Anda di halaman 1dari 21

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Demam

1. Pengertian Demam

Panas tinggi atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi

daripada biasanya atau di atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang

mengalami gangguan kesehatan. Suhu badan normal manusia biasanya berkisar

antara 36oC-37oC. Jadi, seseorang yang mengalami demam, suhu badannya di atas

37oC. Sebenarnya, suhu badan yang mencapai 37,5oC masih berada di ambang batas

suhu normal. Tentu saja sepanjang suhu tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk

meningkat (Widjaja, 2008).

Demam juga diartikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari 38oC,

pengukuran di rectal. Demam dikenal juga sebagai manisfestasi penting terjadinya

infeksi pada anak-anak (Rudolph, 2006). Demam merupakan respon tubuh terhadap

stimulus yang membahayakan tubuh. Demam juga sebagai indikator penting untuk

menilai perkembangan penyakit (Totapally, 2005). Demam juga berarti suhu tubuh di

atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh

bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan-suhu (Guyton & Hall,

2007). Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di

atas 38°C (Ismoedijanto, 2000). Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh

secara abnormal (Suriadi & Rita, 2010).

Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia

dalam usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau
8

berada di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah bentuk mekanisme

pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit

yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan

terhadap kuman penyakit dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi

yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin

berat penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang dikeluarkan, dan

akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi (Widjaja, 2008).

Suhu tubuh normal dipengaruhi oleh lingkungan, usia, jenis kelamin,

aktivitas fisik, dan suhu udara. Suhu tubuh akan lebih rendah 0,5oC dari rata-rata pada

pagi hari, dan meningkat pada sore hari. Oleh karena itu tidak ada nilai mutlak suhu

tubuh. Rentang suhu tubuh normal yaitu aksila 34,7oC-37,3oC, suhu oral antara

35,5oC-37,5oC, dan suhu rektal antara 36,6oC-37,9oC (Avner, 2009). Ikatan Dokter

Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh normal untuk anak berkisar antara 36,5oC

sampai 37,5oC.

Suhu tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Ball dan Bindler (2003)

menjelaskan bahwa jika suhu tubuh lebih rendah dari normal, terjadi vasokontriksi

untuk mempertahankan panas tubuh. Kelenjar adrenalin akan memproduksi epinefrin

dan norepinefrin. Epinefrin dan norepinefrin tersebut menyebabkan peningkatan

metabolisme, Vasokonstriksi, dan produksi panas. Selanjutnya, dapat terjadi reaksi

“menggigil” (panas dingin) sebagai upaya tubuh meningkatkan produksi panas

berlebihan, tubuh berespon dengan cara meningkatkan suhu. Kondisi ini disertai

dengan peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernafasan. Akhirnya terjadi

Vasodilatasi, kulit tampak kemerahan, terasa hangat saat diraba. Kemudian suhu
9

tubuh akan menurun, anak mulai berkeringat, denyut nadi dan frekuensi pernafasan

kembali normal.

2. Penyebab Demam

Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan anak balita mengalami

demam. Biasanya setiap penyebab demam menimbulkan gejala yang berbeda-beda.

Namun, pada umumnya demam yang diderita oleh anak balita diikuti dengan

perubahan sifat atau sikap, misalnya menurunnya gairah bermain, lesu, pandangan

mata meredup, rewel, cengeng, atau sering menangis, dan cenderung bermalas-

malasan. Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, tumor, stress atau

trauma, mikroorganisme tersebut merangsang makrofag untuk melepaskan pyrogen

dalam pembuluh darah. Pyrogen mengikuti sistem sirkulasi sampai ke hipotalamus.

Pyrogen tersebut memicu produksi prostaglandin. Prostaglandin ini diyakini

meningkatkan titik basal termoregulator tubuh, sehingga menyebabkan demam

(Cimpella, Goldman, & Khine, 2000; dalam Ball & Blinder, 2003).

Demam selain disebabkan oleh infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan

toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Selain itu juga

karena gangguan pusat regulasi suhu sentral yang menyebabkan peninggian

temperatur seperti pada heatstroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral

lainnya (Sodikin, 2012). Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab

infeksi) atau oleh ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya

(Ismoedijanto, 2000).

3. Mekanisme Terjadinya Demam

Demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau

peradangan. Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu


10

(makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen

yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan

thermostat. Hipotalamus sekarang mempertahankannya pada suhu ditingkat yang baru

dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika sebagai contoh, pirogen

endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102°F (38,9°C), hipotalamus mendeteksi

bahwa suhu normal pra-demam terlalu dingin sehingga bagian otak ini memicu

mekanisme-mekanisme respons dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102°F

(38,9oC). Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera

meningkat, dan mendorong vasokontriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran

panas, kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan mengakibatkan terjadinya demam

(Sherwood, 2014).
11

Inflamasi

Makrofag

Pirogen Endogen
Antipiretik

Prostaglandin
Menghambat pembentukan
prostaglandin
Titik patokan panas

Suhu tubuh normal kompres


Inisiasi “respon dingin”
Inisiasi “respon panas”

Produksi panas Pengeluaran Panas


Pengeluaran Panas Produksi panas
- Vasokontriksi pembuluh darah
- Piloereksi
- Penigkatan pembentukan panas Suhu tubuh ketitik - Vasodilatasi pembuluh darah
patokan baru - Berkeringat
- Penurunan pembentukan
panas
Demam
Suhu tubuh

Sumber: Sherwood (2014), Potter & perry (2010), Guyton & Hall (2007),
Kania (2007)
Gambar 1.
Mekanisme Terjadinya Demam
4. Klasifikasi Demam

Widjaja (2008), mengatakan bahwa secara garis besar ada dua klasifikasi

demam yang sering kali diderita oleh anak (dan manusia pada umumnya), yaitu

demam non infeksi dan demam infeksi.


12

a. Demam non infeksi

Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya

bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang terjadi dan diderita oleh

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya kelainan pada

tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non

infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau

kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres, atau demam yang disebabkan oleh

adanya penyakit-penyakit berat, misalnya leukimia atau kanker darah.

b. Demam infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya patogen,

misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Demam

infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara,

misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga termasuk

pada kategori ini sebab imunisasi adalah tindakan yang secara sengaja memasukkan

kuman, bakteri, atau virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan

tujuan membuat anak menjadi kebal terhadap penyakit tertentu.

5. Penatalaksanaan Demam

Kania (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya menurunkan demam pada

anak dapat dilakukan tindakan farmakologis, non farmakologis maupun kombinasi

keduanya.

a. Tindakan Farmakologis

Antipiretik merupakan obat penurun demam (Potter & Perry, 2010).

Antipiretik memberikan kesembuhan yang bersifat simptomis, akan tetapi antipiretik


13

tidak mengubah perjalanan penyakit infeksi biasa pada anak normal (Sodikin, 2012).

Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan

sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan

kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang

berisiko kejang demam (Kania, 2007). Umumnya, antipiretik diberikan kepada anak untuk

menurunkan demam. Antipiretik ini berfungsi menghambat produksi prostaglandin

menyebabkan anak berkeringat dan vasodilatasi (Totapally, 2005). Antipiretik yang sering

digunakan sebagai penurun panas adalah parasetamol (Thomas, et al. 2008).

b. Tindakan Non Farmakologis

Tindakan non farmakologis adalah tindakan tambahan yang diberikan setelah

pemberian antipiretik terhadap penurunan panas. Tindakan non farmakologis tersebut

seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu

normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres (Kania,

2007). Tindakan non farmakologis dilakukan dengan menggunakan metode

pembuangan panas lewat evaporasi, konduksi, konveksi, atau radiasi (Potter & Perry,

2010). Tindakan pendinginan secara tradisional seperti memakai pakaian yang

minimal, memajan kulit dengan udara, menurunkan suhu kamar, meningkatkan

sirkulasi udara, dan pemberian kompres dingin dan lembap pada kulit (misalnya di

dahi) efektif jika diberikan ± 1 jam setelah pemberian antipiretik sehingga set point

dapat menurun (Sodikin, 2012).

B. Suhu

1. Pengertian Suhu

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan

jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Panas yang dihasilkan dikurangi panas yang
14

hilang adalah suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu normal adalah 36,5oC-37,5oC (Huda,

2013).

2. Pengaturan Suhu

Suhu tubuh manusia diatur oleh suatu mekanisme umpan balik yang berada dipusat

pengaturan suhu yaitu hipotalamus. Pengaturan suhu suatu mekanisme, pada saat pusat

temperatur di hipotalamus mendeteksi adanya suhu tubuh yang terlalu panas, maka tubuh akan

melakukan umpan balik. Mekanisme umpan balik ini akan terjadi bila suhu inti tubuh sudah

melewati ambang batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, atau yang disebut titik

tetap (sodikin, 2012). Titik tetap (Set point) tubuh dipertahankan supaya suhu inti tubuh tetap

konstan pada kisaran 37oC. Pada saat suhu meningkat melebihi titik tetap, maka keadaan ini

akan merangsang hipotalamus untuk melakukan berbagai mekanisme agar suhu mampu

dipertahankan dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas

sehingga suhu kembali pada titik tetap, tubuh akan menjalankan suatu mekanisme untuk

meningkatkan produksi panas dan menurunkan laju penurunan panas tubuh dari lingkungan

(Sodikin, 2012).

3. Produksi Panas

Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf memiliki peran penting dalam

mendistribusikan panas dalam tubuh. Suhu lingkungan yang panas atau adanya peningkatan

suhu tubuh, pusat pengaturan suhu di hipotalamus akan mempengaruhi serabur eferen pada

sistem saraf autonom untuk melebarkan pembuluh darah. Peningkatan aliran darah dikulit

menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit ke sekitarnya dalam

bentuk keringat (Sodikin, 2012). Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek

peningkatan suhu tubuh yang melewati batas kritis. Pengeluaran keringat menyebabkan

peingkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1oC akan
15

menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas

tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar (Sodikin, 2012).

4. Kehilangan Panas

Menurut Sodikin (2012), proses kehilangan panas melalui 4 cara yaitu :

a. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain

tanpa keduanya bersentuhan.

b. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara atau cairan yang melindungi

permukaan kulit.

c. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas antara 2 objek secara langsung pada suhu yang

berbeda.

d. Evaporasi

Evaporasi adalah penguapan air dari kulit yang dapat memfasilitasi perpindahan panas

tubuh, misalnya berkeringat.

C. Balita

1. Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih

popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Menurut

Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-

3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih

tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi,
16

buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.

Namun kemampuan lain masih terbatas.

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang

manusia. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu menjadi penentu keberhasilan

pertumbuhan dan perkembangan anak diperiode selanjutnya. Masa tumbuh kembang

diusia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,

karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.

2. Pertumbuhan Balita

Secara umum pertumbuhan setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya

senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Erly 2015):

a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal).

Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha

menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.

b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak

akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam,

sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.

c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi

keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-

lain. Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif.

Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan

intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi

organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Dalam hal ini

perkembangan sistem pernafasan dan kardiovaskuler anak balita belum matang, anak

balita memiliki tingkat metabolisme yang lebih cepat, yang memerlukan curah
17

jantung lebih tinggi, pertukaran gas yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan

kalori yang lebih tinggi perkilogram berat badan dibandingkan orang dewasa. Hal ini

menyebabkan awitan penyakit pada anak seringkali mendadak dan penurunan dapat

berlangsung dengan cepat (Slepin, 2006).

D. Tepid Sponge

1. Pengertian Tepid Sponge

Tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol

kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan

pada pasien yang mengalami demam tinggi (Hidayati, et al, 2014). Tepid sponge

adalah proses menggosok dengan air hangat untuk mengurangi suhu tubuh dengan

penguapan. Suhu air yang digunakan untuk tepid sponge adalah 26 - 32°C (Jaypee,

2007). Tepid sponge bath adalah suatu prosedur yang diberikan kepada pasien dengan

tujuan untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh dengan menggunakan air

hangat (Dagoon, et al, 2007). Jadi tepid sponge adalah suatu prosedur yang diberikan

kepada pasien untuk menurunkan atau mengurangi suhu tubuh melalui evaporasi dan

konduksi dengan menggunakan air hangat.

2. Tujuan dan manfaat Tepid Sponge

Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh

pada pasien yang mengalami hipertermia (Hidayati, et al, 2014). Manfaat tepid sponge

adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa

nyaman, dan mengurangi nyeri yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari

demam (Hamid, 2011).


18

3. Mekanisme Tepid Sponge

Pemberian tepid sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak

berkeringat. Tepid sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh

sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan

dilakukan tepid sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar keringat

untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu

tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Maharani, 2011).

4. Prosedur Pelaksanaan Tepid Sponge

Prosedur pelaksanaan tepid sponge (Maharani, 2011) :

a. Persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid sponge.

2) Persiapan alat meliputi baskom untuk tempat air hangat (35°C),

lap mandi/wash lap 6 buah, handuk mandi 2 buah, handuk good morning 2 buah,

handscoon, termometer suhu tubuh, termometer air, dan buku catatan

b. Prosedur Pelaksanaan

1) Cuci tangan

2) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tindakan tepid sponge.

3) Ukur suhu tubuh klien dan catat pada buku catatan. Catat waktu pengukuran suhu

tubuh pada klien.

4) Buka seluruh pakaian klien dan alasi klien dengan handuk mandi.

5) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau lap

mandi. Letakkan wash lap di dahi klien, aksila, dan lipatan paha.
19

6) Mengelap bagian ekstremitas, punggung, dan bokong dengan tekanan lembut

yang lama, lap seluruh tubuh, lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu

air (35°C).

7) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu

ulangi prosedur yang sama.

8) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu

tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan handuk mandi dan

keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

9) Rapikan alat dan kemudian cuci tangan.

10) Catat suhu tubuh klien sebelum dilakukan tindakan tepid water sponge, kemudian

lakukan pegukuran kembali suhu tubuh klien 15 menit setelah dilakukan tindakan

tepid water sponge.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ashshafa pada tahun 2017 mengenai pengaruh

tepid sponge terhadap perubahan suhu tubuh anak usia prasekolah yang mengalami

demam di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak, menunjukkan bahwa

suhu tubuh sebelum diberikan intervensi tepid sponge memiliki nilai rata-rata 38,288

dan suhu tubuh sesudah diberikan intervensi tepid sponge memiliki nilai rata-rata

37,763 yang berarti adanya pengaruh yang signifikan pemberian tepid sponge terhadap

perubahan suhu tubuh anak usia prasekolah yang mengalami demam di RSUD Sultan

Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak.

2. Kusnanto, Widyawati, dan Cahyani mengenai efektivitas tepid sponge bath

suhu 32oC dan 37oC dalam menurunkan suhu tubuh anak demam pada tahun 2008

menunjukkan Penurunan suhu tubuh setelah dilakukan pemberian tepid sponge bath
20

dengan air hangat dengan suhu 32oC sebesar 0,523oC dan rerata penurunan suhu tubuh

setelah dilakukan pemberian tepid sponge bath dengan air hangat dengan suhu 37oC

sebesar 0,815oC. Hal ini berarti pemberian tepid sponge bath dengan air hangat suhu

32oC maupun air hangat suhu 37oC efektif menurunkan suhu tubuh pada anak demam

3. Penelitian yang dilakukan oleh Zahroh dan Khasanah pada tahun 2017

mengenai efektivitas pemberian kompres air hangat dan sponge bath terhadap

perubahan suhu tubuh pasien anak gastroentritis yaitu suhu tubuh sebelum diberikan

kompres air hangat adalah 37,4oC dan setelah diberikan kompres hangat menjadi

37,3oC sedangkan rata-rata suhu tubuh sebelum pemberian sponge bath 37,6oC dan

setelah pemberian sponge bath menjadi 37,3oC. Hal ini menunjukkan bahwa

efektivitas pemberian sponge bath terhadap perubahan suhu tubuh lebih efektif

dibandingkan dengan kompres air hangat karena sponge bath pengompresannya

dilakukan di seluruh tubuh sedangkan kompres air hangat hanya dilakukan pada

daerah dahi saja.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Liliek, Rizki, dan Mariah mengenai efektivitas

kompres hangat dengan tepid water sponge terhadap penurunan demam pada pasien

yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten

Cirebon, maka dapat dijelaskan bahwa rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan tindakan

kompres hangat dengan tepid water sponge pada pasien yang mengalami kejadian

demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon mengalami

penurunan suhu tubuh. Hal ini berarti terdapat efektivitas kompres hangat dengan

tepid water sponge dalam menurunkan demam pada pasien yang mengalami kejadian

demam.
21

5. Penelitian yang dilakukan oleh kusumo pada tahun 2016 mengenai perbedaan

penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dengan tepid sponge bath

pada anak demam menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara suhu

sebelum dilakukan kompres air hangat dengan suhu sesudah dilakukan kompres air

hangat serta ada perbedaan signifikan antara suhu sebelum dilakukan pemberian tepid

sponge bath dengan suhu sesudah tepid sponge bath dan ada perbedaan penurunan

suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath pada anak

demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya.

F. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasi variabel – variabel yang akan diteliti dan diamati yang berkaitan

dengan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kerangka konsep dalam

melakukan penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Farmakologi :
Etiologi : Pemberian
1. Virus (Influenza, Antipiretik
Pneumonia, dan
Diare)
2. Aktivitas fisik Hipertermia
Intensifpada Non
Farmakologi : Penurunan
mj46
cuaca panas
Teknik Tepid Suhu Tubuh
3. Dehidrasi
Water Sponge

Sumber : (Alves, 2008; El Radhi, 2009: Hartini, 2012; Sodikin, 2012;


Widagdo, 2012)
Gambar 2.
Kerangka teori
22

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang dibangun berdasarkan

hasil study empiris terdahulu sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Dengan

kata lain kerangka konsep diartikan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lain atau variabel – variabel dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Teknik Tepid Mengatasi Demam


Water Sponge Pada Balita

Gambar 3.
Kerangka Konsep

H. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Pengertian lain dari variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2014).

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah teknik tepid water sponge sesuai

dengan panduan penelitian.

2. Variabel Dependen

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh balita usia 1-5 tahun

yang mengalami demam.


23

I. Hipotesis

Hipotesis dalam suatu penelitian menurut Notoatmodjo (2014) merupakan

jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, patokan duga, atau diil sementara, yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Berfungsi untuk menentukan

arah pembuktian, artinya hipotesis merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.

Berdasarkan kerangka konsep, hipotesis penelitian ini adalah “Teknik Tepid Water

Sponge efektif dalam mengatasi demam pada balita usia 1-5 tahun.

J. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan serta pengembangan

alat ukur. Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati

atau diteliti, lalu diberi batasan yang disebut dengan “Definisi Operasional”

(Notoatmodjo, 2014). Definisi Operasional dalam penelitian ini adalah :

Tabel 1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Penurunan Selisih derajat Mengukur Termometer Derajat Rasio


Suhu celsius suhu tubuh suhu aksila digital celsius
Tubuh sebelum dan sesudah menggunakan aksila suhu tubuh
dilakukan intervensi termometer sebelum
tindakan tepid water dan setelah
sponge selama 15 dilakukan
menit intervensi

Teknik Tindakan Observasi Langkah- Dilakukan


Tepid memandikan anak langkah Tindakan
water dengan cara dilap tindakan tepid water
sponge menggunakan air pemberian Sponge
hangat (35oC) tepid water
selama 15 menit sponge
lamanya prosedur
dilakukan.
24

K. Etika Penelitian Kesehatan

Penelitian kesehatan pada umumnya menggunakan manusia sebagai objek

yang diteliti di satu sisi, dan sisi yang lain manusia sebagai peneliti atau yang

melakukan penelitian. Hal ini berarti bahwa ada hubungan timbal balik antara orang

sebagai peneliti dan orang yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Oleh sebab itu dalam

pelaksanaan penelitian kesehatan khususnya, harus diperhatikan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dalam melakukan penelitian. Secara rinci hak dan kewajiban itu

adalah :

1. Hak dan Kewajiban responden

Hak-hak responden :

a. Hak untuk dihargai privacy-nya:

Privacy adalah hak setiap orang. Semua orang mempunyai hak untuk

memperoleh privacy atau kebebasan pribadinya termasuk responden sebagai objek

penelitian di tempat kediamannya masing-masing.

b. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan:

Informasi yang akan diberikan oleh responden adalah miliknya sendiri, maka

kerahasiaan informasi tersebut dijamin oleh peneliti. Apabila informasi tersebut diolah

peneliti maka bentuknya bukan informasi individual dari orang per orang dengan

nama tertentu, tetapi dalam bentuk agregat atau kelompok responden. Oleh sebab itu,

nama responden tidak perlu dicantumkan, cukup dengan kode-kode tertentu saja.
25

c. Hak memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan akibat dari informasi yang

diberikan:

Apabila informasi yang diberikan itu membawa dampak terhadap keamanan

atau keselamatan bagi dirinya atau keluarganya maka peneliti harus bertanggung

jawab terhadap akibat tersebut.

d. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi:

Apabila semua kewajiban telah dilakukan, dalam arti telah memberikan

informasi yang diperlukan oleh peneliti atau memberikan informasi yang diperlukan

oleh peneliti atau pewawancara, responden berhak menerima imbalan atau kompensasi

dari pihak pengambil data atau informasi.

Kewajiban Responden:

Setelah adanya informed concent dari responden atau informan, artinya responden

sudah mempunyai keterikan dengan peneliti berupa kewajiban untuk memberikan

informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, tetapi hal tersebut tidak berlaku selama

belum ada informed concent.

2. Hak dan Kewajiban Peneliti

Hak Peneliti:

Bila responden bersedia dimintai infonya dengan cara mengisi formulir informed

concent maka peneliti mempunyai hak untuk memperoleh informasi sejujur-jujurnya

dan selengkap-lengkapnya. Apabila hak ini tidak diterima oleh responden maka

responden perlu diingatkan kembali terhadap informed concent yang telah diberikan.
26

Kewajiban Peneliti :

a. Menjaga Privacy Responden:

Dalam etika penelitian peneliti lebih rendah dibandingkan responden, oleh

karena itu dalam melakukan wawancara atau memperoleh informasi peneliti harus

menyesuaikan diri dengan responden tentang waktu dan tempat dalam melakukan

wawancara atau pengambilan data, sehingga responden tidak merasa terganggu

privacy-nya.

b. Menjaga kerahasian responden:

Peneliti tidak dibenarkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang

apapun yang diketahui oleh peneliti diluar untuk kepentingan atau tujuan penelitian

dikarenakan hal-hal yang terkait dengan responden harus dijaga kerahasiannya.

c. Memberikan Kompensasi :

Kewajiban peneliti setelah informasi yang diperlukan telah diperoleh dari

responden adalah dengan memberikan penghargaan lain seperti kenang-kenangan

sebagai apresiasi peneliti terhadap responden dan bukan hanya sekedar ucapan terima

kasih saja kepada responden.


27

Anda mungkin juga menyukai