Anda di halaman 1dari 155

BUKU PANDUAN

SKILL LAB
Semester III

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA
STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022

i
VISI DAN MISI STIKES WIRA MEDIKA BALI

Visi STIKes Wira Medika Bali


STIKes Wira Medika Bali sebagai pusat pendidikan kesehatan
yang professional dan memiliki daya saing ditingkat nasional
pada tahun 2020 dan
global pada tahun 2030

Misi STIKes Wira Medika Bali


1. Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan tenaga
kesehatan kompeten dibidangnya, berskala regional, nasional,
internasional.
2. Menyelenggarakan dan mengembangkan penelitian
tepat guna yang bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
3. Menyelenggarakan p e n d i d i k a n k e s e h a t a n y a n g mampu
melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat berdasarkan
kebutuhan masyarakat yang berorientasi budaya bangsa.
4. Memfasilitasi dan mengarahkan potensi yang
dimiliki secara optimal, efektif dan efisien serta meningkatkan
kualitas manajemen yang professional dan terbuka.

ii
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

VISI

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Pusat pendidikan Ners yang profesional dan berbudaya dengan


keunggulan keperawatan komplementer di tingkat Regional,
Nasional 2020
dan Internasional 2025

MISI
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

1) Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan


keperawatan yang kompeten dengan kompetensi unggulan
keperawatan komplementer
2) Menyelenggarakan dan mengembangkan kemampuan Program
Studi Ners dalam melakukan penelitian dan atau memanfaatkan
hasil penelitian (evidence Based) keperawatan komplementer
3) Menyelenggarakan pengabdian masyarakat yang relevan dengan
kebutuhan dan budaya masyarakat

iii
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

KATA PENGANTAR

Keterampilan dasar sangat diperlukan untuk menunjang proses


belajar mengajar Sarjana Keperawatan STIKES Wira Medika PPNI Bali. Buku
panduan ini diterbitkan guna sebagai pegangan mahasiswa agar mahasiswa
mengetahui keterampilan apa yang didapat pada setiap semester. Keterampilan
yang akan dilaksanakan pada tiap semester bertujuan agar mahasiswa lebih
inovatif dalam menyikapi keterampilan tersebut
Buku panduan ini terdiri dari 16 prasat keterampilan keperawatan
untuk dikuasai oleh mahasiswa Keperawatan STIKes Wira Medika Bali. Pada
setiap keterampilan terdiri dari fase preinteraksi, orientasi, kerja (interaksi),
terminasi dan fase dokumentasi. Fase-fase tersebut menunjukkan bahwa langkah-
langkah pelaksanaan tindakan perawatan tidak hanya terampil dalam
melaksanakan tindakan keperawatan saja, tetapi lebih ditekankan pada “Human
Relationship”.
Buku ini juga sebagai pegangan instruktur, diharapkan ada
kesamaan pengertian, pandangan antara instruktur dan mahasiswa sehingga dapat
tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Akhirnya kami sebagai penyusun
buku ini sangat mengharapkan masukan dan saran yang sifatnya membangun dan
perbaikan.

iv
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PENGARAH

1. Drs. Dewa Agung K. Sudarsana, MM


2. Ns. Ni Ketut Ayu Mirayanti, S.Kep., M.Kep
3. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep., M.Kep
4. Ns. Niken Ayu Merna Eka Sari, S.Kep., M.Biomed

TIM PENYUSUN

Dr. Ns. Ni Wayan Trisnadewi, S.Kep.,M.Kes


Ns. Ni Luh Gede Puspita Yanti, S.Kep.,M.Biomed
Ns. Ni Luh Gede Intan Saraswati, S.Kep.,M.Kep
Ns. Theresia Anita Pramesti, S.Kep., M.Kep
Ns. Ni Kadek Muliawati, S.Kep., M.Kes
Ns. Ni Komang Sukrandini, S.Kep., MNS
Ns. Silvia Ni Nyoman Sintari, S.Kep.,M.AP
Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep., M.Kep
Ns. Nurul Faidah, S.Kep.,M.Kes
Ns. Ketut Lisnawati, S.Kep., M.Kep.,Sp.Kep.,MB.
Ns. I Gusti Ayu Pt. Satya Laksmi, S.Kep., M.Kep
Ns. I Nyoman Asdiwinata, S.Kep., M.Kep
Ns. Ni Ketut Citrawati, S.Kep., M.Kep
Dr. Ns. I Made Sudarma Adiputra, S.Kep.,M.Kes
Ns. A.A.I.D. Hana Yundari, S.Kep., M.Kep.
Ns. Niken Ayu Merna E.S, S.Kep., M.Biomed..
Ns. Kiki Rizki Fista Andriana, S.Kep., M.Kep

v
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................... i
VISI DAN MISI STIKES WIRA MEDIKA BALI ................................ ii
VISI DAN MISI PRODI ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
TIM PENYUSUN .................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
1. TERAPI INTRAVENA .................................................................. 1
2. PENGAMBILAN DARAH ARTERI ............................................. 11
3. PEMERIKSAAN FISIK BBL ........................................................ 15
4. PEMERIKSAAN FISIK ANAK..................................................... 21
5. MEMANDIKAN BAYI DAN PERAWATAN TALI PUSAT ........ 24
6. ANTENATAL CARE .................................................................... 28
7. PERAWATAN PAYUDARA ........................................................ 41
8. PERSALINAN ............................................................................... 51
9. PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM ..................................... 73
10. PEMBERIAN TERAPI O2 ............................................................ 79
11. NEBULISASI ................................................................................ 86
12. PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION) ......................................... 90
13. FISIOTERAPI DADA.................................................................... 94
14. TRANSFUSI DARAH ................................................................... 102
15. PEMERIKSAAN EKG .................................................................. 110
16. PERAWATAN WATER SEALED DRAINAGE ........................... 117
17. PERAWATAN TRAKEOSTOMI .................................................. 126
18. PEMERIKSAAN FISIK KARDIORESPIRASIIMUNHEMATOLOGI
....................................................................................................... 131

vi
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
TERAPI INTRAVENA (PEMASANGAN INFUS)

A. Tujuan pemberian terapi intravena :


1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melaui oral.
2. Memperbaiki kesimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Berikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
6. Berikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan.

B. Hal-hal yang haru diperhatikan


1. Tipe-tipe cairan
a. Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan
yang ada di dalam plasma.
1) NaCl normal 0,9%
2) Ringer laktat
3) Komponen-komponen darah (Albumin 5%, plasma)
4) Dexstrose 5% dalam air (D % W)
b. Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil
daripada yang ada di dalam plasma darah.
1) Dexstrose 2,5% dalam NaCl 0,45%
2) NaCl 0,45%
3) NaCl 0,2%
c. Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih tinggi
daripada yang ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini
meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk
ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotik, sel
kemudian akan menyusut.
1) Dexstrose 5% dalam NaCl 0,9%
2) Dextrose 5% dalam NaCl 0,45% (hanya sedikit hipertonis
karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya
sementara mempengaruhi tekanan osmotik)
3) Dexstrose 10% dalam air
4) Albumin

1
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Komposisi cairan
a. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit.
b. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na, K, Cl, Ca, laktat)
d. Balans isotonic, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori (Na, K, Mg, Cl,
HCO3, glukonat)
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%
plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik
cairan dan interstisial ke dalam sirkulasi dan meningkatkan volume
darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori)

C. Tipe-tipe pemberian terapi intravena


1. IV Push
IV Push (IV bolus) adalah Berikan obat dan jarum suntik secara
langsung ke dalam saluran/jalan infuse.
Indikasi
a. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam intravena.
b. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat
(furosemid, digoksin).
c. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus-
menerus melalui infuse (lidocain, xylocain).
d. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi
kebutuhan akan injeksi intramuskuler.
e. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa
obat dicampur dalam satu botol.
f. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral
(missal : pada pasien koma) atau intramuskuler (missal : pasien
dengan gangguan koagulasi).

Hal-hal yang harus diperhatikan dan direkomendasikan


a. Sebelum pemberian obat
1) Pastikan bahwa obat sesuai dengan anjuran.
2) Larutkan obat sesuai dengan indikasi. Banyak obat yang dapat
mengiritasi vena dan memerlukan pengenceran yang sesuai.
3) Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar.
4) Jika akan Berikan obat melalui selang infuse yang sama, akan lebih
baik jika dilakukan pembilasan terlebih dahulu dengan cairan
fisiologis (NaCl 0,9%).

2
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5) Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang diberikan.
6) Kaji kepatenan jalan infuse dengan mengetahui keberadaan dan aliran
darah.
● Pertahankan kecepatan infuse.
● Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum memasukkan obat.
● Tekan selang infuse secara perlahan.
7) Perhatikan waktu pemasangan infuse. Ganti tempat pemasangan infuse
apabila terdapat tanda-tanda komplikasi (misal : phlebitis,
ekstravasasi, dll).
b. Perhatikan respon pasien terhadap obat
1) Adakah efek samping mayor yang timbul (anaphilaksis, respiratory
distress, takhikardi, bradikardi, atau kejang)?
2) Adakah efek samping minor yang timbul (mual, pucat, kulit
kemerahan, atau bingung)?
3) Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila terjadi hal-
hal tersebut.
2. Continous Infusion (infuse berlanjut) menggunakan alat control
Continous infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan
yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infuse melalui
intravena, intra arteri, dan intra thecat (spinal) dapat dilengkapi dengan
menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun yang eksternal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :
a. Keuntungan
1) Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan
akurat.
2) Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di
selang infuse atau adanya penyumbatan.
3) Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran
infuse.
b. Kerugian
1) Memerlukan selang infuse.
2) Biaya lebih mahal.
3) Pompa infuse akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.
c. Tanggung jawab perawat
1) Efektifitas penggunaan pengaturan infuse secara mekanis sama dengan
perawat yang memerlukannya.

3
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2) Perawat harus waspada terhadap terjadinya komplikasi (adanya
infiltrasi atau infeksi).
3) Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang memproduksi alat
tersebut.
4) Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran infuse.
5) Pastikan udara yang ada dalam selang telah dikeluarkan sebelum
dihubungkan ke pasien.
6) Jelaskan tujuan penggunaan alat dan alarm kepada pasien dan
keluarga.
3. Infuse sementara (intermittent infusions)
Infuse sementara dapat diberikan melalui “heparin Lock”, “piggybag”
untuk infuse yang kontinyu, atau untuk terapi jangka panjang melalui
perangkat infuse.

D. Peran perawat dalam pelaksanaan terapi intravena


1. Memilih Vena
a. Lakukan verifikasi order yang ada untuk terapi IV.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.
c. Pilih vena yang layak untuk dilakukan venipuncture.
1) Bagian belakang tangan (vena metacarpal). Jika
memungkinkan jangan lakukan pada vena digitalis. Jika
kemudian timbul masalah pada sisi ini, cari vena lain
diatasnya.
2) Lengan bawah (vena basilica atau cephalica).
3) Siku bagian dalam (fossa antecubitat, median basilica dan
median cephalic untuk infuse jangka pendek)
4) Ekstremitas bawah
● Kaki (vena pleksus dorsum, arkus vena dorsalis, vena
medikal marginatis)
● Mata kaki (vena saphena magma)
5) Vena sentralis digunakan :
● Jika obat dan infuse hipertonik atau sangat mengiritasi,
membutuhkan kecepatan, dilusi volume yang tinggi untuk
mencegah reaksi sistemik dan kerusakan vena local (misal
: kemoterapi, hiperalimentasi).
● Jika aliran darah perifer dikurangi atau jika pembuluh
darah perifer tidak dapat dimasuki (misal pada pasien
obesitas).
4
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
● Jika diinginkan monitor CVP.
● Jika diinginkan terapi cairan jangka sedang atau jangka
panjang.
2. Cara memunculkan vena
a. Palpasi daerah yang akan dipasang infus.
b. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya (jika akan
menggunakan lengan).
c. Pijat tempat yang akan diinfus.
d. Gunakan torniket sedikitnya 5-15 cm di atas tempat yang akan
diinsersi, kencangkan torniquet.
e. Alternative lain adalah dengan menggunakan tensimeter, pasang
tensimeter sedikit di bawah tekanan sistolik.
f. Raba vena tersebut, untuk meyakinkan keadaan vena.
g. Biarkan ekstremitas tersebut selama beberapa menit.
h. Gunakan handuk hangat untuk melembabkan tempat yang akan
diinsersi.
3. Komplikasi yang dapat timbul dalam terapi intravena
a. Infiltrasi (ekstravasasi)
b. Trombophlebitis
c. Bakteremia
d. Emboli udara
e. Perdarahan
E. Perhitungan cairan tubuh
a. Kebutuhan cairan pada anak
1) BB < 10 kg kebutuhan cairanya 100 ml/KgBB/Hr
Rumus :
BB(Kg)x100 ml/KgBB/Hari
2) BB 10 -20 Kg kebutuhan cairan 1000 ml untuk 10 kg pertama
ditambah 50 ml untuk setiap kg BB sisanya.

Rumus : 1000 ml/hari+(total BB – 10 Kg)50 Ml/kgBB/hari

3) BB > 20 Kg kebutuhan cairan 1500 ml untuk 20 kg pertama, ditambah 20ml


untuk setiap kg BB sisanya.
Rumus : 1500 ml/hari + (total BB -20 Kg)x20 ml/kgBB/hari
b. Kebutuhan cairan dewasa
Rumus :
(30-50)ml/hari x BB (kg)
5
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

c. RUMUS MENGHITUNG CAIRAN


1. Mengatur tetesan permenit

Tetesan permenit : Kebutuhan cairan (ml) x faktor tetesan


Waktu (jam) x 60 menit
Factor tetesan :
Makro : 15-20 tetes/mnt
Mikro : 60 tts/mnit

KOMPETENSI : PEMASANGAN INFUS


WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang Dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Troly
b. Standar infus
c. Infus set (makro/mikro/blood) sesuai
kebutuhan
d. Cairan infus (sesuai kebutuhan)
e. Abocath sesuai kebutuhan
f. Kapas injeksi dalam tempatnya
g. Alkohol 70%
h. Kasa steril dalam tempatnya
i. Plaster/hepavik
j. Gunting plaster
k. Baki obat/ bak suntik/ Kupet steril
l. Pinset anatomis steril (1 buah)
m. Pengalas
n. Bengkok
o. Torniqet
p. Handscoond
q. Korentang
r. CM keperawatan
s. Chart kontrol cairan
t. Tempat sampah tajam (safety box)
u. Tempat sampah medis
6
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama
dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien tutup sampiran
2. Dekatkan peralatan (troly injeksi) ke area
pemasangan infus
3. Siapkan plester, dan 1 plester bertuliskan tanggal
dan jam
4. Cuci tangan efektif
5. Pakai Handscoen
6. Sepakati lokasi pemasangan infus berdasarkan
prioritas
7. Pasang pengalas
8. Periksa label infus sesuai program terapi
9. Hubungkan cairan infus dengan infus set (infus set
diklem)
10. Isi selang kontrol dengan cairan sampai 1/3 bagian
11. Alirkan cairan untuk pengisian selang infus set
12. Pastikan selang infus set bebas udara
13. Pasang tourniquet untuk melakukan fiksasi diatas
lokasi terpilih 10-15 cm
14. Palpasi dan Tentukan area suntikan (diusahakan
mencari vena yang paling ujung dan tidak
bercabang)*
15. Desinfeksi daerah yang akan di tusuk dengan
alkohol arah melingkar dari dalam keluar dengan
diameter 4-5 cm*
16. Tusukkan abocath dengan kemiringan 30 derajat
dengan mengarah ke jantung*
17. Pastikan darah tampak keluar, tarik mandrin ½
cm sambil dorong iv cath atau sesuai dengan
petunjuk masing-masing iv cath*
18. Cabut mandrin/jarum kemudian sambungankan
iv cath dengan selang cairan yang telah
dipersiapkan*
7
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
19. Lepaskan toerniquet
20. Buka klem infus set, alirkan cairan sampai
mengalir lancar
21. Fiksasi iv cath dengan plaster/hepavik tanpa
menutupi insersi
22. Tutup tempat insersi dengan kasa steril
23. Lepaskan handscoon
24. Pasang bidai dan verban (anak), atau diplaster
(dewasa)
25. Atur tetesan infus sesuai program
26. Pasang stiker bertuliskan tgl, bulan dan jam
pemasangan pada tempat pemasangan infus
27. Pasang form pantau cairan
28. Pasien dan peralatan dibereskan
29. Lakukan observasi terhadap aliran infus (atur
posisi pasien agar aliran infus lancar)
30. Jelaskan kepada pasien apabila infus tidak
menetes atau ada darah pada selang agar segera
melaporkan kepada perawat
31. Cuci tangan efektif
32. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu
dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

8
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
INJEKSI INTRAVENA
NAMA MAHASISWA :
WAKTU : 15 MENIT
Aspek yang dinilai
Tahap pre-interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan troli yang sudah dibersihkan dan dilengkapi alat-alat :
a. Catatan pemberian obat
b. Obat yang akan disuntikkan
c. Aquabidest (jika perlu dilarutkan atau diencerkan)
d. Kupet
e. Sepasang sarung tangan dalam dressing jar
f. Kapas injeksi dalam kom
g. Alcohol 70%
h. Spuit dengan jarumnya (ukuran sesuai yg dibutuhkan)
i. Hipafix / plester
j. Gunting plester
k. Kikir/gergaji ampul (jika ampul tidak diberi tanda)
l. Hand rub
m. Bengkok
n. 1 buah Pengalas
o. 1 buah Torniqet
p. Tempat sampah tajam (safety box)
q. Tempat sampah medis (warna kuning)
4. Baca label obat untuk memastikan kandungan, dosis dalam kemasan,
tanggal kadaluwarsa obat, rute pemberian (12 Benar)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no RM/tanggal
lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien, tutup sampiran
2. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
3. Cuci tangan efektif
4. Periksa label obat sesuai program terapi
9
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Pakai sarung tangan
6. Siapkan spuit sesuai ukuran
7. Siapkan obat sesuai program terapi
8. Oplos obat sesuai kebutuhan (jika obat dalam bentuk vial)
9. Ambil obat sesuai dosis yang diberikan
10. Keluarkan udara dari spuit yang telah berisi obat dengan memegang spuit
tegak lurus
11. Letakkan spuit yang berisi obat dalam kupet
12. Palpasi dan Tentukan area suntikan (diusahakan mencari vena yang paling
ujung dan tidak bercabang)
13. Pasang pengalas
14. Pasang tourniquet 10-15 cm bagian proximal lokasi yang dipilih untuk
melakukan fiksasi
15. Desinfeksi daerah yang akan diinsersi dengan alkohol arah melingkar
dari dalam keluar dengan diameter 4-5 cm
16. Tusukkan dengan kemiringan 15-30 derajat dengan mengarah ke jantung
(bevel menghadap ke atas)
17. Lakukan aspirasi, pastikan darah tampak keluar pada hub
18. Lepaskan toerniquet
19. Dorong plunger untuk memasukkan obat
20. Kaji reaksi pasien selama prosedur dilakukan untuk mengetahui adanya
reaksi alergi terhadap obat yang diberikan (misal : gatal-gatal, kemerahan,
atau apneu)
21. Cabut jarum dan tekan tempat insersi dengan kapas alkohol
22. Tutup jarum dengan menggunakan teknik satu tangan
23. Pantau adanya perdarahan pada tempat insersi, jika perlu lakukan fiksasi
24. Rapikan Pasien dan berekan peralatan (buang sampah ke tempat sampah
medis, dan jarum pada tempat sampah tajam)
25. Lepas sarung tangan
26. Cuci tangan efektif
27. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan keperawatan

10
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PENGAMBILAN DARAH ARTERI

Pemeriksaan gas darah arteri Berikan informasi tentang status


keseimbangan asam-basa dan tentang kefektifan fungsi ventilasi dalam
mengakomodasi pertukaran oksigen-karbon dioksida secara normal. Pemeriksaan
pH darah arteri mengukur konsentrasi ion hydrogen. Penurunan pH dihubungkan
dengan asidosis, sedangkan peningkatan pH dihubungkan dengan alkalosis.
PaCO2 mengukur tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri.
Hipoventilasi alveolar menyebabkan peningkatan PaCO2, sedangkan
hiperventilasi dihubungkan dengan penurunan PaCO2. Pengaturan
karbondioksida merupakan komponen keseimbangan asam-basa pulmonal dan
perubahan PaCO2 dapat membantu menjelaskan adanya kelainan pH. PaCO2
mengukur tekanan parsial oksigen di dalam arteri . hal ini Berikan informasi
tentang keefektifan ventilasi paru. Kadar PaCO2 Berikan informasi tidak langsung
tentang keseimbangan asam-basa. Saturasi oksigen (SaO2) mengukur derajat
hemoglobin yang disaturasi oleh oksigen.
Bikarbonat serum adalah komponen lain dari gas darah arteri.
Peningkatan kadar bikarbonat dihubungkan dengan alkalosis, baik alkalosis
primer, maupun alkalosis yang merupakan kompensasi dari asidosis respiratorik.
Penurunan kadar bikarbonat biasanya merupakan akibat dari asidosis metabolic.
Kadar bikarbonat mencerminkan porsi pengaturan asam-basa ginjal. Biasanya
menggunakan hasil ini, keberadaan dan tingkat keparahan hipoksia serta tipe dan
tingkat keparahan ketidakseimbangan asam-basa dapt ditentukan.

Nilai normal kimia darah :


⮚ Kadar kalsium : 4-5 mEq/L
⮚ Kandungan CO2 (bikarbonat dalam darah vena) : 24-30 mEq/L
⮚ Kadar klorida : 100-106 mEq/L
⮚ Kadar magnesium : 1,5-2,5 mEq/L
⮚ Kadar fosfat : 2,5-4,5 mEq/L
⮚ Kadar kalium : 3,5-5,3 mEq/L
⮚ Kadar natrium : 135-145 mEq/L
⮚ Osmolalitas serum : 280-295 mOsm/kg
⮚ Kadar gas darah arteri :

11
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tes Rentang Interpretasi
normal
dewasa
PaO2 80 – 100 ● Elevasi, menandakan pemberian
mmHg oksigen yang berlebihan
● Menurun, mengindikasikan penyakit
bronchitis kronis, kanker bronkus dan
paru, anemia, atau penyebab lain yang
mengakibatkan hipoksia.
PaCO2 35 – 45 mmHg ● Elevasi, mengindikasikan
kemungkinan pneumonia, efek
anastesi, atau penggunaan opioid
(asidosis respiratori)
● Menurun, mengindikasikan
hiperventilasi/ alkalosis respiratori
pH 7,35 – 7,45 ● Elevasi, menandakan alkalosis
metabolic atau respiratori
● Menurun, menandakan asidosis
metabolic atau respiratori
HCO3 22 – 26 mEq/L ● Elevasi, mengindikasikan
kemungkinan asidosis respiratori
sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolic
● Menurun, mengindikasikan
kemungkinan alkalosis respiratori
sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolic
SaO2 95% - 99% Menurun, mengindikasikan kerusakan
kemampuan hemoglobin untuk
mengantarkan oksigen ke jaringan

12
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PENGAMBILAN DARAH ARTERI
WAKTU : 15 MENIT
NAMA MAHASISWA :
NIM :
Tindakan KOMPETEN
Ya Tidak
Pra Interaksi :
1. Cek catatan keperawatan pasien
2. Cuci tangan
3. Persiapan alat
▪ Kom berisi kapas alcohol
▪ Sarung tangan disposable (bersih)
▪ Spuit ukuran 2-5 ml dengan jarum no. 22 (dewasa) atau 25
(anak-anak)
▪ Perlak
▪ Bengkok
▪ Kasa steril
▪ Antikoagulan (EDTA/heparin)
▪ Penutup jarum (gabus atau karet)
▪ Plester
▪ Label : berisi nama, tanggal, waktu, apakah menerima O2, bila
ya berapa banyak, dan suhu.
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan serta tujuannya
3. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
4. Menanyakan keluhan saat ini
Tahap Kerja :
1. Berikan privacy dengan menutup sampiran
2. Mengukur suhu dan jumlah pernafasan pasien
3. Jika terpasang oksigen, catat jumlah oksigen yang diberikan
4. Spuit diberi heparin dengan perbandingan 1 : 10 dari spuit yang
dipakai, lalu dengan posisi tegak lurus, tarik spuit sehingga
semua bagian dalam spuit terkena heparin.
5. Meraba arteri radialis dan ulnaris, atau brakialis, atau femoralis
6. Melakukan tes Allen (Berikan tekanan pada arteri, lepaskan
tekanan, observasi warna jari-jari dan tangan. Allen positif jika
jari dan tangan memerah dalam 15 detik)
7. Dekatkan peralatan
8. Pasang perlak
9. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
13
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
10. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol
● gerakan sirkuler dari arah dalam ke arah luar dengan diameter
sekitar 5 cm
● tunggu sampai kering
● jangan ditiup
11. Jarum disuntikkan ke arteri radialis dengan sudut 450 sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain dengan cara
mempalpasi (bila jarum masuk ke arteri darah akan keluar
tanpa spuit diisap dan warna darah yang keluar merah terang).
Ambil sebanyak 2 ml darah.
12. Lepaskan jarum dan spuit dari arteri dan tekan bekas tusukan
selama 5-10 menit
13. Buang setiap udara yg berada di dalam spuit, sumbat spuit
dengan gabus atau karet.
14. Beri label pada spuit
15. Kirim spesimen ke lab dengan segera
16. Jika perdarahan pada tempat tusukan sudah berhenti, beri
plester di atas kassa.
17. Mempalpasi nadi (sebelah distal tempat pengambilan darah),
observasi tempat penyuntikan dan kaji apakah tangan dingin,
tidak berasa atau ada perubahan warna
18. Rapikan peralatan, buang sampah pada tempat yang sesuai
19. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman
20. Buka sarung tangan
21. Cuci tangan

Tahap terminasi
1. Evaluasi perasaan klien
2. Lakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3. Salam penutup
4. Cuci tangan
Tahap dokumentasi
1. Catat waktu pemeriksaan gas darah arteri dan dari ekstremitas
sebelah mana specimen darah tersebut diambil, suhu dan
respirasi klien, serta oksigen yang didapatkan klien

14
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK
PADA BAYI BARU LAHIR

Pengkajian pada bayi baru lahir dapat dilakukan segera setelah lahir
yaitu untuk mengkaji penyesuaian bayi dari kehidupan intra uterine ke ekstra
uterine. Selanjutnya dilakukan pemeriksaanfisik secara lengkap untuk
mengetahui normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan.
Pengkajian dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan
penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan.
Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan, dan dapat
ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau bayi tampak tidak sehat.
A. Prinsip pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dan anak
1. Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan tindakan
2. Pastikan suasana tempat pemeriksaan harus tenang dan nyaman untuk
mengurangi ketakutan anak. Ketakutan menyebabkan anak menolak untuk
diperiksa
3. Pastikan tempat pemeriksaan mempunyai pencahayaan yang baik
4. Anak usia < 6 bulan pemeriksaan bisa dilakukan di atas meja periksa.
Anak usia 1 – 3 tahun dapat diperiksa dalam pelukan ibu
5. Cuci dan keringkan tangan, pakai sarung tangan
6. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yang akan
diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu
pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat
7. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh
B. Pengkajian segera bayi baru lahir
1. Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ?
2. Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas?
3. Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat/biru?
C. Pengkajian refleks:
1. Mata
a) Berkedip atau refleks korneal
Bayi berkedip pada permulaan sinar terang yang tiba-tiba atau pada
pendekatan objek ke arah kornea. Reflekas harus menetap sepanjang
hidup
b) Pupil
Pupil konstriksi bila sinar terang diarahkan padanya. Refleks ini harus
ada sepanjang hidup
c) Mata Boneka

15
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Ketika kepala digerakkan dengan perlahan ke kanan atau ke kiri, mata
normalnya tidakbergerak; reflek ini harus hilang sesuai perkembangan
2. Hidung
a) Bersin
Respons spontan saluran hidung terhadap iritasi atau obstruksi. Refleks
ini harus menetap sepanjang hidup.
b) Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara dua alis mata)
menyebabkan mata menutup dengan rapat
3. Mulut dan tenggorokan
a) Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral
sebagai respons terhadap rangsang. Refleks ini harus tetap ada selama
masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
b) Muntah/Gag
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan, atau
masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami refleks muntah.
refleks ini harus menetap sepanjang hidup
c) Rooting
Menyentuh atau menekan dagu sepanjang sisi mulut akan
menyebabkan bayi membalikkan kepala ke arah sisi tersebut dan mulai
menghisap; harus hilang pada kira-kira usia 3 tahun sampai 4 bulan,
tetapi dapat menetap selama 12 bulan
d) Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespons dengan mendorongnya
keluar. Refleks harus menghilang pada usia 4 bulan
e) Menguap
Respon spontan terhadap penurunan oksigen dengan meningkatkan
jumlah udara inspirasi. Refleks harus menetap sepanjang hidup
f) Batuk
Iritasi membran mukosa laring atau pohon trakeobronkial
menyebabkan batuk. Refleks ada setelah hari pertama kelahiran.
Refleks ini harus terus ada sepanjang hidup.
4. Ekstremitas
a) Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar jari
menyebabkan fleksi tangan dan jari kaki. Genggaman telapak tangan harus
berkurang setelah usia 3 bulan, digantikan dengan gerakan volunter.
Genggaman plantar berkurang pada usia 8 bulan.
b) Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar ke arah atas dari tumit dan menyilang
bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorsofleksi;
refleks ini harus hilang setelah usia 1 tahun.
16
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
c) Klonus pergelangan kaki
Dorsifleksi telapak kaki yang cepat ketika menopang lutu pada posisi
fleksi parsial mengakibatkan munculnya satu sampai dua gerakan oksilasi
(denyut); akhirnya tidak boleh ada denyut yang teraba

5. Massa (tubuh)
a) Moro
Kejutan atau perubahan tiba-tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan
ekstensi dan abduksi ekstremitas yang tiba-tiba serta mengipaskan jari,
dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk bentuk “C“, diikuti dengan
fleksi dan abduksi ekstremitas; kaki dapat fleksi dengan lemah; bayi
mungkin menangis; reflek ini harus hilang setelah usia 3-4 bulan, biasanya
paling kuat selama 2 bulan pertama
b) Startle
Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi
siku; tangan tetap tergenggam; harus hilang pada usia 4 bulan.
c) Perez
Saat bayi telungkup pada permukaan keras ibu jari ditekan sepanjang
medula spinalis dari sakrum ke leher; bayi berespons dengan menangis,
memfleksikan ekstremitas, dan meninggikan pelvis dan kepala; lordosis
tulang belakang, serta dapat terjadi defekasi dan urinasi; harus hilang pada
usia 4 sampai 6 bulan.
d) Tonik leher asimetris (menengadah)
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah satu sisi, lengan dan
kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut, dan lengan yang berlawanan
dan kaki fleksi; harus hilang pada usia 3 sampai 4 bulan, untuk digantikan
dengan posisi simetris dari kedua sisi tubuh.
e) Neck righting
Jika bayi telentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi; bahu dan batang
tubuh membalik ke arah tersebut, diikuti dengan pelvis; menghilang pada
usia 10 bulan.
f) Otolith-righting
Jika badan bayi yang tegak ditengadahkan, kepala kembali tegak, posisi
tegak.
g) Inkurvasi batang tubuh (galant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan
panggul bergerak ke arah sisi yang terstimulasi; refleks ini harus hilang
pada usia 4 minggu.
h) Menari atau melangkah
Jika bayi dipegang sedemikian rupa hingga telapak kaki menyentuh
permukaan keras, akan ada fleksi dan ekstensi resiprokal dari kaki,
menstimulasi berjalan; harus hilang setelah usia 3 sampai 4 minggu,
digantikan oleh gerakan yang dikehendaki.
17
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
i) Merangkak
Bayi, bila ditempatkan pada abdomennya (telungkup), membuat gerakan
merangkak dengan tangan dan kaki; harus hilang kira-kira pada usia 6
minggu.
j) Placing
Bila bayi dipegang tegak di bawah lengannya dan sisi dorsal telapak kaki
dengan tiba-tiba ditempatkan di atas objek keras, seperti meja, kaki
mengangkat seolah-olah telapak melangkah di atas meja; usia hilangnya
refleks ini bervariasi.

PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI BARU LAHIR

Kompete
nsi
Aspek yang dinilai
Y tdk
a
TahapPreinteraksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat:
a. Kapas
b. Penlight
c. Termometer
d. Stetoskop
e. Selimut bayi
f. Timbangan bayi
g. Pita ukur/metlin
h. Pengukur panjang badan bayi
i. Sarung tangan
j. Bengkok
4. Cuci tangan efektif
TahapOrientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri pada keluarga
2. Lakukan identifikasi identitas (Tanyakan nama, tanggal
lahir dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan pada keluarga
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
TahapKerja
1. Sediakan privasi bagi bayi: tutup pintu kamar atau pasang
tirai
18
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Memakai sarung tangan
3. Letakkan bayi pada tempat yang rata, hangat dan aman
4. Lakukan pemeriksaan umum pada bayi: kesan sakit/ bugar,
kesadaran, kesan status gizi
5. Ukur tanda vital anak: Pernapasan, suhu, tekanan darah dan
nadi
6. Ukur data antropometri: Berat badan (BB), panjang badan
(PB), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD)
7. Ukur tanda vital bayi: Pernapasan, suhu dan nadi
8. Lakukan inspeksi keadaan umum bayi
9. Periksa kulit bayi meliputi: Warnakulit, turgor, lanugo,
vernix caseosa
10. Periksa kepala bayi: Ukuran, sutura, molase, hematoma
11. Periksa wajah: Kesimetrisan, perhatikan wajah khas Down
Syndrome
12. Periksa mata : Kebersihan, pergerakan bola mata,perdarahan
subkonjugtiva, katarak juvenile, nistagmus, strabismus
13. Periksa hidung: Kesimetrisan septum nasal, sekret dan
cuping hidung.
14. Periksa mulut: Bibir, langit-langit mulut/palato dan lidah
15. Periksa telinga: Kesimetrisan, ukuran daun telinga
16. Periksa dada: Payudara,pernapasan retraksi interkostal.
17. Auskultasi suara napas
18. Auskultasi jantung, dengarkan pulsasi pada ictus kordis,
frekuensi jantung (nadi) dan bunyi jantung.
19. Periksa Abdmen : Perhatikan adanya pembesaran/distensi,
perdarahan tali pusat, warna tali pusat, hernia
20. Periksa alat genetalia
a. Laki-laki : Testis belum turun, perhatikan urefisium
uretra
b. Perempuan : lubang vagina, uretra, labia mayor, labia
minor, besar dan bentuk klitoris, perdarahan, lendir dari
vagina,tanda-tanda hematoma.
21. Periksa ekstremitas atas dan bawah: perhatikan gerakan
ekstremitas, bentuk dan jumlah jari
22. Periksa tulang punggung
23. Periksa keadaan neuromuskuler: kaji refleks moro, refleks
menghisap (sucking refleks), refleks genggam, refleks
rooting, tonick neck, babinski, dan tonus otot.
24. Periksa mekonium(harus keluar dalam 24 jam sesudah lahir,
jika tidak waspada terhadap atresia ani atau obstruksi usus.
Begitu juga urine, jika tidak keluar waspada terhadap
obstruksi saluran kemih.
19
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
25. Rapikan pasien
26. Rapikan alat
27. Cuci tangan
TahapTerminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)

20
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

Kompetensi
Aspek yang dinilai Ya tdk
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat:
a. Stetoskop
b. Manset anak
c. Tensimeter
d. Termometer
e. Timbangan anak
f. Meteran tinggi badan
g. Midline
h. Palu refleks
i. Sarung tangan
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri pada keluarga
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal
lahir dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan pada keluarga
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Sediakan privasi bagi anak: tutup pintu kamar atau pasang
tirai
2. Memakai sarung tangan
3. Persilahkan anak berbaring pada meja pemeriksaan
4. Lakukan pemeriksaan umum pada anak: kesan sakit,
kesadaran, kesan status gizi
5. Ukur tanda vital anak: Pernapasan, suhu, tekanan darah dan
nadi

21
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Ukur data antropometri: Berat badan (BB), panjang badan
(PB), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD)
7. Periksa kulit anak meliputi: Warna kulit, turgor, edema,
tanda perdarahan, sikatrik, pelebaran pembuluh darah,
hemangioma, pigmentasi, pertumbuhan rambut,
pengelupasan kulit dan stria
8. Periksa kelenjar limfe: tentukan lokasi, ukuran, mobilisasi/
tidak
9. Periksa kepala: Ukuran, simetris/ tidak, sutura, fontanel,
sefalhematoma, pelebaran pembuluh darah, rambut,
tengkorak dan muka
10. Periksa wajah: Kesimetrisan, paralisis, pembengkakan
11. Periksa mata : Kebersihan, fotofobia, nistagmus, ptosis,
eksoltalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, katarak dan
kelainan fundus
12. Periksa hidung: Kesimetrisan septum nasal, mukosa,
perdarahan, sekresi dan kondisi cuping hidung.
13. Periksa mulut: Bibir, langit-langit mulut/palato dan lidah
14. Periksa tenggorok: Uvula, epiglotis, besar tonsil, warna,
peradangan, eksudat
15. Periksa telinga: Kesimetrisan, warna dan bau sekresi
telinga, nyeri/ tidak, ukuran daun telinga
16. Periksa leher: Panjang/ pendek, kelenjar leher, letak
trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena,
pulsasi karotis dan gerakan leher
17. Periksa dada:
a. Inspeksi; Payudara, retraksi interkostal, bentuk dada,
pola nafas, pengembangan dada simetris/ tidak
b. Palpasi :
· Pengembangan dada : simetri/tidak
· Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
· Ada retraksi/tidak
· Perabaan iktus cordis
c. Perkusi untuk menentukan batas paru - jantung
d. Auskultasi
· suara napas

22
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
· Auskultasi jantung, dengarkan pulsasi pada ictus kordis,
frekuensi jantung (nadi) dan bunyi jantung.
18. Periksa Abdomen:
a. Inspeksi; Bentuk, pernafasan perut, umbilikus (hernia/
tidak), gambaran vena
b. Auskultasi peristaltik: terdengar tiap 10 -30 detik
c. Palpasi abdomen: nyeri tekan, lokasi organ
d. Perkusi abdomen: di seluruh lapang abdomen
19. Periksa alat genetalia
o Laki-laki: orifisium utera, penis membesar/ tidak,
skrotu membesar/ tidak, ada hernia/ tidak, refleks
kremaster
o Perempuan: vagina ada sekret/ tidak, labia mayor
perlengketn/ tidak, himen atresia/ tidak, klitoris
membesar/tidak
20. Periksa ekstremitas atas dan bawah: kelainan bawaan,
panjang dan bentuk, clubbling finger, dan pembengkakan
tulang
21. Periksa anus: inspeksi; tumor, meningokel, dimple atau
abces perianal, fisura ani, prolapsus ani
22. Rapikan anak dan rapikan alat
23. Cuci tangan
TahapTerminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada anak
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Buka sampiran
5. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai

23
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

MEMANDIKAN BAYI DAN PERAWATAN TALI PUSAT

A. Tujuan dari memandikan:


1. Membersihkan kulit tubuh bayi dari sisa-sisa lemak tubuh serta keringat
2. Merangsang peredaran darah
3. Memberi rasa segar dan nyaman
4. Mencegah terjadinya infeksi tali pusat

B. Waktu yang tepat memandikan bayi


Pada saat baru lahir bayi memang terlihat kotor, hal ini wajar karena
bayi memang berlumuran banyak cairan selain air ketuban. Cairan tersebut
diantaranya mengandung darah, lendir dan mekonium (kotoran bayi
berwarna hitam kental). Sesaat setelah bayi lahir, bayi membutuhkan waktu
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di luar kandungan. Inilah yang
mendasari adanya teori yang menyebutkan bahwa bayi baru lahir baru boleh
dimandikan setelah 6 jam dilahirkan. Karena jika bayi baru lahir dipaksakan
untuk mandi (walaupun dengan air hangat), air yang menjadi dingin (setelah
beberapa waktu) akan menyebabkan hilangnya panas tubuh bayi karena
terserap oleh air. Suhu tubuh bayi dapat turun dan aliran darah terganggu.
Sebagai akibatnya bayi akan kekurangan oksigen dengan ditandai warna
kulit tubuh yang membiru. Pertumbuhan sel – sel bayi juga terganggu akibat
tidak lancarnya peredaran oksigen dalam tubuh.

C. Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya dengan cepat,maka pastikan suhu
ruangan dalam keadaan hangat (sekitar 24˚C)
2. Pastikan air untuk memandikan bayi hangat-hangat kuku,bukan panas.
3. Jangan pernah meninggalkan bayi sendirian saat mandi,bahkan sesaat
sekalipun.Bayi dapet kelelep dalam air sedalam kurang lebih 5 cm.
4. Jangan terlalu lama memandikan bayi,karena bias kedinginan.
5. Cara mengeringkan bayi cukup dengan ditekan-tekan perlahan saja

24
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
MEMANDIKAN BAYI DAN PERAWATAN TALI PUSAT

Aspek yang dinilai Kompeten


Ya Tdk
Tahap Preinteraksi
1. Cek catatan medis dan keperawatan pasien
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat
a. Bak mandi
b. Bengkok
c. Handscoon
d. Timbangan bayi
e. Thermometer aksila
f. Sisir lembut
g. Korentang
h. Celemek
i. Minyak kelapa atau baby oil
j. Minyak telon
k. Pakaian bersih (selimut, baju, popok, kaos tangan dan
kaki, topi)
l. Handuk besar
m. Selimut mandi
n. Washlap (2)
o. Sabun padat atau cair (taruh dalam cucing, jika ada)
p. Shampoo (jika sekaligus keramas dan taruh dalam
cucing, jika ada)
q. Kapas air hangat
1) Kapas mata
2) Kapas cebok
r. Kassa steril
s. Air hangat (suhu 36,5-370C)
t. Alcuta
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas (tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir)
3. Tanyakan keluhan bayi pada orang tuanya
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien/keluarga
5. Jelaskan prosedur
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien/keluarga bertanya

25
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tahap Kerja
1. Sediakan privacy
2. Pakai celemek
3. Cuci tangan efektif dan gunakan handscoon
4. Ukur suhu bayi (36,5-37,50 C)
5. Buka popok dan baju bayi, bila ada mekoneum bersihkan
pantat bayi dari mekoneum tersebut dengan melakukan vulva
hygine
6. Siapkan pakaian ganti dan langsung diset
7. Siapkan handuk dan selimut mandi
8. Siapkan air dalam bak mandi, dan ukur suhu air
9. Timbang BB pada timbangan yang sudah berisi alas selimut
bayi
10. Ganti selimuti bayi dengan selimut mandi dan mulai
mandikan bayi yang diawali dengan membersihkan mata.
Bersihkan mata kiri bayi dengan kapas mata dari luar ke dalam,
begitu juga pada mata kanan
11. Bersihkan mulut bayi menggunakan gaas steril dengan jari
kelingking (k/p)
12. Bersihkan muka bagian kiri dengan waslap lembut tanpa
sabun dimulai dari dahi, muka hingga dagu begitu juga muka
bagian kanan
13. Buka pembungkus tali pusat bayi. Jika pembungkus lengket,
basahi dengan kapas air hangat.
14. Jika akan melakukan keramas, ambil waslap dan basahi,
kemudian usapkan waslap basah ke rambut bayi.
15. Ambil shampoo, dan bersihkan rambut bayi dengan lembut.
16. Mulai mandikan bayi dengan membasahi badan bayi
menggunakan waslap yang sudah basah tadi mulai dari leher,
dada, perut, tangan, punggung, pantat, dan kaki.
17. Kemudian ambil sabun menggunakan waslap, busakan sabun
dalam waslap, sabuni bayi mulai dari leher, dada, abdomen
dan tali pusat, punggung, pantat, kaki, dan terakhir sabuni
tangan menggunakan sisi yang lain pada waslap
18. Ambil waslap yang baru, basahi dengan air hangat kemudian
lap bayi mulai dari kepala sampai kaki untuk sedikit
menghilangkan busa yang menempel pada bayi
19. Angkat bayi dengan teknik memegang garpu dan masukkan
bayi mulai dari kaki pelan-pelan ke pantat diikuti punggung
dan seluruh tubuh (tangan kiri menyangga punggung bayi
dengan empat jari dibawah ketiak bayi)
20. Bilas secara hati-hati mulai dari kepala sampai kaki bayi

26
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
21. Letakkan selimut mandi yang basah pada ember pakaian
kotor, baru kemudian angkat bayi dari bak mandi dan
letakkan pada handuk kering.
22. Pakai Handscoon sterill
23. Keringkan bayi dengan handuk kecuali tali pusat dikeringkan
dengan kassa steril
24. Lakukan perawatan tali pusat
25. Berikan baby oil pada kulit bayi kecuali pada daerah perut
26. Berikan minyak telon pada perut dan kaki secukupnya (k/p)
27. Kenakan pakaian bayi
28. Sisir rambut bayi dan pakaikan topi jika ada
29. Selimuti bayi atau bedong bayi dan letakkan pada box bayi
atau serahkan kepada ibu bayi.
30. Bersihkan alat-alat dan lingkungan
31. Cuci tangan
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu, dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
DOKUMENTASI
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)

27
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
ANTENATAL CARE

A. Definisi
ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan
mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas,
persiapan memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara
wajar.

B. Tujuan ANC
1. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu
3. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan,
dan pembedahan
4. Mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayi dengan trauma minimal
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara optimal

C. Kebijaksanaan Program
1. Kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan yaitu :
a. 1 kali pada trimester I
b. 1 kali pada trimester II
c. 2 kali pada trimester III
2. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid
3. Kunjungan ANC yang ideal adalah :
a. Setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu
b. Setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 32 minggu
c. Setiap 1 minggu sejak umur hamil 32 minggu sampai terjadi persalinan
d. Jika ditemukan komplikasi selama kehamilan maka kunjungan akan
lebih sering
4. Pemeriksaan khusus jika terdapat keluhan-keluhan tertentu
5. Pelayanan Asuhan Standar Minimal 7 T :
a. Timbang berat badan
b. Tekanan darah
c. Tinggi fundus uteri (TFU)
d. TT
e. Tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Tengok/periksa ibu hamil dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki
28
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
g. Tanya (temu wicara) dalam rangka persiapan rujukan

D. BERKAITAN DENGAN PERAWATAN ANTENATAL


1. Mengontrol keadaan kehamilan, mendeteksi dan memberi pengobatan
beberapa keadaan abnormal yang muncul dan mengatasi masalah yang
mungkin saat persalinan dan post natal
2. Memberikan pendidikan tentang kehamilan dan bagaimana
menanggulangi gejala, tentang diet, perawatan gigi, gaya hidup
3. Persiapan fisik/psikologi untuk melahirkan dan pelayanan maupun
instruksi terhadap aspek-aspek perawatan bayi
4. Memberikan dukungan bagi yang mempunyai kesulitan baik sosial
maupun psikososial
E. ANAMNESA
Kunjungan Awal
1. Dimulai segera setelah ada kemungkinan kehamilan yang beralasan,
beberapa hari setelah terlambat menstruasi dan tidak lebih dari
keterlambatan menstruasi periode kedua
2. Pada kunjungan awal ini hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.Evaluasi fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, TB dan BB
b.Uji laboratorium bahan urine : glukosa, protein, kultur kuantitatif urine
midstream. Bahan darah : Ht, hitung leukosit/ eritrosit, trombosit, sel
sabit (untuk kulit hitam), gula darah, uji serologi (untuk sifilis), golongan
darah, antigen terhadap Rubella/Hepatitis B.
c.Bagi wanita yang menginginkan aborsi🡪 ”konseling”
d.Pada kunjungan awal ini dimulai dengan : riwayat-riwayat, pemeriksaan
fisik, diskusi tentang beberapa masalah, nasehat tentang nutrisi dan
persoalannya, keperluan pengobatan sesuai dengan resep dokter dan
penentuan/pemesanan tempat persalinan.
Riwayat
Berkaitan dengan riwayat kehamilan, pada kunjungan awal ini ditanyakan
tentang :
1. Riwayat haid, meliputi :
a. Menarche
b. HPHT Untuk dapat menentukan taksiran persalinan
c. Siklus
d. Lama haid Pada perhitungan Naegle
HPHT + (+7-3+1)
2. Variasi dalam jumlah, lama waktu, merupakan tanda-tanda adanya
permasalahan yang berkaitan dengan gynecologi
3. Tentang graviditas dan parietas, umumnya graviditas menunjuk pada
kehamilan seluruhnya termasuk yang sekarang, sedangkan parietas
menunjukkan hasil kehamilan
4. Pencatatan dapat menggunakan sistem G-A-P-A-H
29
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
● G : Gravida
● A : Aterm
● P : Prematur
● A : Abortus
● H : Hidup

Penampilan Kehamilan
1. Memperhatikan adanya tanda dan gejala pada bumil
2. Dapat memberikan indikasi, responsi ibu terhadap kehamilan, diperlukan
untuk menemukan gejala awal dan pemberian pengobatan jika diperlukan
3. Tanyakan adakah riwayat penggunaan obat-obatan (terlarang), alkohol
maupun merokok
Hal tersebut akan memberikan resiko pada perkembangan janin dan memberikan
pengetahuan tentang adiksi
Riwayat Obstetri
1. Jumlah kejadian aborsi, stillbirth
2. Memberikan pengelolaan kehamilan dan kelahiran (pada primi) yang akan
berbeda dengan kehamilan lebih lanjut
3. Apakah ada komplikasi atau intervensi pada kehamilan, persalinan dan
puerperium terdahulu dan apakah dengan penyebab yang disadari
4. Mencegah berulangnya gejala yang pernah dialami
Riwayat Penyakit yang Lalu
1. Misal respon terhadap pengobatan, pernah sakit kronis, alergi, pelaksanaan
tranfusi, operasi, fraktur, struktur panggul 🡪 sehingga dapat diprediksi hal-hal
yang mungkin terjadi saat kehamilan
2. Penyakit yang diderita keluarga, misal : diabet, hipertensi, berkaitan dengan
kongenital abnormalitas 🡪 berkaitan dengan perubahan fisiologi ataupun
kondisi darurat jika mungkin dapat ditemukannya diagnosa dini
Pemeriksaan Fisik
Harus meliputi semua sistem tubuh utama dengan penekanan khusus pada
abdomen dan pelvis. Adanya jaringan parut, DJJ dan ukuran uterus termasuk
dalam pemeriksaan abdomen
1. Penampilan umum, termasuk postur tubuh, status nutrisi dan usia
2. Tinggi dan berat badan, bentuk tubuh
3. Mata, telinga, hidung mulut dan gigi (lubang pada gigi membutuhkan
penanganan segera)
4. Tekanan darah, jantung dan paru-paru
5. Pemeriksaan payudara dan puting susu
6. Pemeriksaan abdomen dengan palpasi (merasakan) pembesaran uterus,
denyut jantung janin (bila janin telah berusia 10 minggu atau lebih) dan
temuan abdomen lainnya
7. Pemeriksaan akstremitas terhadap edema atau varikose

30
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Kunjungan Lanjutan
Beberapa hal yang perlu dilaporkan pada kunjungan lanjutan yaitu :
1. Urinalisis : klien membawa urine midstream yang bersih, dikumpulkan saat
berkemih pertama kali pada pagi hari yang akan diperiksa kadar gula, aseton
dan albumin.
2. Berat badan : idealnya klien harus bertambah berat kira-kira 12-14 kg selama
hamil atau 250 mg/mgg untuk 28 mgg pertama dan 500 mg/mgg pada minggu
seterusnya. Tambahan berat badan lebih dari 2 kg/mgg dalam trimester dua
biasanya disebabkan karena retensi cairan. Keadaan ini disebut edema
gestasional dan merupakan suatu yang abnormal. Sedangkan penambahan
berat lebih dari 2,5 kg/mgg pada akhir kehamilan, mungkin merupakan tanda
pre-eklampsi dan urine serta tekanan darah harus diperiksa dengan ketat.
3. Pengukuran tekanan darah : peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg atau
diastolik 15 mHg disebut hipertensi gestasional dan merupakan sesuatu yang
abnormal.
4. Wawancara bidan, dokter atau perawat : pada saat tersebut ibu mendiskusikan
masalah-masalahnya atau pertanyaan-pertanyaan sehingga tercipta hubungan
saling percaya
5. Pemeriksaan abdomen : tinggi fundus uterus, posisi janin dan denyut jantung
janin
6. Pemeriksaan vagina : dilakukan sebagai indikasi untuk menentukan status
servik dengan pendekatan EDC
7. Pemeriksaan darah : dilakukan untuk mengamati keadaan seperti sifilis,
anemia dan inkompatibilitas golongan darah

A. Antenatal Education
Pendidikan antenatal merupakan tanggung jawab pemberi asuhan kesehatan.
Pendidikan antenatal meliputi :
1. Kebutuhan nutrisi
Diit pada wanita hamil harus mensuplai kebutuhan ibu dan juga janin
2. Pemahaman susu botol dan ASI.
Kadang-kadang selama periode prenatal ibu perlu untuk memutuskan
bagaimana ia akan menyusui bayinya.
3. Perawatan payudara
Selama kehamilan payudara harus dipersiapkan untuk fungsinya dalam
menghasilkan ASI bagi bayi segera setelah lahir.
4. Latihan otot dasar panggul (Kegels)
Otot-otot dasar panggul melingkari outlet tempat lewatnya bayi saat lahir.
Merupakan hal penting bagi ibu untuk meregangkan otot ini dan dengan
sadar mengontrolnya sehingga mereka dapat merelaksasi atau
berkontraksi sesuai kemauan.
5. Perawatan gigi
6. Pakaian
31
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Kriteria pakaian tersebut harus mudah disesuaikan dengan perubahan
kontur, mudah dicuci karena meningkatnya respirasi ; longgar, sehingga
tidak menyebabkan sesak.
7. Mandi
Mandi setiap hari merangsang sirkulasi, menyegarkan dan menghilangkan
kotoran tubuh.
8. Hubungan seksual
Banyak wanita mengalami peningkatan tekanan seksual selama
kehamilan. Hal ini disebabkan sebagian oleh peningkatan kongesti darah
pada vulva dan peningkatan kesadaran tentang peran seksual mereka.
Tidak ada alasan untuk membatasi hubungan seksual selama hamil.
Frekuensi, intensitas, posisi untuk kegiatan seksual memerlukan
penyesuaian bagi wanita hamil karena kebutuhan kontur tubuhnya.

9. Eliminasi
Konstipasi merupakan hal yang umum selama kehamilan karena aksi
hormonal yang mengurangi gerakan peristaltik usus dan pembesaran uterus
untuk menahannya.
10. Obat-obatan, alkohol dan tembakau
Selama periode kritis ketika bayi sedang dalam pembentukan, setiap dosis
tunggal dari obat yang membahayakan yang diminum oleh ibu dapat
menyebabkan kelainan pada embrio. Dengan alasan ini, wanita hamil harus
menghindari semua jenis obat kecuali obat yang secara khusus diresepkan
oleh dokter.
Obat-obatan adiktif seperti heroin yang digunakan oleh ibu masuk kedalam
darah janin dan menyebabkan janin tergantung pada obat tersebut. Ketikan
bayi ini lahir, sumber obat tersebut dihentikan dan mereka menunjukkan
ancaman hidup khas gejala putus obat.
11. Aktifitas dan istirahat
Letih merupakan gejala awal kehamilan. Selama kehamilan trimester pertama
sebagian besar ibu merasakan bahwa tidur siang hari sangat membantu.
Kongesti darah pada pelvik dan tungkai berkurang dan stres mental hilang.
12. Kesehatan mental
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa wanita hamil yang mengalami stres
secara terus menerus memiliki risiko lebih dari 50% untuk mendapatkan anak
cacat fisik.
13. Peran Bapak
Bapak sebelumnya dilupakan, tetapi kini dilibatkan pada seluruh siklus
materniti. Bapak belajar bagaimana memberikan makan, popok dan
memandikan bayi baru lahir.
14. Tanda-tanda bahaya

32
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Seringkali ibu dilengkapi dengan daftar tanda-tanda bahaya yang mungkin
mereka kenali sebagai kemungkinan kedaruratan. Perawat mungkin harus
menjelaskan tanda-tanda signifikan ini. Daftar bahaya khusus yaitu :
a) Setiap perdarahan yang keluar dari vagina atau keluarnya cairan
b) Sakit kepala berat atau terus menerus
c) Gangguan pengelihatan
d) Menggigil dan demam
e) Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki atau lutut
f) Nyeri pada dada atau abdomen
g) Urine mengandung darah atau keruh
h) Muntah terus menerus

PEMERIKSAAN LEOPOLD
1. Tujuan Pemeriksaan Leopold:
1. Menentukan usia kehamilan dari besarnya rahim
2. Menentukan letak janin dalam rahim

2. Pemeriksaan:
1. Leopold I
Tujuan : Menentukan tuanya kehamilan dan bagian apa yang terdapat
dalam fundus uteri.
Cara:
1) Kaki penderita difleksikan pada lutut dan lipat paha
2) Pemeriksa berdiri sebelah kanan penderita dan melihat ke arah muka
penderita, gunakan ujung jari kedua tangan untuk mempalpasi
fundus uteri
3) Tingginya fundus uteri ditentukan
4) Tentukan bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus uteri
Hasil:
1) Sifat kepala ialah keras, bundar dan melinting sedangkan sifat
bokong ialah lunak, kurang bundar dan kurang melinting, sementara
jika letak fundus uteri kosong.
2) Tuanya kehamilan :
a) Sebelum bulan ke III fundus uteri belum dapat diraba dari luar.
b) Akhir bulan ke III (12 minggu) fundus uteri 1-2 jari diatas
sysmpisis pubis.
c) Akhirnya bulan ke IV (16 minggu) fundus uteri pada pertengahan
antara sysmpisis pubis dengan pusat.
d) Akhir bulan ke V (20 minggu) fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
e) Akhir bulan VI (24 minggu) fundus uteri setinggi pusat.
f) Akhir bulan VII (28 minggu) fundus uteri 3 jari di atas pusat.
g) Akhir bulan ke VIII (32 minggu) fundus uteri pada pertengahan
procesus xyphoideus dengan pusat.
33
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
h) Akhir bulan ke IX (36 minggu) fundus uteri 3 jari dibawah
procesus xyphoideus.
i) Akhir bulan ke X (40 minggu) fundus uteri pada pertengahan
procesus xyphoideus dengan pusat.
Keterangan:
Fundus uteri paling tinggi pada akhir bulan ke IX karena setelah
bulan ke IX fundus uteri pada primigravida turun lagi karena kepala
mulai turun ke dalam rongga panggul sedangkan pada multigravida
yang berbaring fundus uteri tetap setinggi 3 jari di bawah procesus
xyphoideus dan malahan menonjol ke depan.

2. Leopold II
Tujuan : Menentukan dimana letak punggung janin.
Cara :
1) Menghadap ke kepala pasien. Letakkan kedua tangan pada kedua sisi
abdomen. Pertahankan uterus dengan tangan yang satu, dan palpasi
sisi lain untuk menentukan lokasi punggung janin
2) Tentukan dimana punggung janin
Hasil:
1) Bagian punggung akan teraba, jelas, rata, cembung, kaku atau tidak
dapat digerakkan.
2) Bagian-bagian kecil (tangan dan kaki) akan teraba kecil, betuk/posisi
yang tidak jelas, dan menonjol dan mungkin dapat akan bergerak aktif
atau pasif.
3) Kadang-kadang disamping terdapat kepala atau bokong pada letak
lintang.

3. Leopold III
Tujuan : Menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan apakah bagian
bawah janin ini sudah atau belum terpegang oleh pintu atas panggul.
Cara :
1) Letakkan 3 ujung jari kedua tangan pada kedua sisi abdomen pasien tetap
di atas simpisis dan minta pasien untuk menarik nafas dalam dan
menghembuskannya. Pada saat pasein menghembuskan nafas, tekan jari
tangan ke bawah secara perlahan dan dalam ke sekitar bagian persentasi.
Catat kontur, ukuran dan konsistensinya.
2) Bagian kepala akan teraba keras, rata dan mudah digerakkan jika tidak
terikat atau tertahan, sulit digerakkan jika terikat atau tertahan.
3) Bagian bokong akan teraba lunak atau lembut dan tidak rata
Hasil:
1) Bagian kepala ialah keras sedangkan sifat bokong lunak atau lembut
2) Jika masih dapat digoyangkan berarti belum terpegang oleh pintu atas
panggul sedangkan jika sulit digoyangkan berarti sudah terpegang
34
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

4. Leopold IV
Pemeriksaan Leopold IV tidak dilakukan kalau kepala atau bagian terbawah
masih tinggi
Tujuan : menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul
Cara :
1) Pemeriksaan berubah sikapnya dengan melihat ke arah kaki si penderita
Secara perlahan gerkakkan jari tangan ke sisi bawah abdomen ke arah
pelvis hingga ujung jari salahsatu tangan menyentuh tulang terakhir. Inilah
bagian ujung kepala. Jika bagian ujung terletak dibagian yang berlawanan
dengan punggung, ini merupakan bagian pundak bayi, dan kepala pada
posisi fleksi. Jika kepala pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak
pada bagian yang sama dengan punggung dan bagian oksiput menjadi
ujung kepala.
2) Ditentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul
Hasil:
Jika kedua tangan yang kita rapatkan pada permukaan dari bagian terbawah
dari kepala menunjukkan:
1) Convergen berarti hanya bagian kecil dari kepala turun ke dalam rongga
panggul
2) Sejajar berarti separuh dari kepala masuk ke dalam rongga panggul
3) Sejajar berarti separuh dari kepala masuk ke dalam rongga panggul
4) Divergen berarti bagian terbesar dari kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan ukuran terbesar dari kepala sudah melewati pintu atas
panggul.

Leopold I Leopold II

Leopold III Leopold IV

MENGUKUR TINGGI FUNDUS UTERUS


Pengukuran tinggi fundus uteri di atas simphisis pubis digunakan
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kemajuan pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi fundus uteri juga dapat dijadikan perkiraan usia kehamilan.
35
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tinggi fundus yang stabil/tetap atau yang meningkat secara berlebihan
mengidentifikasikan adanya jumlah janin lebih dari satu atau kemingkinan
adanya hidramnion. Pengukuran tinggi fundus uteri ini harus dilakukan dengan
teknik pengukuran yang konsisten pada setiap kali pengukuran dan dengan
menggunakan alat yang sama. Alat ukur ini berupa tali/pita, atau dengan
menggunakan pelvimeter. Posisi yang dianjurkan pada saat melakukan
pengukuran adalah klien berbaring (posisi supinasi) dengan kepala sedikit
terangkat (menggunakan satu bantal) dan lutut diluruskan. Alat ukur (pita atau
pelviter) diletakkan di bagian tengah abdomen dan diukur mulai dari batas atas
simphisis pubis hingga batas atas fundus. Alat ukur tersebut diletakkan mengikuti
kurve atas fundus. Untuk mendapatkan ketepatan hasil pengkuran digunakan
rumus Mc Donalds (Mc Donald’s rule). Pengukuran tinggi fundus uteri ini
dilakukan pada usia kehamilan memasuki trisemester kedua dan ketiga.
Rumus Mc Donald’s:
1. Usia kehamilan (hitung bulan): tinggi fundus uteri (cm) x 2/7 (atau±3.5)
2. Usia kehamilan (hitungan minggu): tinggi fundus uteri (cm) x 8/7

PENGHITUNGAN DENYUT JANTUNG JANIN


Pergerakan janin biasanya dirasakan oleh ibu di usia kehamilan 16
minggu (multigravida) atau 20 minggu (primigravida). Denyut jantung janin
dapat terdengar melalui Doppler (12 minggu) fetoscope (18-20 minggu) atau
ultrasound stethoscope (awal trimester). Pemeriksaan USG kehamilan dapat lebih
tepat memperkirakan usia kehamilan dan digunakan apabila tanggal menstruasi
terakhir tidak dapat dipastikan atau jika ukuran uterus tidak sesuai dengan
kepastian tanggal menstruasi terakhir. Lokasi untuk mendengarkan denyut
jantung janin berada disekitar garis tengah fundus 2-3 cm di atas simphisis terus
ke arah kuadran kiri bawah

36
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMERIKSAAN FISIK IBU HAMIL


Kompeten
Aspek yang dinilai Ya Tdk
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat:
a. Handscoon
b. Meteran/midline
c. Fetoscope/pinard’s stethoscope
d. Refleks hammer
e. Stetoskop
f. Sphygmomanometer
g. Jam tangan
h. Thermometer
i. Linen/selimut (jika perlu)
j. Timbangan
k. Fetal dopler
l. Pengukur tinggi badan
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Tanyakan keluhan pasien
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien
5. Jelaskan prosedur
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Sebelum melakukan tindakan, anjurkan klien untuk buang air
kecil
2. Sediakan privasi bagi klien : tutup pintu kamar atau pasang
tirai
3. Cuci tangan efektif
4. Dekatkan peralatan
Pemeriksaan tanda-tanda vital
5. Menimbang berat badan (BB), mengukur tinggi badan (TB)
dan mengukur lingkar lengan atas (LLA)
6. Mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi

37
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Persilahkan klien untuk berbaring di tempat tidur dengan satu
bantal di bagian kepala
8. Meminta pasien untuk melepaskan pakaian dan menawarkan
kain linen untuk penutup tubuhnya yang tidak termasuk area
yang akan diperiksa (atau meminta pasien untuk melonggarkan
pakaian dan menggunakannya sebagai penutup tubuh)
Kepala dan leher
9. Tanyakan riwayat cuci rambut
10. Inspeksi : warna, distribusi, edema pada wajah, cloasma
gravidarum
11. Memeriksa apakah mata :
a.Pucat pada konjungtiva
b. Sklera ikterus
12. Memeriksa hidung : kebersihan, gangguan
13. Memeriksa mulut : kebersihan, kebiasaan sikat gigi, karies
gigi
14. Memeriksa telinga : kebersihan, gangguan
15. Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah
c.Kelenjar tiroid membesar
d. Pembuluh limfe
e.Pelebaran vena jugularis
Payudara
16. Dengan posisi tangan klien disamping, memeriksa :
f. Bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
g. Puting payudara menonjol atau masuk ke dalam
h. Adanya kolostrom atau cairan lain
i. Adanya penegangan pada payudara
17. Pada saat klien mengangkat tangan keatas kepala, memeriksa
payudara untuk mengetahui adanya retraksi atau dimpling
18. Klien berbaring dengan tangan kiri diatas, lakukan palpasi
secara simetris pada payudara sebelah kiri (sesudah itu
sebelah kanan juga) dari arah payudara, axila :
j. Massa
k. Pembuluh limfe atau kelenjar getah bening yang membesar
Abdomen
19. Memeriksa adanya linea nigra/linea alba
20. Leopold I :
a. Posisi pemeriksaan menghadap ke kepala klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di bagian fundus
uteri klien
c. Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk
menentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
d. Tentukan apa yang ada di bagian fundus uteri
38
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
21. PengukuranTinggi Fundus Uteri (TFU) :
a. Letakkan ujung alat ukur (meteran/midline) di batas atas
simphisis pubis
b. Ukur sepanjang garis tengah fundus uteri hingga batas
atas mengikuti kurva fundus (atau tanpa mengikuti kurva
fundus bagian atas)
c. Tentukan tinggi fundus uteri
Hitung perkiraan usia kehamilan dengan menggunakan
rumus McDonald’s
22. Leopold II :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi
abdomen klien
c.Pertahankan letak uterus dengan menggunakan tangan yang
satu
d. Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi
uterus di sisi yang lain
e.Tentukan dimana letak punggung janin
23. Penghitungan Denyut Jantung Janin (DJJ) :
a.Tentukan lokasi untuk mendengarkan DJJ dengan
memastikan posisi punggung janin atau pada area garis
tengah fundus 2-3 cm di atas simphisis pubis terus kearah
kuadran di bawah ini
b. Letakkan fetoscope/pinard’s stethoscope di area yang
telah di tentukan untuk mendengarkan DJJ
c.Hitung DJJ 5 detik pertama - 5 detik jeda pertama - DJJ 5
detik kedua -5 detik jeda kedua-DJJ 5 detik ketiga
d. Hasil ditambahkan lalu dikalikan 4
24. Leopold III :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien
b. Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada kedua sisi
abdomen klien tepat di atas simphisis pubis
c.Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan
menghembuskannya
d. Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan dalam di
sekitar bagian presentasi, pada saat klien menghembuskan
nafas
e.Tentukan bagian apa yang menjadi presentasi dan apakah
bagian tersebut sudah/ belum masuk PAP
25. Leopold IV :
a.Posisi pemeriksa menghadap ke kaki klien
b. Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi
abdomen
39
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
c.Gerakkan jari tangan secara perlahan ke sisi bawah abdomen
ke arah pelvis
d. Palpasi bagian presentasi
e.Tentukan letak dari bagian presentasi tersebut
Genital
26. Memeriksa kebersihan
Anus :
27. Pemeriksaan adanya haemorroid
Ekstremitas : Tangan dan kaki
28. Memeriksa apakah tangan dan kaki : edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan
29. Memeriksa dan meraba kaki untuk mengetahui adanya varises
30. Memeriksa refleks patela untuk melihat apakah terjadi
gerakan hypo atau hyper
31. Pemeriksaan homans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif)
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nam klien, tanggal dan waktu, hasil
yang dicapai
Pencapaian (Total item)

40
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN PAYUDARA (REFLEK OKSITOSIN)

A. DEFINISI
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
teratur untuk memelihara kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan
untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum.

B. TUJUAN PERAWATAN PAYUDARA


Perawatan payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan
payudara semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi
2. Mengenyalkan putting susu, supaya tidak mudah lecet
3. Menonjolkan putting susu
4. Menjaga bentuk buah dada tetap bagus
5. Mencegah terjadinya penyumbatan
6. Memperbanyak produksi ASI
7. Mengetahui adanya kelainan

C. MANFAAT PERAWATAN PAYUDARA


Perawatan payudara hendaknya dilakukan sedini mungkin selama
kehamilan dalam upaya mempersiapkan bentuk dan fungsi payudara sebelum
terjadi laktasi.Jika persiapan kurang dapat terjadi gangguan penghisapan
pada bayi akibat ukuran putting yang kecil atau mendelep. Akibat lain bisa
terjari produksi asi akan terlambat serta kondisi kebersihan payudara ibu
tidak terjamin sehingga dapat membahayakan kesehatan bayi. Di pihak ibu,
akibat perawatan yang kurang pada saat persalinan ibu belum siap menyusui
sehingga jika bayi disusukan ibu akan merasakan geli atau perih pada
payudaranya.
Berbagai dampak negative dapat timbul jika tidak dilakukan
perawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :
1. Putting susu mendelep
2. Anak susah menyusui
3. ASI lama keluar
4. Produksi ASI terbatas
5. Pembengkakan pada payudara
6. Payudara meradang
7. Payudara kotor
8. Ibu belum siap menyusui
9. Kulit payudara terutama putting akan mudah lecet

D. HORMON YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI ASI


Prolaktin (hormone yang menghasilkan ASI)

41
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Hormon Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang
ada di dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi
ASI, sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini adalah pengosongan
ASI dari gudang ASI (Sinus Lactiferus). Semakain banyak ASI yang
dikeluarkan dari payudara maka semakin banyak ASI yang diproduksi,
sebaliknya apabila bayi berhenti menghisap atau sama sekali tidak
memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI.
Setiap isapan bayi pada payudara ibunya akan merangsang ujung saraf
di sekitar payudara. Rangsangan ini diantar ke bagian depan kelenjar hipofisa
untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar
payudara dan akan merangsang pembuatan ASI. Jadi, pengosongan gudang
ASI merupakan rangsangan diproduksinya ASI. Kejadian dari perangsangan
payudara sampai pembuatan ASI disebut refleks produksi ASI atau Refleks
Prolaktin, dan semakin sering ibu menyusui bayinya, akan semakin banyak
pula produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu menyusui, maka semakin
berkurang jumlah produksi ASI nya. Pada efek lain prolaktin, prolaktin
mempunyai fungsi penting lain, yaitu menekan fungsi indung telur (Ovarium),
dan akibatnya dapat memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid,
dengan kata lain ASI ekslusif dapat menjarangkan kehamilan (Roesli, 2001).

Oksitosin (hormone yang menghasilkan ASI)


Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofisa yang
terdapat di dasar otak.Sama halnya dengan hormone proaktin, hormone
oksitosin diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan
bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, membuat otot-otot
payudara mengerut disebut hormone oksitosin. Kejadian ini disebut refleks
pengeluaran ASI, refleks oksitosin atau let down refleks.
Reaksi bekerjanya hormone oksitosin dapat dirasakan pada saat bayi
menyusu pada payudara ibu. Kelenjar payudara akan mengerut sehingga
memeras ASI untuk keluar. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya
terperas saat menyusui, itu menunjukkan bahwa ASI mulai mengalir dari
pabrik susu (alveoli) ke gudang susu (Ductus Lactiferous). Bayi tidak akan
mendapatkan ASI cukup apabila hanya mengandalkan reflek prolaktin saja,
dan harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila reflek ini tidak bekerja, maka
bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI
cukup. Refleks ini berhubungan langsung dengan kejiwaan atau sensasi
ibu.Perasaan ibu dapat meningkatkan dan menghambat produksi
ASI.(Roesli, 2001).
E. Pengertian Refleks Oksitosin
Oksitosin adalah hormon protein yang dibentuk di nukleus para
ventrikel hipotalamus dan disimpan didalam dan di lepaskan dari hipotalamus
posterior. Efek dari hormon oksitosin adalah dapat menstimulasi kontraksi

42
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
lapisan otot polos duktus susu payudara sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intramamaria dan kemudian keluarnya air susu (letdown) yang
disimpan ke putting (Guyton, 2008).
Refleks oksitosin yaitu refleks pengaliran atau pelepasan ASI dari
pabrik susu dan dialirkan ke gudang susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena
sel otot halus disekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI
keluar (Hikamwati. 2008).
Refleks Oksitosin adalah proses turunnya atau mengalirnya air susu
(letdown) dari alveolus mammae melalui duktus kesinus laktiferus akibat
kontraksi dari sel-sel mioepitel yang disimpan pada putting susu ibu akibat
rangsangan sentuhan pada payudara (ketika bayi mengisap putting susu ibu)
(Guyton, 2008; Bahiyatun, 2008). Refleks Oksitosin yang dimaksud pada
penelitian ini adalah proses turunnya atau pelepasan ASI karena rangsangan
sentuhan pada payudara yang dibawa dari alveolus dan disimpan pada putting
susu ibu akibat pengaruh hormon oksitosin yang diproduksi pada hipofisis
posterior.

F. Mekanisme refleks Oksitosin


Pada kelenjar mammae fungsi fisiologik dari oksitosin adalah
merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi
fisiologik ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan
memungkinkan terjadinya ejeksi ASI. Reseptor membran untuk oksitosin
ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae. Jumlah reseptor ini
bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh pengaruh progesteron.
Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan penurunan kadar
progesteron dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa menjelaskan
awal laktasi sebelum persalinan.
Derivat progesterone lazim digunakan untuk menghambat laktasi
postpartum pada manusia. Oksitosin sangat berperan dalam proses laktasi,
suatu peran yang lebih penting daripada kemungkinan peranan oksitosin
dalam persalinan. Mekanismenya adalah stimulus isapan pada puting susu
menimbulkan sinyal yang dijalarkan melalui saraf-sarf sensorik ke otak.
Sinyal ini akhirnya mencapai neuron-neuron oksitosin yang ada di dalam
nukleus paraventrikel dan supraoptik dalam hipotalamus, yang menyebabkan
timbulnya pelepasan oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior. Selanjutnya
oksitosin diangkut oleh darah ke payudara untuk menimbulkan kontraksi sel-

43
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
sel miopitel yang terletak di luar dan untuk membentuk kisi-kisi mengelilingi
alveoli kelenjar payudara.
Dalam waktu kurang dari satu menit sesudah awal pengisapan, air
susu mulai mengalir. Oleh karena itu, mekanisme ini sering disebut sebagai
pelepasan susu (milk letdown) atau ejeksi susu (milk ejection). Pengisapan
pada satu kelenjar payudara tidak hanya menyebabkan aliran air susu pada
kelenjar payudara itu tetapi juga pada kelenjar payudara yang lain. Refleks
Oksitosin bekerja sebelum atau selama proses menyusui agar ASI mengalir
sehingga proses laktasi menjadi lancar (Guyton, 2008; Bahiyatun, 2008).

G. Pengertian Pijat Punggung Pada Ibu postpartum


Pijat merupakan salah satu bentuk dari terapi sentuh atau terapi fisik
yang berfungsi sebagai salah satu teknik pengobatan penting (Pustaka,
unpad.com, 2009). Pijat punggung merupakan suatu teknik pemijatan pada
punggung yang dapat mengurangi rasa sakit, membuat tubuh menjadi rileks,
menurunkan kecemasan, mendukung proses laktasi pada ibu postpartum dan
meningkatkan imunitas (NCCAM, 2009).
Ibu Postpartum adalah seorang ibu dalam keadaan masa pemulihan
kembali setelah melahirkan. Ibu Postpartum merupakan keadaan beberapa
jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan enam minggu berikutnya
(Bahiyatun, 2008). Berdasarkan definisi diatas yang dimaksud dengan pijat
punggung pada ibu postpartum adalah suatu tehnik pemijatan pada punggung
ibu postpartum yang dapat mendukung proses laktasi pada ibu setelah
melahirkan.
H. Manfaat Pijat Punggung Pada Ibu Postpartum
Pemijatan punggung digunakan sebagai terapi alternativ kelengkapan
untuk melengkapi terapi medis.Pemijatan punggung digunakan untuk
keperluan kesehatan dari mengobati penyakit yang spesifik sampai kondisi
kesehatan umum.Terdapat beberapa manfaat dalam pemijatan punggung yaitu
dapat menurunkan stress pada ibu setelah proses persalinan, meningkatkan
sirkulasi, melemaskan otot, mengurangi kelelahan dan mendukung proses
laktasi (Cassar, 2003).

44
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
I. Hal yang perlu diperhatikan saat pemijatan punggung ibu postpartum
Dalam pemijatan punggung ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu hindari memijat pada daerah punggung yang luka atau lecet, hindari
melakukan pemijatan langsung pada daerah tulang belakang dan hindari
pemijatan yang kuat pada orang yang mengalami fraktur, kelemahan tulang
seperti osteoporosis dan kanker (NCCAM, 2009).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemijatan punggung yaitu :
1. Sebaiknya dalam melakukan pemijatan menggunakan sedikit minyak untuk
menghindari gesekan pada kulit dan mencegah tertariknya rambut pada
daerah pemijatan.
2. Dalam memijat sebaiknya menggunakan gerakan yang lambat untuk
menimbulkan respon yang tenang.
3. Ketika melakukan tekanan dengan ibu jari atau jari, maka jari yang lainnya
memberikan dukungan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka refleks oksitosin itu juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan dimana ibu dan bayi
tinggal. Ketidakpedulian akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat ibu
frustasi yang akibatnya ibu merasa sedih, bingung, kesal dan marah sebagai
dampak kejiwaan sehingga mempengaruhi kerja hormone oksitosin. Hal
tersebut menuntut lingkungan terdekat yaitu keluarga untuk berperan dalam
menciptakan suasana ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi.

J. PELAKSANAAN PERAWATAN PAYUDARA


1. Persiapan Alat
a. Baby oil secukupnya
b. Kapas secukupnya
c. Waslap, 2 buah
d. Handuk bersih, 2 buah
e. Bengkok
f. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)
g. Bra yang bersih dan terbuat dari katun
2. Persiapan Ibu
45
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
a. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dan keringkan dengan
handuk
b. Baju ibu bagian depan di buka
c. Pasang handuk
3. Cara menstimulus reflex oksitosin
a. Tumbuhkan rasa percaya diri klien
b. Berpikiran dan berperasaan baik terhadap bayinya
c. Minum minuman hangat
d. Menghangatkan payudara
e. Menstimulasi putting susu
f. Mengurut punggung
g. Menggosok punggung selama 2-3 menit

46
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PIJAT OKSITOSIN
Kompeten
Aspek yang dinilai
Ya tdk
Tahap Preinteraksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Menyiapkan alat : Minyak kelapa/baby oil, waslap, handuk 2
buah, waskom berisi air hangat dan air dingin
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi , 2 identitas : (tanyakan Nama dan lihat No
RM/tanggal lahir)
3. Tanyakan keluhan pasien
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Beri privasi/ tutup sampiran
2. Anjurkan klien untuk duduk santai
3. Tumbuhkan rasa percaya diri klien
4. Tumbuhkan kepada klien akan pikiran dan perasaan baik terhadap
bayinya
5. Anjurkan klien untuk minum minuman hangat
6. Anjurkan klien untuk melepas BH dan meletakkan handuk kecil
dibawahnya
7. Basahi kasa/kapas dengan minyak kelapa, gunakan sebagai
pembersih kotoran di sekitar areola dan putting susu
8. Hangatkan payudara menggunakan waslap
9. Memposisikan pasien menunduk dan untuk memeluk bantal
10. Oleskan kedua tangan dengan lotion atau minyak sebelum
memijat
11. Lakukan pemijatan disepanjang kedua sisi tulang punggung ibu
menggunakan kedua kepalan tangan dengan ibu jari menunjuk
ke depan (batas atas: scapula, batas bawah : sejajar putting susu)
12. Tekan kuat-kuat membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil
dengan kedua ibu jari, pijat kearah bawah pada kedua sisi tulang
belakang dari leher kearah tulang belikat selama 2-3 menit.
13. Pada saat bersamaan tanyakan apakah ibu merasakan ASI
mengalir dari payudara dan apakah ibu merasakan kontraksi
rahim.

47
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
14. Ketika selesai melakukan pemijatan lihat putting susu ibu
apakah ASI menetes
15. Bersihkan payudara menggunakan waslap
16. Anjurkan Ibu memberikan Asi pada bayi sesegera mungkin
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan ( subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Buka sampiran
5. Bereskan alat
6. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian:nama klien,tanggal&waktu, hasil yang
dicapai

BREAST CARE
Kompetensi
Aspek yang dinilai Ya Tdk
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a. Handuk besar 2 buah
b. Minyak kelapa murni dalam kom kecil
c. Kapas dalam kom kecil
d. Waskom 2 buah (1 berisi air dingin, 1 berisi air hangat)
e. Waslap 2 buah
f. Bengkok
4. Cuci Tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
1. Sediakan privasi bagi klien/ tutup sampiran

48
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Anjurkan klien untuk duduk santai bersandar
3. Anjurkan klien untuk membuka pakaian, bra dan
letakkan handuk di atas paha dan di punggung klien
4. Basahi kapas dengan minyak kelapa, gunakan sebagai
pembersih kotoran disekita areola dan puting susu klien
kemudian tempel selama 2 menit
5. Tarik puting susu bersama-sama. Putar ke dalam dan
keluar sebanyak 20 kali

6. Regangkan puting susu menggunakan jari telunjuk


dan ibu jari. Mengurut sekitar puting ke arah berlawanan
secara merata

7. Tuangkan sedikit minyak kelapa di kedua belah


telapak tangan
8. Lakukan gerakan melingkar dari dalam ke luar
payudara dengan menggunakan telapak tangan sebanyak 20
kali (sekitar 5-10 menit) untuk masing-masing payudara
9. Lakukan gerakan melingkar berlawanan arah dari
gerakan sebelumnya, lakukan sebanyak 20 kali
10. Lakukan gerakan menekan payudara secara perlahan
dengan menggunakan sisi dalam telapak tangan dari atas
menuju arah putting susu untuk msing-masing payudara,
lakukan selama 20 kali
11. Lakukan gerakan spiral/ memutar dari atas menuju arah
puting susu untuk masing-masing payudara selama 20 menit
12. Kompres kedua payudara dengan air hangat dan dingin
secara bergantian menggunakan wash lap. Masing-masing
kompres dilakukan selama 3 menit
13. Bersihkan sisa-sisa minyak pada semua bagian payudara
dengan washlap basah
14. Keringkan payudara dengan handuk
15. Gunakan BH yang menopang payudara, pakaikan bajuklien
16. Rapikan alat
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
49
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Salam penutup
5. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)

50
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERSALINAN

PROSES PERSALINAN
Proses persalinan merupakan proses bergeraknya janin, plasenta, dan
membran keluar dari uterus dan melalui jalan lahir. Bagi wanita dan keluarga,
proses melahirkan merupakan saat yang menegangkan dan mencemaskan.
Keperawatan intranatal ini berfokus pada pemberin dukungan terhadap ibu dan
keluarga selama proses persalinan. Ada empat tahap proses persalinan yaitu:
A. Kala I (Kala pembukaan)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontrasi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1. Fase laten pada kala I persalinan
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks
membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung
hampir atau hinggaa 8 jam
2. Fase aktif pada kala I persalinan
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detk atau lebih). Dari
pembukaan 4 cm hingga pencapaian pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nuipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Terjadi
penurunan bagian terbawah janin.
B. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala
pengeluaran bayi. Gejala dan tanda kala II persalinan yaitu:
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan rektum dan atau vaginanya
3. Perineum menonjol
4. Vulva vagina dan sfingter ani membuka
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
6. Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
: pembukaan serviks telah lengkap dan terlihatnya kepala bayi melalui
introitus vagina
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus
51
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta
mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
2. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah uterus, uterus
berbentuk segi tiga atau seperti buah per atau alpukat dan fundus berada
diatas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
3. Tali pusat memanjang
4. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
5. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam
ruaang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungannya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta
yang terlepas
D. Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam
setelah itu. Hal yang harus diperhatikan setelah plasenta lahir yaitu:
1. Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus
berkontrasi baik dan kuat
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang
dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau
beberapa jari dibawah pusat.
3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi attau episiotomi)
perineum.
5. Evaluasi keadaan umum ibu.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di
bagian belakan patograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan.

TANDA-TANDA PERSALINAN
A. Tanda-tanda persalinan asli (true labor)
1. Kontraksi

52
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
a. Terjadi secara teratur, makin lama makin kuat/kencang, semakin lama,
dan dalam waktu yang semakin berdekatan
b. Intensitas kontraksi meningkat bila sambil berjalan
c. Dirasakan di punggung bagian bawah dan menyebar
bagian bawah abdomen
2. Serviks
a. Memperlihatkan perubahan yang cepat (lunak, dilatasi yang ditandai
dengan adanya perdarahan)
b. Perubahan ke posisi anterior, sulit ditentukan tanpa pemeriksaan
vagina
3. Janin
Bagian presentasi biasanya sudah berada di rongga pelvis (sering disebut
“lightening/droppping”). Keadaan ini meningkatkan kemudahan bernafas
dan pada saat yang bersamaan kandung kemih akan tertekan akibat
dorongan bagian presentasi janin ke arah rongga pelvis
B. Tanda-tanda persalinan palsu (false labor)
1. Kontraksi
a.Terjadi secara tidak teratur atau teratur tetapi hanya sebentar
b.Kontraksi berhenti jika berjalan atau jika berubah posisi
c.Dirasakan di daerah punggung atau abdomen di atas “navel”
2. Serviks
a.Mungkin lunak tetapi tidak ada dilatasi atau tanda-tanda adanya
perdarahan
b.Seringkali dalam posisi posterior, tidak dapat dipastikan tanpa
pemeriksaan vagina
3. Janin : bagian presentasi biasanya belum masuk pelvis.

FAKTOR-FAKTOR ESSENSIAL DALAM PERSALINAN


Ada lima Faktor yang mempengaruhi proses persalinan. Untuk memudahkan
mengingat kelima faktor tersebut adalah 5P : passenger (janin dan plasenta),
passegeway (jalan lahir), power, posisi ibu, dan respon psikologis.
1. Passenger
Bagaimana janin bergerak memasuki jalan lahir adalah akibat sari beberapa
faktor yang saling berhubungan, yaitu: ukuran kepala janin, presentasi janin,
perbandingan panjang axis antara ibu dengan janin, postur janin dan posisi
janin.
2. Pasageaway
Jalan lahir terdiri dari tulang pelvis dan jaringan lunak serviks, lantai pelvis,
dan intoritu (pembukaan eksternal vagina). Otot-otot pada lantai pelvis
memberikan kontribusi yang besar pada saat melahirkan janin, sedangkan
pelvis ibu berperan penting saat proses persalinan. Mengingat pentingnya
organ-organ tersebut dalam membantu persalinan, maka pada saat mendekati
waktu persalinan sebaiknya ditentukan ukuran dan bentuk pelvis ibu.
53
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
3. Power
Kontraksi volunter dan involunter harus dikombinasikan oleh ibu untuk
mendorong janin dan plasenta keluar dari uterus. Kontraksi involunter uterus
disebut tenaga primer, sebagai tanda bahwa persalinan dimulai. Pada saat
serviks mengalami dilatasi, tenaga volunter mendorong ke bawah, disebut
tenaga sekunder. Pada saat terjadi kontraksi involunter yang perlu
diperhatikan adalah frekuensi kontraksi, lamanya kontraksi dan intensitas
kontraksi tersebut.
4. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomis dan fisiologis terhadap
persalinan. Posisi “upright” banyak keuntungannya. Posisi tersebut adalah:
berdiri, berjalan, duduk dan berjongkok. Posisi-posisi tersebut dapat
mempercepat turunnya janin, menurunkan tekanan terhadap tali pusat dan
menurunkan tekanan pada pembuluh darah (vena cava ascending dan vena
descending) ditulang belakang.
5. Psikology
Kondisi ibu dan perilaku yang ditampilkan, akan menggambarkan tipe
dukungan yang dibutuhkan. Faktor-faktor yang perlu dikaji antara lain:
a. Interaksi verbal
1) Apakah ibu banyak bertanya?
2) Apakah ibu bertanya langsung untuk memenuhi kebutuhannya? Atau
pasangannya yang menayakan hal tersebut?
3) Apakah ibu bertanya kepada pasangannya/keluarga?
4) Apakah ibu bebas bertanya kepada perawat atau hanya berespon pada
saat ditanya?
b. Bahasa Tubuh
1) Apakah dia tampak rileks atau tegang?
2) Bagaimana tingkat kecemasannya?
3) Bagaimana reaksi ibu pada saat disentuh oleh perawat atau dengan
pasangan/keluarganya?
4) Apakah ibu tampak sering mengubah posisinya atau diam saja?
5) Apakah dia menghindari kontak mata?
6) Dimana pasangannya duduk?
7) Apakah ibu tampak lelah?
8) Bagaimana istirahat ibu pada hari-hari terakhir?
c. Kemampuan persepsi
1) Apakah ibu memahami apa yang dikatakan perawat?
2) Apakah ada kendala bahasa?
3) Apakah karena kecemasanny sehingga perlu diberi penjelasan ulang?
4) Dapatkan ibu mengulang apa yang telah dikatakan atau memahami apa
yang telah diperagakan?
d. Tingkat ketidaknyamanan
1) Bagaimana ibu mengekspresikan kondisi yang dialaminya saat itu?
54
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2) Bagaimana reaksi ibu pada saat terjadi kontraksi uterus?
3) Adakah ekspresi non erbal nyeri yang tampak?
4) Apakah ibu mengeluh kepada perawat atau pasangannya?
5) Dapatkah ibu menjelaskan tentang tingkat nyamannya?

MEKANISME PERSALINAN
Pada kondisi presentasi verteks (posisi normal) mekanisme persalinan terdiri dari
tujuh gerakan utama (theseven cardinal) yaitu:
1. Engagement: saat kepala janin masuk ke rongga pelvis
2. Descent: kemajuan bagian presentasi ke rongga pelvis. Hal ini tergantung
pada tiga hal yaitu: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung dari
kontraksi fundus pada janin, dan (3) kontraksi diafragma ibu dan otot
abdomen pada tahap kedua proses persalinan

55
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

3. Fleksi: pada saat kepala janin turun dan mendapat tahanan dari serviks,
dinding pelvis, atau lantai pelvis, terjadilah fleksi secara normal dan dagu
semakin mendekat/bersentuhan dengan dada janin
4. Rotasi internal: dimulai di spina ichialis dan terjadi sempurna apabila bagian
presentasi mencapai rongga pelis bagian bawah
5. Ekstensi: saat kepala janin mencapai perineum, terdefleksi di anterior
perineum. Bagian occiput lewat di bawah simphisis pubis dulu, kemudian
kepala terekstensi: pertama occiput, kemudian wajah dan diakhirinya dagu.
6. Restitusi dan rotasi eksternal setelh melahirkan kepala, kemudian dilakukan
rotasi singkat untuk menyesuaikan dengan posisi janin yang masih ada di
dalam rongga pelvis. Rotasi eksternal terjadi pada saat bahu turun dan
dilakukan manuver yang sama seperti pada saat melahirkan kepala.
7. Ekspulsi: setelah bahu dilahirkan, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang
pubis ibu dan tubuh bayi dilahirkan dengan gerakan fleksi lateral searah
simphisis pubis. Bayi dilahirkan dengan sempurna. Ini adalah akhir dari
proses persalinan tahap kedua, dan catat waktu yang diperlukan untuk proses
ini.

56
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

MENGHITUNG DENYUT JANTUNG JANIN (DJJ)


A. Tujuan:
Mengetahui kondisi janin: hidup atau meninggal; distress (gawat janin) atau
tidak dengan menentukan frekuensi, keteraturan, serta perubahan atau variasi
DJJ yang terjadi.
B. Alat yang diperlukan:
1. Catatan keperawatan
2. Stetoskop pinard atau doppler
3. Jam yang mempunyai jarum detikan
4. Selimut dan satu buah bantal
C. Pelaksanaan:
1. Persiapan
a. Baca catatan keperawatan dan medis klien
b. Siapkan alat
c. Cuci tangan
d. Membawa alat kedekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan
mengecek namanya
e. Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujuannya pada
klien atau keluarga
f. Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan

2. Teknik pelaksanaan
a. Jaga privasi tanyakan apakah klien sudah miksi. Bila belum maka
dianjurkan untuk miksi terlebih dahulu
b. Bantu klien berbaring di bed dengan satu bantal di bagian kepala, lutut
dapat diluruskan atau sedikit ditekuk
c. Buka bagian perut (dari Px-sipisis pubis), tutupi bagian yang tidak
termasuk area pemeriksaan dengan memakai selimut
d. Tentukan lokasi punggung janin (palpasi leopold)
e. Letakkan stetskop atau doppler pada area yang ditentukan. Tanpa
menyentuh stetoskop (pinard), dengan DJJ :

57
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
1) Pastikan DJJ dengan cara membedakannnya dari denyut nadi ibu
melalui palpasi denyut nadi radial ibu
2) Bila sudah yakin, hitunglah DJJ
3) Pada saat tidak ada his (untuk menentukan baseline DJJ) dengan cara
menghitung frekuensinnya dalam 30 detik (kemudian dikalikan 2
untuk mendapatkan DJJ 1 menit) atau hitung selama 1 menit penuh.
Cara lain:
Hitung dalam 5 detik, kemudian istirahat beberapa detik; hitung lagi dalam
5 detik, lalu istirahat lagi; hitung lagi dalam 5 detik. Hasilnya dijumlahkan
lalu dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan DJJ 1 menit serta
menyimpulkan teratur atau tidaknya.
Contoh:

5 detik 5 detik 5 detik 5 detik 5 detik Kesimpulan


DJJ teratur,
11 Istirahat 12 Istirahat 11 frekuensi
136x/menit
DJJ tidak teratur,
10 Istirahat 14 Istirahat 9 frekuensi 132
x/menit
DJJ teratur,
frekuensi 88
8 Istirahat 7 Istirahat 7
x./menit
(bradikardi)

4) Pada saat ada his dan diteruskan hingga 30 detik setelahnya (untuk
mengetahui respons fetus terhadap his)
5) Perhatikan apakah DJJ teratur atau tidak teratur
f. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
g. Rapikan kembali:klien dan alat-alat
h. Cuci tangan
i. Mendokumentikan hasilnya kedalam partograf dan catatan
perkembangan. Ontoh: pencatatan pada catatan perkembangan: pukul
08.30 DJJ 140x/mnt, teratur, terjadi peningkatan hingga 150 x/mnt pada
saat his.

MENGKAJI KONTRAKSI UTERUS (HIS)


1. Tujuan : memberikan data tentang frekuensi his, lamanya dan kekuatannya
2. Alat yang digunakan:catatan keperawatan, jam yang mempunyai jarum
detikan
3. Pelaksanaan:
a. Persiapan
1) Baca catatan keperawatan dan medis klien
58
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2) Siapkan alat
3) Cuci tangan
4) Membawa alat kedekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan
mengecek namanya
5) Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujunnya pada
klien atau keluarga
6) Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan
b. Teknik pelaksanaan
1) Jaga privasi
2) Palpasi dapat dilakukan dengan atau tanpa membuka baju bagian perut
ibu aslkan baju ibu tidak tebal
3) Letakkan telapak tangan dari jari-jari pada area fundus (di atas pusar).
Ketika uterus mulai mengencang, perhatikan jam untuk diingat sebagai
awal timbulnya his
4) Lanjutkan menilai kekuatan his dengan cara menekan dinding uterus
sehingga ringan memakai ujung jari-jari. Kekuatan his dinilai:
a) Ringan, bila fundus hanya sedikit mengencang sehingga jari-jari
dapat menekan dinding uterus ke dalam dengan mudah, lamanya
his umumnya <20 detik
b) Sedang, bila fundus cukup mengencang hingga jari-jari merasakan
tahanan dinding uterus saat menekannya; lamanya his umumnya
antara 20-40 detik
c) Kuat, bila fundus sangat mengencang sehingga terasa seperti papan
keras saat ditekan ke dalam, lamanya his umumnya lebih dari 40
detik
5) Bila uterus sudah benar-benar berelaksasi lihat kembali janinnya.
Waktu dimulainya pengenangan uterus sehingga uterus berelaksasi
dicatat sebagai lamanya kontraksi
6) Lanjutkan palpasi dan perhatikan jam ketika his berikutnya datang.
Frekuensi palpasi dan perhatikan jam ketika datang. Frekuensi his
dihitung sejak kedatangan his yang satu hingga kedatangan his yang
berikutnya. Umumnya frekuensi his pada fase aktif kala I dan
selanjutnya dihitung dalam 10 menit. Sehingga dapat diketahui ada
beberapa his dalam kurun waktu 10 menit tersebut.
7) Beritahukan klien tentang hasil pemeriksaan
8) Rapikan kembali klien
9) Cuci tangan
10) Mendokumentasikan hasilnya kedalam partograf dan catatan
perkembangan. Contoh: his 3x/10menit, intensitas ringan, lamanya <
20 detik

59
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN DALAM
(VAGINAL TOUCHER/VT) = VAGINAL EXAMINATION/VE
1. Tujuan:
a. Memastikan apakah klien sudah inpartu atau belum
b. Mengetahui status lastic atau selaput ketuban apakah sudah pecah atau
belum; memastikan pembukaan dan pendataan cervix, bagian terendah,
posisi, statis atau penurunan, adanya moulage atau molding bila bagian
terendahnya adalah kepala.
c. Kontra indikasi: adanya perdarahan

2. Alat yang diperlukan:


a. Handscoen steril 1 pasang
b. Larutan lasic dalam wadah steril
c. Kapas steril 5 buah dalam tempatnya
d. Bengkok 1 buah
e. Plastik atau tempat kotoran
3. Pelaksanaan:
a. Persiapan
1) Baca catatan keperawatan dan medis klien
2) Siapkan alat
3) Pastikan klien sudah miksi atau kandung kencing kosong dan dipalpasi
untuk mengetahui penurunan bagian terendah janin
4) Cuci tangan
5) Membawa alat ke dekat klien. Beri salam, identifikasi klien dengan
mengecek namanya
6) Beritahu prosedur yang akan dilakukan dan jelaskan tujuannya pada
klien atau keluarga
7) Beri kesempatan untuk bertanya sebelum memulai tindakan
b. Teknik Pelaksanaan
1) Jaga privasi. Lampu ruangan harus cukup terang
2) Mintalah klien berbaring terlentang dengan satu bantal, lutut terlipat,
kedua tungkai terbuka. Tutupi bagian yang tidak perlu
3) Pakai handscoen

60
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4) Bersihkan vulva dan perineum memakai kapas steril (antiseptik,
usahakan handscoen yang akan masuk ke vagina pada waktu VT tidak
menyentuh vulva atau perineum)
5) Regangkan kedua labia dengan tangan yang tidak lasic. Anjurkan klien
untuk menarik nafas dalam pelan sambil merilekskan perineumnnya.
Pada saat tidak ada his, perlahan-lahan masukkan jari telunjuk dan jari
tengah ke dalam vagina hingga menyentuh servik. Perhatikan ekspresi
wajah klien, minta maaf bila perasat menimbulkan nyeri.
6) Sesekali tangan sudah masuk ke vagina, jangan dikeluarkan sebelum
selesai seluruh pemeriksaan. Periksalah:
1) Pendataran dan pembukaan cervix
2) Selaput ketuban: utuh, menonjol, ataukah sudah tak teraba/pecah;
bila sudah pecah adalah prolaps tali pusat yang teraba lembek dan
berdenyut. Air ketuban: warna; jernih atau keruh, bau atau tidak,
mekonium ada atau tidak.
3) Apa yang menjadi bagian terendahnya
4) Posisi, stasi, dan adanya molding kepala
5) Beritahukan bahwa pemeriksaan telah selesai, keluarkan jari dari
vagina. Perhatikan apakah ada cairan vagina, mekonium, darah
yang keluar dari vagina setelah pemeriksaan
6) Bantu ibu kembali pada posisi yang nyaman. Lepaskan handscoen
dan cuci tangan. Bereskan alat-alat
7) Informasikan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga
8) Catat hasilnya, misal: pukul 09.00, VT, pembukaan 8 cm,
pendataran 100%, ketuban sudah pecah: jernih, tak ada mekonium,
kepala-hodge III (atau stasi 0), untuk kiri depan, moulase

61
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERSALINAN
Kompeten
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Preinteraksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a. Partus set (dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem Kelly
atau 2 klem cocher gunting tali pusat, benang tali pusat atau
klem plastik, kateter logam, gunting episiotomi, klem ½
kocher, 3 pasang sarung tangan DTT atau steril, kasa steril,
kateter penghisap Dee Lee atau bola karet penghisap yang
baru dan bersih atau kateter metal, duk lubang steril, kom
betadin)
b. Hlecting set( dalam wadah stainless dan tutup) : 2 klem
Kelly atau 2 klem sudah ada klem plastic,gunting
episiotomy,klem ½ kocher,pinset anatomi,pinset chirugis, 2
pasang sarung tangat DTT atau steril,kasa atau kain
kecil,gulungan kapas bersih,kateter penghisap Dee Lea atau
bola penghisap yang baru dan bersih,kateter metal.
c. Underpad
d. Oksitosin 10 UI dan metergin 10 mg
e. Spuit 3 cc 2 buah
f. Celemek plastik
g. Bengkok 2 buah (untuk pelaksanaan dan tempat plasenta)
h. Handuk bersih, kain ibu, celana dalam, pembalut, wash lap
2 buah
i. Perlak
j. Tensimeter
k. Stetoskop
l. Funduskop
m. Heacting set (nelholder, jarum heacting, benang cromic,
gunting, pinset sirurgis, kom betadin) dalam kupet
n. Wadah berisi air DTT
o. Na Cl
p. Kapas sublimat / kapas NaCl
q. Wadah berisi air DTT
r. Stikpan
s. Tempat ari-ari
t. Lampu sorot
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
62
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
4. Jelaskan prosedur tindakan
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan saat ini
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
1. Jaga privasi klien
2. Anjurkan klien buang air kecil
3. Persilahkan klien untuk berbaring di tempat tidur dengan satu
bantal di bagian kepala,
4. Tutup dengan alat tenun bagian tubuh klien yang tidak
diperiksa
(Mengenali gejala dan tanda kala dua)
5. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
(Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan
tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan
vaginanya, perineum tampak menonjol, vulva-vagina dan
sfingter anal membuka).
(Menyiapkan pertolongan persalinan)
6. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan
komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi siapkan
tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk/kain
bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm untuk tubuh bayi.
7. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
8. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai pada kedua
tangan
9. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan tangan dengan tissue dan handuk
disposibel.
10. Buka partus set, buka spuit dengan tekhnik steril. Letakkan
dalam partus set. Periksa obat : label cairan suntikan, dosis
dan kadaluarsa. Patahkan ampul dan taruh di atas meja/ troli
11. Cuci tangan dengan tekhnik 6 langkah dan keringkan
12. Pakai sarung tangan steril dengan tekhnik satu tangan
13. Menghisap oksitosin 10 UI ke dalam tabung suntik/ spuit.
Aspirasi untuk mengeluarkan udara, letakkan kembali dalam
partus set tanpa mengkontaminasi spuit

63
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
(Memastikan pembukaan lengkap dengan keadaan
janin baik)
14. Dekatkan bengkok, bersihkan vulva dan perineum dengan
kapas sublimat
15. Lakukan pemeriksaan dalam/ VT untuk menentukan bahwa
pembukaan servik sudah lengkap ddengan menggunakan
tekhnik steril
a.Bila ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah
lengkap lakukan amniotomi
16. Mendekontaminasi sarung tangan dengan acra mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit dan lepaskan terbalik
17. Lakukan DJJ untuk menilai kondisi janin (DJJ) setelah
kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas
normal (120-160 kali/menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ
dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf
(Menyiapkan Ibu dan keluarga untuk membantu
proses pimpinan meneran)
18. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman
sesuai keinginannya.
a. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk
meneran. Melanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan yang
ada.
b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat kepada
ibu untuk meneran secara benar.
19. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran. (Pada saat his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ibu merasa nyaman)
20. Melakukan pimpinan meneran saat his (timbul kontraksi/ibu
mempunyai keinginan untuk meneran) :
a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinginan untuk meneran
b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu
untuk meneran
c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (tidak meminta ibu untuk berbaring terlentang)
64
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara
kontraksi
e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu
f. Menganjurkan asupan cairan per oral
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan
terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran
untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu
multipara, merujuk segera
21. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran
dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran
pada puncak kontraksi tersebut dan beristirahat di antara
kontraksi
(Persiapan pertolongan kelahiran bayi)
22. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter
5-6 cm
23. Letakkan kain yang bersih/underpad di bawah bokong ibu
24. Membuka partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan
25. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
(Menolong kelahiran bayi)
Lahirnya kepala
26. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan
yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
membiarkan kepala keluar perlahn-lahan. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat
kepala lahir
27. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan kemudian meneruskan segera
proses kelahiran bayi:
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,
mengklemnya di dua tempat dan memotongnya
28. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan
Lahirnya bahu
65
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
29. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan
ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
Lahirnya badan dan tungkai
30. Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk
kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas
31. Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya
(Penanganan bayi baru lahir)
32. Lakukan penilaian (selintas) :
a. Apakah bayi cukup bulan ?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium
?
c. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa
kesulitan ?
d. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
e. Bila salah satu jawaban adalah “tidak” lanjut ke langkah
resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir , bila semua jawaban
adalah “ya”, lanjut ke-27
33. Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Biarkan bayi di atas perut ibu.
34. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus (hamil tunggal)
35. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
36. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, memberikan
suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin)
37. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat
dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi
tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada
2 cm distal dari klem pertama.
38. Pemotongan dan pengikatan tali pusat.
66
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali
pusat di antara 2 klem tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
39. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
40. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala
bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah
dari puting payudara ibu.
41. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi
(Penatalaksanaan Aktif Kala III)
42. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva.
43. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu,
tepat di atas tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk
melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
44. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah
belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
40 detik, menghentikan penegangan tali pust dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai.
a.Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
45. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial)
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan
penegangan tali pusat selama 15 menit :
1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih
penuh
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
67
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
baru lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan
plasenta manual.
c.Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan
kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-
hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin.
Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban
tersebut.
d. Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan
DTT atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu
dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem
atau forsep DTT atau steril untuk melepaskan bagian
selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
46. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan
melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras). Lakukan
tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik masase.
(Menilai perdarahan)
47. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun ke janin dan selaput ketuban untuk memastikan
bahwa selaput ketuban utuh. Meletakkan plasenta di dalam
kantung plastik atau tempat khusus.
48. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
(Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,
segera lakukan penjahitan)

(Melakukan prosedur pasca persalinan)


49. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi
dengan baik. Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
50. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada
ibu paling sedikit 1 jam
51. Setelah satu jam, lakukan pemeriksaan fisik bayu baru lahir,
beri antibiotik salep mata pencegahan dan vitamin K1 1 mg
IM di paha kiri anterolateral.
52. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral.
Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
bisa disusukan.
68
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusui di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi
berhasil menyusui
(Evaluasi)
53. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan per
vaginam :
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan
perawatan yang sesuai untuk penatalaksanaan atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,
lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan
menggunakan teknik yang sesuai.
54. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan
masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
55. Evaluasi dan estimasi kehilangan darah
56. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan.
57. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua
jam pertama pasca persalinan.
58. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
59. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk
pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit)
serta suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC).
60. Jika bayi sulit bernapas, merintih atau retraksi, diresusitasi
dan segera merujuk ke rumah sakit.
61. Jika bayi bernapas terlalu cepat, segera dirujuk.
62. Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat lalu
kembalikan bayi ke kulit ibunya dan selimuti ibu dan bayi
dengan satu selimut.

Kebersihan dan keamanan


63. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas
peralatan setelah dekontaminasi.
64. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam
tempat sampah yang sesuai.
65. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi
tingkat tinggi (DTT). Membersihkan sisa cairan ketuban,
69
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
66. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikn
ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu
minuman dan makanan yang diinginkan.
67. Mendekomentasikan daerah yang digunakan untuk
melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan
air bersih.
68. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
69. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Buka sampiran
5. Bersihkan alat
6. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)

70
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Daftar Tilik: Assesment Persalinan


No Nilai
Ketrampilan
0 1 2
Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua
1 Menyambut ibu dan keluarga
2 Memperkenalkan diri
Meninjau kartu alternatif (jika ada)
1 Mengkaji ulang/ menanyakan mengenai usia kehamilan
2 Mengkaji ulang/ menanyakan mengenai riwayat kehamilan
terdahulu:
▪ Paritas
▪ Riwayat operasi caesar
▪ Riwayat bayi besar
▪ Masalah-masalah selama kehamilan, dan persalinan
sebelumnya
3 Mengkaji ulang/menanyakan mengenai masalah-masalah
dengan kehamilan yang sekarang
Riwayat
1 Menanyakan apa yang dirasakan ibu
2 Menanyakan mengenai kontraksi:
▪ Kapan mulai terasa
▪ Frekuensi
▪ Durasi
▪ Kekuatannya
3 Menanyakan mengenai adanya cairan vagina: Perdarahan
vagina, lendir darah, aliran atau semburan cairan: kapan,
warna dan bau
4 Menanyakan mengenai gerakan janin
5 Menanyakan mengenai istirahat terakhir dan kapan makan
terakhir
6 Menanyakan kapan terakhir buang air kecil/besar
7 Catat temuan pada partograf
Pemeriksaan Fisik
1 Mengambil tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh,
nadi
2 Memeriksa adanya edema pada muka dan tangan
3 Memeriksa adanya warna-warna kuning pada sclera
4 Memeriksa pucat pada: mata, mulut
5 Periksa reflek patella

71
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6 Melakukan pemeriksaan abdomen:
1. leopold untuk posisi janin
2. penurunan kepala janin
3. tinggi fundus uteri
4. frekuensi, durasi, kekuatan kontraksi
5. luka bekas operasi
7 Mendengarkan detak jantung janin
8 Mencuci tangan dengan sabun dan air serta
mengeringkannnya dengan handuk bersih
9 Gunakan sarung tangan DTT atau steril
10 Menjelaskan tindakan prosedur tindakan kepada ibu dan
memberitahukan kemungkinan ketidaknyamanan
11 Pemeriksaan genetal luar :perdarahan, cairan amnion, lendir
darah, perlukaan
12 Melakukan pemeriksaan dalam:
a. pembukaan serviks
b. penipisan serviks
c. penurunan kepala
d. selaput ketuban
Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ibu melaporkan
adanya perdarahan vagina atau jika adanya perdarahan jelas
pada pemeriksaan inspeksi genetalia luar
13 Diskusikan temuan-temuan dengan ibu dan keluarganya
14 Catat temuan dalam partograf
Pemantauan terus menerus sepanjang kala 1 persalinan
1 Memonitor tekanan setiap 4 jam
2 Memonitor suhu badan setiap 4 jam
3 Memonitor denyut nadi setiap 30 detik
4 Mendengarkan detak jantung janin
▪ setiap 1 jam pada fase laten
▪ setiap 30 menit pada fase aktif
5 Memeriksa kontraksi uterus
▪ setiap 1 jam pada fase laten
▪ setiap 30 menit pada fase aktif
6 Memeriksa perubahan serviks
▪ setiap 4 jam pada fase laten
▪ setiap 2-4 jam pada fase aktif
7 Memeriksa penurunan-penurunan kepala janin
▪ setiap 4 jam pada fase laten
▪ setiap 2-4 jam pada fase aktif
8 Memonitor urin setiap 2 jam

72
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM

1. Definisi Masa nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu.
2. Periode Masa Nifas
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis
yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.
3. Adaptasi Fisiologis Postpartum
a. Tanda vital
Suhu peroral pada 24 jam pertama setelah melahirkan kurang dari 38
ºC. Bila lebih selama dua hari atau sepuluh hari berturut-turut, harus
dicurigai adanya sepsis puerpuralis, infeksi saluran kemih, endometriosis,
mastitis atau infeksi lainnya.
Tekanan darah tetap stabil. Terjadi penurunan tekanan sistolik 20
mmHg atau lebih pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke posisi
duduk. Hal ini menggambarkan Hipotensi Ortostatik, dan merupakan
gangguan sementara pada kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan
tekanan vaskuler pada panggul.
b. Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
a) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.
Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang
akan merangsang pengeluaran air susu. Disamping itu, pengaruh
oksitosin menyebabkan mio epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga
keluar air susu. Produksi ASI akan bertambah banyak sesudah 2-3 hari
pasca persalinan.
b) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses
laktasi.
c. Abdomen
1) Pemulihan defekasi secara normal terjadi lambat dalam waktu ± 1
minggu. Hal ini disebabkan penurunan motilitas usus dan gangguan
kenyamanan/nyeri pada perineum.
2) Terjadi peregangan muskulus rectus abdominis setelah melahirkan
lebih dari 2,5 cm tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding
73
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli
hidramnion, kelemahan otot, abdomen postur yang salah dan gangguan
kolagen.
3) Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, terdapat perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim;
setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat
dilalui 1 jari.
4) Kadang-kadang klien mengalami kesulitan berkemih karena sfingter
uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema
kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih
penuh dan klien sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
d. Perineum
1) Tanda REEDA (Red, Edema, Echymosis, discharge, loss of
approximation)
a) Red : kemerahan
b) Edema : pembengkakan
c) Echymosis : perdarahan
d) Discharge : pengeluaran
e) Loss of approximation
2) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : lochea
rubra, lochea serosa dan lochea alba. Pada awal pemulihan post
persalinan adalah merah terang, berubah menjadi merah tua atau coklat
kemerah-merahan, itu mungkin berisi sedikit gumpalan-gumpalan atau
bekuan –bekuan. Lochea hanya untuk menunjukkan pemulihan uterin.
a) Lochea rubra (cruenta)
Lochea rubra terdiri dari darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum selama 2
hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta
Lochea berwarna merah kuning berisi darah dan lendir; hari ke 3-7
pasca persalinan.
c) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
d) Lochea alba
Lochea berwarna putih, setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f) Locheastasis
74
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Pengeluaran lochea tidak lancar.
e. Ekstremitas
1) Homan’s sign
Tujuan pemeriksaan tanda homan ini adalah untuk melihat ada
tidaknya trombosis yang mengancam dari vena ekstremitas inferior.
Untuk memeriksa tanda homan, klien berbaring dalam posisi supine,
tungkai diangkat dan kaki dalam keadaan dorsofleksi. Klien diminta
untuk melaporkan bila terjadi nyeri pada betis selama dilakukan
pemeriksaan. Nyeri yang terasa menandakan tanda Homan’s positif
(+), yang berarti terdapat trombosis vena profundus.
2) Varises pada kaki
Varises merupakan pelebaran pembuluh darah vena atau pembuluh
darah balik yang diakibatkan kelemahan pada dinding otot pembuluh
darah tersebut atau karena ada gangguan pada klep vena. Saat hamil,
wanita akan mengalami perubahan hormonal, terutama peningkatan
hormon progesteron. Perubahan hormonal mengakibatkan terjadi
perubahan fisik dan psikis. Salah satunya terjadi perubahan pada
dinding pembuluh darah, yaitu peningkatan elastisitas dinding
pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah (baik arteri
maupun vena) semakin lentur. Akibatnya, pembuluh darah menjadi
bertambah besar dan melebar. Namun pembesaran dan pelebaran ini
terlihat lebih nyata pada pembuluh darah vena karena pembuluh darah
vena lebih tipis dibanding pembuluh darah arteri (nadi). Pelebaran
pembuluh darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan janin, agar
aliran darah dan volume darah dapat tersuplai dengan baik, hingga
pertumbuhan janin pun berlangsung normal. Namun, akibat efek
mekanik penekanan rahim, maka aliran darah balik dari anggota gerak
bawah dan panggul mengalami hambatan sehingga terjadi bendungan
yang dapat menyebabkan pelebaran vena atau varises.

75
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK IBU POSTPARTUM
Kompeten
Aspek yang dinilai si
Y Tdk
a
Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan klien
2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a.Tensimeter
b. Stetoskop
c.Termometer
d. Refleks hammer
e.Hand scoon
f. Pengalas
g. Timbangan
h. Pengukur tinggi badan
i. Kapas untuk vulva higiene saat chec jahitan
j. Pinset
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir
dan lihat nomer RM)
3. Tanyakan keluhan saat ini
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Jelaskan prosedur tindakan
6. Kontrak waktu
7. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap Kerja
Pemeriksaan tanda-tanda vital
1. Sediakan privasi bagi klien(tutup sampiran)
2. Menimbang berat badan (BB), mengukur tinggi badan (TB)
dan mengukur lingkar lengan atas (LLA)
3. Pasien dipersilakan untuk duduk/tidur sesuai kondisi pasien
4. Memasang hand scoon
5. Meminta pasien untuk melepaskan pakaian dan memasang
selimut untuk penutup tubuhnya (atau meminta pasien untuk
melonggarkan pakaian dan sebagai penutup tubuh)
6. Membantu pasien berbaring tempat tidur pemeriksaan
7. Mengukur suhu,nadi,respirasi,tensi,
Kepala dan leher
76
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah
9. Memeriksa apakah mata :
a.Pucat pada konjungtiva
b. Sklera ikterus
10. Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah :
a. Kelenjar tiroid membesar
b. Pembuluh limfe
c.Pelebaran vena jugularis
Payudara
11. Dengan posisi tangan klien disamping, memeriksa :
a. Bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
b. Puting payudara menonjol atau masuk ke dalam
c. Adanya kolostrom atau cairan lain
d. Adanya penegangan pada payudara
12. Pada saat klien mengangkat tangan keatas kepala, memeriksa
payudara untuk mengetahui adanya retraksi atau dimpling
13. Klien berbaring dengan tangan kiri diatas, lakukan palpasi
secara simetris pada payudara sebelah kiri (sesudah itu sebelah
kanan juga) dari arah payudara, axila dan notest kalau terdapat
:
a. Massa, kelenjar limfe yang membesar
Abdomen
14. Pemeriksaan bising usus di keempat kuadran
15. Pemeriksaan diastasis rektus abdominis
16. Pemeriksaan fundus uteri meliputi konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus
17. Pemeriksaan insisi SC : keadaan jahitan/insisi, adanya
pengeluaran, kemerahan atau adanya perubahan warna
18. Pemeriksaan kandung kemih:adanya distensi, nyeri tekan
Ekstremitas : Tangan dan kaki
19. Memeriksa apakah tangan dan kaki : edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan
20. Memeriksa dan meraba kaki untuk mengetahui adanya varises
21. Memeriksa refleks patela untuk melihat apakah terjadi gerakan
hypo atau hyper
22. Pemeriksaan homans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif)
Perineum
23. Pemeriksaan perineum : REEDA (Red, Edema, Echymosis,
discharge, los of approximation)
24. Pemeriksaan lochea : tipe, jumlah dan bau
Anus :
25. Pemeriksaan adanya haemorroid

77
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Pendidikan kesehatan mengenai :
a. Perubahan fisik postpartum : involusi uterus dan fase lochea,
diaporesis, penurunan BB, perubahan payudara,
ketidaknyamanan, penyembuhan luka (ice pack, sitz bath,
topikal anastesia), after pain, haemorroid
b. Perubahan
psikologis postpartum, tanda dan bahaya post partum,
Perawatan diri ibu postpartum, Perawatan bayi,Kembalinya
hubungan seksual, Keluarga berencana
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Buka sampiran
6. Bersihkan alat
7. Cuci tangan
Dokumentasi
Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu,
hasil yang dicapai
Pencapaian (Total item)

78
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMBERIAN TERAPI O2

Pengertian
Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas
oksigen pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.

Tujuan
1. Memenuhi kekurangan oksigen
2. Membantu kelancaran metabolisme
3. Sebagai tindakan pengobatan
4. Mencegah hipoksia
5. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :


1. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
2. Tidak terjadi penumpukan CO2
3. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
4. Efisien dan ekonomis
5. Nyaman untuk pasien

Indikasi
Indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
3. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melaluipeningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 di indikasikan


kepada pasien dengan gejala :
1. Sianosis
2. Hipovolemi
3. Perdarahan
4. Anemia berat
5. Keracunan CO
6. Asidosis
7. Selama dan sesudah pembedahan
8. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Hal-hal yang perlu diperhatikan


79
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
1. Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen
2. Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat
menimbulkan kebakaran
3. Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada
botol
4. Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering bila tidak
dipakai
5. Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering
6. Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru
kronis karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
hipoventilasi, hypercarbia diikuti penurunan kesadaran.
7. Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2 liter/menit, kemudian
dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan

Metode Pemberian O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Teknik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran
rendah ini ditujukan untuk pasien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya pasien dengan Volume
Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adalah :
● Kataeter nasal
● Kanula nasal
● Sungkup muka sederhana
● Sungkup muka dengan kantong rebreathing
● Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 secara kontinu dengan
aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
● Keuntungan
Pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih
dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, kateter mudah tersumbat.

80
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 kontinu dengan aliran
1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
● Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul disbanding kateter, pasien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir pasien dan nyaman
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang
bila pasien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya
1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan
konsentrasi O2 40 – 60%.
● Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol
● Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan
aliran 8 – 12 L/mnt
● Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender
● Kerugian
Tidak dapat Berikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99%
dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan
udara ekspirasi
● Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
● Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.

81
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh teknik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan
ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2
sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran
udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14
L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
● Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban
gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
● Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang
lain pada aliran rendah

Bahaya pemberian O2
Pemberian O2 bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari:
Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari
penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat
pada pasien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam
waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti
atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan
terganggu

82
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : TERAPI O2
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan /
medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat dan lingkungan pasien:
- Troly
- Head box
- Flow meter dan humidifier
- Tabung Oksigen
- Nasal kanul, Masker reabrithing, Non Reabrething,
Sungkup
- Cairan Aquades
- Handscoen
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat
no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
A. Kateter Nasal/Kanul Nasal
1. Jaga privasi pasien
2. Posisikan pasien semi fowler
3. Isi glass humidifier dengan Aquades setinggi batas yang
tertera
4. Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral
oksigen
5. Cek fungsi humidifier dengan memutar pengatur
konsentrasi O2
6. Amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass
humidifier

83
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Hubungkan catheter nasal/kanul nasal dengan flow meter
8. Alirkan oksigen ke: Kateter Nasal dengan aliran antara 1-6
liter/menit.
9. Cek aliran kateter nasal/kanul dengan menggunakan
punggung tangan untuk mengetahui ada tidaknya aliran
oksigen
10. Pasang alat kateter nasal/kanul nasal pada pasien
11. Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai
yang diinginkan
12. Rapikan peralatan
13. Cuci tangan

B. Sungkup Muka Kantong Non-rebreathing


1. Jaga privasi pasien
2. Isi glass humidifier dengan Aquades setinggi batas yang
tertera
3. Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral
oksigen
4. Cek fungsi flow meter dan humidifier dengan memutar
pengatur konsentrasi O2 dan amati ada tidaknya gelembung
udara dalam glass flow meter
5. Hubungkan sungkup muka non rebreathing dengan
flowmeter
6. Alirkan oksigen ke: sungkup muka non rebreathing dengan
aliran 8-12 l/menit
7. Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup
sungkup dengan satu tangan dan amati aliran oksigen yang
masuk ke dalam kantong
8. Pasang alat sungkup muka sederhana/sungkup muka (non
rebreathing) pada pasien
9. Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir
sesuai yang di harapkan
10. Rapikan peralatan kembali
11. Cuci tangan
C. Sungkup Muka Partial Rebreathing
12. Jaga privasi pasien
13. Isi glass humidifier dengan Aquabides setinggi batas yang
tertera
14. Hubungkan Flow meter dengan tabung oksigen/sentral
oksigen*
15. Cek fungsi flow meter dan humidifier dengan memutar
pengatur konsentrasi O2 dan amati ada tidaknya gelembung
udara dalam glass flow meter
84
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
16. Hubungkan sungkup muka partial rebreathing dengan flow
meter
17. Alirkan oksigen ke sungkup muka partial rebreathing
dengan aliran udara 8-12 l/menit
18. Cek aliran oksigen ke sungkup dengan cara menutup
sungkup dengan satu tangan dan amati aliran oksigen yang
masuk ke dalam kantong
19. Pasang alat sungkup muka partial rebreathing pada pasien
20. Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir
sesuai dengan yang diinginkan
21. Rapikan peralatan kembali
22. Cuci tangan efektif
23. Buka sampiran

Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan
tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

85
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

NEBULISASI

Pengertian
Nebulisasi adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah
obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap. Biasanya
untuk pengobatan saluran pernafasan bagian lebih bawah.

Tujuan
1. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
2. Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
3. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4. Melegakan pernafasan
5. Mengurangi pembekakan selaput lender
6. Mencegah pengeringan selaput lender
7. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8. Menghilangkan gatal pada kerongkongan
Indikasi
1. Pasien sesak nafas dan batuk
2. Broncho pneumonia
3. PPOK (bronchitis, emfisema)
4. Asma bronchial
5. Rhinitis dan sinusitis
6. Paska tracheostomi
7. Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
8. Selaput lendir mongering
9. Iritasi kerongkongan, radang selaput lender, saluran pernafasan bagian atas

Macam-macam obat inhalasi


1. Bronchodilator
● ß agonis :terbutalin, sabutamol fenoterol
● antikolinergik: ipratrogium bromide, tiotropium
2. Mukolitik
3. Anti inflamasi : budesonide, flutikason, beklometason
4. Antibiotika
5. Anestesi lokal : lidokain, prokain

86
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Larutan isotonis, hipertonis, hipotonis, aquadest
Obat-obat tersebut dapat diberikan secara kombinasi sesuai kebutuhan
pasien

Gambar 1. Pemasangan Nebulizer


Jenis-jenis nebulizer
1. Nebulizer mini
Adalah alat genggam yang menyemburkan medikasi atau agens pelembab,
seperti agans bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan
mengirimkannya kedalam paru-paru ketika pasien menghirup napas.
2. Nebulizer jet-aerosol
Adalah nebulizer dengan menggunakan gas bawah tekanan
3. Nebulizer ultrasonik
Adalah nebulizer dengan menggunakan getaran frekuensi-tinggi untuk
memecah air atau obat menjadi tetesan atau partikel halus.

87
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
NEBULISASI

KOMPETEN
Aspek yang dinilai

Tahap Pra Interaksi


1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan keperawatan atau
medis
2. Cek order pemberian obat dengan prinsip (12 B)
3. Cuci tangan efektif
4. Siapkan alat-alat:
- Nebulizer set
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Selang konektor
- Kapas lembab (air hangat)
- Handscoen dan tempatnya (KOM)
- Obat inhalasi (ventolin, combiven, dll)
- Kapas alkohol dan tempatnya (KOM)
- Masker, nasal canule, mouthpiece
- Neirbeken/bengkok 1buah
- Nacl 0,9 % (cairan normal saline) dan aquabides
- Spuit 5cc
- Bengkok
- Sputum pot
- Tempat sampah medis
- Tempat sampah tajam (safety box)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
1. Jaga privasi pasien
2. Dekatkan alat ke dekat pasien
3. Pakai Handscoond
4. Atur pisisi fowler
5. Bersihkan hidung dengan kapas lembab

88
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6. Obat dimasukkan dalam tempat penampungan obat,
pengenceran obat pada pemberian untuk anak-anak dengan
NaCl 0,9% sampai 4 cc
7. Setelah itu tekan tombol ON pada alat untuk menghidupkan
mesin
8. Lakukan pengecekan bahwa obat sudah aman dan siap
digunakan
9. Hubungkan masker/nasal canule/mouthpiece pada pasien
sehingga uap dan obat tidak keluar
10. Observasi pengembangan paru / dada pasien.
11. Minta pasien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah
seluruh obat diuapkan.
12. Bila pasien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan
kesempatan pasien istirahat
13. Setelah obat sudah habis, matikan mesin nebulizer
14. Anjurkan pasien untuk batuk setelah tarik nafas dalam
beberapa kali (teknik batuk efektif), dahak dibuang pada
sputum pot
15. Perhatikan keadaan umum (kebiruan, mual, muntah)
16. Bersihkan mulut dan hidung Px dengan tissue, dan buang pada
bengkok
17. Pasien dirapikan
18. Alat dibersihkan dengan kapas alkohol dan dirapikan
19. Lepas Handscoen
20. Cuci tangan efektif
21. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

89
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION)

Pengertian
Suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan
menggunakan suatu suction catheter yang dimasukkan melalui hidung atau
rongga mulut ke dalam pharynk atau sampai ke dalam trachea. Tindakan ini
dilakukan bila pasien tidak dapat mengeluarkan sekret/sputum dengan batuk
spontan, maka hendaknya perawat melakukan penghisapan lendir atau suctioning
untuk pembersihan jalan nafas.
Tehnik suctioning yang digunakan adalah tehnik steril karena
oropharynk dan trachea dianggap steril, sedang mulut dianggap bersih, maka
suctioning pada mulut dilakukan setelah suctioning pada oropharynk dan trachea.
Tindakan suctioning dilakukan tergantung dari pemeriksaan pasien
karena sputum tidak diproduksi terus-menerus, tetapi dipengaruhi oleh respon
fisik terhadap kondisi patologis. Lama waktu melakukan suction antara 10-15
detik, dan tidak boleh karena selama dilakukan suction oksigen tidak sampai pada
paru-paru

Macam Tindakan Suctioning


1. Oropharynk dan nasopharynk suction
Orofaring terletak dibelakang mulut dari palatum durum diatas tulang
hioid dan terdiri dari tonsil. Nasofaring terletak dibelakang hidung dan
membentang sampai palatum durum. Penghisapan orofaring dan nasofaring
digunakan pada saat pasien mampu batuk efektif, tetapi tidak mampu
mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur
penghisapan digunakan setelah pasien batuk. Apabila jumlah sekresi paru
berkurang dan dan pasien tidak lagi terlalu letioh, pasien mungkin mampu
mencairkan dan menelan lendir sehingga tidak lagi membutuhkan
penghisapan.
2. Orotracheal dan naso tracheal suction
Penghisapan nasotrakea dan orotrakea dibutuhkan pada pasien dengan
sekresi pulmonar dan tidak mampu batuk dan tidak menggunakan jalan nafas
buatan. Sebuah kateter diinsersikan ke dalam mulut atau hidung sampai ke
dalam trakea. Rute hidung lebih disukai karena stimulasi refleks muntah
minimal. Prosedur pelaksanaan sama dengan prosedur penghisapan
nasofaring, tetapi ujung kateter diinsersikan lebih jauh kedalam tubuh pasien
supaya dapat menghisap trakea sampai mengeluarkannya tidak boleh lebih
dari 15 detik karena oksigen tidak mencapai paru – paru selama penghisapan.
Kecuali pada distress pernafasan, pasien harus dibiarkan beristirahat diantara
90
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
pemasukan kateter. Apabila menggunakan masker tambahan, kanula oksigen
atau masker oksigen harus dipasang kembali selama periode istirahat.
Penghisapan menyebabkan desaturasi dan hipoksemia. Pasien dapat
mengalami disritmia dan hipotensi akibat prosedur penghisapan
Tujuan Tindakan Suctioning
1. Membersihkan dan memelihara jalan nafas tetap bersih
2. Untuk mengeluarkan sputum / sekret pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan sendiri
3. Diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat

Indikasi Tindakan Suctioning


1. Pasien dengan sputum yang kental dan lengket, dimana pasien tidak dapat
mengeluarkan sendiri.
2. Pasien yang pita suaranya tidak dapat menutup, misalnya yang terpasang
endotracheal tube (ET).
3. Pasien yang mengalami koma dan tidak sadar.
4. Pasien yang dapat batuk karena kelumpuhan otot pernafasan.
5. Bayi atau anak di bawah usia 2 tahun

Besarnya daya serap/hisap dari mesin suction yang digunakan berdasarkan umur
:
1. Bayi : 3-5 inHg (portable suction)
2. Anak-anak : 5-10 inHg (portable suction)
3. Dewasa : 7-15 inHg (portable suction)

91
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PEMAKAIAN SUCTION PORTABLE

KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci Tangan efektif
3. Siapkan alat-alatdan lingkungan pasien
a. Troly
b. Mesin suction lengkap dengan botol dan selang nya
c. Botol suction terisi desinfektan (Savlon 1%/ clorin
1%) 100cc
d. Canul suction dengan berbagi ukuran
e. Kom berisi pembilas /aquadest
f. Kom berisi desinfektan (chlorin 1%)
g. Kassa steril
h. Tissue
i. Pinset dan tong spatel (bila diperlukan)
j. Stetoskop
k. Handscoen steril
l. Korentang
m. Bengkok
n. Handrub
o. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan
lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien (tutup sampiran)
2. Atur posisi tidur pasien supinasi dengan posisi kepala
hiperekstensi
3. Letakkan alas perlak dan alasnya dibawah punggung
pasien sesuai dengan letak selang dada (kiri/kanan)
4. Hubungkan stop kontak mesin ke aliran listrik
92
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Tekan ON switch dan mesin akan mulai bekerja
6. Mengetes daya hisap suction dengan cara menutup
kanulsuction sambil melihat apakah meteran vacum
sesuai usia
7. Hubungkan ujung suction cateter sesuai ukuran ke
kanul suction (perhatikan kesterilan suction cateter)
8. Cuci tangan dan pakai Handscoen steril
9. Tangan yang tidak dominan sebagai tangan yang
memakai Handscoond yang on steril,sebaliknya tangan
yang dominan dianggap steril,mengambil suction
cateternya.
10. Lakukan penghisapan ±10 – 15 detik dengan cara
memutar. Kegiatan ini dapat dilakukan berulang sesuai
kondisi / kebutuhan pasien
11. Setiap selesai melakukan penghisapan secret canule
dibersihkan / dibilas dengan aqua/aquades dan canule
dikeringkan dengan menggunakan kassa steril
12. Usahakan cairan dalam botol tidak melebihi garis batas
air.
13. Setelah selesai tekan switch off
14. Kateter suction yang sudah dibilas akan dipakai lagi
pada pasien itu, direndam pada mangkok desinfektan.
15. Keringkan daerah mulut atau hidung pasien dengan
menggunakan tissue
16. Auskultasi kembali setelah dilakukan suction
17. Bereskan kembali alat-alat yang telah digunakan
18. Rapikan pasien dan atur posisi tidur semi fowler yang
nyaman bagi pasien
19. Cuci tangan
20. Buka sampiran
NB : satu canule untuk satu pasien
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan
tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

93
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
FISIOTERAPI DADA

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan


fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga
alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan
yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga
didapatkan efek pengobatan.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna
bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.
Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat
efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien
dengan fungsi paru yang terganggu.
Tujuan:
1. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2. Memperkuat otot pernapasan
3. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4. Pasien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang
cukup.
Kontra indikasi
Fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status
asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif
seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor
paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

Fisioterapidada mencakup tiga teknik : drainase postural, perkusi dada,


dan vibrasi

1. Drainase Postural
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret. Pembersihan dengan cara
ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang
berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial
kedalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari
trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase
postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
Indikasi Pasien Yang Mendapat Drainase Postural
a. Mencegah penumpukan secret:
1. pasien yang memakai ventilasi
94
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3. pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis
kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
1. pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
2. pasien dengan abses paru
3. pasien dengan pneumonia
4. pasien pre dan post operatif
5. pasien neurology dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk
Kontra Indikasi Drainase Postural
- tension pneumothoraks
- hemoptisis
- gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi,
infarkniokard, aritmia
- edema paru
- efusi pleura
- tekanan tinggi intracranial
Persiapan Pasien Untuk Drainase Postural
● Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pnggang
● Terangkan cara pelaksanaan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap
● Periksa nadi dan tekanan darah
● Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction
untuk mengeluarkan secret
Cara Melakukan Drainase Postural
● Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual muntah dan
menjelang tidur malam untuk meningkatkan kenyamanan tidur.
● Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa
posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
● Posisi drainase postural dilihat pada gambar
Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
● Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan
kanan
● Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
● Batuk produktif (secret kental/encer)

95
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
● Perasaan pasien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih
nyaman)
● Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi,
respirasi, temperature)
● Rontgen thorax
Drainase postural dapat dihentikan bila:
● Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
● Pasien mampu bernapas secara efektif
● Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret

Right upper lobe

Apical segment
(1)

Posterior segment
(2)

Anterior segment
(3)

Right middle lobe

96
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Lateral segment (4)

Medial segment (5)

2. Perkusi Dada/ Clapping


Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau
melonggarkan secret yang tertahan.

Indikasi Pasien Yang Mendapat Perkusi Dada


Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat drainase postural,
jadi semua indikasi drainase postural secara umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :


● Patah tulang rusuk
● Emfisema subkutan daerah leher dan dada
● Skin graf yang baru
● Luka bakar, infeksi kulit
● Emboli paru
● Pneumotoraks tension yang tidak diobati

Cara Melakukan Perkusi Dada


● Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan perawat membentuk
“setengah bulan” atau “mangkuk” dengan jari-jari tangan rapat, secara
bergantian tepukan telapak tangan di atas dada pasien selama 1-2 menit
97
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
● Kecepatan dari perkusi masih kontroversi, sebagian mengatakan bahwa
teknik yang cepat lebih efektif, tetapi ada yang mengatakan bahwa teknik
yang lambat lebih santai sehingga pasien lebih suka yang lambat.
● Hindari daerah-daerah klavikula, sternum, scapula, vertebra, ginjal, limpa.

3. Vibrasi
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada dengan
tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.

Cara Melakukan Vibrasi


● Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien ekspirasi.
● Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang
didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain.
● Instruksikan pasien untuk napas lambat dan dalam melalui hidung
hembuskan melalui mulut dengan bibir dimonyongkan selama proses
vibrasi, tujuannya memperpanjang fase ekspirasi.
● Ketika pasien menghembuskan napas getarkan telapak tangan, hentikan
saat pasien inspirasi. Lakukan vibrasi 5 kali ekspirasi.

98
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : FISIOTERAPIDADA
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat:
- Handuk 2 buah
- Handscoond dan tempatnya (KOM)
- Bantal ( 2 – 3 buah )
- Segelas air minum
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Sputum pot, berisi cairan desinfektan (chlorine 1%)
- Masker
- Stetoskop
- Bengkok
- Handrub
4. Cuci tangan efektif

Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
2. Pasang Handscoond
3. Pasang masker
4. Dekatkan alat ke pasien
5. Atur posisi yang nyaman
6. Buka baju pasien
7. Lakukan auskultasi bunyi napas pasien
99
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi
(Minum air hangat)
Postural drainase
9. Pilih area sesuai letak sputum
10. Barikan pasien posisi sesuai letak sputumnya
11. Letakkan bantal sebagai penyangga
12. Minta pasien untuk mempertahankan posisi selama 3 – 10
menit
Perkusi (Clupping)
13. Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
14. Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi
15. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
16. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan secara cepat menepuk dada atau punggung
17. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada
area yang mudah cedera
Vibrasi dan Batuk efektif
18. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area
yang didrainase
19. Jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
20. Anjurkan pasien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat
lewat mulut ( pursed lip breathing )
21. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan,
dan gunakan semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan
ke arah bawah/keatas.
22. Hentikan getaran saat pasien inspirasi
23. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru
yang terserang.
24. Minta pasien duduk dan batuk efektif (2x Batuk)
25. Tampung sekret dalam sputum pot
26. Istirahatkan pasien, minta pasien minum sedikit air
27. Ulangi untuk area tersumbat lainnya. Tindakan tidak lebih
dari 30 menit
28. Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman
29. Alat dibersihkan dan dirapikan
30. Lepas Handscoond

100
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
31. Cuci tangan efektif
32. Buka sampiran

Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

101
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah
dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan
dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan
trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
GOLONGAN DARAH
- A,B, AB, O
- Rhesus + / -

REAKSI REAKSI TRANSFUSI DARAH


1. Bila dilaksanakan pemeriksaan laboratorium pra- transfusi darah, mayoritas
transfusi darah tidak memberikan efek samping ke pada pasien
2. Namun, kadang kadang timbul reaksi pada pasien, walaupun pemeriksaan
laboratorium pra-transfusi darah telah dilaksanakan dan hasilnya
“COMPATIBLE” (= cocok antara darah resipien dan donor)
3. Reaksi : reaksi RINGAN (suhu meningkat, sakit kepala) s/d BERAT (reaksi
hemolisis), bahkan dapat meninggal

KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH


1. Komplikasi LOKAL:
a. Kegagalan memperoleh akses vena
b. Fiksasi vena tidak baik
c. Masalah ditempat tusukan
d. Vena pecah saat ditusuk, dll
2. Komplikasi UMUM:
a. Reaksi reaksi transfusi
b. Penularan/transmisi penyakit infeksi
c. Sensitisasi imunologis
d. Kemokromatosis

DONOR DARAH
Seleksi donor dilakukan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan
donor dengan memastikan bahwa donasi tersebut tidak berbahaya bagi
kesehatannya, dan melindungi resipien dari resiko penyakit menular atau
efek merugikan lainnya.Donor yang memenuhi syarat berusia 18-65 tahun,
dengan berat badan minimal 50 kg. Suhu badan tidak boleh lebih dari 37,5°
C. Denyut nadi harus reguler, tidak menunjukkan tanda abnormalitas jantung
dengan frekuensi 50-100 denyut permenit. Tekanan darah sistolik dan
102
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
diastolik tidak boleh melebihi 180 mmHg dan 100 mmHg. Kadar Hb minimal
untuk laki-laki 13,5 gr/dl dan untuk perempuan 12,5 gr/dl.
Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun dengan volume
pendonoran tidak boleh melebihi 13 % volume darah untuk mencegah reaksi
vasovagal. Kadang-kadang seorang yang mendonorkan darah untuk pertama
kali menjadi pingsan setelah pendonoran. Hal ini biasanya terjadi pada donor
dengan kecemasan, cuaca panas, dan ada riwayat sering pingsan sebelumnya.
Biasanya pingsan seperti itu tidak berkomplikasi, namun dapat berakibat
buruk apabila hal itu terjadi setelah donor meninggalkan ruang perawatan.

TEKNIK TRANSFUSI
Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan jenis darah
serta kecocokan antara darah donor dan penderita. Penderita dipersiapkan
dengan pemasangan infus dengan jarum besar #16-18. Jarum yang terlalu
kecil (# 23-25) dapat menyebabkan hemolisis.Transfusi dilakukan dengan
transfusi set yang memiliki saringan untuk menghalangi bekuan fibrin dan
partikel debris lainnya. Transfusi set baku memiliki saringan dan ukuran
pori-pori 170 mikron. Pada keadaan normal, sebuah transfusi set dapat
digunakan untuk 2 sampai 4 unit darah.
Vena terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada bagian dorsal
tangan dan pada lengan atas. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan
venaseksi untuk menjamin kelancaran dan kecepatan transfusi.Waktu
mengambil darah dari lemari es, perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-tanda
hemolisis (warna coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum
akan ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es.
Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml NaCl
fisiologik. Jangan menggunakan larutan lain karena dapat merugikan.
Larutan dekstrose dan larutan garam hipotonik dapat menyebabkan
hemolisis. Ringer laktat atau larutan lain yang mengandung kalsium akan
menyebabkan koagulasi. Jangan menambahkan obat apapun ke dalam darah
yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang berbeda sehingga dapat
menyebabkan hemolisis, lagipula bila terjadi reaksi transfusi akan sulit untuk
menentukan apakah hal itu terjadi akibat obat atau akibat darah yang
ditransfusikan.
Jika sejumlah besar darah akan ditransfusikan dalam waktu yang
singkat, maka dibutuhkan darah hangat, karena darah yang dingin akan
mengakibatkan aritmia ventrikel bahkan kematian. Menghangatkan darah
103
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
dengan air hangat hendaknya pada suhu 37-39°C. Karena bila lebih 40°C,
eritrosit akan rusak. Pada 100 ml pertama pemberian darah lengkap
hendaknya diteliti dengan hati-hati dan diberikan perlahan-lahan untuk
kemungkinan deteksi dini reaksi transfusi.
Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Laju tercepat
yang bisa tercapai adalah 60 ml permenit. Laju transfusi tergantung pada
status kardiopulmoner resipien. Jika status kardiopulmoner normal, maka
dapat diberikan 10-15 ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada
hemovolemia maka batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit
kurang lebih 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam. Tetapi jika terdapat gagal
jantung yang mengancam maka tidak boleh ditransfusikan melebihi 2
ml/kgBB/jam . Karena darah adalah medium kultur yang ideal untuk bakteri,
sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh melewati 5 jam karena
meningkatnya resiko proliferasi bakteri.
Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang
dibutuhkan transfusi yang cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah
sirkulasi tampak membaik dikurangi hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak
dianjurkan memberi obat antihistamin , antipiretika, atau diuretika secara
rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi. Reaksi panas pada dasarnya
adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi transfusi. Diuretika hanya
diperlukan pada pasien anemia kronis yang perlu transfusi sampai 20
ml/kgBB dalam 24 jam.

Cara-cara Meningkatkan Kecepatan Transfusi :


1. Letakkan botol darah setinggi mungkin. Peningkatan 2 kali menyebabkan
kecepatan transfusi meningkat 2 kali pula.
2. Pergunakan jarum atau kanula sebesar mungkin.
3. Dengan memompakan darah meningkatkan tekanan udara dalam botol.

DARAH DAN KOMPONENNYA

DARAH LENGKAP (Whole Blood)


Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu ;
1. Darah segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah
pengambilan. Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya
masih lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih

104
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
relatif baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk
pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih
dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif banyak.
2. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari
donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi
peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam laktat.

3. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya mudah tersedia
setiap saat, bahaya penularan luas dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan
karena afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar
dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar
kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.
Indikasinya adalah untuk mengatasi perdarahan yang lebih dari 30% TBV
setelah pasien distabilkan lebih dahulu dengan cairan elektrolit. Banyaknya
volume darah yang diberikan diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang
hilang. Pada bayi transfusi sudah harus diberikan bila kehilangan 10 % TBV.
Diberikan pada penderita dengan perdarahan akut, syok hemovolemik, dan
bedah mayor dengan perdarahan >1500 ml.
Darah lengkap mengandung 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan
(CPDA-1) dan hematokrit 35 % dan masa simpan 35 hari. Kemasan kantong
darah baku berisi 450 ml darah, disamping itu ada kemasan kantong darah
dengan isi 250 ml seperti yang umum dipakai oleh PMI. Pada orang dewasa
transfusi satu unit (500 ml) darah lengkap akan menaikkan Hb kira-kira 1
gram % atau hematokrit 3-4%. Darah segar mempunyai komponen darah
yang lengkap, akan tetapi tidak praktis dalam penyediaan.
Semua sel dan protein plasma terkandung dalam darah lengkap.
Tetapi trombosit, fagosit, dan banyak protein plasma lainnya menjadi tidak
aktif selama penyimpanan, tetapi sel-sel tersebut masih bersifat antigenik.
Sehingga untuk tujuan praktis, darah lengkap dapat dianggap terdiri dari
eritrosit dan plasma.
Kecepatan pemberian darah utuh pada penderita hipovolemia
adalah satu liter dalam 2-3 jam setelah sebelumnya diberikan cairan elektrolit
pengganti perdarahan. Jika transfusi perlu lebih cepat lagi, pantaulah dengan

105
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
teliti kenaikan Tekanan Vena Sentral (CVP) untuk menghindari overload.
Setelah satu liter darah utuh sebaiknya diberikan 10 cc Calcium Glukonas
10% untuk mencegah intoksikasi sitrat, terutama pada penderita gangguan
faal hati yang luas.

PACKED RED CELL


PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan,
atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.
Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar
hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15
ml. Mempunyai daya pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah
lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap.
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak
disertai penurunan volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik,
anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan,
talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda
“oksigen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC
diberikan sampai tanda oksigen need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl. Untuk
menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit
dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %.

TRANSFUSI SANGAT DARURAT


Bagi pasien dengan perdarahan hebat, waktu yang diperlukan untuk uji
silang lengkap terlalu lama atau tidak tersedia darah dengan golongan yang sama.
Pilihan yang dapat diberikan adalah PRC golongan O tanpa uji silang (donor
universal). Jika PRC O tidak ada, untuk resipien AB dapat diberikan golongan A
atau B. Pasien bukan golongan O yang sudah mendapat transfusi O sebanyak > 4
unit, jika perlu transfusi lagi dalam jangka 2 minggu, masih harus tetap diberi
golongan O, kecuali telah dibuktikan bahwa titer anti A dan anti-B nya telah turun
<1/200. Berbeda dengan di Barat, hampir seluruh populasi Indonesia Rhesus (+)
maka semua unit O dapat digunakan.

KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH


1. Reaksi Hemolitik
Kekerapan terjadinya 1:6000 akibat destruksi eritrosit donor oleh
antibody resipien atau sebaliknya. Jika transfusi < 5% volume darah, reaksi
106
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
tak begitu gawat. Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil,nyeri
dada-panggul dan mual. Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam,
takikardi tak jelas asalnya, hipotensi, perdarahan merembes di daerah operasi,
syok, spasme bronkus, dan selanjutnya Hb-uria, dan ikterus.
2. Infeksi
▪ Virus (hepatitis, HIV, sitomegalovirus, HTLV)
▪ Bakteri (stafilokokus, Yesteria, citrobacter)
▪ Parasit (malaria)
3. Lain-lain
Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial, purpura,
intoksikasi sitrat, hiperkalemia, dan asidosis.

PENANGGULANGAN REAKSI TRANSFUSI


1. Stop transfuse
2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambahan
vasokonstriktor, inotropik.
3. Berikan oksigen 100%
4. Diuretik manitol 50 mg atau furosemid 10-20 mg.
5. Antihistamin.
6. Steroid dosis tinggi.
7. Jika perlu exchange transfusion
8. Periksa analisa gas dan pH darah

107
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : TRANFUSI DARAH
WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
A. Tahap pra interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan medis
2. Cuci tangan efektif
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
- Troly
- Produk Darah/ Labu Darah
- Cairan Infus NaCl 0,9%
- Blood Set
- Infus set
- Abocat ukuran 18 dan 20
- Triway berekor
- Plester
- Tiang infus
- Kapas injeksi
- Alkohol 70%
- Kasa/gaas steril
- Korentang
- Pengalas
- Bengkok
- Sarung tangan
- Baki
- Blood Warmer (kalau perlu)
- Alat pengukur tanda vital
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas
(tanyakan nama dan lihat no RM/tgl lahir)
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
C. Tahap Kerja
1. Tutup sampiran
2. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasienJika pasien sudah
terpasang infus dan triway berekor

108
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
3. Cuci tangan efektif
4. Pakai sarung tangan
5. Ukur TTV
6. Pastikan ukuran abocath dan dan cairan yang benar untuk
melanjutkan tindakan tranfusi. ukuran abocath idealnya nomor
18 atau 20 dan cairan harus normal salin
7. Cek kelancaran aliran infus
8. Isi blood set dengan NaCl 0,9%
9. Hubungkan blood set dengan triway berekor, alirkan Nacl (50-
100cc)
10. Pastikan komponen darah yang tepat untuk pasien, Pastikan
label yang ada pada kantong darah seperti: nama pasien, nomor
register, golongan darah, resus, nomor donor dan exp date
(sebaiknya lakukan double crosscheck)
11. Obsevasi darah dari warna yang tidak normal, gelembung
udara
12. Pastikan darah dalam suhu ruangan tidak lebih dari 30 menit
sebelum mulai tranfusi (sel darah merah kehilangan efektifitas
setelah 2 jam dalam suhu ruangan).
13. Ganti infus NS dengan darah yang akan ditranfusikan,
masukkan darah beberapa cc kemudian atur tetesannya.
14. Observasi pasien dengan ketat selama 5-10 menit pertama.
15. Catat jika ada reaksi abnormal, segera stop aliran darah dan
alirkan NaCl.
16. Ingatkan kembali pasien melaporkan jika ada kejadian yang
abnormal.
17. Monitor pasien setelah 15 menit pemasangan jika tidak ada
reaksi abnormal lanjutkan pemberian sesuai indikasi.
18. Setelah darah habis stop aliran dari blood set dan alirkan NaCl.
19. Observasi vital sign
20. Rapikan pasien
21. Rapikan alat-alat
22. Cuci tangan
23. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan
109
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN EKG
LEAD EKG DAN INTERPRETASI GELOMBANG NORMAL

EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas
listrik jantung.

SISTEM KONDUKSI LISTRIK JANTUNG


Jantung dapat melakukan fungsinya sebagai pompa atau melakukan
kontraksi dengan baik, hal ini disebabkan jantung memiliki 3 hal, yaitu :
1. Penghasil listrik sendiri yang otomatis (pacemaker)
Jantung penghasil listrik otomatis inni terdiri atas 3 komponen, yakni nodus
SA, Nodus AV, dan serabut purkinje.
2. Konduksi listrik
Konduksi atau perambatan listrik yang terjadi di jantung secara sistematis
dimulai dari nodus SA, Nodus AV, His, cabang berkas kiri dan kanan, serta
berakhir di serabut purkinje.

3. Miokardium (otot-otot jantung)


Otot-otot jantung akan mengalami kontraksi bila terjadi perubahan muatan
listrik di dalam sel miokard yang dinamakan depolarisasi sedangkan
peristiwa kembalinya muatan listrik di dalam sel-sel moikard menjadi
keadaan seperti semula dinamakan repolarisasi. Selanjutnya, akan
menghasilkan relaksasi kembali dinding miokardium
● SA Node
o Letak : pertemuan antara VKS dengan RA
o Menghantar impuls listrik dari atrium ke
o Ventrikel

110
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
o Frekuensi impuls 60-100x/mnt
● AV Node
o Letak : diatas sinus koronarius pa dinding
o posterior atrium kanan
o Frekuensi impuls 40-60x/mnt
● Berkas his
o Berasal dari AV node
o Menembus jar.pemisah miokard atrium dan miokard ventrikel
o Berjalan pada septum ventrikel kmdn bercabang dua menjadi berkas
kanan(RBB) dan berkas kiri(LBB)
● Serabut Purkinje
o Merupakan percabangan dari RBB dan LBB
o Impuls 20-40x/mnt

a. EKG standart terdiri atas 12 leads (I, II,III,aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4,
V5, V6)
− Setiap lead mencatat aktivitas elektrik jantung dari posisi anatomi yang
berbeda
− Identifikasi dari perubahan miokardium pada lead tertentu dapat
membantu menentukan kondisi patologis
b. Amplitudo normal dari gelombang P kurang lebih 3mm,durasi normal dari
gelombang P adalah 0,04-0,11 detik. Gelombang P yang lebih dari nilai ini
diketahui adanya deviasi dari normal
c. Interval PR diukur dari naiknya gelombang P ke sambungan QR dan
normalnya sekitar 0,12 dan 0,20 detik
− Interval PR merepresentasikan waktu transmisi impuls dari nodus SA ke
nodus AV
− Adanya kelambatan pada nodus AV untuk memungkinkan pengisian
ventrikular yang adekuat untuk mempertahankan stroke volume normal
(jumlah darah yang dikeluarkan setiap kontraksi)

111
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
d. Kompleks QRS mengandung gelombang dan segmen yang berbeda,yang
dapat dievaluasi secara terpisah. Kompleks QRS normalnya sekitar 0,06 dan
0,10 detik.
− Gelombang Q, penurunan pertama setelah gelombang P, biasanya
dalamnya kurang dari 3mm. Gelombang Q yang sangat defleksi
merupakan keadaan yang tidak normal pada jantung yang
sehat.Gelombang Q patologis biasanya mengindikasikan adanya Old
Miocard Infark
− Gelombang R merupakan gelombang defleksi positif pertama setelah
gelombang P, normalnya memiliki tinggi sekitar 5 – 10 mm. Peningkatan
dan penurunan amplitudo menjadi sangat signifikan pada beberapa kondisi
penyakit. Hipertropi ventrikular akan menimbulkan gelombang R yang
sangat tinggi karena hipertropi otot memerlukan arus listrik yang sangat
kuat untuk depolarisasi.
e. Segment ST dimulai di akhir gelombang S, merupakan defleksi negatif
pertama setelah gelombang R dan berakhir pada peningkatan gelombang T.
f. Gelombang T merepresentasikan serabut miokardium atau keadaan istirahat
dari kerja miokardium. Gelombang T harus selalu ada. Gelombang T normal
tidak boleh lebih dari 5 mm pada semua lead,kecuali lead precordial (V1 –
V6), dimana disini setinggi 10 mm.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Lakukan pemeriksaan EKG atau monitor EKG yang terus menerus jika ada
indikasi :
− Berikan privasi dan minta klien untuk melepaskan pakaiannya,terutama
bagian dada,pergelangan tangan dan mata kaki
− Tempatkan lead pada dada dan ekstremitas sesuai label,gunakan self-
adhesive elektrode atau gel yang larut air atau bahan-bahan pengkonduksi
lainnya
− Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak bergerak,batuk atau
berbicara saat dilakukan pencatatan EKG untuk mencegah terjadinya
artifact
− Yakinkan mesin EKG telah terpasang pada saklar dan grounded dan
jalankan sesuai petujuk pabriknya
− Jika dilakukan monitoring jantung terus menerus,ajarkan klien parameter
gerakan dan tidak panik ketika terdengar alarm

112
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

2. Interpretasi EKG
a. Tentukan frekuensi denyut jantung. Apakah terlalu cepat, lambat atau
normal
− Penentuan frekuensi denyut jantung dengan cepat dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah kompleks QRS dalam interval waktu 6
detik dan kalikan kompleks QRS yang didapat dengan 10
Catatan : Kita harus berhati-hati dengan metode ini,karena metode ini hanya
akurat untuk irama yang terjadi dalam interval normal dan tidak dapat digunakan
untuk menentukan frekuensi denyut jantung dengan irama irreguler. Untuk
keakuratan,ketidakaturan irama selalu dihitung untuk setiap 1 menit
− Frekuensi denyut jantung juga dapat dihitung dengan membagi 300
dengan jumlah lima kotak besar yang ada diantara 2 kompleks
QRS.Tigaratus blok besar merepresentasikan 1 menit pada kertas
EKG.
b. Kemudian tentukan iramanya. Apakah iramanya reguler, irreguler,
regulary-irreguler atau irreguler – irreguler
c. Akhirnya, perhatikan setiap gelombang dan segmen untuk melihat adanya
abnormalitas.
− Lihat gelombang P, apakah ada untuk setiap kompleks QRS ?. Apakah
gelombang ini tidak ada,seperti pada junction rhythm ?. Apakah
digantikan oleh bentuk gelombang lain? Seperti apa bentuknya?.
Apakah mirip, bentuknya bagus atau bentuknya berubah seperti pada
fibrilasi atrial atau takikardi atrial paroksimal?
− Hitung interval PR. Interval PR yang terlalu lama dapat menjadi
prekusor untuk berbagai heart block karena terapi obat atau miokardial
− Lihat adanya gelombang Q patologis atau jika waktunya lebih dari 0,04
detik dan jika dalamnya lebih dari 3 mm atau lebih besar dari sepertiga
tinggi gelombang R
− Hitung kompleks S. Apakah mereka identik dalam bentuknya ?
Apakah mereka turun terlalu awal ? Apakah bentuknya bervariasi ?
Apakah ada jarak dan aneh, menunjukkan kontraksi ventrikular
prematur ?
− Perhatikan segmen ST. Elevasi segmen ST menunjukkan adanya pola
injury dan biasanya terjadi pada perubahan awal di miokardial infark
akut. ST depresi terjadi pada keadaan iskemi. Perubahan kadar kalsium
dan kalium juga mempengaruhi segmen ST.

113
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
− Lihat gelombang T. Apakah Defleksi positif atau negatif ? Gelombang
T yang terbalik mengindikasikan terjadinya iskemia
− Hitung interval QT. Interval QT yang normal tidak lebih dari satu
setengah interval PR. Interval QT yang terlalu lama mengindikasikan
toksisitas digitalis, quinidine yang terlalu lama (Quinaglute) atau terapi
prokainamide (Pronestyl) atau hipomagnesia.

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL

114
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : ELEKTOKARDIOGRAM
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawat dan Validasi kebutuhan
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat:
a. Mesin EKG
b. Kertas grafik EKG
c. Sarung tangan
d. Jelly
e. Tissue
f. Kapas Alkohol
g. Bengkok
4. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Tutup smpiran
2. Atur posisi Supine. Posisi Fowler dapat digunakan untuk
klien dengan masalah respirasi
3. Berikan privasi
4. Lepaskan pakaian,terutama bagian dada,pergelangan tangan
dan mata kaki
5. Anjurkan pasien melepaskan semua perhiasan atau benda-
benda berbahan logam (perhiasan, jam tangan, ikat
pinggang, gigi palsu, Hp, dll)
6. Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak
bergerak,batuk atau berbicara saat dilakukan pencatatan
EKG untuk mencegah terjadinya artifact

115
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
7. Bersihkan terlebih dahulu dengan kapas normal
saline(tangan, kaki& dada)
8. Pasang elektroda pada klien dengan lebih dulu memberikan
jelly pada permukaan elektroda
− Kabel RA (right arm , merah) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan lengan kanan
− Kabel LA (left arm , kuning) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan lengan kiri
− Kabel LL (left leg , hijau) dihubungkan dengan elektoda
dipergelangan kaki kiri
− Kabel RL (right leg , hitam) dihubungkan dengan
elektoda dipergelangan kaki kanan
− V1:diruang intercostal 4 kanan, ditepi kanan sternum
− V2 ; diruang intercostal 4 kiri, ditepi kiri sternum
− V3 : dipertengahan V2 dan V4
− V4 :diperpotongan antara medclavicularis kiri dengan
ruang intercostal 5 kiri
− V5 : diperpotongan antara linea axillaris anterior kiri
dengan intercostal 5 kiri
− V6 : diperpotongan antara linea axillaris media kiri
dengan intercostal 5 kiri
9. Hidupkan mesin EKG
10. Putar tombol pengatur lead pada pengatur lead
11. Jalankan kembali kertas grafik sampai sepanjang kurang
lebih 15 cm, lalu hentikan kembali kertas grafik
12. Ulangi prosedur 10 dan 11 untuk merekam Lead II, III,
aVR, aVL, V1, V2, V3, V4, V5 dan V6
13. Matikan mesin EKG
14. Lepaskan elektrode
15. Bersihkan kulit dan elektrode dari jelly yang tersisa
16. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Lakukan pendokumentasian

116
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN WATER SEALED DRAINAGE

Pengertian
Water Sealed Drainage (WSD) atau chest tube (selang dada) adalah kateter atau
selang yang dimasukkan melalui thorax dengan tujuan:
1. Memindahkan air dan cairan dari rongga pleura
2. Mencegah udara atau cairan masuk kembali ke rongga pleura
3. Mengembalikan tekanan intrapleura atau intrapulmonal yang normal (Roman
& Mercado, 2006 dalam Potter & Perry 2010).
Saat selang dada dimasukkan, selang tersebut harus dihubungkan dengan
sistem drainage tertutup atau katup satu arah yang memungkinkan udara dan
cairan keluar dari rongga dada tetapi mencegah udara masuk dari luar ke
dalamnya (Kozier, Erb, Berman & Snider, 2010).

Indikasi
Pemasangan WSD dilakukan pada pasien :
a. Pneumothoraks :
- Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Efusi pleura
- Keganasan
- Tuberculosis
- gagal jantung kongestif
c. Empiema :
- Penyakit infeksi paru
- Kondisi inflamasi
d. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
e. Pasca bedah thoraks
- Thorakotomy :
- Lobektomy
- Pneumoktomy

117
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tempat insersi slang WSD :


1. Untuk pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis midclavicula
2. Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid aksilaris
line/dorsal axillar line

Jenis WSD
1. Single Bottle Water Seal System

Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu
botol yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi
tidak mengijinkan udara maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara
fungsional, drainase tergantung pada gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan,
oleh karena itu botol harus diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam
botol meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga
dada, dengan demikian memerlukan suction untuk mengeluarkannya. Sistem satu
botol digunakan pada kasus pneumothoraks sederhana sehingga hanya
membutuhkan gaya gravitasi saja untuk mengeluarkan isi pleura. Ujung selang
dari pasien dipertahankan 2 cm berada di bawah permukaan air.

2. Two Bottle System

118
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol penampung


cairan. Drainase sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan pleura
terkumpul, underwater seal system tidak terpengaruh oleh volume drainase.
Sistem dua botol menggunakan dua botol yang masing-masing berfungsi sebagai
water seal dan penampung.

3. Three Bottle System

Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah
cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol menggunakan 3 botol yang
masing-masing berfungsi sebagai penampung, "water seal" dan pengatur; yang
mengatur tekanan penghisap. Jika drainage yang ingin dikeluarkan cukup banyak
biasanya digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan sebesar 20
cmH20 untuk mempermudah pengeluaran.

Jenis water suction 3 botol


119
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Drainage sistem bergerak (mobile chest drainage)
Drainage sistem bergerak tergantung pada gravitasi bukan pada
pengisapan. Alat tersebut lebih ringan dan lebih kecil sehingga klien dapat
bergerak dengan mudah sehingga mengurangi risiko thrombosis vena dalam
embolisme paru.

5. Dry suction Drainage system

Contoh dry suction


Sistem Drainage dada kering yang baru tidak menggunakan air di dalam
ruang pengisapan. Katup pengontrol otomatis berlokasi di dalam regulator dan
menyeimbangkan secara terus menerus dorongan penghisap dengan atmosfir.
Katup tersebut memberikan respons dan mengatur perubahan kebocoran udara
pada klien dan fluktuasi pada sumber pengisap agar pengisapannya akurat. Atur
tekanan antara -10 cm H20 dan - 40 cm H20 (Roman & Mercado, 2006 dalam
Pooter & Perry 2010).

Komplikasi Pemasangan WSD


1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks,
atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, empyema, emfisema subkutis

120
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Tindakan setelah prosedur
1. Pemantauan TTV dan distress pernafasan
a. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
b. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis,
emfisema subkutis, nyeri dada dan bunyi nafas di daerah paru yang
terkena
2. Perhatikan undulasi pada selang WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
a. Motor suction tidak berjalan
b. Slang tersumbat
c. Slang terlipat
d. Paru-paru telah mengembang
3. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
4. Perhatikan jumlah cairan
a. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
b. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang
telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
c. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
5. Perhatikan balutan dan kulit pada insisi, apakah ada perdarahan
6. Perhatikan posisi
a. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat (Semi fowler sampai fowler tinggi untuk
mengeluarkan udara (pneumothorak dan Posisi fowler untuk
mengeluarkan cairan (hemothorak)
b. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
c. Ganti posisi klien tiap 2 jam. Saat klien berbaring di sisi pemasangan,
letakkan gulungan handuk di samping selang. Sering mengganti posisi
meningkatkan drainage untuk mencegah penyumbatan selang dada akibat
berat badan klien
7. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
a. Dorong latihan nafas dalam dan batuk setiap 2 jam (ini bisa
dikontraindikasikan pada klien yang salah satu parunya diangkat). Minta
klien duduk tegak untuk melakukan latihan, dan bebat dada di sekitar
insersi dengan bantal atau dengan tangan untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
b. Bantu klien melakukan latihan pergerakan sendi pada bahu yang
terganggu tiga kali per hari untuk mempertahankan mobilitas sendi.

121
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
8. Penggantian Botol WSD
a. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan
yang dibuang
b. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuh dalam
rongga pleura yaitu meng "klem" slang atau dilipat dengan karet.
c. Setiap penggantian botol atau slang harus memperhatikan sterilils botol
dan slang harus tetap steril.
d. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri sendiri,
dengan memakai sarung tangan
PerawatanParu selama terpasang WSD
1. DenganWSDdiharapkan paru mengembang
2. Kontrol pengembangan paru dengan pemeriksaan fisik dan radiologik.
3. Latihan nafas ekspirasi dan inspirasi yang dalam.
4. Latihan batuk yang efisien.
5. Kolaborasi pemberian antibiotika dan ekspektoran
Pencabutan selang WSD
Indikasi pengangkatan WSD adalah bila
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan
a. Tidak ada undulasi
b. Tidak ada cairan yang keluar
c. Tidak ada gelembung udara yang keluar
d. Kesulitan bernafas tidak ada
e. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
f. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara
2. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada slang

MelepasWSD
Pelepasan selang dada merupakan prosedur yang berlangsung singkat
tetapi cukup menyakitkan. Beri obat klien sebelum pelepasan. Pasien
dianjurkan untuk menarik nafas dalam dan menahannya. Lepas balutan di
sekitar selang dan persiapkan balutan yang akan menutupi tempat insersi.
Balutan yang dipakai adalah balutan oklusif jika tidak ada jahitan
penyokong di sekitar tempat insersi untuk mencegah masuknya udara ke
dalam dada.

122
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

ASPEK YANG DINILAI Kompeten


Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawatan dan catatan medis
(identitas, diagnosa, validasi kebutuhan pasien, dokumentasi tanda
vital, pernafasan, kondisi WSD sebelumnya)
2. Cuci tangan efektif
3. Persiapan alat :
- Troli beserta tempat sampah
- Set perawatan luka steril (gunting,cucing,pinset)
- Kasa Steril ukuran besar ( 10 x 10cm)
- kasa steril kecil,lidi kapas
- Korentang
- Hand Schoen/sarung tangan steril (disposable) 2 pasang
- Gunting verban
- Plester
- Cairan fisiologis (NaCl 0,9 %)
- Larutan desinfektan
- Pengalas
- Bengkok/Nier Bekken 2 buah
- Hand rub
- Alcohol swab
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Tutup sampiran (Jaga pivasi pasien)
2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien semi fowler atau high fowler dengan pasien ke atas

123
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Pasang pengalas dan bengkok
5. Observasi kondisi pernafasan klien, amati adanya emfisema subkutis
6. Observasi kondisi sistem WSD
7. Dekatkan alat dan tempat sampah yang mudah dijangkau
8. Siapkan plester fiksasi sesuai kebutuhan
9. Cuci tangan
10. Buka set perawatan luka dengan tehnik steril
11. Gunakan korentang untuk melengkapi set perawatan luka
12. Atur letak peralatan set luka
13. Siapkan cairan NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan dalam cucing
(jika diperlukan)
14. Cuci tangan
15. Gunakan sarung tangan
16. Ambil pinset dan alcohol swab
17. Lepaskan fiksasi dan kasa penutup luka secara hati-hati
18. Observasi keadaan luka (warna, sekresi, bau,pembengkakan,kondisi
jaringan,fiksasi drainage)
19. Lepaskan sarung tangan
20. Cuci tangan
21. Gunakan sarung tangan (Handschoen) steril
22. Siapkan 2 kasa penutup luka ( ukuran 10 x10 cm) dengan
menggunting ½ lebih
23. Bersihkan daerah luka sekitar tempat incersi drain dengan lidi kapas
dan kasa steril steril yang dibasahi NaCl 0,9 %, berikan antiseptik (
jika perlu)
24. Tutup luka dengan kasa ukuran besar menggunakan pinset
25. Lepaskan Sarung tangan
26. Fiksasi dengan plester
27. Atur kembali posisi pasien
28. Observasi kondisi sistem WSD
29. Observasi kondisi pernafasan pasien
30. Rapikan alat-alat dan tempatkan pada tempat yang sesuai
31. Buka sampiran
32. Cuci tangan efektif
Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
124
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil kegiatan pada lembar catatan keperawatan
Kondisi respirasi, kondisi luka, kepatenan system, jumlah warna
konsistensi cairan, undulasi dan gelembung udara
Pencapaian (total item)

125
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PERAWATAN TRAKEOSTOMI

Definisi trakeostomi perlu dibedakan dengan trakeotomi. Trakeostomi


merupakan tindakan membuat stoma (lubang) pada trakea. Sedangkan traketomi
melakukan insisi pada trakea. Trakeostomi dilakukan untuk membebaskan
obstruksi jalan nafas bagian atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya
terhadap aspirasi dan tertimbunnya sekresi bronkus, serta pengobatan terhadap
penyakit (keadaan) yang menyebabkan insufisiensi respirasi seperti obstruksi
sleep apnea, PPOK dengan retensi secret. Indikasi lainnya merupakan fasilitasi
proses weaning.
Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap sukses
tidaknya tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan yang baik pasca
trakeostomi meliputi tindakan pengisapan lendir, pemeriksaan periodik kanul
dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi stoma, pencegahan infeksi
sekunder dan kalau menggunakan kanul dengan cuff (balon) yang high volume
low preassure cuff; dengan tekanan balon sekitar 14-20 mmHg.
Perubahan-perubahan fisiologis akibat trakeostomi antara lain :
penderita tidak bias berbicara, refleks batuk menurun, proses pemansan dan
pelembababn udara inspirasi tidak ada. Perubahan ini menyebabkan gagalnya
silia pada mukosa bronkus mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru.
Trakeostomi juga dapat menyebabkan gangguan pergerakan glottis pada waktu
menelan, sehingga penderita sering tersedak karena aspirasi ludah ke dalam laring
dan trakea. Trakeostomi yang menggunakan kanul dengan balon (cuff). Tekanan
balon pada dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksia epitel mukosa
trakea.
Adanya kanul dalam trakea yang merupakan benda asing bagi tubuh,
akan merangsang pengeluaran sekret yang berlebihan sehingga tindakan
penghisapan menjadi sangat penting dalam perawatan pasca trakeostomi.
Beberapa jam pertama pasca trakeostomi tindakan penghisapan sekret dilakukan
setiap 15 menit, selanjutnya tergantung pada banyaknya sekret dan kondisi
penderita. Penghisapan sekret dilakukan dengan kateter penghisap yang steril dan
disposibel. Pada waktu kateter penghisap dimasukkan ke dalam trakea, tidak
boleh dalam keadaan negatif. Lama setiap penghisapan kurang lebih 10-15 detik.
Antara penghisapan dengan penghisapan berikutnya diberi selang waktu
beberapa saat agar udara paru tidak banyak terhisap, dengan demikian residual
volume tidak banyak berkurang. Setelah ujung kateter penghisap sampai di

126
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
bronkus (kurang lebih 15-20 cm pada individu dewasa) dilakukan penghisapan
perlahan-lahan sambil memutar kateter penghisap.
Kateter penghisap yang digunakan memiliki diameter sepertiga diameter
tube, dengan ujung kanul tumpul dan lunak. Sebelum melakukan penghisapan
sebaiknya penderita diberi oksigen selama 2-3 menit, bila didapat sekret kental
dapat diberi larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) beberapa tetes sebelum
dilakukan penghisapan.
Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya
dilakukan oleh saluran nafas bagian atas menghilang. Untuk itu perlu dilakukan
humidifikasi buatan sebagai pengganti mekanisme tersebut. Cara-cara
humidifikasi udara inspirasi antara lain:
a. Condensor humidifier. Alat ini dipasang pada kanul trakea. Pada waktu
ekspirasi uap air mengembun pada lempeng-lempeng kondensor. Alat ini
harus diganti setiap 3 jam.
b. Dengan melewatkan udara inspirasi pada reservoir yang kelembabannya
diatur dengan thermostat. Alat ini relative lebih efisien.
c. Secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan kasa yang telah
dibasahi dengan air steril di depan lubang kanul.

127
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
KOMPETENSI : PERAWATAN TRACHEOSTOMI
WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
ASPEK YANG DINILAI
Ya Tdk
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
a. Peralatan suction
● Troly
● Mesin suction portabel atau sentral
● Kateter suction
● Stetoskop
● Aquades steril dalam kom
● Kassa steril dalam kom
● Canul suction dengan berbagi ukuran (<1/2
diameter jalan nafas)
● Dressing jar berisi desinfektan (lysol 0,5%)
b. Kit trakeostomi yang berisi set rawat luka
● Gunting heacting 1 buah
● Pinset anatomi 3 buah
● Cucing untuk tempat NaCl 0,9%
● Cotton swab sesuai kebutuhan
● kasa steril 4x4 cm secukupnya
● Kasa steril
c. Anak kanul steril
d. Desinfektan dalam kom (chlorin 1%)
e. Kit perawatan anak kanul berisi:
● Sikat kanul
● Kom berisi H2O2
● Kom air steril,
f. Normal Salin : 1 flash
g. Handscoen steril : 2 pasang
h. Perlak kecil : 1 buah
i. Bengkok 2 buah; 1 berisi (chlorin 1%) untuk
merendam alat dan 1 untuk tempat sampah
j. Hand rub: 1 botol
k. Tali pita (katun) sesuai kebutuhan
l. Korentang
m. gunting

128
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
n. spuit 5 cc
o. Obat-obatan sesuai indikasi
4. Cuci tangan efektif
TAHAP ORIENTASI
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama
dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
1. Sediakan privasi bagi pasien : tutup sampiran
2. Posisikan pasien : semi fowler atau fowler (jika
tidak ada kontraindikasi)
3. Pasang perlak di bawah leher pasien
4. Pasang bengkok
5. Berikan oksigen pre-suction
6. Buka kit trakeostomi dan kit suction, atur alat
7. Cuci tangan efektif
8. Pakai handscoen steril
9. Angkat kasa/ humidifier penutup kanul dengan
tangan non dominan
10. Lakukan suction (prinsip steril) :
● Pasang selang suction dengan kateter suction
● Atur tekanan dan cek di air steril
● Masukkan suction kateter sampai pasien batuk
atau sudah mencapai percabangan bronkus
● Sedot sekret dengan arah memutar
● Berikan oksigen kembali
● Bilas suction kateter pada aquades, bersihkan
dengan kassa steril
● Ulangi suction sesuai kebutuhan
11. Buka kanul dalam/ anak kanul (jika ada). Bersihkan
anak kanul dengan larutan desinfektan H2O2
12. Buka handscoen
13. Cuci tangan
14. Pakai hanscoen steril
15. Suction induk kanul
16. Pasang anak kanul yang baru
17. Berikan oksigen kembali

129
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
18. Lepaskan balutan tracheostomi yang telah kotor
dengan pinset
19. Bersihkan stoma dengan cotton swab yang dibasahi
normal salin untuk sudut sempit
20. Bersihkan dari daerah terdekat ke daerah jauh
21. Beri salf antibiotika pada sekeliling luka
tracheostomi (jika ada indikasi) dengan cotton
swab
22. Tutup dengan kasa steril berbentuk kupu-kupu di
antara stoma menggunakan pinset
23. Ganti pita kanul dengan bantuan pinset. Pegang
kanul saat mengganti pita kanul.
24. Gunting dan lepaskan pita kanul yang lama
25. Keluarkan udara dari cuff tracheostomi biarkan
selama beberapa menit (jika diindikasikan)
26. Isi kembali cuff dengan udara
27. Pasang kasa lembab pada lubang kanul
28. Auskultasi suara nafas
29. Lepas handscoon
30. Cuci tangan efektif
31. Buka sampiran
TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu
dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
DOKUMENTASI
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam
catatan keperawatan

130
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK KARDIORESPIRASI

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG


Jantung dapat diperiksa secara langsung dengan menggunakan empat cara, yaitu
: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada dinding dada.
Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enam area berikut ini :
1. Area aorta (aortic area) : intercostal (ICS) II sebelah dekstra dari sternum
2. Area paru (pulmonal area) : ICS II sebelah sinistra dari sternum
3. Erb’s point : ICS III sebelah sinistra dari sternum
4. Ventrikel kanan atau area trikuspid : ICS IV dan V sebelah sinistra dari
sternum
5. Ventrikel kiri atau area apeks : punctum maksimum, lokasi di dada dimana
kontraksi jantung dapat di palpasi
6. Area epigatrium : dibawah procesus xipoideus
Adapun pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, adalah sebagai berikut :
1. Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatan untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari
bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien.
Tujuan inspeksi pada jantung : untuk melihat bentuk precordium, denyut pada
apeks jantung (iktus cordis), denyut nadi pada dada, dan denyut vena.
2. Palpasi
Tujuan palpasi pada jantung : untuk mengetahui iktus cordis, getaran/ thrill
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian
tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan
pada permukaan tubuh.
Tujuan perkusi pada jantung : untuk menentukan batas-batas jantung (kiri dan
kanan)
4. Auskultasi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
yang terbentuk di dalam organ tubuh.
Tujuan auskultasi pada jantung : untuk menentukan bising I dan II serta bising
jantung.

131
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER
KOMPETEN
Aspek yang dinilai ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
▪ Troly
▪ Stetoskop
▪ Arloji/ jam tangan
▪ Penlight
▪ Tensimeter
▪ Hand rub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang untuk auskultasi
yang adekuat
3. Posisikan pasien dalam posisi supine dengan kepala sedikit
elevasi atau dengan sudut elevasi ±300
4. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada terbuka
5. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan tangan
6. Periksa warna kulit akral (inspeksi)
7. Periksa temperatur dan kelembaban kulit di akral (palpasi)
8. Inspeksi jari tangan adakah perdarahan atau sianosis pada
bantalan kuku atau noda “nicotine staining”
9. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing finger (inspeksi)
132
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
10. Periksa Capillary refill time (CRT) (palpasi) dengan
menekan ujung jari dengan kuat (hingga berwarna pucat) dan
lepaskan dengan cepat hitung waktu kembalinya kuku
berwarna merah muda. Bisa dengan membandingkan dengan
kuku pemeriksa.
11. Periksa turgor kulit dengan mencubit punggung tangan
12. Inspeksi adanya edema. Inspeksi pola vena untuk
mengetahui adanya obstruksi vena (Bickley, 2008)
Pemeriksaan Nadi
13. Periksa nadi radialis meliputi: frekuensi, irama, kualitas,
konfigurasi, dan kualitas pembuluh darah (palpasi)
Tekanan Darah
14. Periksa tekanan darah sistolik dan diastolik sesuai prosedur
(auskultasi)
Kepala dan leher
15. Pada mata periksa adanya xanthelasma (tanda
hiperkolesterolemia)
16. Periksa konjunctiva, sklera
17. Inspeksi bibir dan cuping telinga untuk mengamati adanya
sianosis perifer
18. Instruksikan pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan
lidah untuk melihat adanya sianosis sentral serta kaji oral
higiene pasien.
19. Palpasi ateri karotis d/s: rasakan apakah ada getaran “thrill’
akibat murmur yang keras
20. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis pada leher:
instruksikan pasien untuk menghadap ke sisi berlawanan
dengan vena jugularis yang akan diperiksa.
21. Perhatikan adanya denyut vena jugularis, diukur tegak lurus
dengan dengan “angle of louis”. Normal tidak lebih dari 4
cm (Smeltzer and Bare, 2001)
22. Periksa adanya reflux hepatojugular dengan cara tangan
kanan menekan hepar dengan kuat selama 30-60 detik dan
perhatikan adakah peningkatan JVP kurang lebih 1 cm.
Pemeriksaan fisik jantung (precordium)
23. Inspeksi : bentuk precordium

133
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
Periksa bentuk precordium : inspeksi kesimetrisan dada
kanan dan kiri, kaji apakah ada bekas luka pada bagian dada.
Normal : simetris, tidak ada cekungan dan penggembungan.
Iktus cordis
24. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dan menahan nafas
sejenak
25. Amati adanya iktus cordis (denyut/impuls apikal) di punctum
maximum/apeks jantung: di intercostal IV/V sinistra,
perpotongan dengan linea medioclavicula sinistra (gunakan
senter dengan arah cahaya menyamping jika diperlukan)
Palpasi
26. Saat palpasi anjurkan pasien untuk menahan napas sejenak.
27. Lakukan palpasi di area tersebut dengan menggunakan jari-
jari tangan, catat letak impuls.
Normal : impuls apikal teraba sebagai denyutan ringan di
intercostal IV/V sinistra, perpotongan dengan linea
medioclavicula sinistra.
28. Palpasi impuls ventrikel kanan pada parasternum d/s dan
area epigastrik bila dicurigai adanya “thrill”
29. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri
30. Palpasi: normal: impuls apikal teraba sebagai denyutan
ringan dengan diameter 1-2 cm dan ampiltudo seperti
ketukan
Perkusi :untuk menentukan batas jantung
31. Posisikan pasien supine dengan kepala sedikit elevasi
32. Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari arah lateral sinistra
ke medial
Normal : midclavicular line ICS 3-5 (dulness)
33. Batas kanan jantung : lakukan perkusi dari lateral dekstra ke
medial
Normal : tidak terdeteksi

Auskultasi :
34. Posisikan pasien supine dengan kepala sedikit elevasi
35. Anjurkan pasien untuk menahan nafas
BJ I :

134
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
36. Letakkan stetoskop (diafragma) di intercostal V sinistra,
perpotongan dengan linea medioclavicula sinistra (katup
mitral)
letakkan stetoskop (diafragma) di intercostal IV-V sinistra di
tepi sternum (katup tricuspidalis)
BJ II :
37. ICS II sebelah sinistra dari sternum (daerah pulmonal)
ICS II sebelah dekstra dari sternum (daerah aorta) atau
Catat apakah ada bunyi jantung tambahan
38. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri dan letakkan
stetoskop pada apeks dan basis untuk auskultasi bunyi
jantung tambahan.
Pemeriksaan sacrum, kaki dan tungkai
39. Inspeksi adakah edema pada sacrum
40. Bandingkan kedua tungkai untuk melihat kesimetrisannya
41. Inspeksi tekstur, penyebaran rambut dan warna kulit: pucat,
kemerahan, sianosis, eritema, hangat pada selulitis dan
tromboflebitis.
42. Inspeksi pola vena untuk melihat adanya varises vena
43. Periksa adanya edema dengan menekan daerah ankle (di
malleolus medial) dan dorsum pedis.
44. Palpasi denyut nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior
45. Inspeksi adakah clubbing fingers dan ulkus pada tungkai
bawah.
46. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif

Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

135
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
PEMERIKSAAN FISIK DADA (RESPIRASI)

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan


fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada pemeriksaan dada yang perlu
diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot,
terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien,
untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta
pasien memalingkan muka ke arah samping.
5. Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enam area berikut ini :
6. Area aorta (aortic area) : intercostal (ICS) II sebelah dekstra dari sternum
7. Area paru (pulmonal area) : ICS II sebelah sinistra dari sternum
8. Erb’s point : ICS III sebelah sinistra dari sternum
9. Ventrikel kanan atau area trikuspid : ICS IV dan V sebelah sinistra dari
sternum
10. Ventrikel kiri atau area apeks : punctum maksimum, lokasi di dada dimana
kontraksi jantung dapat di palpasi
11. Area epigatrium : dibawah procesus xipoideus

PENGKAJIAN RESPIRASI

RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang
lalu. Perawat mengkaji pasien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi
klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat
perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien, dimana aspek biografi
yang sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis
kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja)
dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal
serta apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna
bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).

136
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Dapatkan Riwayat :
1. Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetik
2. Riwayat pasien tentang disfungsi pernapasan sebelumnya ; bukti terbaru
penularan terhadap infeksi, alergen atau iritan lain, trauma

Keluhan utama
1. Batuk/Cough
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan penyakit sistem
pernafasan. Tanyakan berapa lama pasien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan).
Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
(misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan
aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif,
kongesti, kering.
2. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek
dan merupakan perasaan subjektif pasien. Perawat mengkaji tentang kemampuan
pasien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika pasien berjalan apakah dia
mengalami dyspnea?. Kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan
gagal jantung kiri.
3. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah
dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic
fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker
paru , abses.
4. Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru.
Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

137
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


1. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker
paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang
menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a. Usia mulainya merokok secara rutin.
b. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia melepas kebiasaan merokok.
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi
4. Tempat tinggal

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


1. Penyakit infeksi tertentu
Khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi
dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui
sumber penularannya.
2. Kelainan alergis,
Seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu;
selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau
kenalan dekat.
Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya
tinggi.
Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk
penyakit tersebut.
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, pasien pada posisi
duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis,
lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.

138
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Ratio fase ini normalnya 1: 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 :
2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh pasien.

3. Kelainan bentuk dada


a. Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada pasien emfisema.
b. Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini
akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c. Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada pasien dengan
kyphoscoliosis berat.
d. Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan
mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada pasien dengan
osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi
thorax.
e. Kiposis: meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae
torakalis menyebabkan pasien tampak bongkok.
f. Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai
rotasi vertebral
4. Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

139
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Observasi pernapasan terhadap


1. Frekuensi – cepat (takipnea) normal, atau lambat untuk anak tertentu
2. Kedalaman – kedalaman normal, terlalu dangkal (hipopnea), biasanya
diperkirakan dari amplitudo torakal dan pengembangan abdomen
3. Kemudahan – kurang upaya, sulit (dispnea) ortopnea, dihubungkan dengan
retraksi intrekostal dan atau substernal, pulsus paradoksus (TD ↓ dgn inspirasi
dan ↑ dgn ekspirasi ), PCH, bobbing head, mengorok atau mengi
4. Pernapasan sulit – kontinu, intermiten, menjadi makin buruk dan menetap,
awitan tiba-tiba, pada saat istirahat atau kerja, dihubungkan dengan mengi,
mengorok, dihubungkan dengan nyeri
5. Irama – variasi dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan

Observasi adanya
1. Bukti infeksi – Peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe servikal,
membran mukosa terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau
paru-paru (sputum)
2. Batuk – karakteristik batuk (bila ada) : dalam keadaan seperti apa batuk
terdengar (mis : hanya malam hari atau pagi hari), sifat batuk (paroksismal
dengan atau tanpa mengi), frekuensi batuk, berhubungan dengan menelan atau
aktivitas lain.
3. Mengi (wheezing) – ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musikal,
memanjang, secara lambat, progresif atau tiba-tiba berhubungan dengan
pernapasan sulit.
4. Sianosis – perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh serta
wajah) derajat, durasi, berhubungan dengan aktifitas
5. Nyeri dada – mungkin merupakan keluhan anak yang lebih besar. Perhatikan
lokasi dan situasi : terlokalisir atau menyebar, menyebar dari dasar leher atau
abdomen, dangkal atau tajam, dalam atau superfisial, berhubungan dengan
pernapasan cepat, dangkal dan mengorok
6. Sputum – anak-anak yang lebih besar dapat memberikan sampel sputum;
perhatikan volume, warna, viskositas dan bau.

Palpasi
1. Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi).

140
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
2. Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika pasien mengeluh nyeri.
4. Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika Berbicara.

Perkusi
Jenis suara Perkusi 🡪 Suara perkusi normal :
1. Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal
2. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
3. Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara

Jenis suara Perkusi 🡪 Suara Perkusi Abnormal :

141
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
1. Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
2. Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat
didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi
jaringan.
Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
Suara nafas normal
1. Bronchial :
2. Sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini dihasilkan
oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang
daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal
terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
3. Bronchovesikular :
4. Merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana
bronchi tertutup oleh dinding dada.
5. Vesikular
6. Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
7. Pengkajian pola pernafasan

142
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Suara nafas tambahan


1. Wheezing :
Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring,
musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui
jalan nafas yang menyempit
2. Ronchi :
Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar
perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan
sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
3. Pleural friction rub :
Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara
seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien
juga mengalami nyeri saat bernafas
4. Crackles
Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli
atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
5. Coarse crackles :
Lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan
terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.

BERBAGAI POLA PERNAPASAN


1. Takipnea : ↑ frekuensi napas
2. Bradipnea : ↓ frekuensi napas
3. Dispea : Distres selama pernapasan
4. Apnea : Penghentian pernapasan
5. Hiperpnea : ↑ kedalaman
6. Hipoventilasi : ↓ kedalaman (dangkal) dan irama tidak teratur
7. Hiperventilasi : ↑ frekuensi dan kedalaman
8. Kusmaul: Hiperventilasi, pernapasan terengah-engah dan sulit
9. Cheyne stokes : Secara bertahap meningkat dlm frekuensi dan
kedalaman dengan periode apnea
10. Biot : Periode hiperpnea yg bergantian dengan apnea (serupa dgn cheyne-
stokes kec kedalaman konstan)
11. Paradoksik : Dinding dada turun pada inspirasi & naik pada ekspirasi

143
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Frekuensi pernapasan normal untuk anak anak


No. Usia Frekuensi (nafas/menit)
1 Bayi Baru lahir 30 – 60 x/menit
2 1 -11 Bulan 30 x/menit
3 2 Tahun 25 x/menit
4 4 Tahun 23 x/menit
5 6 Tahun 21 x/menit
6 8 Tahun 20 x/menit
7 10 Tahun 19 x/menit
8 12 Tahun 19 x/menit
9 14 Tahun 18 x/menit
10 16 Tahun 17 x/menit
11 18 Tahun 16-18 x/menit

Hasil pemeriksaan pernafasan abnormal pada Bronkitis


1. Peningkatan frekuensi nafas
2. Penggunaan otot asesori
3. Retraksi intercostal
4. Ekspirasi memanjang (sering)
5. Peningkatan diameter AP dada (sering)
6. Penurunan intensitas bunyi nafas
7. Crackles
8. Mengi (sering)
9. Crackles dan mengi jelas setelah batuk ( sering)
Kompetensi : PEMERIKSAAN FISIK RESPIRASI
KOMPETEN
Aspek yang dinilai Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
▪ Troly
▪ Stetoskop
▪ Spekulum hidung

144
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
▪ Toungespatel dalam kupet
▪ Arloji/jam tangan
▪ Bengkok
▪ Penlight
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang untuk auskultasi
yang adekuat
3. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada terbuka

Pemeriksaan tangan
4. Inspeksi jari tangan apakah sianosis pada bantalan kuku dan
noda “nicotine staining”
5. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing finger dan (inspeksi)
6. Periksa adakah pembengkakan pada sendi jari tangan
(palpasiI dan tremor (anjurkan pasien untuk mengangkat
tangan ke depan dada.)
7. Palpasi nadi radialis dan lakukan pengukuran RR meliputi:
frekuensi, irama, kualitas.
Kepala dan leher
8. Pada mata periksa konjunctiva untuk melihat anemia
9. Periksa hidung eksternal: amati lesi, asimetri atau inflamasi,
adakah nafas cuping hidung
10. Periksa hidung internal : anjurkan pasien untuk mendongak,
dorong ujung hidung ke atas, pasang speculum hidung, dan
lihat dengan penlight: catat jika ada polip atau obstruksi
11. Mukosa hidung: amati warna, pembengkakan, eksudat, atau
perdarahan

145
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
12. Septum : amati deviasi, perforasi, atau perdarahan
13. Palpasi sinus frontalis (supraorbital) dan maksilaris
(perbatasan pipi dan hidung): tekan bagian tersebut dengan
gerakan ke atas.
14. Anjurkan pasien nafas dalam dan membuka mulut tekan
lidah dengan toungespatel: amati tonsil, uvula dan faring
posterior.
15. Amati lidah dan membran mukosa untuk melihat adanya
sianosis sentral serta kaji oral higiene pasien.
16. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis pada leher:
instruksikan pasien untuk menghadap ke sisi berlawanan
dengan vena jugularis yang akan diperiksa.
17. Perhatikan adanya denyut vena jugularis, diukur tegak lurus
dengan dengan “angle of louis”. Normal tidak lebih dari 4
cm (Smeltzer and Bare, 2001)
18. Dari belakang palpasi kelenjar getah bening leher dan
supraklavikula (lokasi, ukuran, konsistensi, soliter/
multiple, mobilitas, nyeri tekan)
19. Dari depan palpasi trakea dengan menggunakan tiga jari:
adakah deviasi atau tidak.
Pemeriksaan dada
20. Pada pemeriksaan dada depan pasien bisa diposisikan
semifowler atau duduk dengan kedua tangan pasien
diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan
bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan
dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu
kanan. Pemeriksaan dari belakang dapat dilakukan setelah
pemeriksaan dari depan selesai dilakukan.

Inspeksi :
21. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/
infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi, anomali
vaskular, bekas luka.
22. Amati bentuk dan ukuran thoraks: adakah deformitas atau
tidak

146
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
23. Pergerakan pernafasan, simetris atau tidak, amati adakah
penggunaan otot bantu nafas.
24. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis
7, bentuk skapula, torakalis 8 dan bentuk atau jalannya
kolumna vertebralis
Palpasi :
25. Posisi pasien supine dengan kepala sedikit elevasi, posisi
lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan
26. Dari depan kaji ekskursi pernafasan dengan menggunakan
kedua tangan (ibu jari di bawah processus xiphoideus dan
4 jari lainnya di iga lateral) anjurkan pasien untuk nafas
dalam (simetris atau tidak). Pengkajian posterior dilakukan
dengan meletakkan ibu jari setinggi costa 10.
27. Lokasi nyeri dada, dengan menggunakan ibu jari tangan
kanan menyesuri sela tulang iga
28. Taktil vocal Fremitus, dengan meletakkan kedua tangan
bagian ulnar di dinding dada (bukan area bertulang) dan
suruh pasien untuk mengucapkan kata satu, dua dan
seterusnya. Normal getaran dada kanan dan kiri sama
Perkusi : dada depan
29. Posisi pasien semifowler dengan kedua tangan di samping
30. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula
kanan, kemudian lanjutkan ke bagian dada kiri dan
bergerak arah bawah di setiap ICS. Bandingkan getaran
suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup
kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara
hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
Perkusi : dada belakang
31. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
32. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula kanan,
kemudian lanjutkan ke bagian dada kiri
33. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan
dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih

147
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
cepat menghilang , karena adanya keredupan hati (batas
hati dan paru).
Auskultasi : paru depan dan belakang
34. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
35. Tempelkan stetoskop pada dinding dada
36. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut
terbuka
37. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
38. Mulailah dari depan supralavikula kiri dan teruskan kesisi
dinding dada kanan
39. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan
adanya suara napas tambahan
40. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam catatan
keperawatan

PEMERIKSAAN FISIK IMUN HEMATOLOGI

1. Periksa Kondisi Kulit: membran Mukosa🡪lesi, dermatitis, purpura,


urtikaria, inflamasi dan pengeluaran sekret
2. Perhatikan Tanda-Tanda Infeksi
3. Palpasi Kelenjar Limfe Servikal Anterior, Aksilaris, Inguinalis🡪
pembesaran catat lokasi, ukuran, konsistensi dan keluhan nyeri tekan
4. Periksa Sendi🡪 nyeri tekan pembengkakan keterbatasan gerak

148
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali
5. Periksa Status Respiratorik🡪 pantau frekuensi nafas, batuk,suara paru
6. Status Kardiovaskuler🡪 evaluasi adanya hipotensi, tachikardi, aritmia,
vaskulitis, anemia
7. Status Gastrointestinal 🡪 cek hepatosplenomegali, kolitis, vomitus dan diare
8. Status Urogenital 🡪 amati tanda-tanda infeksi ( frekuensi, dysuri ,hematuri,
sekret sekret dari uretra
9. Status Neurosensorik🡪 fungsi kognitif, gangguan pendengaran, perubahan
visual, sakit kepala, migren, ataksia, tetani

149

Anda mungkin juga menyukai