Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGAPLIKASIAN KIMIA ORGANIK DALAM PEMBUATAN


PARACETAMOL

Oleh :

1. Jeremy Damardriya Wicaksana (TFB/497867)


2. Yohanes Mario Putra Bagus (TFB/497892)
3. Galih Salman Sadewo (TFB/498121)
4. Muhammad Fachrurrozy (TFB/498153)

TEKNIK FISIKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaplikasian
Kimia Organik Dalam Pembuatan Paracetamol” dengan tepat waktu. Ucap terima kasih
juga kami sampaikan kepada Ibu Dosen Dr. Widya Rosita S.T, M.T., selaku dosen
pengajar Mata Kuliah Kimia Dasar. Tak lupa, ucap terima kasih juga kami sampaikan
kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam memberikan masukkan
berupa saran dan kritik, sehingga makalah ini dapat dibuat sebaik mungkin dengan
segala keterbatasan sang penulis yang tak luput dari kesalahan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan yaitu untuk mengetahui bagaimana bentuk
pengaplikasian kimia organik dalam pembuatan paracetamol. Paracetamol merupakan
obat yang populer digunakan untuk meredakan demam, nyeri, pilek, dan lain
sebagainya. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan
kepada pembaca mengenai apa itu Paracetamol dan bagaimana paracetamol bekerja.

Demikian makalah ini dibuat, kami sebagai penulis menyadari bahwa masih
banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, mulai dari segi tata bahasa, kosakata,
penggunaan istilah ilmiah, dan lain sebagainya. Maka dari itu, kami sebagai penulis
sangat terbuka terhadap berbagai kritik dan saran dari pembaca sebagai evaluasi.

Yogyakarta, 23 September 2022

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………....i
DAFTAR ISI……...…………………………………………………………………..…ii
I. LATAR BELAKANG…………………………………………………………….…1
II. RUMUSAN MASALAH………………..…………………………………………..2
III. TUJUAN………………………………..…………………………………………...2
IV. LANDASAN TEORI…………………………………..…………………………...2
V. TAHAPAN PEMBUATAN PARACETAMOL (C8H9NO2).....................................3
1. PERSIAPAN PEMBUATAN PARAAMINOFENOL……………………..…….3
2. REAKSI ASETILASI DENGAN ASAM ASETAT…………………………..…4
3. REKRISTALISASI DAN PEMURNIAN………………………………..……...6
VI. MEKANISME KERJA PEMBUATAN PARACETAMOL……………………..…8
VII. MEKANISME SEDERHANA PARACETAMOL………………………………...9
VIII.PENUTUP………………………………………………………………………...10
IX. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....10

ii
I. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak terlepas dengan kimia organik
sebagai penyusun utama makhluk hidup. Berbagai penyusun utama tersebut berupa
senyawa organik seperti protein, lemak, karbohidrat, hormon maupun enzim yang
fungsinya begitu vital dalam kelangsungan makhluk hidup. Kimia organik sendiri
merupakan suatu ilmu yang mendalami dan mempelajari mengenai struktur, sifat-sifat,
perubahan, komposisi, reaksi, dan sintesis senyawa hidrokarbon maupun senyawa yang
mengandung unsur lain, seperti hidrogen, nitrogen, oksigen, halogen fosfor, silikon dan
sulfur. Tidak terbatas pada senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup
melalui suatu proses metabolisme berupa metabolit primer maupun sekunder, akan
tetapi juga pada senyawa yang disintesiskan oleh manusia. Kimia organik melalui
senyawa organik berperan menjadi penyusun utama makhluk hidup dan mendominasi
dalam bahan kimia. Cakupan pengaplikasian dari senyawa organik begitu luas dalam
kehidupan, baik bidang farmasi, nutrisi, industri, persenjataan, dan masih banyak lagi.
Di bidang farmasi salah satu contoh pengaplikasian kimia organik yang cukup terkenal
di kalangan masyarakat adalah pembuatan obat paracetamol.
Paracetamol atau asetaminofen (C8H9NO2) merupakan derivat para amino
fenol dan biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat pereda demam, sakit kepala
dan nyeri dalam dunia farmasi. Paracetamol sendiri merupakan senyawa metabolit aktif
fenasetin yang tidak memiliki sifat karsinogenik seperti halnya fenasetin. Sebagai
senyawa metabolit aktif fenasetin, paracetamol menjadi obat yang bersifat analgesik
yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara menekan sistem saraf pusat dan membuat
penderita tidak merasa sakit. Selain itu, paracetamol juga bersifat antipiretik yang
umumnya untuk menurunkan suhu tubuh badan yang tinggi atau demam. Susunan
paracetamol merupakan pengaplikasian dan penerapan kimia organik dalam bidang
farmasi. paracetamol berasal dari turunan para-aminofenol atau p-aminofenol yang
disintesis dari asetilasi p-aminofenol dan anhidrida asetat. Turunan p-aminofenol
dihidrolisis dalam beberapa kondisi seperti suhu tinggi, suasana asam atau basa. Selain
itu, paracetamol dapat dibuat dengan asitilasi p-aminofenol. Untuk mengoptimalkan

1
reaksinya, p-aminofenol yang larut dalam air perlu dilarutkan dengan mengubahnya
menjadi garam kloridanya sebelum dilakukan asetilasi. Dalam percobaan ini asetilasi
p-aminofenol dilakukan menggunakan asetat anhidrat. Berangkat dari latar belakang ini
kami memiliki ketertarikan untuk melihat pengaplikasian kimia organik yang digunakan
dalam pembuatan paracetamol. Kami mencoba mengetahui bagian-bagian kimia organik
apa saja yang terlibat dalam pembuatan paracetamol yang nantinya dapat memberikan
edukasi kepada pembaca mengenai pembuatan paracetamol sebagai aplikasi dari kimia
organik.

II. RUMUSAN MASALAH


● Apa yang dimaksud dengan kimia organik dan salah satu pengaplikasiannya
dalam kehidupan ?
● Bagaimana mengaplikasikan kimia organik dalam pembuatan paracetamol ?
● Bagaimana proses pembuatan dan reaksi yang terjadi dalam pembuatan
paracetamol ?

III. TUJUAN MAKALAH


● Mengetahui definisi dari kimia organik dan pengaplikasiannya dalam kehidupan.
● Mengetahui pengaplikasian kimia organik dalam pembuatan paracetamol.
● Mengetahui proses pembuatan dan reaksi yang terjadi dalam pembuatan
paracetamol.

IV. LANDASAN TEORI


Kimia organik merupakan bagian dari kimia yang mendalami mengenai
struktur, sifat-sifat, perubahan, komposisi, reaksi dan sintesis senyawa
hidrokarbon, tetapi juga senyawa yang mengandung unsur lain, seperti hidrogen,
nitrogen, oksigen, halogen fosfor, silikon dan sulfur dalam kimia. Kimia organik
dasarnya tidak hanya terbatas pada senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh
makhluk hidup melalui proses metabolisme berupa metabolit primer maupun

2
sekunder, tetapi juga pada senyawa buatan yang telah disintesiskan. Senyawa
organik membentuk dasar dari makhluk hidup dan merupakan mayoritas bahan
kimia yang diketahui. Pola ikatan yang dibentuk oleh karbon berupa ikatan
tunggal, rangkap dua, rangkap tiga dan ditambah struktur dengan elektron
terdelokalisasi membuat susunan senyawa organik secara struktural sangat
beragam. Aplikasi kimia organik dalam kehidupan begitu beragam dalam
berbagai bidang kehidupan seperti nutrisi, farmasi, industri, dan masih banyak
lagi. Salah satu pengaplikasian kimia organik dalam bidang farmasi adalah obat
paracetamol.
Paracetamol atau asetaminofen (C8H9NO2) merupakan derivat para
amino fenol dan biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat pereda demam,
sakit kepala dan nyeri dalam dunia farmasi. Paracetamol sendiri merupakan
senyawa metabolit aktif fenasetin yang tidak memiliki sifat karsinogenik seperti
halnya fenasetin. Sebagai senyawa metabolit aktif fenasetin, paracetamol
menjadi obat yang bersifat analgesik yang menghilangkan rasa nyeri dengan
cara menekan sistem saraf pusat dan membuat penderita tidak merasa sakit.
Selain itu, paracetamol juga bersifat antipiretik yang umumnya untuk
menurunkan suhu tubuh badan yang tinggi atau demam.
Rumus kimia dari paracetamol atau asetaminofen adalah

Gambar. 1.0 Rumus Kimia Paracetamol (Depkes RI, 2014)


paracetamol merupakan kristal berwarna putih, tidak berbau dan rasanya
pahit. Jarak lebur antara 169 - 171 ºC. Pada suhu ruang paracetamol memiliki
berat jenis 1,293 gr/ml, kelarutannya 14,5 mg/ml dalam air suling. paracetamol
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Paracetamol memiliki sifat fisika dari

3
paracetamol yakni berwujud serbuk hablur, putih, tidak berbau, dan rasa sedikit
pahit. Paracetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N
serta mudah larut dalam etanol.
V. TAHAPAN PEMBUATAN PARACETAMOL (C8H9NO2)
1. PERSIAPAN PEMBUATAN PARAAMINOFENOL
Preparasi pembuatan paracetamol biasanya hasil dari
nitrobenzena. Pada skala laboratorium, paracetamol mudah disiapkan
melalui nitrasi fenol dengan natrium nitrat yang akan menghasilkan para
nitrofenol dan produk samping berupa ortho nitrofenol. Untuk
mengurangi ortho pada para nitrofenol dengan ditambahkan natrium
borohidrida menghasilkan paraaminofenol. Resultan p-aminofenol
kemudian diasetilasi dengaan anhidrida asetat. Pada reaksi ini, fenol
sangat reaktif sehingga reaksi hanya memerlukan kondisi ringan. Berikut
reaksi yang terjadi.

Gambar 1.1 Reaksi Persiapan pembuatan Paraaminofenol

2. REAKSI ASETILASI DENGAN ASAM ASETAT


Asetilasi p-Aminofenol untuk menjadi paracetamol menggunakan
anhidrida asam. Anhidrida asam lebih reaktif daripada asam karboksilat
dan dapat mensintesis keton, ester, dan amida. Pada tahap awal, terjadi
reaksi asam-basa (menurut skema Lewis) antara asam asetat (sebagai
Basa Lewis) dan HY (sebagai asam Lewis). Reaksi ini dapat terjadi,
terutama karena adanya distribusi elektron yang seimbang dan khas dari

4
gugus karbonil dalam asam asetat, dan berlangsung secara spontan
(relatif sangat cepat).

Gambar 1.2 Reaksi Pembentukan Kation Asilium


Selanjutnya terjadi kesetimbangan dalam reaksi dehidrasi dari
padatan garam seperti pada gambar di atas. Produk yang terjadi bersifat
sebagai asam (kuat) dan berfungsi juga sebagai akseptor ligan (pasangan
elektron bebas dari basa Lewis) sekaligus sebagai kation asilium akibat
adanya induksi aktif permukaan dari Y- (gugus aktif permukaan dari
bentonit).

Gambar 1.3 Reaksi Ion Asilium dengan p-Aminophenol

Pada Gambar 1.3., ion asilium yang dihasilkan segera diserang


oleh PAP atau amina (sebagai elektrofil kuat) sehingga dihasilkan
molekul (garam) antara R-NH2COR—Y. Selanjutnya, dalam kondisi
panas (mendekati titik ’supersaturasi’ dari H2O), memicu terjadinya
resonansi struktural sehingga lebih jauh berakibat pada terjadinya
”penataan-ulang” (rearrangement) dari molekul antara tersebut.

5
Akhirnya, dihasilkan suatu molekul yang ”lebih stabil” struktur
(resonansi) elektronnya.

Gambar 1.4 Reaksi Asetilasi p-Aminophenol dengan Asam Asetat


Glasial

Pada Gambar 1.4.., reaksi tahap pertama adalah reaksi asam-basa


antara p-aminofenol (bertindak sebagai basa) dan asam asetat glasial
(bertindak sebagai asam) akan menghasilkan senyawa garam
N-(4-hidroksifenil) ammonium-asetat (suatu garam ammonium asetat).
Kemudian, dengan bantuan katalis sekaligus adsorben bentonit, senyawa
garam ammonium tersebut akan mengalami kondensasi dengan realatif
spontan pada suhu sekitar 92 – 120 °C.

p-Amonifenol adalah produk metabolik dari anilin yang memiliki


tingkat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan turunan orto dan meta,
tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat
sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi
toksisitasnya. Asetilasi gugus amino dari p-Aminofenol akan
menghasilkan asetaminofen atau paracetamol yang tingkat toksisitasnya
lebih rendah. p-Aminofenol mempunyai gugus amino aromatik primer
dan gugus fenol dalam molekulnya. Baik gugus amino maupun gugus
hidroksilnya dapat diasetilasi. Namun, asetilasi pada gugus amino lebih
cepat dibandingkan gugus hidroksilnya. Pada dosis terapi pemakaian
paracetamol relatif aman, tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada
pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kemampuan

6
darah untuk mentransfer oksigen (methamoglobinnemia) dan kerusakan
hati (Boyke,1997). Bahaya pembentukan methamoglobinnemia lebih
rendah pada paracetamol karena biotransformasinya yang cepat. Oleh
karena itu paracetamol menjadi obat analgesik dan antipiretik yang
populer dan banyak digunakan baik dalam bentuk sediaan tunggal
maupun kombinasi.

3. REKRISTALISASI DAN PEMURNIAN


Rekristalisasi adalah metode yang paling penting untuk
pemurnian suatu kristal karena kemudahannya (tidak perlu alat khusus).
Metode ini cukup sederhana, karena material padatan ini terlarut dalam
pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih
pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas didinginkan perlahan, kristal akan mengendap karena
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam
larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi
adalah metode yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti
mudah dilakukan.. Ada dua kemungkinan keadaan dalam rekristalisasi
yaitu pengotor lebih larut dari pada senyawa yang dimurnikan, atau
kelarutan pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi rekristalisasi, adalah sebagai
berikut:
a. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki
kebergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada
suhu kristalisasi NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl
dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
b. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan
pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Pada beberapa

7
kasus, penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada
kristal bibit, menggaruk dinding akan lebih berguna.
c. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut
digunakan pelarut non-polar. Namun, pelarut non-polar cenderung
merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Penggunaan pelarut
polar harus diperhatikan karena reaksi antara pelarut dan zat terlarut
dapat membentuk kompleks antara zat pelarut-zat terlarut.
d. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan.
Namun, pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non-polar.
Kristal yang terjadi dikeringkan dan ditentukan kemurniannya
dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan metode spektroskopi.
Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi merupakan langkah
penentu keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan
panas maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa
organik sering mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat
dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti
norit.

Gambar 1.5 Reaksi P-aminofenol ditambah anhidrat asetat membentuk


paracetamol

8
VI. MEKANISME KERJA PEMBUATAN PARACETAMOL

9
VII. MEKANISME SEDERHANA PARACETAMOL

10
VIII. PENUTUP
Dalam analisis pemanfaatan kimia organik dalam pembuatan paracetamol
(C8H9NO2), terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan:
1. Salah satu cara membuat paracetamol adalah dengan cara asetilasi
p-Aminofenol. Proses pembuatan dimulai dari mereaksikan asetilasi dengan
asam asetat sampai dengan rekristalisasi dan pemurnian. Dalam pembuatannya,
digunakan norit yang berperan sebagai adsorben untuk menghilangkan pengotor.
2. Proses reaksi dimulai dari reaksi antara asam asetat (sebagai Basa Lewis) dan
HY (sebagai asam Lewis), dilanjutkan dengan reaksi dehidrasi dari padatan
garam.
3. p-Aminofenol adalah produk metabolit dari anilin yang memiliki tingkat
toksisitas yang lebih rendah dibandingkan turunan orto dan meta, tetapi masih
terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat. Asetilasi gugus amino
dari p-Aminofenol akan menghasilkan asetaminofen atau paracetamol yang
tingkat toksisitasnya lebih rendah.
4. Rekristalisasi merupakan salah satu proses dalam pembuatan paracetamol yang
cukup sederhana karena dapat dilakukan tanpa memerlukan peralatan khusus.
Namun karena kesederhanaannya, proses ini cukup sulit dilakukan, karena ada
banyak faktor penting yang perlu diperhatikan.
5. Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi merupakan langkah penentu
keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan panas maka
penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas.

IX. DAFTAR PUSTAKA


● Pranati Srivastava, dkk. Formulation and Evaluation of Paracetamol
Tablets to Assess Binding Propertyy Of Orange Peel Pectin. International
Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 3(1),30-34

11
● Wardiyah. 2020. Kimia Organik, Buku Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi.
Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai