MODUL1 IMUNOFARMAKOLOGI Pengantar
MODUL1 IMUNOFARMAKOLOGI Pengantar
net/publication/321070398
MODUL IMUNOFARMAKOLOGI
CITATIONS READS
0 35,795
1 author:
Akrom Akrom
Ahmad Dahlan University
107 PUBLICATIONS 118 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Akrom Akrom on 15 November 2017.
MODUL 1
DISIAPKAN OLEH
AKROM
1
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Tujuan :
2
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
A. PENDAHULUAN
Manusia dan hewan mempunyai sistem pelacakan dan penjagaan terhadap benda
asing yang dikenal dengan sistem imun. Sistem imun melindungi tubuh terhadap
penyebab penyakit pathogen seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Sistem imun terbagi
menjadi dua yaitu imun non spesifik (innate immunity) atau system alamiah dan imun
spesifik atau system imun adaptif. Kedua system ini yang melindungi tubuh dan
mengeliminasi agen penyakit. Respon imun yang diselenggarakan oleh system imun
paling tidak memiliki 3 fungsi utama yaitu untuk pertahanan tubuh, menjaga homeostasis
dan melakukan surveilans atau penjagaan.
Kajian imunologi diterima luas disemua cabang ilmu biologi, terutama ilmu –
ilmu bidang kesehatan, termasuk dibidang ilmu kefarmasian. Sebagai ilmu alat,
imunologi dapat membantu memecahkan kebuntuan yang terjadi pada cabang ilmu
lainnya. Imunologi telah dirasakan kemanfaatannya oleh para klinisi ketika membantu
menguraikan berbagai mekanisme patofisiologi dan pathogenesis berbagai penyakit,
termasuk penyakit yang jarang terjadi di masyarakat dan penyakit autoimun, misalnya
bagaimana mekanisme patofisiologi asma alergi, rematoid arthritis dan sistik fibrosis
dapat dijelaskan dengan mudah dengan pendekatan imunologis. Dibidang penemuan
obat baru, imunologi bersama biologi molekuler merupakan salah satu ilmu yang
memfasilitasi lahirnya obat-obat baru kelompok obat biosimilar.
3
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
2. Sistem Imun Non Spesifik (Innate Immunity) dan Speifik (adaptive immunity)
Secara umum, mekanisme respon imun terbagi menjadi dua yaitu respon imun
alamiah yang dikenal dengan imunitas alamiah (innate immunity) yang dikenal juga
dengan imunitas bawaan atau imunitas tak spesifik (non specific immunity). Sistem
imunitas alami yaitu imunitas yang sudah ada pada diri seseorang sejak dari kandungan.
Sistem imunitas adaptif atau imunitas dapatan (adaptive immunity) yang dikenal juga
dengan imunitas spesifik (specific immunity) adalah imunitas yang dimiliki manusia
setelah berinteraksi dengan lingkungan.
(a). Sistem imun alamiah (Innate immunity) adalah pertahanan tubuh yang mempunyai
sifat tidak spesifik dan merupakan pertahanan pertama. Imunitas alami berfungsi sebagai
system pertahanan terdepan pada awal terjadinya infeksi penyakit. Secara umum imunitas
alami berfungsi untuk:
(i) menjadi penghadang terdepan terhadap antigen. Jaringan epitel dan selaput
mukosa merupakan pelindung tubuh dari kemungkinan masuknya berbagai
pathogen
(ii) Mengidentifikasi dan memusnahkan pathogen. Berbagai sel fagosit yang tersebar
pada berbagai jaringan senantiasa siap memusnahkan setiap pathogen yang
menginfasi jaringan.
(iii)Mengawali reaksi inflamasi. Setiap ada kerusakan jaringan baik oleh karena
infeksi pathogen maupan trauma akan membangkitkan reaksi inflamasi
sebagai respon imun alami agar kerusakan tidak meluas.
(iv) Membangkitkan respon imun adaptif. Reaksi inflamasi membangkitkan aktifitas
sel proinflamasi. Sel proinflamasi yang aktif kemudian sel2 tersebut
mengeluarkan sitokin antara lain TNF-a, IL-12 maupun IL-1 yang dapat
membangkitkan respon imun adaptif melalui aktifasi sel Th maupun sel
TCD8.
Tabel 1.1. Karakteristik sistem imun alami dan sistem imun adaptif (guide immunology)
karakteristik Imunitas alami Imunitas adaptif
Komponen Barier fisik (kulit, mukosa, vili, fimbria, Antibody (immunoglobulin), sel
cilia), secret protein & non protein, fagosit, T dan sel B
sel NK, eosinofil dan sel K
Ketergantungan pada Tidak tergantung pada paparan antigen Tergantung pada paparan antigen
antigen sebelumnya sebelumnya
Antigen spesifik Tidak membedakan jenis antigen Membedakan dengan detail jenis
antigen
Waktu tunggu Spontan (menit – jam) Lambat (3-5 hari)
Memori imunologis Tidak ada Ada
Pathogen Terutama tersususn atas polisakarida & Terutama tersususn polipeptida
polinukletida (proten)
Rekognisis patogen Pengenalan dilakukan oleh reseptor yang Pathogen dikenali oleh reseptor
terbentuk pada germline yang terbentuk secara acak
Spesifisitas reseptor Spesifisitas reseptor longgar, mengenali Spesifisitas sempit, reseptor
berbagai struktur molekul disebut pathogen hanya mengenal epitop tertentu
– associated molecular pattern
Pembangkitan aksi Dapat dibangkitkan oleh paparan antigen antigen
melalui efek dari sitokin
4
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Benda asing yang berlaku sebagai bahan pemicu respon imun disebut dengan antigen.
Antibodi adalah protein produk respon imun tubuh sebagai jawaban reaksi imun atas
adanya benda asing.
Termasuk innate immunity adalah, makrofage, sel darah merah dan sel assesories,
selain itu juga bahan kimia dan fisik barier seperti kulit yang mensekresi lisosim dan
dapat merusak bakteri seperti bakteri S. aureus. Oleh karena itu sistem fagosit ini spesifik
untuk system pertahanan alami. Sehingga jika ada organisme melakukan penetrasi
melalui permukaan epithel akan dianulir oleh sistem Retikulum Endothelium (RE) yang
merupakan turunan dari sel sumsum tulang yang berfungsi menangkap, internalisasi dan
merusak agen infeksius. Dalam hal ini yang bertindak memfagositosit adalah sel kuffer.
Selain itu juga sel darah merah termasuk eosinophil, PMN dan monosit dapat migrasi ke
dalam jaringan secara invasive. Sel lainnya adalah natural killer, leukosit, sel ini cocok
untuk mengenali perubahan permukaan pada sel yang terinfeksi, seperti mengikat dan
membunuh sel yang dipengaruhi oleh interferon. Interferon adalah termasuk sitokin
spesifik yang diproduksi oleh sel target atau sel terinfeksi.
Faktor lain yang termasuk innate immunity adalah protein serum yang merupakan
protein fase akut. Protein ini mempunyai efek sebagai perlindungan melalui interaksi
komplek dengan komplemen, yang selanjutnya diikuti lisisnya agen penyakit.
Sebagai tanda awal dari respon imun adalah inflamasi yang merupakan reaksi dari
tubuh terhadap injuri seperti invasi agen infeksius. Terjadinya proses ini dapat ditandai
dengan 3 hal yaitu pertama terjadi peningkatan aliran darah ke daerah infeksi, kedua
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan reaksi sel endothel, sehingga
terjadi reaksi silang antara molekul besar dan sel endotelial dan ketiga adalah terjadinya
migrasi leukosit (PMN) dan makrofage dari kapiler ke jaringan sekitar.
(b). Sistem Imun Spesifik (Adaptive Immunity System)
Adaptive immunity adalah merupakan sistem pertahanan tubuh lapis kedua, jika
innate immunity tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit
tidak mengenali agen infeksius, sebab hanya sedikit reseptor yang cocok untuk agen
infeksius atau agen tidak bertindak sebagai faktor antigen terlarut (soluble antigen) yang
aktif. Jika hal ini terus menerus, maka akan diperlukan model spesifik yang akan
berikatan lansung dengan agen infeksius yang dikenal dengan antibodi dan selanjutnya
akan terjadi pada poses fagositosis.
3. Mekanisme aktifasi respon imun
Bagaimana mekanisme pembangkitan respon imun? Secara umum mekanisme
aktifasi respon imun ada 3 tahap yaitu tahap inisiasi/induksi, tahap amplifikasi-regulasi
dan tahap eksekusi. Masing-masing tahapan memiliki mekanisme yang berbeda
sebagaimana disajikan pada table 2.
5
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
(a). Self dan Non self: Imunogen, Antigen, Epitop dan hapten
Sistem imun dilengkapi dengan kemampuan untuk membedakan diri sendiri (self)
dengan benda asing (non self). Self adalah istilah atau kata yang merujuk pada “diri
sendiri”, baik itu bagian sel, sel, jaringan maupun organ atau system organ dari tubuh
sendiri. Non self atau asing adalah istilah yang menunjukkan segala sesuatu yang bukan
diri sendiri, baik itu berupa virus, bakteri, parasit maupun mikroorganisme yang lain.
Respon imun diselenggarakan oleh system imun untuk menghadapi adanya benda asing
(non self) baik berupa virus, bakteri, plasmodium, sel kanker atau mikroorganisme
lainnya yang bukan bagian dari tubuh sendiri. Sistem imun tidak membangkitkan respon
imun terhadap bagian tubuh sendiri (self) termasuk sel tubuh yang rusak akibat proses
degenerasi, misalnya eritrosit tua yang harus diganti sel muda. Sistem imun memiliki cara
tersendiri untuk membedakan antara non self (virus, bakteri, parasit, jamur, sel kanker)
dan self melalui berbagai reseptor yang terdapat pada permukaan sel dan system pengenal
yang lain.
Respon imun terkait erat dengan adanya antigen yang memenuhi syarat sebagai
imunogen. Antigen adalah substansi yang dapat dikenali dan diikat dengan baik oleh
sistem imun. Antigen dapat berasal dari organisme (bakteri, virus, jamur dan parasit) atau
molekul asing bagi tubuh. Tidak setiap bagian dari antigen dapat berinteraksi dengan
molekul sistem imun. Bagian dari antigen secara langsung berikatan dengan molekul
reseptor (seperti antibodi) yang dikenal dengan epitop. Hal ini menandakan, bahwa
antigen mempunyai beberapa epitop.
Hapten adalah molekul organik kecil yang dapat mengikat bagian reseptor
antigen. Meskipun molekul ini kecil tetapi dapat menginduksi respon imun sendiri. Selain
itu juga dapat menginduksi antibodi dengan titer yang tinggi jika diikatkan dengan
carrier berupa protein yang mempunyai berat molekul tinggi atau polimer sintetik.
6
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Gambar 1.1. Presentasi antigen oleh APC, MHC dan limfosit T (Kuby-immunol)
Secara umum ada 2 jenis atau kelas molekul MHC yaitu MHC-I dan MHC-II,
meskipun ada yang menyebutkan ada 3 kelas MHC dengan menambahkan kelas MHC
yaitu MHC-III. Setiap klas mempunyai peranan berbeda dalam regulasi imun. MHC – I
digunakan untuk menyajikan antigen intrasel kepada sel Tsitolitik (CTL/CD8) sedangkan
MHC-II untuk menyajikan antigen intrasel intravakuola pada sel Thelper.
7
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Gambar diagram perkembangan jenis sel penyusun system imun. Secara umum semua
jenis sel penyusun system imun berasal dari stem sel yang sama. Kemudian stem sel
berkembang menjadi sel progenitor multipoten yang mampu melakukan peremajaan dan
perbaikan sendiri. Sel stem kemudian berdiferensiasi menjadi progenitor limfoid dan
mieloid
8
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Sel B marker proteinnya adalah imunoglobulin M permukaan (Surface IgM) yang tidak
dijumpai pada sel T.
Gambar 1.2. Struktur CD8 limfosit Tsitolitik (i) dan CD4 limfosit Thelper (ii)
Sel T dan sel B mengenali antigen melalui reseptor antigen. Pada sel B reseptor
antigennya disebut BCR (B cell receptor), merupakan molekul antibodi yang mengikat
membran (IgM atau IgD). Ketika sel B mengikat antigen, maka sel B akan menjadi
matang untuk memproduksi sel plasma. Selanjutnya sel plasma mensekresi antibodi yang
spesifik terhadap antigen dan identik dengan reseptor yang original pada permukaan sel
B.
Gambar 1.3. Tipe sel limfosit, reseptor dan marker protein permukaan
Reseptor antigen pada sel T disebut TCR (T cell receptor) yang merupakan
immunoglobulin like molecule yang bereaksi dengan molekul MHC yang mengikat
antigen di permukaan dengan baik. Jadi sel T pada saat aktif tidak memproduksi antibodi,
tetapi memproduksi limfokin (lymphokines). Substansi ini mempunyai berat molekul
rendah yang berfungsi mengirim signal pada sel sistem imun untuk bereaksi terhadap
target sel mati, pengaktifan makrofag, proliferasi sel limfosit dan migrasi sel.
9
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
(ii) Sel asesori, Antigen presenting cells (APC) & sel dendritik
Antigen Presenting Cells (APCs) adalah sel asessoris yang berfungsi
mempresentasikan antigen terhadap limfosit agar respon imun berhasil dengan baik.
Banyak antigen yang harus ditelan dan diproses secara intraseluler kemudian
dipresentasikan ke permukaan sebagai peptide antigen agar dikenali oleh limfosit. Jenis
sel yang dapat bertindak sebagai APCs antara lain makrofage, sel dendrite, sel B, dan sel
Langerhans.
Respon imun terhadap antigen tergantung dari tipe antigen dan macam partikel
yang berinteraksi. Antigen intrasel akan memacu respon imun seluler. Antigen ekstrasel
yang terlarut dalam cairan ekstra sel memacu respon imun humoral.
Tabel 1.3. Jenis sel dendritik dan distribusinya
Tipe Distribusi
Sel dendritik dalam aliran darah Darah & limpa
Sel langerhans Kulit dan membrane mujosa
Sel dendritik interdigitating Jaringan limfoid sekunder (dg sel T); timus
Sel dendritik interstisial Traktus GIT, liver, paru dan ginjal
Pengaktifan sel B dapat melalui dua arah yaitu pertama secara langsung kontak
dengan antigen terlarut (soluble antigen) atau native antigen. Kedua pengaktifan sel B
melalui sel T-helper (Th). Sel B teraktifasi setelah berinteraksi dengan antigen sel Th,
selanjutnya sel B mempresentasikan antigen ke permukaan melalui MHC-II agar dikenali
oleh sel Th (CD4+) yang selanjutnya akan mensekresi limfokin yang sesuai sebagai
stimulator, sedang sel B memproduksi antibodi. Adanya pengikatan sel B dan antigen
akan mengaktifkan komplemen (complement) yang berfungsi untuk melisiskan sel target
dan pengaktifan sel fagosit. Proses ini kebanyakan terjadi pada makrofage untuk
membersihkan infeksi mikroorganisme.
Jika APC mempresentasikan peptide antigen menggunakan MHC-I, maka sel
yang distimulasi adalah sel T cytotoxic (CD8+), tetapi jika yang dipresentasikan peptide
antigen dengan menggunakan MHC-II, maka yang distimulasi adalah sel T-helper
(CD4Th). Sel T cytotoxic bertugas secara langsung membunuh sel target, sedangkan sel T
helper berfungsi untuk mensekresi bermacam-macam interleukin untuk memprovokasi
aktivitas sel B dan sel T untuk berinteraksi dengan sel imun lainnya seperti makrofage,
granulosit, limfosit terhadap antigen.
(iii). Sel efektor: Fagosit dan sitolitik
Sistem imun memiliki kelompok sel yang memiliki kemampuan utama untuk
membunuh atau menghancurkan semua pathogen melalui aktifitas fagositosis yang
disebut fagosit. Berbagai kelompok sel fagosit adalah monosit dan netrofil di dalam
jaringan darah dan makrofag di berbagai jaringan, misalnya makrofag peritonel,
makrofag alveolar di paru, sel langerhans di kulit, sel kupfer di hepar, podosit di ginjal
dan microglia di jaringan otak.
Tabel 1.4. Jenis makrofag dan tempat distribusinya
Nama Jenis jaringan
Makrofag alveolar Paru
Sel kupfer Liver
Sel Histiosit Jaringan ikat
Sel mikroglial Otak
10
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Osteoklast Tulang
Sel mesangial ginjal
Tubuh juga meiliki sel pembunuh alami yang bertanggung jawab untuk
memusnahkan semua pathogen yang masuk ke dalam tubuh yang dikenal dengan natural
killer cell (sel pembuh alami) dan killer cell (sel pembunuh). Sel NK dan K merupakan
mesin pembunuh atau efektor secara langsung setiap berpapasan dengan pathogen atau
pada respon alami. Mesin pembunuh terhadap pathogen khusus pada respon imun adaptif
dilakukan oleh sel Tsitolitik (cytolytic T cell/CTL).
(d). Antibodi-Imunoglobulin
Salah satu istilah yang popular dalam kajian imunologi adalah antibody atau
immunoglobulin (Ig). Antibodi adalah protein imunoglobulin yang disekesi oleh sel B
yang teraktifasi oleh antigen. Berat molekul antibodi berkisar 150.000 Da sampai
950.000 Da yang tergantung pada kelasnya. Semua molekul antibodi terdiri dari dua
untaian peptida pendek yang sama dikenal dengan light chain, sedang yang terdiri dari
dua untaian peptida yang panjang disebut heavy chains. Keduanya terjadi ikatan kovalen
bersama yang disebut dengan ikatan disulfida yang berbentuk seperti pada Gambar 1.
Struktur imunoglobulin terdiri dari fragmen ab (Fab) dan framen c (Fc) kedua
fragmen ini dirangkai oleh untaian dua sulfida (s-s). Bagian yang terdiri dari asam amino
11
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
yang bertugas untuk mengikat antigen dikenal dengan side binding antigen, sedang Fc
terdiri dari karbohidrat yang sering berikatan dengan komplemen.
Antibodi diproduksi oleh sel B. Antibodi merupakan molekul fleksibel dan
bertindak sebagai adaptor antara agen infeksius dan fagosit. Antibodi mempunyai 2
fungsi selain mempunyai variabel antibodi yang berbeda dan mengikat agen infeksius
juga mengikat reseptor sel dan selanjutnya mengaktifkan komplemen yang diakhiri
dengan terjadinya lisis. Masing-masing limfosit, T dan B, hanya mampu mengenali satu
epitop yang spesifik. Jadi adanya respon imun yang diinduksi oleh banyak epitop (seperti
bakteri yang mempunyai banyak epitop), maka diperlukan pengaktifan limfosit untuk
berdiferensiasi menjadi bermacam-macam limfosit spesifik terhadap epitop. Pengaktifan
masing-masing limfosit tersebut dapat menumbuhkan banyak klon dari sel yang sama
untuk merespon antigen, sehingga mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit
dengan spesifisitas yang berbeda, oleh karena itu dikenal dengan antibodi poliklonal
(polyclonal antibody). Tetapi sebaliknya para peneliti sudah banyak membuat manipulasi
sistem imun dengan cara hibridoma (hybridoma), yang merupakan turunan (derivate)
klon tunggal (single clone) dari sel B yang teraktifasi untuk memproduksi antibodi yang
homogen atau single molecular species of antibody yang hasilnya dikenal dengan
antibodi monoklonal (monoclonal antibody).
Berdasarkan letak atau keberadaan antigen di dalam tubuh, secara umum antigen
dibedakan menjadi 2 yaitu antigen ekstraseluler dan antigen intraseluler. Perbedaan tipe
antigen menyebabkan perbedaan mekanisme aktifasi dan jenis efektornya.
Tabel. Jenis antigen
12
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
13
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
No Kasus
1 Komponen/struktur dan mekanisme respon imun
A makrofag
B antibodi/imunoglobulin
C MHC I & MHC II
D Ligand Antigen atau alergen
E TLR/PAMPS reseptor
F CD4Limfosit Th
G Komplemen
H Faktor pertumbuhan
I Kemokin
J C reactive protein
K Cluster differentiation (CD)
L Sitokin
M Molekul adesi
N VAKSIN
O Natural killer cell
P CD4CD25Treg
Q CD8CTL
TUGAS:
1.Tugas kelompok Buatlah poster dengan ukuran A3 dan disajikan pada ttg Morfologi,
Karakteristik, fungsi/peran dan mekanisme aktifasi makrofag serta contoh kasus.
Presentasikan poster pada tanggal yang telah disepakati dan mintakan penilaian oleh
kelompok lain.
2.Tugas indifidual: lakukan penilaian terhadap poster yang dipresentasikan, lakukan
penilaian terhadap 10 poster selain poster kelompok dan buatlah resume isi masing
poster. Resum hasil pengamatan disusun sebagai satu makalah dengan
sistematika:Judul/Penyusun/Abstrak/latar belakang/tujuan/isi/ pembahasan/kesimpulan
/daftar pustaka
Spasi 1 dan jumlah halaman maksimal 12 halaman.
Daftar Pustaka
Abbas. A.K., Litchman, A.H., 2004. Basic Immunology: Function and disorder and the immune system,
Scond edition, Elsevier, Shang hai
Baratawidjaja, K.G. 2004. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Bettelli, E., Oukka, M., Kuchroo, V.K., 2007. T(H)-17 cells in the circle of immunity and
autoimmunity, Nat Immunol. 8(4):345-50
Bogdan, C., 2011. Regulation of lymphocytes by nitric oxide, Methods Mol Biol. 677:375-93.
Colombo, M.P., and Trinchieri, G., 2002. Interleukin 12 in antitumor immunity and
immunotherapy, Cytokine Growt Faktor Review. 13: 155 - 168
14
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Couper, K.V., Blount, D.G., Riley, E.M., 2008. IL-10: The Master Regulator of Immunity to
infection, J Immunol. 180: 5771-5777
Curiel, T.J., 2007. Tregs and rethinking cancer immunotherapy, J. Clin. Invest. 117(5): 1157-74
Dunn, G.P., Bruce, A.T., Ikeda, H., Old, L.J., Schreiber, R.D., 2002. Cancer immunoediting
from immunosurveillance to tumor escape, Nature immunology. 3(11): 991-8
Dunn, G.P., Old,L.J., Schreiber, R.D., 2004. The Immunobiology of Cancer Immunosurveillance
and Immunoediting, Immunity. 21: 137–148,
Dunn, G.P., Koebel, C.M., Schreiber, R.D., 2006. Interferons, immunity and Cancer
immunoediting, Nature Reviews Immunology. 6: 836-48
Fehervari, Z. and Sakaguchi, S., 2004. CD4Tregs and Immune control, J.Clin Invest. 114 (9):1209-
17
Ikeda, H., Old, L.J., Schreiber, R.D., 2002. The roles of IFNγ in protection against tumor
development and cancer immunoediting, Cytokine Growth Faktor Rev. 13: 95–109
Kim, R., Emi, M., Tanabe, K., 2007. Cancer immunoediting from immune surveillance to
immune escape, Immunology. 121:1–14
Klunker, S., Chong, M.M., Mantel, P.Y., Palomares, O., Bassin, C., Ziegler, M., Rückert, B.,
Meiler, F., Akdis, M., Littman, D.R., Akdis, C.A., 2009. Transcription faktors RUNX1
and RUNX3 in the induction and suppressive function of Foxp3+ inducible regulatory T
cells., J Exp Med. 206(12):2701-15
Knutson, K.L., Dang, Y., Lu, H., Lukas, J., Almand, B., Gad, E., Azeke, E., Disis, M.L., 2006.
IL-2 Immunotoxin Therapy Modulates Tumor-Associated Regulatory T Cells and Leads
to Lasting Immune-Mediated Rejection of Breast Cancers in neu-Transgenic Mice, The J
Immunol. 177: 84–91.
Kresno, S.B., 2000, Imunologi : Dignosis dan Prosedur Laboratorium. Ed. Keempat. UI: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Lin, W. and Karin, M., 2007. A cytokines-mediated link between innate immunity, inflammation
and cancer, J.Clin. Invest. 117(15):1175-83
Murphy, K.P., 2012. Janeway’s Immunobiology, Garland Science, New York USA
Nelson, B.H., 2004. IL-2, Regulatory T Cells, and Tolerance, JI. 172: 3983–3988.
Parmiani, G. and Lotze, M.T., 2002, Tumor Immunology: molecularly defined antigen and clinical
application, Taylor and Francois, New York USA
Parihar, R., Nadella, P., Lewis, A., Jensen, R., Hoff, C.D., Dierksheide, J.E., 2004. A Phase I
Study of Interleukin 12 with Trastuzumab in Patients with Human Epidermal Growth
Faktor Receptor- 2-Overexpressing Malignancies: Analysis of Sustained Interferon _
Production in a Subset of Patients, Clin Kankerncer Res. 10: 5027
Parslow, T.G., Stites, D.P., Terr, A.I., Imboden, J.B., 2003. Med. Immunol., tenth edition, Boston
Passerini, L., Allan, S.E., Battaglia, M., Nunzio, S.D., Alstad, A.N., Levings, M.K., Roncarolo,
M.G., Bacchetta, R., 2008. STAT5-signaling cytokines regulate the expression of FOXP3
in CD41CD251 regulatory T cells and CD41CD252 effector T cells, International
Immunology. 20(3): 421–431
Ramos, H.J., Davis, A.M., Cole, A.G., Schatzel, J.D., Forman, J., Farrar, J.D., 2009. Reciprocal
responsiveness to interleukin-12 and interferon-α specifies human CD8 effector versus
central memory T-cells fates, Immunobiology. 113(22):5516 - 5525
Roshan, P, and Savitri, P., 2013, Review on Chemical Constituents and Parts of Plants as
Immunomodulators, Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical (RJPBCS),
Volume 4 Issue 1, ISSN: 0975-8585
15
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
Nagarathna, P.K.M, Reena, K., Reddy, S., Wesley, J., 2013. Review on immunomodulation and
Immunomodulatory Activity of Some Herbal Plants, Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res., 22(1),
223-230
Sumit Das, Ripunjoy Bordoloi, Nishant Newar, 2014. A Review on Immune Modulatory Effect of
Some Traditional Medicinal Herbs, Journal of Pharmaceutical , Chemical and Biological
Sciences, ISSN: 2348-7658 May 2014; 2(1):33-42
U.S. PATIL*, A.V. JAYDEOKAR, D.D. BANDAWANE, 2012. IMMUNOMODULATORS: A
PHARMACOLOGICAL REVIEW, International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, Vol 4, Suppl 1, 2012
Priyanka Saroj*, Mansi Verma, K. K. Jha, Manju pal, 2012. AN OVERVIEW ON
IMMUNOMODULATION Priyanka Saroj et al, J Adv Scient Res, 2012, 3(1): 07-12
Singh Virendra Kumar*, Sharma Pramod Kumar, Dudhe Rupesh, Kumar Nitin, 2011.
Immunomodulatory effects of some traditional medicinal plants J. Chem. Pharm. Res.,
2011, 3(1):675-684
Antonio Bascones-Martinez 1, Riikka Mattila 2, Rafael Gomez-Font 3, Jukka H. Meurman, 2014.
Immunomodulatory drugs: Oral and systemic adverse effects, Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2014 Jan 1;19 (1):e24-31.
16
akmaa imunofarkalogi&imunomodulator
17