
Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
137
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
138
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Ratio fase ini normalnya 1: 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 :
2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh pasien.
139
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Observasi adanya
1. Bukti infeksi – Peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe servikal,
membran mukosa terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau
paru-paru (sputum)
2. Batuk – karakteristik batuk (bila ada) : dalam keadaan seperti apa batuk
terdengar (mis : hanya malam hari atau pagi hari), sifat batuk (paroksismal
dengan atau tanpa mengi), frekuensi batuk, berhubungan dengan menelan atau
aktivitas lain.
3. Mengi (wheezing) – ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musikal,
memanjang, secara lambat, progresif atau tiba-tiba berhubungan dengan
pernapasan sulit.
4. Sianosis – perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh serta
wajah) derajat, durasi, berhubungan dengan aktifitas
5. Nyeri dada – mungkin merupakan keluhan anak yang lebih besar. Perhatikan
lokasi dan situasi : terlokalisir atau menyebar, menyebar dari dasar leher atau
abdomen, dangkal atau tajam, dalam atau superfisial, berhubungan dengan
pernapasan cepat, dangkal dan mengorok
6. Sputum – anak-anak yang lebih besar dapat memberikan sampel sputum;
perhatikan volume, warna, viskositas dan bau.
Palpasi
1. Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi).
140
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika pasien mengeluh nyeri.
4. Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika Berbicara.
Perkusi
Jenis suara Perkusi 🡪 Suara perkusi normal :
1. Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal
2. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
3. Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara
141
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
1. Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
2. Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat
didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi
jaringan.
Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
Suara nafas normal
1. Bronchial :
2. Sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini dihasilkan
oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang
daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal
terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
3. Bronchovesikular :
4. Merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana
bronchi tertutup oleh dinding dada.
5. Vesikular
6. Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
7. Pengkajian pola pernafasan
142
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
143
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
144
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
▪ Toungespatel dalam kupet
▪ Arloji/jam tangan
▪ Bengkok
▪ Penlight
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang untuk auskultasi
yang adekuat
3. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada terbuka
Pemeriksaan tangan
4. Inspeksi jari tangan apakah sianosis pada bantalan kuku dan
noda “nicotine staining”
5. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing finger dan (inspeksi)
6. Periksa adakah pembengkakan pada sendi jari tangan
(palpasiI dan tremor (anjurkan pasien untuk mengangkat
tangan ke depan dada.)
7. Palpasi nadi radialis dan lakukan pengukuran RR meliputi:
frekuensi, irama, kualitas.
Kepala dan leher
8. Pada mata periksa konjunctiva untuk melihat anemia
9. Periksa hidung eksternal: amati lesi, asimetri atau inflamasi,
adakah nafas cuping hidung
10. Periksa hidung internal : anjurkan pasien untuk mendongak,
dorong ujung hidung ke atas, pasang speculum hidung, dan
lihat dengan penlight: catat jika ada polip atau obstruksi
11. Mukosa hidung: amati warna, pembengkakan, eksudat, atau
perdarahan
145
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
12. Septum : amati deviasi, perforasi, atau perdarahan
13. Palpasi sinus frontalis (supraorbital) dan maksilaris
(perbatasan pipi dan hidung): tekan bagian tersebut dengan
gerakan ke atas.
14. Anjurkan pasien nafas dalam dan membuka mulut tekan
lidah dengan toungespatel: amati tonsil, uvula dan faring
posterior.
15. Amati lidah dan membran mukosa untuk melihat adanya
sianosis sentral serta kaji oral higiene pasien.
16. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis pada leher:
instruksikan pasien untuk menghadap ke sisi berlawanan
dengan vena jugularis yang akan diperiksa.
17. Perhatikan adanya denyut vena jugularis, diukur tegak lurus
dengan dengan “angle of louis”. Normal tidak lebih dari 4
cm (Smeltzer and Bare, 2001)
18. Dari belakang palpasi kelenjar getah bening leher dan
supraklavikula (lokasi, ukuran, konsistensi, soliter/
multiple, mobilitas, nyeri tekan)
19. Dari depan palpasi trakea dengan menggunakan tiga jari:
adakah deviasi atau tidak.
Pemeriksaan dada
20. Pada pemeriksaan dada depan pasien bisa diposisikan
semifowler atau duduk dengan kedua tangan pasien
diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan
bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan
dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu
kanan. Pemeriksaan dari belakang dapat dilakukan setelah
pemeriksaan dari depan selesai dilakukan.
Inspeksi :
21. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/
infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi, anomali
vaskular, bekas luka.
22. Amati bentuk dan ukuran thoraks: adakah deformitas atau
tidak
146
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
23. Pergerakan pernafasan, simetris atau tidak, amati adakah
penggunaan otot bantu nafas.
24. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis
7, bentuk skapula, torakalis 8 dan bentuk atau jalannya
kolumna vertebralis
Palpasi :
25. Posisi pasien supine dengan kepala sedikit elevasi, posisi
lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan
26. Dari depan kaji ekskursi pernafasan dengan menggunakan
kedua tangan (ibu jari di bawah processus xiphoideus dan
4 jari lainnya di iga lateral) anjurkan pasien untuk nafas
dalam (simetris atau tidak). Pengkajian posterior dilakukan
dengan meletakkan ibu jari setinggi costa 10.
27. Lokasi nyeri dada, dengan menggunakan ibu jari tangan
kanan menyesuri sela tulang iga
28. Taktil vocal Fremitus, dengan meletakkan kedua tangan
bagian ulnar di dinding dada (bukan area bertulang) dan
suruh pasien untuk mengucapkan kata satu, dua dan
seterusnya. Normal getaran dada kanan dan kiri sama
Perkusi : dada depan
29. Posisi pasien semifowler dengan kedua tangan di samping
30. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula
kanan, kemudian lanjutkan ke bagian dada kiri dan
bergerak arah bawah di setiap ICS. Bandingkan getaran
suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup
kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara
hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
Perkusi : dada belakang
31. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
32. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula kanan,
kemudian lanjutkan ke bagian dada kiri
33. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan
dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih
147
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
cepat menghilang , karena adanya keredupan hati (batas
hati dan paru).
Auskultasi : paru depan dan belakang
34. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
35. Tempelkan stetoskop pada dinding dada
36. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut
terbuka
37. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
38. Mulailah dari depan supralavikula kiri dan teruskan kesisi
dinding dada kanan
39. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan
adanya suara napas tambahan
40. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
148
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Periksa Status Respiratorik🡪 pantau frekuensi nafas, batuk,suara paru
6. Status Kardiovaskuler🡪 evaluasi adanya hipotensi, tachikardi, aritmia,
vaskulitis, anemia
7. Status Gastrointestinal 🡪 cek hepatosplenomegali, kolitis, vomitus dan diare
8. Status Urogenital 🡪 amati tanda-tanda infeksi ( frekuensi, dysuri ,hematuri,
sekret sekret dari uretra
9. Status Neurosensorik🡪 fungsi kognitif, gangguan pendengaran, perubahan
visual, sakit kepala, migren, ataksia, tetani
149