Anda di halaman 1dari 53

Kumpulan Skripsi

perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air

biasa pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada

pasien febris

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Suhu badan pada kondisi demam dapat digunakan sebagai salah satu ukuran
penting yang dapat memberi petunjuk mengenai memburuk atau membaiknya
keadaan penderita. Demam merupakan suatu pertanda adanya gangguan kesehatan
dan hanyalah suatu keluhan dan bukan suatu diagnosis. Sebagai suatu keluhan
demam merupakan keluhan kedua terbanyak setelah nyeri, jadi merupakan suatu hal
yang sangat penting untuk diketahui lebih banyak tentang demam (Kadang, 2002).
Demam yang berarti suhu tubuh
diatas batas normal biasa, dapat di
sebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri
atau oleh zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit
bakteri tumor otak atau dehidrasi (Guyton,
1999). Demam mengacu pada peningkatan
suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau
peradangan sebagai respon terhadap invasi
mikroba, sel-sel darah putih tertentu
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal
dengan sebagai pirogen endogen yang
memiliki banyak efek untuk melawan infeksi
(Sherwood, 2001). Deman adalah keadaan
dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C
atau lebih.Ada juga yang mengambil
batasan lebih dari 37,80 °C. Sedangkan bila
suhu tubuh lebih dari 400 °C disebut
demam tinggi (Hiperpireksia),(Julia, 2000
1

).
Secara garis besar ada dua kategori demam yaitu demam infeksi dan
demam non infeksi. Demam infeksi merupakan demam yang terjadi sebagai
respon tubuh terhadap peningkatan set-point seperti flu, radang tenggorokan,
gondongan, campak, demam berdarah, demam Thypoid, GE dan
sebagainya. Demam noninfeksi yaitu peninggian suhu tubuh karena
pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set-
point seperti pada penderita gondok/keracunan aspirin (Widjaja, 2001).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus demam di
seluruh dunia mencapai 18-34 juta, Anak merupakan yang paling rentan terkena
demam, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir
semua daerah endemik, insidensi demam banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun
(Niken jayanti,2011).
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam di frekuensi
menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia
dari tahun 1981sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita
sekitar 35,8%. (Suriadi, 2010)
Dari hasil survey awal yang di lakukan peneliti pada tanggal 28
Oktober 2011 di UPT Puskesmas Mantup tahun 2011 jumlah pasien demam
(Thypoid, Febris, GE) yang di rawat inap pada bulan Juli sebanyak 49 orang atau
(30,4%) penderita,dan pada bulan Agustus sebanyak 55 orang atau (34,2%)
sedangkan pada bulan September sebanyak 57 orang atau (35,4%), dan rata – rata
suhu tubuh pada pasien febris sekitar 37,5°C - 40°C.
Dari data di atas menunjukkan dari bulan ke bulan jumlah
penderitaThypoid,Febris,GE yang mengalami febris semakin meningkat itu
artinya masih banyaknya pasien febris dengan suhu tubuh tinggi.
Adapun faktor-faktor yang dapat digunakan dalam penurunan suhu tubuh
febris diantaranya obat-obatan tradisional, obat antipiretik, serta kompres panas dan
dingin, (Kozier, 2000). Kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli),
kompres dingin basah (air biasah), kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan
selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).
Kenyataan lain yang ditemukan dilapangan, pelaksanaan kompres sebagai
salah satu tindakan mandiri untuk menangani demam masih juga sering dilupakan,
dan kalaupun dilaksanakan, kompres kebanyakan dilakukan di daerah dahi
( frontal ) (Suriadi, 2010), padahal pada kenyataanya tubuh yang memiliki aliran vena
besar lebih peka terhadap penurunan suhu tubuh, seperti leher,ketiak ( Axila ). Organ
intra abdomen merupakan reseptor yang lebih peka terhadap suhu dingin (Artur C
Gayton 2002). Sedangkan daerah vena besar, dirasakan cukup efektif karena adanya
proses vasodilatasi dengan pemberian kompres hangat dan kompres air biasa untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh. selain itu juga pemberian kompres
hangat dan kompres air biasah pada daerah axillaris lebih mudah dilakukan daripada
pada daerah organ intra abdomen maupun daerah leher dan dahi (frontal).
Kompres hangat merupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Barbara
R Hegner, 2003). Sesuai dengan reseptor suhu tubuh bagian dalam, maka penurunan
suhu tubuh dengan pendinginan dapat dilakukan pada bagian Hypotalamus, medula
spinalis, organ dalam abdomen dan di sekitar vena-vena besar (Artur C.Guyton,
1997).
Pemberian kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah axilaris lebih
efektif karena pada daerah axilaris banyak terdapat pembulu darah besar dan banyak
terdapat kelenjar keringat apokrin (Elizabeth J. Crowin,2002). Sesuai dengan teori
radiasi,vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk memperluas
penyebaran suhu tubuh yang meningkat keluar. Dengan kompres hangat dan kompres
air biasah pada daerah yang mempunyai vascular yang banyak, maka akan
memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit,
akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, akan
memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali
lipat lebih banyak (Anas Tamsuri,2007).
Kompres dengan air hangat dengan menggunakan suhu 26 – 34ºC (80 – 93ºF).
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh
akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh
akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur
suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi dikulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat
pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh
(Suriadi, 2001).
Kompres dengan air biasa pada daerah axillaris dengan menggunakan
suhu 18 – 26ºC (65 – 80ºF). Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan
tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas
tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air
es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat
keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan),
(Yohmi, 2008). Dengan hal ini di harapkan, proses penyesuain suhu tubuh dengan
lingkungan akan berlangsung lebih cepat. Namun, sebagai seorang perawat
pemberian intervensi keperawatan lebih di tekankan pada pemberian tindakan
mandiri, di luar penangan kolaborasi farmakologi. Hal ini dapat dilihat dari intervensi
keperawatan pada diagnose keperawatan hipertermia (Anas Tamsuri,2006).
Demam dapat membahayakan apabila timbul demam tinggi. Demam
tinggi atau hipereksia adalah demam yang mencapai 41,1°C (106°F) atau
lebih. Pada demam tinggi dapat terjadi alkalosis respiratorik, asidosis
metabolik, kerusakan hati, kelainan EKG, dan berkurangnya aliran darah otak
(Wash, 2000). Selain itu juga dampak yang dapat di timbulkan jika febris
tidak di tangani menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan
menyebabkan syok, epilepsy, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar,
(Andrea Reich,2011).
Pada suhu yang tinggi bisa membahayakan bila suhu rektal diatas 41°C untuk
waktu yang lebih lama akan timbul sejumlah kerusakan otak permanen dan berakibat
fatal (Ganong, 2000). Oleh karena itu penanganan demam perlu ditekankan sehingga
pengobatan atau tindakan kompres penurun suhu tubuh sangat dianjurkan secepat
mungkin diberikan untuk menghindari akibat yang lebih parah (Guyton, 2002).
Ada banyak cara yang dilakukan untuk mengobati demam. Cara yang paling
sering digunakan tentu saja meminum obat penurun demam seperti paracetamol
ataupun ibuprofen. Selain itu tentu saja mengobati penyebab demam, bila karena
infeksi oleh bakteri maka diberikan antibiotik untuk membunuh bakteri. Tetapi obat-
obatan saja tidak cukup, sehingga perlu dilakukan kompres untuk membantu
menurunkan demam ( Sulastowo, 2008 ).
Selain cara diatas upaya – upaya yang dapat kita lakukan untuk menurunkan
suhu tubuh yaitu mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat,
beri kompres, beri obat penurun panas. Ada beberapa teknik dalam memberikan
kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah,
kompres hangat kering ( buli – buli ), kompres dingin basah, kompres air biasa,
kompres dingin kering ( kirbat es ), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran,
busur panas ( Yohmi, 2008 )
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan study dengan
metode keperawatan pasien febris, yang di maksud peneliti metode keperawatan
pasien febris adalah”Kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah axillaris
terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus studi yang telah di jelaskan
peneliti diatas maka dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut:
”Adakah perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air
biasa pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris di UPT
Puskesmas Mantup Lamongan?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menentukan efektifitas perbedaan pemberian kompres hangat dan
kompres air biasa pada daerah axillaris pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup
Lamongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1). Mengidentifikasi derajat penurunan suhu tubuh dengan pemberian kompres hangat
pada daerah axillaris pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
2). Mengidentifikasi derajat penurunan suhu tubuh dengan pemberian kompres air biasa
pada daerah axillaris pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
3). Menganalisis perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air biasa
pada daerah axillaris pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Akademis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan sekaligus
sebagai ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan yang dapat
disosialisasikan dikalangan institusi keperawatan dan sebagai buku bacaan bagi
mahasiswa Stikes Muhammadiyah Lamongan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Klien
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi klien agar dapat
mengetahui bagaimana cara menurunkan suhu tubuh panas.
2) Bagi Institusi Rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai protap rumah sakit dalam melakukan
tindakan keperawatan dalam menurunkan suhu tubuh panas.
3) Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi dalam
mengembangkan perancanaan keperawatan pada pasien demam/febris.
4) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan buat
pembacanya mengenai keperawatan pada pasien febris.
5) Bagi peneliti yang akan datang
Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan kususnya

ilmu keperawatan untuk dapat diteliti lebih lanjut.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan tentang: (1)


Konsep Dasar Suhu, (2) Febris, (3) Kompres, (4) Kerangka konsep, (5)
Hipotesis
Penelitian.

2.1 Konsep Dasar Suhu


2.1.1 Pengertian Suhu
Adalah Keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dan
pelepasan panas dalam tubuh manusia (Chris Brooker, 2008).
2.1.2 Ada 2 Jenis Suhu Tubuh :
Menurut (Chris Brooker, 2008), suhu tubuh pada manusia di bagi
menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut:
1) Core temperature (Suhu inti )
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga
abdomen dan rongga pelvis.
2) Surface temperatur
Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. suhu ini berbeda, naik
turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
2.1.3 Suhu Tubuh Normal
Menurut (W. F. Ganong, 2002), suhu tubuh pada manusia, nilai
normal tradisional untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC (98,6), tetapi pada
sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral pagi
hari rata-rata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan demikian,
95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar
36,3 – 37,1ºC. Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan
besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan
bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya.
Suhu rectum dipertahankan secara ketat pada 32ºC. suhu rectum dapat
mencerminkan suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di
pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal
0,5º C lebih rendah daripada suhu rectum.
Tabel 2.1 Variasi suhu tubuh pada orang yang sama

Oral Axial Rectal

Suhu rata-rata 37ºC 36,4ºC 37,6ºC

Rentang 36,5-37,5ºC 36-37ºC 37-38,1ºC

2.1.4 Teori proses penurunan suhu tubuh


Menurut Asmadi (2008) mengklarifikasikan proses penurunan suhu
tubuh menjadi 4 (empat) yaitu:
1) Radiasi: Adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek kepermukaan
objek lain, tanpa hubungan antara dua objek.
2) Konduksi: Adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul
lain. Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan
antara molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh ketika
badan direndamkan
kedalam air es. Jumlah perpindahan panas tergantung pada perbedaan
suhu, besar dan lama hubungan (kontak).

3) Konveksi: Adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya jumlah


sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini
meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan
panas dalam jumlah kecil melalui konveksi.
4) Evaporasi: Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan dan
dari mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus menerus dan
tidak tampak ini disebut kehilangan air yang tidak dapat dirasakan. Jumlah
kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-kira 10% dari produksi panas
basal. Pada saat suhu tubuh meningkat, jumlah evaporasi untuk kehilangan
lebih besar.
2.1.5 Pengaturan suhu tubuh
Menurut (W.F.Ganong, 2002), dalam tubuh manusia, panas dihasilkan
oleh gerakan otot, asilmilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang
berasal dalam tingkat metabolisme). Sistem yang mengatur suhu tubuh ada
3 bagian utama: 1) Sensor pada kulit, 2) Inti integrator dalam hypothalamus,
3) Sistem effektor yang mengatur produksi dan pembuangan panas
Sebagian besar sensori atau penangkap sensori ada dikulit. Kulit lebih
menangkap respon dingin daripada panas. Adapun panca indra kulit
mendeteksi dingin lebih efesien dari panas. Untuk merasakan perubahan
suhu tubuh dan suhu sekitarnya, thermoreseptor ditempatkan sebagian besar
dikulit dan otak, dimana
neuron thermosensitif didalam Preoptik – Anterior Hyotalamus (PO-AH)
merasakan suhu dalam darah yang melewati daerah yang banyak terdapat
pembuluh darahnya. Pokok informasi ini dan yang dari bermacam-macam
reseptor tepi, kedua syaraf bertemu di hypothalamus anterior dan posterior
mengkoordinasikan aktifitas yang dibutuhkan untuk keseimbangan suhu
tubuh dalam batas yang tipis. Didalam respon untuk peningkatkan suhu
tubuh, neuron dihypothalamus melakukan rangkaian proses
yang menghasilkan kehilangan panas, termasuk vasodilatasi perifer dan
berkeringat. Sebuah penurunan suhu sekitar, dibutuhkan sebuah rangkaian
kejadian diantaranya vasokonstruksi perifer, piloereksi, peningkatan
metabolisme dan menggigil untuk mempertahankan panas. Pada saat kulit
menjadi sangat dingin diseluruh tubuh ada 3 proses fisiologis
untuk meningkatkan suhu.
1. Menggigil, meningkatkan produksi panas
2. Berkeringat dicegah untuk menurunkan kehilangan panas
3. Vasokonstriksi mengurangi kehilangan panas
Integrator hypothalamus, pusat yang mengontrol suhu inti, terletak
pada area preoptik dihypotalamus. Pada saat sensor dihipotalamus
mendeteksi panas akan mengeluarkan sinyal, dimaksudkan untuk
mengurangi suhu. Hal itu untuk menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas. Pada saat sensor dingin dirangsang,
sinyal mengeluarkan untuk menghasilkan produksi panas dan mengurangi
pangeluaran panas. Sinyal dari reseptor peka suhu dingin dihypotalamus
mulai pengaruh, seperti vasokonstriksi. Menggigil, dan melepaskan epinefrin,
yang meningkatkan metabolisme sel dan menyebabkan produksi
panas. Ketika reseptor yang peka terhadap panas dihypotalamus dirangsang,
system effektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hypotalamik (Wolf, 1999). Lalu, ketika system ini dirangsang, orang dengan
sadar akan membuat penyesuaian yang tepat seperti memakai baju
tambahan didalam merespon dingin atau memutar kipas didalam
merangsang panas (A.C.Gayton, 2000).
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persyarafan
umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat
pengaturan suhu yang terletak dihypotalamus. Agar mekanisme umpan balik
ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk
menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin
(Gayton 2000). Diana Weedman (1999) juga menjelaskan tentang peranan
Reticulo Formation sebagai tempat bertemunya inti dalam batang otak yang
menerima bermacam-macam input dari sumsum tulang belakang,
diantaranya adalah informasi tentang temperatur kulit yang dilanjutkan
kepada Hypotalamus. Hypothalamus juga mempunyai beberapa
reseptor intrinsik. Termasuk thermoregulator dan osmoreseptor untuk
memonitor suhu dan keseimbangan ion secara berkesenambungan.
2.1.5.1 Konsep “ set-poin” untuk Pengaturan Temperatur
Menurut (Yohmi, 2008), pada temperatur inti tubuh yang kritis pada
tingkat hampir 37,1ºC terjadi perubahan kritis pada kecepatan kehilangan
panas dan kecepatan pembentukan panas. Pada temperatur diatas
37,1ºC kecepatan kehilangan panas lebih besar dari kecepatan pembentukan
panas sehingga temperatur tubuh turun dan mencapai kembali tingkat
37,1ºC.
2.1.6 Gangguan pengaturan suhu tubuh
Menurut (Chris Brooker, 2008), berpendapat bahwa gangguan
pengaturan suhu tubuh manusia adalah sebagai berikut:
1. Pireksia dan Hiperpireksia
Pireksia (Suhu 37,6 - 40°C) dan hiperpireksia ( > 40°C) merupakan
kondisi utuhnya mekanisme termoregulasi tetapi suhu tubuh di pertahankan
pada angka yang tinggi, infeksi adalah penyebab utama pireksia, penyebab
pireksia yang lain adalah dehidrasi, obat-obatan tertentu, keganasan,
pembedahan trauma berat, infark miokardium akut, reaksi tranfusi darah,
gagal jantung dan hipertiroid.
2. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme
termoregulasi. Terdapat disfungsi hipotalamus, kondisi ini disebabkan oleh
masalah sistem saraf pusat (SSP) dan tidak berespon terhadap terapi anti
piretik, suhu 41 - 43°C menyebabkan kerusakan saraf, koagulasi dan
konvulsi.
3. Hipotermia
Suhu inti yang berkurang dari 35°C, hampir semua proses
metabolisme dapat di pengaruhui oleh hipotermia, derajat hipotermia di
klasifikasikan sebagai berikut : Ringan (suhu tubuh 32 – 35°C ) Sedang
(suhu tubuh 28 – 31,9°C ) Berat (suhu tubuh 20 - 27°C ).

2.1.7 Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


Asmadi (2008) mengemukakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh, antara lain:
1. Umur
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus
dihindari dari perubahan yang ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung lebih
labil dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua, terutama
umur lebih 75 thn, beresiko mengalami hypotermi (kurang 36º c). Ada
beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas, diit tidak adekuat,
kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan efisiensi thermoregulasi
yang menurun. Orangtua terutama yang sensitif pada suhu lingkungan
seharusnya menurunnya kontrol thermoregulasi.
2. Diurnal Variation
Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1ºc,
antara pagi dan sore.
3. Latihan
Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi
38,3 sampai 40º c, diukur melalui rectal.
4. Hormon
Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak
daripada laki-laki. Pada perempuan,sekresi progesteron pada pada saat
ovulasi menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3ºc sampai 0,6ºc diatas suhu tubuh
basal.

5. Stress
Rangsangan pada system syaraf sympatik dapat meningkatkan
produksi epinefrin dan norepinefrin. Dengan demikian akan meningkatkan
aktifitas metasbolisme dan produksi panas.
6. Lingkungan
Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan
suhu seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas dan
suhu tubuh tidak dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau radiasi, suhu
akan tinggi.
Demikian pula, jika klien keluar ke cuaca dingin tanpa pakaian yang
cocok, suhu tubuh akan turun (Kozier, 2000). Sedangkan Barabara R Hegner
(2003) menjelaskan bahwa suhu tubuh dipengaruhi oleh:
1) Penyakit
2) Suhu eksternal/lingkungan
3) Obat-obatan
4) Usia
5) Infeksi
6) Jumlah waktu dalam sehari
7) Latihan
8) Emosi
9) Kehamilan
10) Sirklus menstruasi
11) Aktivitas menangis

2.1.8 Kontrol Feedback Negatif Pada Suhu Tubuh


Menurut (Anas Tamsuri, 2007), untuk mempertahankan kontrol
perubahan, misal pada suhu, maka system kontrol harus mempunyai respon
untuk membawa perubahan didalam variable. Respon jaringan itu diserbut
efektor. Didalam system kontrol fisiologi, kadang-kadang terdapat lebih dari
satu efektor dan masing-masing dari efektor tersebut harus menerima kontrol
informasi input. Informasi ini akan distimulasi oleh efektor untuk
meningkatkan atau menurunkan respon utamanya. Kontrol pada efektor
dicapai dengan komponen system kontrol kedua yang disebut integrator
atau Integrating Center (IC).
IC yang mengontrol “keputusan “dicapai dalam informasi dasar mengenai
suhu tubuh. Informasi ini dikirim keintegrating center melalui reseptor khusus
yang disebut sensor, yang sensitif untuk merubah suhu. Sebuah system yang
mempertahankan menutupnya variabel utama pada nilai pasti disebut system
set point.
Seperti perubahan pada suhu tubuh, sensor mengubah outputnya
pada IC, yang kemudian membandingkan informasi dengan set pointnya.
Jika terdapat perbedaan antara kedua nilai tersebut jatuh diluar daerah
penerimaan, maka IC memperbaiki respon melalui system efektor. Respon
cenderung memperbaiki nilai set point dan menurunkan stimulus pada
sensor. Karena respon system dimonitor dan dibuat dengan bantuanaction
correvtive, maka tipe system kontrol ini merupakan system yang menjalankan
menurut prinsip feedback. Sejak respon corrective selalu dalam keadaan
bertentangan langsung dengan perubahan yang sesungguhnya dari set point,
seperti kontrol, maka hal ini disebut kontrol feedback negative. Jika suhu
terlalu tinggi, system feedback negativ akan mengakibatkan suhu menjadi
diturunkan. Jika terlalu rendah maka sisitem akan menaikkannya melalui jalur
ini.

Gambar 2.1 Diagram efektor pengaturan suhu pada kulit, otot dan arteri.
Pada manusia, efektor pengaturan suhu yang utama adalah arteriola
dermal, kelenjar kringat dan otot rangka dan termasuk juga didalamnya
menggigil serta perubahan suhu sehubungan dengan respon perilaku.
Semua input kontrol berasal dari pusat termoregulasi didalam hypothalamus,
yang berfungsi sebagai pusat integrasi informasi suhu dideteksi didalam
semua bagian tubuh oleh sensor yang disebnutthermoreseptor. Dari
thermoreseptor ini, informasi suhu ini dikirim ke hypotalamus untuk dianalisa.
Beberapa neuron didalam hypothalamus juga secara langsung sensitive
terhadap suhu. Hal ini memberikan kontribusi yang penting untuk proses
sejak hypotalamus secara langsung memantau tingkat panas didalam darah
yang mengalir melalui otak (Nowak, 1999).
2.1.9 Jaras sensoris (Suhu)
Jenis serat eferen primer yang menghantarkan sensasi kulit terutama
menghantarkan impuls rangsang suhu adalah serat C. Serat ini terletak
dikolumna dorsalis dan lamina dikornu dorsalis. Pada umumnya suhu
dihantarkan melalui traktus spinotalamikus lateralis, dilanjutkan keventralis.
Impuls suhu direlai melalui nucleus spinalis N. Trigeminus
(Ganong, 2000) Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar
dalam traktus lissauer sebanyak beberapa segmen diatas dan dibawah. Dan
secepatnya akan berakhir terutama pada lamina I,II,III radiks dorsalis.
Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis,
maka sinyal akan dijalarkan keserabut thermal asenden yang menyilang
ketraktus sensoris anterolateral sisi berlawanan dan akan berakhir di (1) Area
retikuler batang otak dan (2) Kapiler ventrobasal thalamus. Beberapa sinyal
suhu dari kapiler ventrobasal akan dipancarkan menuju korteks
somatosensorik. Adakalanya, dengan penelitian mikroelektrode ditemukan
suatu neuron pada area somato sensoris I yang dapat langsung berespon
terhadap stimulus dingin atau hangat pada daerah kulit yang spesifik
( Guyton, 2002).
Gambar 2.2 : Jaras untuk rasa raba, nyeri dan suhu yang berasal dari kulit. System
anterolateralis (ventralis dan lateralis spinotalamikus dan jaras asenden
lainnya) juga menuju formasioretikularis mesensefalon dan nucleus
nonspesifik thalamus.

2.1.10 Perubahan abnormal suhu tubuh


Menurut (Niken Jayanti, 2011), berpendapat bahwa setiap orang
mengalami perubahan suhu tubuh setiap 24 jam dan batas-batas normal
yang dapat diterima adalah suhu 36 hingga 37º5 c.
Suhu diatas atau dibawah batas-batas ini adalah suhu yang abnormal.

2.1.11 Metode Mengukur Suhu Tubuh


Ada empat metode mengukur suhu tubuh menurut (WHO, 2005), yaitu
:
1. Oral – paling sering digunakan
2. Aural (telinga) – paling akurat
3. Rectal – suhu rectal lebih tinggi satu derajat daripada suhu oral
4. Axilla atau groin (pangkal paha) – kurang akurat.
(Metode ini digunakan hanya jika kondisi pasien tidak mengijinkan
untuk digunakan thermometer oral, aural atau rectal. Pengukuran suhu axilla
atau pangkal paha lebih rendah 1ºF (atau 0,6ºC) dari suhu oral.
2.1.12 Metode Mengukur Suhu Aksila
Menurut (Aziz Alimul, 2006), mengatakan bahwa metode pengukuran
suhu tubuh adalah sebagai berikut:
1. Persiapan alat
1) Termometer
2) Kapas alkhol 70 % /tissu
3) Bengkok
4) Sarung Tangan
5) Buku Catatan Suhu dan pensil
6) Jam tamgan berdetik
7) Tiga buah botol:
§ Botol pertama berisi larutan sabun
§ Botol kedua berisi larutan disenfektan
§ Botol ketiga berisi air bersih

2. Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Keringkan dengan handuk
4) Gunakan sarung tangan
5) Atur posisi pasien
6) Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan
tissu
7) Turunkan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di atas
dada
8) Setelah 3-10 menit termometer diangkat dan dibaca hasilnya
9) Catat hasil
10) Bersihkan termometer dengan kertas tisu
11) Cuci dengan air sabun, disenfektan, bilas dengan air bersih, dan keringkan
12) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
2.2 Febris
2.2.1 Defenisi Febris
Febris atau Demam adalah suhu inti tubuh meningkat hingga
sekurang-kurangnya 38,3º C (rectal). Pada orang demam, peningkatan suhu
seperti mengingatkan beberapa kerusakan dalam system control pengaturan
suhu. Pada kenyataannya, system berfungsi secara normal, tetapi dalam
dasar set poin yang baru. Pada demam, set point IC diatur naik yang
menyebabkan efektor akan meningkatkan respon suhu tubuh. Tanda dan
gejala utama kejadian demam konsisten dengann respon yang diharapkan
ketika suhu tubuh menurunkan set point. Pucat dan dinghin adalah hasil dari
vasokonstriksi dermal, yang berarti mengembalikan heat loss didalam setting
suhu yang tinggi. Menggigil dan berselimut dibawah bed cover juga berarti
meningkatkan suhu pada tingkat set point baru. Ketika set point normal
dikembalikan, mekanisme heat loss berasal dari penurunan demam.
Berkeringat yang berlebihan, kemerahan pada dermal dan melepaskan
bedcover, semuanya berarti mengurangi suhu untuk menurunkan nilai set
point (Nowak, 1999).
2.2.2 Mekanisme Dasar Terjadinya Febris
Pireksia dihubungkan dengan beberapa perbedaan kondisi
penyakit. Dari sini dapat diketahui bahwa factor eksternal dapat
mmepengaruhi secara langsung pusat regulasi suhu tubuh dihypotalamus
untuk menaikkkan set point. Meskipun demikian, hal ini bukan merupakan
masalah. Hal ini menunmjukkan bahwa beberapa fasktor eksteranal
menstimulasi sebuah pola respon umum, yang dihasilkan dalam peningkatan
set point. Meskipun terdapat banyak ketidakjelasan tentang tahap intermediet
didalam proses, namun hal ini diketahui bahwa semua jernis factor produksi
demam dapat menyebabkan produksi dan pelepasan bebereapa pirogen
internal (substansi pneyebab dermam). Sekali dilepasakan, pirogen indogen
(EP) ini memiliki sisa kejadian yang berperan penting untuk menaikkan
pengaturan kembali setr point suhu pada hypoptalamus (Gambar 2.2)
(Nowak, 1999).
Trauma / Ischemic injury
Inflamasi
Infeksi
Endogenus Pirogen
Exogen pyrogen
Set point elevasi
Fever
Gambar 2.3 : Mekanisme Endogenus Pyrogen (EP) didalam patogenesis
demam.
1) Pirogen Eksogen.
Sebuah host pada substansi eksogen mampu menyebabkan demam
dengan menstimulasi pirogen eksogen jika dikenalkan oleh tubuh. Hal ini
secara kolektif disebut pirogen eksogen. Prototype pirogen eksogen adalah
endotoksin, sebuah komponen Lipopolisakarida (LPS) dari dinding sel pada
bakteri gram negative. Pada bakteri ini, bentuk LPS adalah membran lipid
bagian luar yang dihubungkan hanya jika bakteri mengalami injuri atau
dibunuh. Karena LPS adalah panas stabil, maka kejadian sterilisasi panas
pada substansi yang berisi bakteri gram negative tidak akan mengeluarkan
efek pirogenik. Jika diinjeksikan pada manusia fungsi LPS dapat
menyebabkan “demam infeksi”. Hal ini merupakan komplikasi umum pada
cairan intravena, khususnya ketika pada awalnya tidak diketahui mekanisme
dasar demam. Kejadian ini dapat dicegah jika cairan dipersiapkan dalam
kondisi steril dan dirawat secara khusus untuk memindahkan kembali LPS.
Ketika manusia secara sempurna sensitive terhadap LPS maka area luas
dari organisme lain dan substansi – substansi dapat muncul sebagai pirogen
eksogen termasuk virus, bakteri, jamur dan area luas dari substasni antigen
atau toksik. Beberapa agen terapi, salah satunya karena kelebihan dosis
(misalnya Aspirin, atropine, chlorpromazine) atau sensitifitas pasien (misalnya
cimetidin, ibuprofen, penicillin) mungkin pirogenik. Aspirin menarik didalam
konteks ini sejak biasa digunakan sebagai antipiretik.
2) Pirogen Endogen
Sebuah eksogen pirogen menghasilkan demam melalui isinya untuk
menstimuasi produksi dan pengeluaran pirogen Endogen (EP). Substansi ini
diproduksi didalam respon inflamasi yang ditampakkan pada reseptor
dihypotalamus untuk menyebabkan peningkatan perubahan/peralihan pada
set point suhunya. Sumber relevan secara klinis dari EP yang telah
diidentifikasi meliputi PMN, Lymphosit dan makrofag. EP meliputi IL-1
(Interleukin-1), TNF α (Tumor Nekrosis Faktor), IFNα (Interferon alpha) dan
substansi yang dikandungnya yang disebut Makrofag Inflamatori Protein-1
(MIP-1). Karakteristik terbaik adalah IL-1 dan TNFα. IL I diproduksi oleh
sejumlah besar sel didalam respon injuri atau aktifasi inflamatori dan
khususnya melalui aktifitas makrofag yang memperlihatkan diri menjadi
sumber prinsip pada IL-1 didalam peranannya seabagai pirogen endogen.
Yang pasti, diamana dicatat dalam bakerimia yang merupakan penjelasan
terbaik oleh produksi EP berhubungan denagan aktifasi monosit bebas dan
makrofag tunggal didalam liver, limpa dan jaringan lainnya.
Sesungguhnya, pirogen endogen diproduksi dan dikeluarkan oleh sel
fagosit tubuh. Didalam respon pada stimulasi pirogenik, sel ini menghasilkan
dan melepaskan EP. Kecuali pada tumor maligna. Sel nonfagosit pada tumor
ini (misal leukemia dan penyakit Hodgkin) dapat melepaskan EP. Mekanisme
ini dapat menjelaskan kejadian demam secara umum pada beberapa pasien
tumor, tetapi mekanisme lain mungkin lebih baik dilibatkan. EP hanya
dilepaskan setelah berhenti mengikuti tanda stimulasi sel fagosit.
Keterlambatan periode terakhir ini sekitar 1 jam sesudah suhu tubuh siap
untuk meningkat. Pelepasan EP sesudah stimulasi dapat dilanjutkan sampai
dengan 15 jam. EP hanya butuh beberapa menit untuk menimbulkan tanda
pireksia. EP bekerja didalam menerangkan mekanisme regulasi suhu
hypotalamus. Sebuah nukleus thermosensitif (nucleus preoptik) didalam
hypothalamus anterior menerima input stimulatory dari reseptor hangat dan
dingin dikulit, pusat tubuh dan hypothalamus seperti yang terjadi pada EP.
Kombinasi sensor/thermostat ini mengeluarkan signal kehypoptalamus
posterior, yang kelihatannya untuk mengisi set point system. Hypotalamus
posterior memberikan feedback konstan pada permukaan dan temperatur
pusat. Diketahui menyimpang dari set point dan kemudian mengatur output
ke kortical hypothalamus dan pusat batang otak yang dapat menghasilkan
respon korektif.
Suhu dihubungkan dengan signal intra hypotalamus tergantung dari
beberapa tahap intermediate (perantara) meliputi prostaglandin E (PGE),
nonamin (Serotonin partikulary), c AMP (Cyclic Adenosin Monophosphate)
dan mungkin c GMP (Cyclic Guanosine Monophosphate). IL-1, TNFα dan
INFα semua bertindak melalui jalur yang diperantarai oleh sintesis
prostaglandin. Dalam kenyataannya, tingkat kenaikan prostaglandin didalam
darah (yang mungkin dihubungkan dengan inflamasi) memicu kenaikan set
point didalam jalan yang sama dimana serotonin atau c AMP diinjeksi didalam
hypothalamus (Nowak,
1999).

2.2.3 Indikasi Demam


Menurut (Niken Jayanthi, 2011), bahwa indikasi demam adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya suhu tubuh, 2) Kulit yang panas, kemerah-merahan, 3) Jatuh
pingsan, 4) Sakit kepala, 5) Mual, 6) Konvulsi
2.2.4 Mekanisme Penurunan Temperatur Bila Tubuh Terlalu Panas
Menurut (Laurie Cree, 2005), bahwa sistem pengaturan temperatur
tubuh menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas`
tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi.
1. Vasodilatasi : Pada hampir semua area tubuh,pembuluh darah kulit
berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat
sympatis pada hypotalamus posterior yang menyebabkan
vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas kekulit sebanyak 8 kali lipat. Vasodilatasi ini merupakan
kerja dari sel anterior dari hypotalamus.
2. Berkeringat : Efek dari peningkatan temperatur yang menyebabkan
berkeringat memperlihatkan kecepatan kehilangan panas melalui evaporasi
yang dihasilkan dari berkeringat ketika temperatur ini tubuh meningkat diatas
temperatur kritis 37ºC.Peningkatan temperatur tubuh 1ºC menyebabkan
keringat yang hilang banyak untuk membuang 10 x lebih besar kecepatan
metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh.
3. Penurunan Pembentukan Panas
Mekanisme yang menyababkan pembentukan panas berlebihan,
seperti menggigil dan thermogenesis dihambat dengan kuat.
2.2.5 Beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat suhu tubuh meningkat
Menurut pendapat (Sophia Theophilus, 2000), ada beberapa hal yang
perlu dilakukan pada saat suhu tubuh manusia meningkat yaitu sebagai
berikut: 1) Observasi suhu secara berkala setiap 4 - 6 jam, 2) Beri minum
yang banyak, dapat berupa air putih,susu, air buah, air teh. Tujuannya adalah
agar cairan tidak menguap akibat naiknya suhu badan, 3) Jangan pakai
pakaian yang tebal, 4) Kompreslah dengan air hangat pada ketiak, dahi, dan
lipat paha, 5) Berikan obat penurun panas sesuai petunjuk atau jika suhu
diatas 38ºC.
2.3 Kompres

2.3.1 Pengertian Kompres


Kompres adalah bantalan dari linen atau meteri lainnya yang dilipat-
lipat, dikenakan dengan tekanan; kadang-kadang mengandung obat dan
dapat bersih ataupun kering, panas ataupun dingin (Kamus Dorland 2002)
2.3.2 Tujuan Kompres adalah : 1) Membantu menurunkan suhu tubuh,
2) Mengurangi rasa sakit atau nyeri, 3) Membantu mengurangi perdarahan,
4) Membatasi peradangan
2.3.3 Indikasi Kompres dilakukan pada :1) Klien yang suhunya tinggi, 2) Klien
dengan perdarahan hebat, 3) Klien yang kesakitan (missal infiltrat
appendikuler, sakit kepala yang hebat)
2.3.4 Mekanisme kompres terhadap tubuh
Kompres panas dan air biasa mempengaruhi tubuh dengan cara yang
berbeda.
1) Menurut (Asmadi, 2008), kompres air biasa mempengaruhi tubuh dengan
cara : (1)Menyebabkan pengecilan pembuluh darah (Vasokonstriksi),
(2) Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran darah ke area,
(3) Mematirasakan sensasi nyeri, (4)Memberikan rasa nyaman pada pasien,
(5) Klien dengan suhu tubuh tinggi, (6)Memperlambat proses inflamasi,
(7) Mengurangi rasa gatal.
2) Menurut (Barbara R Hegner, 2003), kompres air hangat mempengaruhi tubuh
Panas (diatermi) : (1) Memperlebar pembuluh darah (Vasodilatasi),
(2) Memberi tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel dan membuang sampah-
sampah tubuh (3) Meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh, (4)
Mempercepat penyembuhan, (4) Dapat menyejukkan
(Barbara R Hegner, 2003)
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan
sinyal ke hypothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor
yang peka terhadap panas dihypotalamus dirangsang, system effektor
mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada
medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hypotalamik bagian
anterior sehingga terjadi vasodilatasi (Wolf, 1999). Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat.
Pemberian kompres air biasa pada daerah axillaris akan memberikan
rasa nyaman. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh.
Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Ketika reseptor yang
peka terhadap panas dihypotalamus dirangsang maka beberapa neuron
didalam hypothalamus akan sensitif terhadap suhu sehingga pembuluh darah
kulit berdilatasi dengan kuat yang disebabkan adanya hambatan dari pusat
sympatis pada hypotalamus posterior sehingga terjadi vasokontriksi yang
dapat menimbulkan penurunan pembentukan panas yang berlebihan seperti
menggigil, perubahan reseptor dari hypotalamus dari hasil kerja sel anterior
akan terjadi proses perubahan peningkatan temperatur yang akan
menyebabkan kehilangan keringat banyak yang dapat membuat
pembuangan kecepatan metabolisme basal dari tubuh lebih besar. Jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah
menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat
menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan), Dengan hal ini di harapkan,
proses penyesuain suhu tubuh dengan lingkungan akan berlangsung lebih
cepat (Yohmi, 2008).
2.3.5 Derajat suhu air untuk kompres
Menurut (Asmadi, 2008), derajat suhu air untuk pengompresan di
klasifikasikan sebagai berikut:
1) Dingin sekali : Dibawah 13ºC (55ºF)
2) Dingin : 10 – 18ºC (50 – 65ºF)
3) Sejuk : 18 – 26ºC (65 – 80ºF)
4) Hangat kuku : 26 – 34ºC (80 – 93ºF)
5) Hangat : 34 – 37ºC (93 – 98ºF)
6) Panas : 37 – 41ºC (98 – 105ºF)
7) Sangat panas : 41 – 46ºC (105 – 115ºF)
2.3.6 Prosedur Pemberian Kompres (botol air hangat)
Menurut (Barbara H, 2003), pelaksanaan prosedur pemberian
kompres air hangat adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan perlengkapan : (1) Botol air hangat, (2) Kendi air 34 - 37ºC ( 93
- 98ºF), (3) Handuk penutup botol air, (4) Termometer air, (5) Jam tangan
2. Pasien atau keluarga diberitahu tentang tindakan yang dilakukan
3. Mencuci tangan
4. Air dalam kendi harus 34 - 37ºC (93 - 98ºF) cek suhu dengan thermometer
air
5. Isi air hangat setengah botol penuh
6. Mengeluarkan udara dari botol
7. Tutup botol dengan rapat
8. Keringkan botol air hangat. Cek adanya kebocoran
9. Tempatkan botol air hangat dalam handuk pembungkus
10. Pasang dengan hati-hati pada daerah tubuh yang tepat
11. Jangan pernah tempatkan botol air hangat pada daerah nyeri
12. Cek kulit dalam 10-15 menit untuk memastikan suhu benar dan tidak
ada tanda-tanda terbakar
13. Dokumentasi
2.3.7 Prosedur Pemberian Kompres (botol air biasa)
Menurut (Asmadi, 2008), pelaksaksanaan prosedur pemberian
kompres air biasa adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan perlengkapan : (1) Botol air biasa, (2) Kendi air 18 - 26ºC
( 65 - 80ºF), (3)Handuk penutup botol air, (4) Termometer Air, (5) Jam tangan
2) Pasien atau keluarga diberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Mencuci tangan
4) Air dalam kendi harus 18 - 26ºC (65 - 80ºF) cek suhu dengan
thermometer.
5) Isi air biasa setengah botol penuh
6) Mengeluarkan udara dari botol
7) Tutup botol dengan rapat
8) Keringkan botol air hangat. Cek adanya kebocoran
9) Tempatkan botol air biasa dalam handuk pembungkus
10) Pasang dengan hati-hati pada daerah tubuh yang tepat
11) Jangan pernah tempatkan botol air biasa pada daerah nyeri
12) Cek kulit dalam 10-15 menit untuk memastikan suhu benar dan tidak
ada tanda-tanda hipertermi
13) Dokumentasi
Pemberian kompres pada daerah ketiak/axillaris mempunyai
pengaruh yang baik dalam menurunkan suhu tubuh karena ditempat-tempat
itulah terdapat pembuluh darah besar yang akan membantu mengalirkan
darah dan lebih mudah dalam melakukan pemberian kompres. Sedangkan
kompres pada daerah dahi kurang mempunyai pengaruh yang besar dalam
menurunkan suhu tubuh karena tidak memiliki pembuluh darah besar
(Widyanti, 2004).

2.4 Kerangka Konsep


Kerangka Konsep Penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Soekidjo Notoatmojo, 2000).
Jadi kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diteliti yang dicari melalui studi kepustakaan.
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar di
bawah ini:
Penurunan Suhu Tubuh
Febris
Obat antipiretik
Kompres Hangat/Kompre Biasa pada axillaris

Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh :

Umur

Diurnal varition

Latihan

Hormon

Strees

Lingkungan

-
obat tradisional
Keterangan:
: Yang diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.4 : Kerangka konsep penelitian perbedaan pemberian kompres hangat dan
kompres air biasa pada daerah axilaris terhadap penurunan suhu tubuh
pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan, Tahun 2011.
Teknis, berhubungan dengan pasien,pemberian kompres hangat dan
kompres air biasa pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu tubuh, di
UPT Puskesmas Mantup Lamongan, tahun 2011.
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian, suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara
dau variabel atau lebih lebih yang diharapkan bisa menjawab suatu
pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2008).Hypotesis yang ditetapkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
H1. : Ada Perbedaan Efektifitas Antara Pemberian Kompres Hangat dan
Kompres air biasa Pada Daerah Axillaris Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Pada Pasien Febris Di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara bagaimana penelitian dilakukan


yang meliputi desain, kerangka kerja, tehnik sampling, identifikasi variable,
definisi operasional, cara pengumpulan data, analisa data, keterbatasan dan
masalah etika (Aziz Alimul, 2003).
Pada bab ini akan diuraikan tentang: (1) Desain Penelitian, (2) Waktu
dan Tempat Penelitian, (3) Kerangka Kerja atau Frame Work, (4) Identifikasi
Variabel, (5) Definisi Operasional,( 6) Populasi,( 7) Sampel, (8) Sampling, (9)
Pengumpulan dan Analisa Data, (10) Etika Penelitian.

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitan merupakan suatu strategi penelitian dalam
mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan
data (Nursalam, 2003).
Desain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini
adalah study True Experimen, dengan pendekatan Pretest-Posttest with
Control Group adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan
randomisasi,maka kedua kelompok mempunyai sifat yang sama sebelum
dilakukan intervensi (perlakuan). Karena kedua kelompok sama pada
awalnya, maka perbedaan hasil posttest pada kedua kelompok tersebut
dapat disebut sebagai pengaruh dari intervensi atau perlakuan. Denagan
kata lain, perlakuan dilakukan pada lebih dari satu kelompok, dengan bentuk
intervensi yang berbeda (Notoatmodjo, 2010). Bentuk rancangan ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Rancangan Intervensi

Jenis Pretest Perlakuan Posttest

Kel. Kompres Hangat 01 x (a) 02

Kel. Kompres Air Biasa 01 x (b) 02

Ket : 01 : Observasi suhu pasien febris sebelum diberikan


pengompresan.
02 : Observasi suhu pasien febris setalah mendapatkan pemberian kompres air
hangat dan kompres air biasa.
x : Intervensi (pemberian kompres air hangat dan kompres air biasa)
Dengan demikian penelitian ini mencari perbedaan
efektifitas pemberian kompres hangat dan kompren air biasa pada daerah
axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris di UPT
Puskesmas Mantup Lamongan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai
bulan Maret 2012. Tempat pelaksanaan Di UPT Puskesmas Mantup
Lamongan.
3.3 Kerangka Kerja
Kerangka Kerja adalah pentahapan atau langkah-langkah dalam
aktivitas ilmiah, mulai dari penerapan populasi, sample, dan seterusnya, yaitu
kegiatan sejak awal penelitian akan dilaksanakan (Nursalam2003).

3.4 Identifikasi Variabel


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (Nursalam, 2003)
1) Variabel Independen
Variabel Independent adalah varaiabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini variabel independennya
adalah kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah axillaris.
2) Variabel Dependen
Variabel Dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain (Nursalam, 2003).
Variabel Dependen pada penelitian ini adalah penurunan suhu tubuh.
3.5 Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel yang diamati atau diteliti (Sukojo Notoadmodjo, 2005).

Tabel 3.2 Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Dan Kompres Air Biasa

Pada Daerah Axillaris Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Pasien Febris

Di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.

Variable Definisi Operasional Indikator Alat ukur Skala Skor

Variable -Pemberian kompres -Suhu air yang di S O P pemberian - -

Independen hangat yang dilakukan pakai : 34 – kompres hangat

: pada bagian 37ºC (93 – 98ºF)

1. Pemberian axillaris, menggunakan

kompres botol air hangatyang

hangat pada dilapisi dengan handuk


(daerah agar tidak terjadi

axilaris) pembakaran kulit

pasien.

S O P pemberian

-Pemberian kompres kompres air biasa

air biasa yang

2. Pemberian dilakukan pada bagian - -

kompres air axillaris, menggunakan - Suhu air yang di

biasa pada botol air biasa yang di pakai: 18 – 26ºC (65

(daerah lapisi dengan handuk – 80ºF)

axillaris) agar tidak terjadi -Tempat

hipotermi pada pasien. pengompresan

daerah axillari

-Waktu

pengompresan 30

menit seblum pasien

mendapatkan terapi

obat antiperetik

-frekuensi

pengompresan 15-20

menit
Variable Derajat suhu tubuh -pasien di ukur suhu ceklist,termometer Rasio -
Dependen: pasien sebelum dan tubuhnya pre dan axilla

Penurunan sesudahmendapatkan post intervensi

suhu tubuh kompres,dengan -Tempat pengukuran

dilakukanya suhu di ketiak

pengukuran suhu pre -frekuensi 3-5 menit

dan post,dan respon

tubuh terhadap

rangsangan kompres

hangat dengan

penurunan suhu tubuh

3.6 Populasi, Sampel, Sampling


3.6.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rawat inap dengan peningkatan suhu tubuh (Demam Thypoid, Febris,
GE) di UPT Puskesmas Mantup Lamongan dengan jumlah rata –
rata 54 pasien per bulan.
3.6.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003).
Sample dalam penelitian ini adalah sebagian pasien rawat inap dengan
peningkatan suhu tubuh (Demam Thypoid, Febris, GE) di UPT Puskesmas
Mantup Lamongan pada bulan Juli sampai September 2011 yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 32 pasien dengan asumsi pasien febris yang
mengalami suhu tinggi.
1) Besar sample
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara quota sampling dengan
menggunakan rumus penentuan besar sampel menurut (Alimul Aziz,2009)
adalah:
(t-1)(r-1)≥15
(2-1)(r-1)≥15
r≥16
Ket :
t= Jumlah Perlakuan
r= Jumlah Replikasi
Jadi jumlah sampel untuk masing-masing perlaukuan dan kelompok
intervensi adalah 16 pasien.
2) Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah Kriteria umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003).
(1) Kriteria Inklusi : Kriteria Inklusi adalah kriteria umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,
2003).
Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah : (1)Klien yang bersedia diteliti, (2)
Semua pasien dengan peningkatan suhu (Typoid, Febris, GE) (suhu diatas
38˚c), (3) Klien yang dirawat inap dan terpasang infus, (4) Klien tidak
mengalami dihidrasi sedang atau berat, (5) Klien dengan umur 11 – 60 tahun,
(5) Kompres diberikan 30 menit sebelum mendapat terapi obat antipiretik.
(2) Kriteria Eksklusi : Kriteria Eksklusi adalah karakteristik sampel yang
tidak dapat dimasukkan atau tidak layak diteliti (Nursalam, 2003).
Pada penelitian ini kriteria Eksklusi adalah : (1) Pasien pasien demam yang
tidak kooperatif, (2) Pasien yang menolak menjadai responden.
3.6.3 Sampling Penelitian
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Tehnik sampling merupakan cara-cara yang di tempuh
untuk pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2003).
Penelitian ini menggunakan tehnik Consecutive Sampling, yaitu suatu
tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai yang dikehendaki oleh peneliti yang di sesuaikan dengan kriteria
inklusi (Nursalam, 2003).
Jenis sampling ini merupakan jenis Non Probabiliti sampling yang
terbaik dengan cara agak mudah untuk dapat menyerupai probabiliti
sampling dapat diupayakan dengan menambahkan jangka waktu penelitian
pasien. Peneliti melakukan cara ini karena untuk menjaga etika dalam
penelitian.

3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data


3.7.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang dikumpulkan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2003).
Setelah mendapatkan ijin dari Kepala UPT Puskesmas Mantup
Lamongan untuk melakukan penelitian, Peneliti kemudian mengadakan
pendekatan kepada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian
untuk mendapatkan persetujuan dari pasien sebagai responden, untuk
memberikan asuhan keperawatan kompres hangat dan kompres air biasa di
daerah axillaris untuk menurunkan suhu tubuh. Sampel yang telah dipilih
sebagai kriteria inklusi sebelum dilakukan intervensi akan dilakukan
observasi suhu tubuh sebelum di lakukan kompres. Pada tahap observasi ini,
sample akan dikaji terlebih dahulu tentang riwayat panas dan terapi obat-
obatan yang telah diberikan.Sampel dibagi dua kelompok, yaitu kelompok
dengan kompres hangat pada daerah Axillaris dan kompres air biasa pada
daerah Axillaris. Pengompresan di lakukan 30 menit sebelum pasien
mendapatkan terapi obat anti piretik, Setelah itu dilakukan pemberian
kompres hangat pada daerah Axillaris mengunakan botol air hangat,
air hangat dengan suhu 34° - 37°C (93 - 98°F) dan kompres air biasa pada
daerah Axillaris menggunakan botol air biasa, air biasa dengan suhu 18 –
26ºC (65 – 80ºF), masing-masing kelompok 15 – 20 menit, kemudian di
lakukan pengukuran suhu tubuh setelah di lakukan pengompresan 1 kali, dan
hasilnya di masukkan dalam lembar observasi,.
3.7.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo S, 2003).
Instrumen penelitian ini mengunakan : (1) Variabel independent
menggunakan : S O P Kompres Hangat dan S O P Kompres Air Biasa (2)
Variabel dependent menggunakan : observasi / ceklist dan termometer axilla
untuk mengukur suhu tubuh.
3.7.3 Pengolahan Data
Data yang terkumpul dari lembar observasi yang telah diisi kemudian
diolah dengan tahap sebagai berikut :
1) Editing : Langkah ini dilakukan dengan maksud mengantisipasi kesalahan-
kesalahan dari data yang telah dikumpulkan juga dimonitor jangan sampai
terjadi kekosongan dari data yang dibutuhkan.

2) Scoring : Langkah ini dengan memberikan skor pada variabel untuk


memudahakn analisa data (Nursalam, 2003)
3) Koding : Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka untuk
setiap hasil observasi diberi kode dengan karakter masing-masing.hasil
derajat suhu tubuh sebelum dan sesudah intervensi di beri kode 1: pre dan
kode 2: post
4) Tabulating : Pekerjaan membuat tabel yang sudah diberi kode kategori hasil
penelitian kemudian dimasukkan ke dalam tabel (Nursalam, 2003).
Data hasil observasi suhu tubuh yang sudah di skor dan di beri kode
kemudian di tabulasi dan dimasukkan ke dalam tabel.
Selanjutnya data yang sudah dikelompokkan dan diprosentasikan
dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis sesuai
dengan pendapat Suharsmini Arikunto (2006) antara lain sebagai berikut :
100% = Seluruh
76-99% = Hampir seluruh
51-75% = Sebagian besar
50% = Sebagian
26-49% = Hampir sebagian
1-25% = Sebagian kecil
0% = Tidak satupun
3.7.4 Analisa Data
Dari data yang diperoleh dilakukan analisa data untuk menentukan
Efektifitas hasil pemberian kompres berdasarkan tempat dan sensori. Data
yang diambil dalam penelitian ini adalah kategori data interval dengan
menggunakan Paired T Test dan Mann Whitney, untuk mengetahui adanya
perbedaan efektifitas hasil pemberian kompres hangat dan kompres air biasa
pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris
dengan uji Paired T Test dan Mann Whitney. Batas kemaknaan P < 0,05.
1) Uji Statistik : Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa secara
sistimatik dan disajikan dalam bentuk tabulasi silang antara variabel
independen dengan variabel dependen kemudian diuji secara statistik.
Dari data tersebut di analisis dengan menyajikan data dengan Paired
T Test dan Mann Whitney, dengan nilai kemaknaan α < 0,05 maka
H1 diterima yang artinya adanya perbedaan efektifitas pemberian kompres
hangat dan kompres air biasa pada daerahaxillaris terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien febris. Sedangkan jika nilai
kemaknaan α > 0,05 maka H1 ditolak yang artinya tidak adanya perbedaan
efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah
axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris. Karena
berdasarkan tujuan penulisan proposal ini tentang menganalisis perbedaan
efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah
axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris di ruang rawat
inap UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
Dan uji statistik Mann Whitney (p < 0,05) untuk mengetahui perbedaan
post test dari masing-masing kelompok. Jika hasil statistik
menunjukkan p< 0,05 maka H0 diterima yang artinya tidak ada perbedaan
efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air biasa pada daerah
axillaris terhada penurunan suhu tubuh.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana :
U = Nilai uji Mann-Whitney
N1= sampel 1
N2= sampel 2
Ri = Ranking ukuran sampel
. Piranti yang digunakan menganalisis adalah secara komputerisasi
dengan program SPSS.
2) Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan adalah hipotesis Kerja atau hipotesis
Alternatif dengan taraf signifikansi a=0,05 atau 5% dengan kriteria sebagai
berikut:
(1) H1 diterima
Yang artinya Ada perbedaan efektifitas pemberian kompres
hangat dan kompres air biasa pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
(2) H1 ditolak
Yang artinya Tidak ada perbedaan efektifitas pemberian kompres
hangat dan kompres air biasa pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien febris di UPT Puskesmas Mantup Lamongan.
3.8 Etika Penelitian
Setelah mendapat ijin dari pembimbing dan Kepala UPT Puskesmas
Mantup Lamongan, peneliti kemudian memberikan lembar kuesioner kepada
subyek yang akan diteliti dengan menekankan pada masalah etika, meliputi:
3.8.1 Informed Consent atau lembar persetujuan penelitian
Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada subyek yang akan diteliti
baik melalui lembar persetujuan maupun secara lisan atas kesediaan
dijadiakan subyek penelitian. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
3.8.2 Anonimity atau tanpa nama
Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan.Untuk
menjaga kerahasiaan identitas subyek, maka peneliti tidak akan
mencantumkan nama subyek, pada lembar pengumpulan data atau lembar
kuesioner yang diisi hanya diberi nomer kode tertentu.
3.8.3 Confidentiality atau kerahasiaan
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah – masalah lainya. Semua
informasi yang telah di kumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke

Pinterest

6 komentar:
1.

Nur Hadi16 Oktober 2012 18.24

tambahkan coment anda....

Balas

Balasan
1.

Sulaiman doank18 Desember 2013 06.51

referensi ny mana

Balas

2.

akuganteng27 November 2012 19.54

ini sumbernya dari mana ya? bisa dicantumkan apa ga?

Balas

3.

desty ika30 November 2012 03.16

referensinya dari buku apa ya? bisa kasih info gak?

Balas
4.

Cena Irham4 Maret 2013 02.12

daftar pustakanya mana?

Balas
5.

noviyanti mawarni11 Februari 2014 18.32

Bisa minta referensi'nya tidak ,,?? saya sedang membuat skripsi

kebetulan tentang kompres demam .. Mohon bantuannya

terimakasih :)

Balas

Beranda

Langganan: Entri (Atom)

LAMAN

 Beranda

 perbedaan efektifitas pemberian kompres hangat dan kompres air biasa

pada daerah axillaris terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien febris

ARSIP BLOG

 ▼ 2012 (1)

o ▼ Oktober (1)

§ hubungan durasi expose monitor dengan kejadian mio...

MENGENAI SAYA
Nur Hadi

Lihat profil lengkapku

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai