Anda di halaman 1dari 105

DIKLAT RUMAH SAKIT JANTUNG

DAN PEMBULUH DARAH


HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Tn. S DENGAN ACUTE


DECOMPENSATED HEART FAILURE ( ADHF)
DI GEDUNG PERAWATAN II LANTAI 3 RUMAH SAKIT
PUSAT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAHHARAPAN
KITA JAKARTA

STUDI KASUS

Disusun oleh :
Abdurahmman At
Tin

Andika

Seftian

Elisabeth

Nono Wartono

Nur Farida

PELATIHAN KEPERAWATAN KARDIOVASKULER


TINGKAT DASAR RS JANTUNG DAN PEMBULUH
DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
AGUSTUS 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Studi Kasus ini diajukan oleh :


Nama : Abdurahmman
Andika
Seftian
Elisabeth
Nono Wartono
Nur Farida

Program : Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar


Judul Studi Kasus :

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Tn. S


DENGAN ACUTE DECOMPESATED HEART
FAILURE (ADHF)
DI GEDUNG PERAWATAN II LANTAI 3
RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA

TIM PEMBIMBING
Pembimbing

Malikhatun, Amd.Kep, SKM ( )

Penguji I

Ns. Ketut Arya Dharma, S.Kep (. )

Penguji II

Ns. Emireta Ratri Ingsih, S.Kep,. Sp.KV (. )

Ditetapkan di : Jakarta

i
Tanggal : Agustus 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diagnosa Medis ADHF di Gedung
Perawatan II Lanatai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Penyusunan makalah ini menjadi salah satu tugas lapangan yang harus
penulis kerjakan sebagai peserta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tigkat
Dasar Angkatan VIII 2022 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP (K), MARS, FACC, FESC selaku direktur
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
2. Tina Rahmawati, SP, MM selaku kepala Instalasi Pendidikan dan
Pelatihan RSJPDHK
3. Seluruh staf pengajar diklat yang telah memberikan ilmu dan
bimbingan selama penulis mengikuti pelatihan.
4. Ibu Malikhatun, Amd.Kep,SKM selaku pembimbing lapangan dalam
pembuatan makalah.
5. Bapak Ns. Ketut Arya Dharma, S.Kep dan Ibu Ns. Emireta Ratri
Ingsih S.Kep, Sp. KV selaku tim penguji.
6. Bapak dan Ibu Perawat di Gedung perawatan II lantai 3 yang telah
memfasilitasi kegiatan studi kasus, memberikan arahan serta nasehat.
7. Teman-teman Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar
Angkatan VIII 2022 yang selalu memberikan semangat serta
motivasinya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan agar makalah ini
menjadi lebih baik ke depannya.

Jakarta, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Studi Kasus.............................................................................. 3

1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................... 3

1.2.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4

1.3 Manfaat Studi Kasus ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Definisi Gagal Jantung......................................................................... 5

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Gagal Jantung ............................................ 6

2.3 Klasifikasi Gagal Jantung .................................................................... 7

2.4 Patofisiologi Gagal Jantung 15

2.5 Manifestasi Klinis 17

2.6 Komplikasi 18

2.7 Pemeriksaan Penunjang 18

2.8 Penatalaksanaan 21

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan 25

v
BAB III TINJAUAN KASUS 45

3.1 Pengkajian 45

3.1.1 Biodata Pasien 45


3.1.2 Anamnesa 45
3.1.3 Pemeriksaan Fisik 47
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang 49
3.1.5 Penatalaksanaan 51
3.2 Analisa Data ........................................................................................ 5
2
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ............................................................. 5
6
3.4 Implementasi dan Evaluasi................................................................... 5
9
B IV PEMBAHASAN............................................................................. 6
A 5
B
4.1 Analisis Kasus Terkait Definisi dan Etiologi Gagal 6
Jantung ................. 4
4.2 Analisa Kasus Terkait Klasifikasi Gagal Jantung ................................. 6
6
4.3 Analisa Kasus Terkait Asuhan Keperawatan ........................................ 6
5
4.3.1 Pengkajiaan .............................................................................. 6
5
4.3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 6
5
4.3.3 Rencana Auhan Keperawatan ................................................... 6
6
4.3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.................................. 6
6
B V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 6
A 7
B
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 6
7
5.2 Saran ................................................................................................... 6
8

v
DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel Manifestasi Klinik Gagal 17


1. Jantung....................................................
Tabel Interpretasi Nilai Serum 19
2. BNP..........................................................
Tabel Rencana Asuhan 33
3. Keperawatan ........................................................
Tabel Hasil Pemeriksaan 49
4. Laboratorium ....................................................
Tabel Terapi Farmakologi Saat 51
5. Dirawat....................................................
Tabel Terapi Farmakologi Saat 52
6. Pulang .....................................................
Tabel Analisa Data Masalah 52
7. Keperawatan ................................................
Tabel Rencana Asuhan Keperawatan Terkait 56
8. Kasus..................................
Tabel Implementasi dan Evaluasi Terkait 59
9. Kasus .......................................

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Stadium Gagal Jantung Menurut ACC/AHA 2017.................... 8


1.
Gambar Gagal Jantung Berdasarkan Stevenson...................................... 1
2. 2
Gambar Klasifikasi HF berdasarkan LVEF ............................................ 1
3. 4
Gambar Mekanisme Kompensasi pada HF ( Sumber : Dakota 2019)...... 1
4. 6
Gambar EKG Tn. S ................................................................................ 5
5.. 0
Gambar ThorakTn. 5
6. S ........................................................................... 5
Gambar WOC Kasus 55
7
v
i
i
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung (Heart Failure) merupakan sindrom klinis yang


bersifat progresif yang dapat disebabkan karena adanya kelainan pada fungsi
miokard (sistolik dan diastolik), penyakit katup atau lainnya yang dapat
membuat terjadinya gangguan aliran darah disertai retensi cairan (PERKI,
2020). Gejala khas pada gagal jantung berupa sesak nafas saat istirahat atau
aktivitas, kelelahan dan edema tungkai sedangkan tanda khas yang dapat
muncul berupa takikardia, takipneu, ronkhi paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer dan hepatomegali (PERKI, 2020).
Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman global dan penyebab
kematian utama di dunia. Secara global, penyakit jantung telah menjadi
penyebab kematian tertinggi di dunia sejak 20 tahun terakhir (WHO, 2020).
Data World Health Statistics (2021) menyatakan bahwa pada tahun 2019,
penyakit kardiovaskular menyumbang 17,9 juta kematian yang mewakili
32% dari seluruh penyebab kematian di dunia. WHO juga menjelaskan
bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskular banyak terjadi di negara
dengan penghasilan menengah dan rendah. Selain itu, kematian akibat
penyakit kardiovaskular tidak hanya mengancam individu dengan usia
lanjut, namun juga terjadi pada individu yang berusia dibawah 70 tahun
(WHO, 2021). Data tersebut menunjukkan ancaman kesehatan dunia akibat
dari penyakit kardiovaskular akan berpotensi semakin besar.
Gagal jantung merupakan penyakit kardiovaskular penyumbang
kematian di dunia. Pada tahun 2018, WHO mencatat sekitar 9,6% kematian
akibat penyakit kardiovaskular disebabkan oleh gagal jantung. Gagal
jantung juga menjadi penyakit pandemik global yang menyerang sekitar 26
juta orang di dunia dan prevalensinya yang terus meningkat (Savarese and
Lund, 2017). Di Amerika, data dari American Heart Association (AHA)
tahun 2020 menunjukkan terdapat 6,2 juta orang berusia ≥20 tahun

1
menderita gagal jantung antara tahun 2013 hingga 2016. Prevalensi gagal
jantung di Amerika Serikat diprediksikan mengalami peningkatan sebesar
46% dari tahun 2012 ke tahun 2030 yang menghasilkan >8 juta orang
berusia ≥18 tahun mengalami gagal jantung (Virani, et al, 2021). Benua
Asia sendiri memiliki angka kematian tertinggi akibat penyakit jantung
dengan persentase 58%, dan Indonesia menduduki tingat kedua di Asia
Tenggara dengan jumlah 371.000 jiwa (Zhao, 2021).
Di Indonesia, prevalensi gagal jantung juga semakin meningkat.
Data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit gagal ginjal
kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018). Data Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia sebesar 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi
Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%. DKI Jakarta sendiri
menempati posisi keempat prevalensi gagal jantung tertinggi di Indonesia,
dengan persentase sebesar 1,9% (Kementerian Kesehatan, 2019). Sedangkan
jika dilihat dari sisi pekerjaan, ironisnya penderita penyakit jantung tertinggi
terdapat pada aparat pemerintahan, yaitu PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD
dengan prevalensi 2,7%. Begitu pula, jika dilihat dari tempat tinggal,
penduduk perkotaan lebih banyak menderita penyakit jantung dengan
prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%
(Kementerian Kesehatan, 2019).
Data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
(RSJPDHK) menunjukkan jumlah pasien gagal jantung pada bulan januari
2018 sampai dengan desember 2018 sebanyak 1170 pasien. Pada tahun 2019
terdapat peningkatan bermakna pada jumlah pasien gagal jantung yang di
rawat yaitu sebanyak 2304 pasien. Tahun 2020 jumlah penderita gagal
jantung yang menjalani perawatan di RSJPDHK sebanyak 1600 pasien
( instalasi rekam medik, 2021 ).
Menurut WHO (2021), peningkatan kasus gagal jantung paling
banyak disebabkan oleh faktor gaya hidup seperti makan makanan yang
tidak sehat, kurang aktivitas, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor-faktor
tersebut yang selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah, kadar

2
gula darah dan lipid dalam tubuh serta menyebabkan obesitas yang memicu
komplikasi terjadinya penyakit jantung.
Gagal jantung seringkali menyebabkan penderita tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari, menyebabkan perawatan lama dan
rehospitalisasi sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien (Yunaidi,
Hermanto, & Rahajoe, 2017). Oleh karena itu, gagal jantung
diklasifikasikan berdasarkan kapasitas fungsional pasien menurut NYHA
(New York Hearth Association) tahun 1994. Gagal jantung dibagi menjadi
kelas I-IV tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan.
Penelitian dari Roger (2021), menyatakan bahwa mortalitas dan
rehospitalisasi pasien gagal jantung masih terus menerus meningkat
meskipun telah dilakukan penanganan dan manajemen gagal jantung. Hasil
ini mencerminkan adanya kompleksitas sindrom gagal jantung sehingga
mempengaruhi tingkat perburukan pasien. Untuk mencegah hal tersebut,
peran kita sebagai perawat sudah seharusnya memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gagal jantung secara komprehensif guna
menghasilkan perbaikan kondisi pasien. Dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan
klinis serta kemampuan edukasi dan monitoring yang baik agar dapat
diterapkan oleh pasien selama dirumah, sehingga kejadian rehospitalisasi
pasien gagal jantung menurun dan kualitas hidup pasien meningkat.

1.2 Tujuan Studi Kasus

Proses penyusunan studi kasus ini memeiliki 2 tujuan, yaitu


untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai standar dan
profesional

1.2.1 Tujuan Umum


Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada
pasien gagal jantung secara komprehensif melalui pendekatan
proses asuhan keperawatanyang professional.

3
1.2.2 Tujuan Khusus

a. Perawat mampu menjelaskan pengkajian keperawatan pada


kasus gagal jantung

b. Perawat mampu merumuskan dan menjelaskan diagnosa


keperawatan berdasarkan data pasien dan membuat prioritas
masalah

c. Perawat mampu menetapkan dan menjelaskan hasil/luaran yang


ingin dicapai dari pasien dan intervensi yang sesuai

d. Perawat mampu menjelaskan tentang tindakan keperawatan,


baik yang bersifat mandiri maupun kolaboratif pada pasien
gagal jantung

e. Perawat mampu menjelaskan evaluasi terhadap tindakan yang


telah diberikan pada pasien gagal jantung

1.3 Manfaat Studi Kasus

Penulisan studi kasus ini dapat memberikan manfaat, diantaranya :


1. Perawat dapat membandingkan temuan klinis pada kasus Acute
Decompensasi Heart Failure (ADHF), dengan teori konseptual
yang ada

2. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien dengan kasus


Acute Decompensasi Heart Failure (ADHF)

3. Perawat dapat mengetahui efektivitas proses asuhan keperawatan


yang telah diberikan
4. Hasil dari studi kasus ini dapat dijadikan referensi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah sindrom kompleks dimana jantung tidak


mampu lagi untuk memompakan darah secukupnya dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme tubuh, biasanya karena jantung
melemah atau kaku (NHS, 2021; Malik, Brito, Vaqar, et al, 2021).
Mekanisme yang mendasari ini adalah kerusakan sifat kontraktilitas dan
ventrikel yang tidak mampu untuk memompakan darahnya sebanyak darah
yang masuk saat fase diastolik. Hal ini menyebabkan tingginya volume
ventrikel pada akhir diastolik (Nugroho, et al., 2016). Pada gagal jantung
terjadi kerusakan atau masalah dalam pengisian atau ejeksi ventrikel ke
sirkulasi sistemik. Menurut American Heart Assosiation (2017), gagal
jantung adalah kondisi kronis dan progresif dimanaotot jantung tidak dapat
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dan
oksigen yang pada dasarnya, jantung tidak bisa mengikuti beban kerjanya.

Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat kompleks,


dapat berakibat dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan
diastolik), penyakit katup ataupun perikard, atau hal-hal yang dapat
membuat gangguan pada aliran darah dengan adanya retensi cairan,
biasanya tampak sebagai kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat
lelah. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya regulasi neurohormonal yang
awalnya berfungsi sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
sistem Frank–Starling, tetapi justru menyebabkan penumpukan cairan yang
berlebih dengan gangguan fungsi jantung (PERKI, 2020). Gagal jantung
didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi yang
menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke
seluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala
yang kompleks dimana seseorang memiliki tampilan berupa gejala gagal
jantung, tanda khas gagal jantung dan adanya bukti obyektif dari gangguan

5
struktur atau fungsi jantung saat istirahat. (PERKI, 2020).

Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa gagal jantung


disebabkan karena gangguan kontraktilitas jantung sehingga kemampuan
jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh menurun. Hal ini dapat
mempengaruhi fungsi organ tubuh lainnya, seperti gangguan fungsi ginjal,
hati, hingga ke sistemik. Bila penyakit gagal jantung tidak diatasi dengan
tepat maka kemampuan hidup pasien tidak optimal bahkan jumlah pasien
yang meninggal akibat gagal jantung akan meningkat.

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Gagal Jantung

Secara garis besar, etiologi dari terjadinya gagal jantung dapat


dikelompokan sebagai berikut.
⮚ Kegagalan miokard (disfungsi miokard)
⮚ Gangguan mekanis
⮚ Peningkatan kebutuhan metabolik (demand overload)
⮚ Gangguan irama jantung
Gagal jantung kongestif disebabkan oleh abnormalitas struktur dan
fungsi jantung, serta faktor predisposisi lainnya. Factor predisposisi utama
yang seringkali menyebabkan gagal jantung ialah penyakit jantung coroner
dan diabetes mellitus (Malik, Brito, Vaqar, et al, 2021). Namun demikian,
gagal jantung juga dapat disebabkan oleh kondisi seperti hipertensi, penyakit
katup jantung, aritmia tidak terkontrol, miokarditis, pericarditis,
kardiomiopati dan penyakit jantung bawaan (Malik, Brito, Vaqar, et al,
2021; Ziaeian & Fonarow, 2016). Gagal jantung kongestif dapat juga
disebabkan oleh defisiensi nutrisi,obesitas, severe anemia, thyrotoxicosis
(Reddy et al, 2016). Kondisi tersebut tidak secara langsung menyebabkan
gagal jantung, melainkan memperparah kondisi gagal jantung. Hal ini
dikarenakan dapat meningkatkan kebutuhan (demand) sistemik, sedangkan
kemampuan pompa jantung menurun. Di sisi lain, penyebab utama gagal
jantung kongestif dekompensasi (ADHF) meliputi terapi obat tidak teratur,
konsumsi garam berlebih, dan penurunan aktivitas fisik serta yang utama
yaitu hipertensi tidak terkontrol (Lind, Ingelsson, Sundstrom, et al, 2021).

6
Berikut faktor risiko yang berhubungan dengan gagal jantung :

1. Faktor resiko yang dapat menyebabkan gagal jantung :


⮚ Infeksi seperti pneumonia
⮚ Aritmia
⮚ Infark miokard
⮚ Anemia
⮚ Konsumsi alkohol secara berlebih
⮚ Ketidakpatuhan terhadappengobatan hipertensi
⮚ Gangguan tiroid sepertitirotoksikosis
⮚ Emboli paru
⮚ Kehamilan
2. Faktor yang memperburuk kondisi gagal jantung :
⮚ Gagal jantung tingkat yang lebihtinggi
⮚ Diabetes melitus
⮚ Penurunan fungsi ejeksi ventrikelkiri (LVEF)
⮚ Bunyi jantung (S3)
⮚ Penurunan indek cardiac
⮚ Peningkatan katekolamin plasma dan konsentrasi natreuretik peptida
Menurut Sumber: (Dakota, 2019)

2.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Gagal jantung dibedakan dari beberapa jenis klasifikasi, diantaranya :

Menurut AHA (2017)


Pertama kali gagal jantung diperkenalkan oleh The New York
Heart Association (NYHA) tahun 1994. Gagal jantung terklasifikasi
menjadi beberapa kelas yaitu (Heidenreich et al, 2022) :
1. Kelas I : Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak
menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas fisik.
Pasien tidak mengalami fatique, palpitasi, dispnea
dan nyeri dada saat aktivitas.
2. Kelas II : Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan
gangguan aktivitas fisik ringan. Merasa nyaman
ketika beristirahat, tetapi merasa fatique, sesak,
palpitasi dan nyeri dada jika

7
melakukan aktivitas biasa misalnya saat berjalan
cepat menaiki tangga.
3. Kelas III : Keterbatasan aktivitas fisik sangat terasa pada pasien
dengan cardiac disease. Nyaman beristirahat tetapi
merasakan gejala walaupun hanya dengan aktivitas
minimal.
4. Kelas IV : Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas
fisik sangat terbatas dan gejala dirasakan walaupun
saat istirahat, bahkan ketidaknyamanan semakin
bertambah ketika melakukan aktivitas fisik apapun.

Gagal Jantung Akut dan Kronik


1. Gagal jantung Akut
Gagal Jantung Akut adalah timbulnya gejala secara
mendadak, biasanya selama beberapa hari atau jam. Kondisi
klinis pasien gagal jantungakut (Acute Heart Failure), meliputi:
a. Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai
serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau
tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi
ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik,
abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload
dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru (acut
de novo) tanpa kelainan jantung sebelumnya (gagal jantung
menahun atau acute on cronic), atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart
failure) yang telah dialami sebelumnya (Rilantono, 2012).
b. Hipertensive Acute Heart Failure
- TD meningkat secara cepat
- Fungsi LV (Left Ventricle) relatif baik
- Sering disertai Edema paru
c. Edema Paru
- Dyspnea berat

8
- SpO2 < 90%, pada udara ruangan
- Terdapat ronchi basah pada kedua lapangan paru
d. Renjatan Kardiogenik
- Hipoperfusi jaringan
- TDS < 90 mmHg atau MAP menurun > 30 mmHg,
walaupun preload sudah dikoreksi
- Urine output < 0,5 ml/ Kg BB/ Jam
- Heart Rate > 60 kali/menit
e. High Output Failure
Hiperdinamik, kadang-kadang disertai adanya bendungan di
paru
f. Gagal Jantung Kanan
- Terdapat curah jantung rendah
- Tanda-tanda bendungan perifer seperti JVP
yang meningkat, hepatomegali, dan hipotensi

2. Gagal Jantung Kronik


Gagal jantung kronik adalah perkembangan gejala
selama beberapa bulan sampai bebarapa tahun. Jika penyebab
atau gejala gagal jantung akut tidak reversibel, maka gagal
jantung menjadi kronis (Hudak & Gallo, 2011).
Gagal Jantung Kanan dan Kiri
Gagal jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk
memompa secara adekuat. Gagal jantung kanan lebih jarang terjadi
dan hanya terjadi pada pasien dengan penyakit jantung bawaan dan
kor pulmonal. Gagal jantung kanan terjadi akibat akumulasi darah
sebelum masuk ventrikel kanan. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kanan dan vena sistemik sehingga terjadi akumulasi
cairan pada jaringan tubuh. Pasien dengan gagal jantung kanan
sering mengalami edema ( Menurut Dakota, 2019).
Gagal jantung kiri adalah kegagalan ventrikel kiri untuk
mengisi dan memompokan darah ke sistemik yang tidak adekuat.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ventrikel dan
kongesti pada sistem vaskular paru. Gagal jantung kiri lebih banyak

9
terjadi pada praktek klinik. Gagal jantung jenis ini biasa terjadi pada
pasien dengan kardiomiopati dilatasi. Hal ini terjadi akibat
akumulasi darah sebelum masuk ventrikel kiri. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena paru

sehingga terjadi akumulasi cairan di paru. Keluhan utama pada gagal


jantung ini adalah sesak nafas. (Menurut Dakota, 2019).
Gagal Jantung Berdasarkan Stevenson
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan
melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan
adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato
jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke
kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan
penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut
basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan
perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
1. Kelas I (A) : Kering dan hangat (dry – warm)
2. Kelas II (B) : Basah dan hangat (wet – warm)
3. Kelas III (L) : Kering dan dingin (dry – cold)
4. Kelas IV (C) : Basah dan dingin (wet – cold)

Gambar 2. Gagal Jantung Berdasarkan Stevenson

1
Gagal Jantung Backward dan Forward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak
cukup ke aorta. Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan

adalah gejala yang khas pada gagal jantung forward. Gagal jantung
backward terjadi apabila ventrikel kiri tidak mampu memompakan
darah yang datang dari vena pulmonalis dan atrium kiri sehingga
terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru. Gagal jantung
backward biasanya mangakibatkan edema paru.
Gagal Jantung Berdasarkan Killip
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita
infark miokard akut, dengan pembagian:
1. Derajat I : Tanpa gagal jantung.
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal
paru, S3 galop peningkatan tekanan vena
pulmonalis, distritmia, dan peningkatan
frekwensi jantung.
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh
lapanganparu.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik 90 mmHg), vasokonstriksi perifer
(oliguria, sianosis dan diaforesis), perubahan
status mental dan penurunan atau tak adanya
haluaran urin.

1
Gagal Jantung Berdasarkan Left Ventricular Ejection Fraction
(LVEF).

Gambar 3. Klasifikasi HF berdasarkan LVEF


Sumber : Heidenreich et al (2022)

Klasifikasi ini didasarkan pada gejala yang muncul dan besaran


LVEF, diantaranya terbagi atas:
1. Heart failure with reduced ejection fraction
(HFrEF), merupakan gagal jantung dengan EF ≤ 40%
2. Heart failure with mid-range ejection fraction (HFmrEF),
merupakan gagal jantung dengan EF antara 41-49%
3. Heart failure with preserved ejection fraction
(HFpEF), merupakan gagal jantung dengan EF ≥ 50%

1
2.4 Patofisiologi Gagal Jantung
Kerja jantung diatur oleh dua sistem yaitu :
1. Sistem pertama adalah regulasi secara intrinsik yang melibatkan respon
miokard untuk meregangkan serat-serat otot jantung sebelum proses
kontraksi (inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan proses
pengisian jantung selama diastolik seperti volume diastolik akhir.
Respon miokard untuk meningkatkan kapasitas jantung setelah
kontraksi dimulai disebut afterload.
2. Sistem kedua merupakan regulasi secara ekstrinsik, yang melibatkan
respon jantung terhadap kondisi – kondisi seperti stimulasi neural,
hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan pada kedua sistem
tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan
perifer juga dapat memperburuk kondisi hemodinamik dari gagal
jantung.
Pada fase awal gagal jantung, terdapat 2 mekanisme yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kontraktilitas miokard. Respon pertama
adalah dengan mekanisme Starling. Menurut Hukum Starling, suatu
peningkatan pada volume diastolik akhir (preload) menyebabkan jantung
memulai kontraksinya pada tekanan dan volume yang lebih tinggi. Volume
sistolik akhir akan sedikit meningkat, namun pada kondisi ini jantung akan
bekerja pada volume diastolik akhir yang lebih besar dan akibatnya akan
mengeluarkan volume stroke yang besar juga.
Mekanisme kedua adalah melalui aktivasi sistem saraf simpatik.
Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor alfa dan beta adrenergik yang
pada awalnya akan memperbaiki curah jantung. Mekanisme ini
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dinding jantung, dimana
kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya hipertropi miokard, pelemahan
sistem saraf simpatik, dan pengeluaran peptida natriuretik atrium.
Mekanisme sistem saraf simpatik ini, dalam waktu tertentu akan mengubah
gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung simptomatik yang akan
mempengaruhi kinerja ventrikel.

1
Ventrikel yang mengalami hipertropi menyebabkan abnormalitas aliran
koroner, morfologi kapiler, serta karakteristik
mitokondria. Mekanisme lain yang turut berperan dalam
patogenesis gagal jantung adalah aktivasi neurohormonal. Respon ini pada
awalnya menguntungkan, Namun
selanjutnya akan menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Respon ini
akan menghasilkan perubahan hemodinamik, seperti vasokontriksi dan
retensi cairan volume air. Selain itu juga menyebabkan reaksi inflamasi dan
berpengaruh pada pertumbuhan. Aktivasi reaksi neurohormonal dimulai dari
aktivasi sistem saraf simpatik.

Gambar 4. Mekanisme Kompensasi pada HF ( Sumber : Dakota 2019)

Selain aktivasi sistem saraf simpatik, mekanisme a9ktivasi


neurohormonal, ini juga melibatkan sistem Renin-angiotensin-aldosteron
(Renin-angiotensin-aldosteron system/ RAAS). Aktivasi RAAS berperan
dalam patogenesis gagal jantung. Sistem ini bertanggung jawab terhadap
respon maladaptif jangka panjang yang mengakibatkan perburukan gagal
jantung. RAAS diaktifkan oleh sistem saraf simpatik, menurunnya tekanan
arteri renal, hiponatremia, diuretik dan vasopresin. Hal ini menyebabkan
suatu jalur reaksi proteolitik yang mengakibatkan pembentukan angiotensin
II.Angiotensin II yang kemudian mengakibatkan berbagai respon

1
maladaptif. Beberapa efek dari angitensin II seperti vasokontriksi, retensi
natrium dan air, rasa haus, menjaga filtrasi glomerulus (GFR) serta
hipertropi vaskuler dan miokard. (Dakota, 2019)

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang ditemui pada pasien gagal jantung


berdasarkan tipe gagal jantung itu sendiri terdiri dari :
1. Gagal Jantung kiri, dengan tanda dan gejala berupa :
❖ Penurunan cardiac output: kelelahan, oliguri, angina, konfusi dan
gelisah, takikardi dan palpitasi, pucat, nadi perifer melemah, akral
dingin.

❖ Kongesti pulmonal: batuk yang bertambah buruk saat malam hari


(paroxysmal noctural dyspnea), dispnea, crackles, takipnea dan
orthopnea.
Tabel 1. Manifestasi Klinik Gagal Jantung

Sumber : PERKI (2020)


2. Gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala berupa: kongesti sistemik
yaitu distensi vena jugularis, pembesaran hati dan lien, anoreksia dan
nausea, edema menetap, distensi abdomen, bengkak pada tangan dan
jari, poliuri, peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah atau
penurunan tekanan darah karena kegagalan pompa jantung.

1
2.6 Komplikasi
2.6.1 Komplikasi akibat dari gagal jantung sendiri :
1. Aritmia dapat terjadi karena respon tarhadap peningkatan
katekolamin dan iskhemi miokard. Iskhemik atrial yang lama
dapat menimbulkan atrial fibrilasi.
2. Angina dan infark miokard terjadi akibat dari peningkatan kerja
otot jantung yang iskhemik atau akibat dari penurunan perfusi
arteri koroner akibat dari penurunan tekanan sistemik.
3. Syok terjadi akibat dari penurunan curah jantung.
4. Renal failure terjadi akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal.
5. Pembentukan emboli terjadi akibat bendungan dan stasis vena .
6. Hepatomegali akibat dari bendungan vena.
7. Efusi pleura: Dihasilkan dari peningkatan tekanan kapiler.
Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang
pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.

2.6.2 Komplikasi akibat dari pengobatan :


1. Hypovolume akibat dari pemberian terapi diuretic disertai
pengeluaran cairan dan sodium yang berlebihan.
2. Hypokalemia akibat dari pengeluaran potasium yang berlebihan
akibatdari terapi diuretic
3. Intoksikasi digitalis akibat dari penggunaan
digitalis berlebihan,hipokalemi, gangguan fungsi renal.
4. Aritmia dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan elektrolit
maupunintoksikasi digitalis.
5. Infark miokard terjadi akibat dari beban kerja miokard yang
meningkatserta efek dari pemberian inotropik.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosis
gagal jantung. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui
sejauh mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain
seperti: hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang tersebut (PERKI,
2020) adalah :

1
2.7.1 Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti
paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru
yang menyebabkan atau memperberat sesak napas. Kardiomegali
dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.

2.7.2 Elektrokardiogram (EKG)


Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada
semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki
nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung jika
EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi
sistolik sangat kecil (< 10%).
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien gagal jantung,
meliputi :
1. Darah perifer lengkap: hemoglobin, leukosit,
trombosit, hematokrit
2. Analisa Gas Darah
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin I atau T, LDH)
4. Gula Darah.
5. Elektrolit : K,Na,Mg.
6. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urinalisa,
estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR),SGOT,SGPT
7. Kolesterol,Trigliserida.
8. Pemeriksan BNP (Brain Natriuretic Peptide) neurohormonal
yang dilepaskan oleh ventrikel jantung (miokardium) sebagai
respon terhadap dekompensasi jantung dan volume overload,
sebagai diagnosis dini gagal jantung dan untuk memperkirakan
morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung.

1
Tabel 2. Interpretasi Nilai Serum BNP

Hasil Interpretasi
Serum BNP < 100 Normal / gagal jantung terkompensasi baik.
Serum BNP 100 – 200 pulmonal (gagal jantung kanan).
Hipertensi,

disfungsi diastolic. Penyakit


jantung
Serum BNP 200 – 400 iskemik.

Gagal jantung terkompensasi Gagal jantung terkompensasi ringan


sedang.
baik. Normal (usia lanjut, wanita,
Gagal jantung kronik terkompensasi.
pengguna Beta Blocker). Cor
Serum BN > 400 Gagal jantung kongestif yang berat
(hipovolemia)

Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai


gambaran klinis. Gangguan hematologi atau elektrolit yang
bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diberikan terapi, meskipun anemia ringan,
hiponatremia, hiperkalemia, dan penurunan fungsi ginjal sering
dijumpai terutama pada pasien dengan terapi diuretik dan/atau ACE-
I, ARB, ARNI, atau antagonis aldosterone.

2.7.4 Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik
pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave
Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan atau disfungsi jantung
dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara HFREF dan HFPEF
(PERKI, 2020).
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam
mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis

1
harus memenuhi tiga kriteria:
a. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
b. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45-50%)
c. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri
abnormal/kekauan diastolik)
d. Peningkatan kadar peptide natriuretic
Ekokardiografi transesofagus direkomendasikan pada
pasien dengan ekookardiografi transtorakal yang tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventilator), pasien dengan kelainan katup,
pasien endocarditis, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeklusi
thrombus di left atrial appendage pada pasien fibrilasi atrium.
Ekokardiografi dengan beban (dobutamin atau latihan) digunakan
untuk mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia
dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau
akinesis berat.

2.8 Penatalaksanaan

Menurut PERKI (2020), ada beberapa hal yang


dapat dilakukan untuk mencegah gagal jantung,
diantaranya:
2.8.1 Non farmakologi

a. Manajemen perawatan diri


Manajemen perawatan diri dapat didefinisikan sebagai
tindakan- tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen
perawatan diri mempunyai peran penting dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna
untuk perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.

1
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi
morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan
literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non farmakologi.
c. Pemantaun berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari,
jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien
harus menaikkan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
d. Asupan cairan
Restriksi cairan 900 ml – 1,2 liter/hari (sesuai berat
badan) dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.
e. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pada pasien obesitas dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan
gagal jantung, menguragi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup.
f. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada
gagal jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia)
merupakan predikator penurunan angka mortalitas. Jika selama
6 bulan terakhir terjadi kehilangan berat badan > 6% dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien
didefinisikan sebagai kaheksia. Status malnutrisi pasien harus di
nilai dengan hati-hati.
g. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien
gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan
efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.

2
h. Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil)
mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan
pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan
dengan preparat nitrat.

Terapi non farmakologis juga dapat dilakukan dengan


restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah garam dan
rendah kolesterol, tidak merokok dan dengan melakukan olahraga.
2.8.2 Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi, terdiri atas obat-obat golongan (PERKI,
2020):
a. Penghambat ACE/ACE-I (captropil, lisinopril, ramipril)
Obat ini bekerja dengan menghambat konversi
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 melalui angiotensin
converting enzyme (ACE). ACE-I harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40%, kecuali ada kontraindikasi.

b. B-blocker (bisoprolol, karvedilol)


Obat ini memiliki fungsi untuk memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung dan menurnkan mortalitas.
Kontraindikasi pemberian beta blocker: asma berat, AV blok
derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome (tanpa pacu jantung
permanen) dan sinus bradikardi.
c. Antagonis aldosterone
Penambahan obat antagonis aldosterone dosis kecil
harusdipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤
35% dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III-IV
NYHA) tanpahiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.

2
d. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ≤ 40 % yang tetap simptomatik walaupun
sudah diberikan ACE-I dan beta blocker optimal, kecuali
terdapat kontra indikasi.

e. ARNI (Angiotensin Receptor-Nefrilysin Inhibitor)


Pada pasien yang masih simtomatik dengan dosis
pengobatan ACE- I/ARB, beta blocker, dan MRA dapat juga
diberikan terapi baru sebagai pengganti ACE-I/ARB yaitu ARNI
(kombinasi molekuler valsartan-sacubitril). Sacubitril
merupakan penghambat enzim nefrilisin yang akan
menyebabkan memperbaiki remodelling miokard, diuresis, dan
natriuresis serta mengurangi vasokontriksi, retensi cairan dan
garam.
f. Ivabradine
Ivabradine bekerja memperlambat laju jantung melalui
penghambatankanal di nodus sinus, dan hanya digunakan untuk
pasien dengan irama sinus. Ivabradine menurunkan mortalitas
dan perawatan rumah sakit akibat gagal jantung pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang menurun (LVEF ≤ 35
%, irama sinus, dan nadi ≥ 70 x/menit) yang pernah mengalami
rawat inap dalam 12 bulan terakhir.
g. Vasodilator lain (hidralazin – isosorbid dinitrat)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai
alternatif jika pasien intoleran terhadap ACE-I/ARB/ARNI.
h. Digoxin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial,
digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel
yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat

2
mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek
terhadap mortalitas.

i. Diuretik (furosemid, tiazid)


Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan tanda klinis atau gejala kongesti. Tujuan dari pemberian
diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur
sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari dehidrasi atau
retensi.
j. Obat inotropik lain (dopamin, dobutamin)
Obat inotropik berfungsi meningkatkan kontraksi otot
jantung dan curah jantung.
k. Anti aritmia
Obat antiaritmia menurunkan otomatisasi pacu jantung
ektopik lebih daripada nodus sinoatrial. Hal ini terutama dicapai
dengan menghambat secara selektif saluran natrium atau saluran
kalsium daripada sel yang didepolarisasi. Obat antiaritmia
dibagi menjadibeberapa kelas, yaitu (Dakota, 2019):
Kelas I : antagonis saluran (Na+)
● Ia (moderat) : kuinidin, prokainamid, disopiramid
● Ib (lemah) : lidokain, meksiletin, fenitoin
● Ic (kuat) : flekainid, propafenon
Kelas II : antagonis reseptor
beta
Kelas III : antagonis saluran K+ (amiodaron, sotalol)
Kelas IV : antagonis saluran Ca2+
(verapamil,
diltiazem)

2
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan

2.9.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari
proseskeperawatan yang meliputi:
1) Anamnesa
a. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
doagnosa medik. Identitas Penanggung Jawab, meliputi:
nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien
untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti,
dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan
memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama.
Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti
vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea,
batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gejala-
gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu
tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya
menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang
biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki
pasien (Wijaya & Putri, 2013).
e. Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh

2
kelurga. Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan
penyebab meninggalnya. Penyakit jantung pada orang
tuanya juga menjadi faktor utama untuk penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
f. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Menanyakan situasi tempat pasien bekerja
danlingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan
kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atauobat
tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, beberapa batang per
hari, dan jenis rokok. Data biografi juga merupakan data yang
perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis
kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh
pasien.

2) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/ istrirahat
Gejala : keletihan, kelemahan terus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat atau pada pengerahan tenaga. Tanda: gelisah,
perubahan status mental (latergi, TTV berubah pada
aktivitas).
b. Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi, episode gagal jantung


kanan sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki,
telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada gagal
jantung kanan).
Tanda :
● Tekanan darah mungkin menurun (gagal pemompaan)
● Tekanan nadi menunjukan peningkatan
volume sekuncup
● Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
● Irama jantung: sistemik, misalnya: fibrilasi
atrium, kontraksi ventrikel prematur/ takikardia blok
jantung
● Nadi apikal disritmia

2
● Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diasnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
● Murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan
adanya katup atau insufisiensi
● Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam
kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin
kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
● Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianosis
● Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat
● Hepar: pembesaran/ dapat teraba, reflek
hepato jugularis
● Bunyi napas: crackles, ronchi
● Edema: mungkin dependen, umum atau
pitting, khususnya padaekstremitas
● Distensi vena jugularis.

c. Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut, stres yang
berhubungan dengan penyakit. Tanda berbagai manifestasi
perilaku seperti ansietas, marah, ketakutan.

d. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap,
berkemih malamhari (nokturnal), diare/ konstipasi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual atau muntah,
penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, diet tinggi garam atau makanan yang
telah diproses, lemak, gula, dan kafein, penggunaan
diuretik. Tanda: penambahan berat badan cepat, distensi
abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting).
f. Hygiene
Gejala : keletihan, kelemahan, kelemahan selama

2
aktivitas perawatan diri. Tanda: penampilan menandakan
kelalaian perawatan personal.

g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, peningkatan episode pingsan.
Tanda: letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku.

h. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan. Tanda: tidak tenang, gelisah, perilaku
melindungi diri.
i. Pernapasan

Tanda dan gejala :


Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal
⮚ Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala : vaskular pulmonal adalah dispnea,
ortopnea, dispneanoktural proksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.
⮚ Dispnea
Dispnea, dikarakteristikan dengan pernapasan
cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa
pasien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang
menekan pasien. Terkadang pasien mengeluh adanya
insomnia, gelisah atau kelemahan, yang disebabkan
oleh dispnea.
⮚ Orthopnea
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring
datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari
gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti
vaskular pulmonal. Perawat harus menentukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit
jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan pasien.

2
⮚ Paroksimal Nokturnal Dispnea
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) adalah keluhan yang
dikenal baik oleh pasien yaitu pasien biasanya terbangun di
tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
Dispnea noktural proksimal diperkirakan disebabkan oleh
perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen
intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang
hari, saat pasien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik,
khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,
peningkatan volume cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi.
Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan
jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa
tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban
tambahan pada dasar vaskular pulmonal yang telah mengalami
kongesti.
⮚ Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari
kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi
perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan.
Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan
batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti
mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.
⮚ Edema Pulmonal
Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan
kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular
(kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi
tranduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebaliknya
tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk
transpor normal oksigen dan karbon dioksida dari darah
dalam kapiler pulmonal. Edema pulmonal akut

2
dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas,
sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan
sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah
muda, berbusa yang keluar dari mulut.
⮚ Inspeksi. Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahanfisik, dan adanya edema ekstremitas.
⮚ Palpasi. Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
⮚ Auskultasi. Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup.
⮚ Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanyahipertrofi jantung (kardiomegali).

2.9.2. Diagnosa Keperawatan


Dari hasil analisa data, kita dapat kelompokan data hasil
pengkajian kedua bagian, data subjektif dan data objektif. Menurut
SDKI SLKI SIKI (2017), data- data tersebut dapat kita rumuskan
beberapa diagnosa keperawatan, meliputi:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


afterload, perubahan frekuensi jantung, irama, kontraktilitas dan
perubahan preload (D.0008).

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan penurunan energy


(D.0005).

3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi,gangguan aliran balik vena (D.0022).

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan

2
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan, tirah baring
(D.0056).

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


(D.0077).

6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ancaman


terhadapkematian (D.0080).

7. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan


dengan kompleksitasprogram perawatan/ pengobatan (D.0116).

3
2.9.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N I)
o. an
(SDKI)
1. Penurunan curah Luaran Utama: Perawatan Jantung (1.02075)
jantung berhubungan ● Curah Jantung (L.02008) Observasi
dengan perubahan Setelah dilakukan ●Identifikasi tanda / gejala primer penurunan curah jantung
asuhan
afterload, perubahan keperawatan selama 1x24 jam, (dyspnea, kelelahan, edema, orthopnea, peningkatan CVP)
frekuensi jantung, curah jantung pasien adekuat ●Identifikasi tanda / gejala sekunder penurunan curah jantung
irama, kontraktilitas dengan kriteria hasil: (peningkatan BB, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, kulit pucat,
dan perubahan - Edema berkurang distensi vena jugularis)
preload (D.0008) - Dispnea berkurang ●Monitor tekanan darah
- Tidak terdapat gambaran ●Monitor intake dan output cairan
ekg aritmia ●Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- EF membaik ●Monitor saturasi oksigen
Luaran ●Monitor ekg 12 sadapan
Tambahan: ●Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

3
● Status Sirkulasi

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Pulsasi nadi adekuat ● Monitor nilai laboratorium jantung (elektrolit,
- Output urine meningkat enzimjantung, BNP, NTpro-BNP
- Saturasi oksigen meningkat ● Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
- Tekanan darah, sesudah aktivitas

MAP membaik ● Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum


pemberian obat (mis. beta blocker, ACE inhibitor, calcium
chanel blocker)
Terapeutik
● Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
● Berikan diit jantung yang sesuai (batasi asupan
kafein,natrium, kolesterol)
●Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gayahidup
● Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jikaperlu
● Berikan dukungan emosional dan spiritual
● Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasioksigen
>

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
94 %

Edukasi
● Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi dan bertahap
● Anjurkan berhenti merokok
● Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake danoutput
cairan harian
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian obat antiaritmia, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif Luaran Utama: Manajemen Jalan Nafas (1.01011)
berhubungan Observasi
⮚ Pola Napas
penurunan ● Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
energi (D.0005)
Setelah dilakukan asuhan ● Monitor bunyi nafas tambahan (mis.

keperawatan selama 1x24 jam, gurgling, wheezing, ronkhi kering)

pola nafas pasien Terapeutik


membaik ● Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan kriteria hasil:

3
- Fekuensi nafas normal

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Dispnea berkurang ● Posisikan semifowler atau fowler
- Penggunaan otot ● Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
bantu menurun ● Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
● Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik, jikaperlu
3. Hipervolemia Luaran Utama : Manajemen Hipervolemia (1.03114)
berhubungan ● Keseimbangan Cairan Observasi
dengan (L.03020) Setelah dilakukan ● Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. orthopnea,
gangguan asuhan keperawatan selama dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, suara nafas tambahan)
1x24 jam, cairan dalam tubuh ● Identifikasi penyebab hypervolemia
mekanisme regulasi, pasien seimbang dengan ● Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung, tekanan
gangguan aliran balik kriteria hasil: darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jikatersedia
vena - Keluaran urin membaik ● Monitor intake dan output cairan
(D.0022)

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Edema berkurang ● Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium,BUN,
- Tekanan darah hematokrit, berat jenis urine)
kembali normal ● Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma(mis.
- Berat badan menurun kadar protein dan albumin meningkat)
● Monitor kecepatan infus secara ketat
● Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi orthostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
● Timbang berat badan dan ukur lingkar perut setiap hari
pada waktu yang sama
● Batasi asupan cairan dan garam\
● Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
Edukasi
● Anjurkan melapor jika haluaran urin <
0,5 mL/kgbb/jam dalam 6 jam

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
● Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalamsehari
● Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan danhaluaran
cairan
● Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian diuretic
● Kolaborasi pemberian kalium akibat diuretik
4. Intoleransi aktivitas Luaran Utama: Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan ⮚ Toleransi Aktivitas Observasi
ketidak seimbangan (L.05047) Setelah dilakukan ● Identifikasi gangguan fungsi tubuh
antara suplai dan asuhan keperawatanselama yang mengakibatkan kelelahan
kebutuhanoksigen, 1x24 jam, pasien ● Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan, tirah kembali toleran saat ● Monitor pola dan jam tidur
baring. (D.0056)
beraktivitas ● Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukanaktivitas
dengan kriteria hasil: Terapeutik
- Kemudahan dalam

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
melakukanaktivitas ● Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
sehari- hari meningkat stimulus(mis. cahaya, suara, kunjungan)
- Keluhan lelah berkurang ● Lakukan latihan rentang gerak aktif dan/atau pasif
- Dispnea saat dan ● Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
setelah ● Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
aktivitasberkurang berpindah atau berjalan
- Tidak terdapat Edukasi
perasaan lemah ● Anjurkan tirah baring
- Tidak terdapat sianosis ● Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Tekanan darah dan ● Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
frekuensi nafasnormal gejalakelelahan tidak berkurang
● Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkanasupan makanan

3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
5. Nyeri akut Luaran Utama: Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan ● Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
agen pencedera Setelah dilakukan ● Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (D.0077) keperawatan selama 1 x 24 frekuensi,kualitas, intensitas nyeri.
jam, nyeri pasien hilang ● Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : ● Identifikasi respon nyeri non-verbal
● Keluhan nyeri berkurang ● Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankannyeri
● Tidak gelisah ● Monitor efek samping penggunaan analgetik
● Tekanan darah, nadi, Terapeutik
dan pola nafas normal ● Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasanyeri
1. Kemampuan ● Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
● Fasilitasi istirahat dan tidur.
menuntaskan aktivitas ● Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
meningkat pemilihanstrategi meredakan nyeri
Edukasi

4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
● Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
● Jelaskan strategi meredakan nyeri
● Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
● Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
● Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasanyeri
Kolaborasi
● - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

6. Ansietas berhubungan Luaran Utama: Reduksi Ansietas (1.09314)


dengan krisis Tingkat Ansietas (L.09093) Observasi
situasional, ancaman Setelah dilakukan ● Identifikasi saat tingkat cemas berubah (mis.
intervensi kondisi,waktu, stressor)
terhadap kematian keperawatan selama 1 x 24 ● Monitor tanda-tanda cemas (verbal dan non verbal)
(D.0080) jam, cemas pasien berkurang Terapeutik
dengan kriteria hasil: ● Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
- Verbalisasi akibat

4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
kondisi kepercayaan
● Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
yangdihadapi berkurang jika memungkinkan.
- Tidak menunjukkan ● Pahami situasi yang membuat cemas
perilaku ● Dengarkan dengan penuh perhatian
gelisahdan/atau ● Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
tegang ● Motivasi mengidentifikasi situasi yang
Tidak terdapat palpitasi memicu Kecemasan
Edukasi
● Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkindialami
● Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
● Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
● Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
● Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi

4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
ketegangan
● Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
7. Manajemen kesehatan Luaran Utama: Edukasi Kesehatan (1.12383)
tidak - Manajemen Kesehatan Observasi
(L.12104) Setelah - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerimainformasi
efektif dilakukan keperawatan - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
berhubungan dengan selama1 x 24 jam, pasien dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
kompleksitas program dapat melakukan sehat
perawatan / manajemen kesehatan Terapeutik
pengobatan (D.0116) secara optimaldengan ● Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
kriteria hasil : ● Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Melakukan ● Berikan kesempatan bertanya
tindakan Edukasi
untukmengurangi ● Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhiKesehatan

4
faktor resiko
- Menerapkan program

4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
perawatan ● Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Aktivitas hidup sehari-hari ● Ajarkan strategi yang dapat digunakan
efektif memenuhi tujuan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Kesehatan
- Tidak
menunjukkan verbalisasi
kesulitan dalam menjalani
program
perawatan

4
BAB III
TINJAUAN
KASUS

3,1 Pengkajian
3.1.1 Biodata Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Register 2022……07
Alamat : Kp Pasir Waru Ciburuy Tangerang
Status : Belum menikah
Keluarga terdekat : Orang tua
Diagnosa medis : ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
(ADHF) Wet and Warm ec MS severe (EF 43 %)
Tanggal pengkajian : 22 Agustus 2022 pukul 15.00 WIB di Ruang GP2
Lt. 3 RSJPDHK

3.1.2 Anamnesis
3.1.2.1 Keluhan utama
Sesak nafas berkurang
3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 3 Agustus 2022 pukul
19.38. Pasien adalah pasien baru RS jantung dan pembuluh
darah Harapan Kita rujukan RS Banten keadaan pasien tampak
sesak nafas, lemas, pasien mengatakan sesak nafas, mual, perut
begah, BAK sedikit, pasien lalu d asesesman dengan Acute
Decompensated Haert Failure (ADHF) Wet and Warm ec MS.
pasien dilakukan pemeriksaan elektrolit dan pemeriksaan
penunjang rongen thorak, EKG tampak AF + VES Begimini ,
tanda tanda vital, TD : 112/47 mmHg, HR : 68x/menit, saturasi

4
97 %, RR : 26x/menit, akral hangat, pulsasi perifer adekuat,

4
tidak sianosis CRT > 2 detik, dan diberikan therapy Furosemid
10mg/jam, dobutamin 2mcg/kgBB/menit, koreksi kalium dan
natrium, ramipril 1x 1,25mg , Urixin 2x1, Dexametason 5mg
IV Extra, digoxin tab 1x 0,625mg. Pasien dipindahkan ke runag
IWM pada tanggal 04 agustus 2020, selama mendaptkan
perawatan di IWM pasien mendapatkan observasi ketat dan
tindakan fungsi pleura 1000cc, dan mendapatkan koreksi
elktrolit , pada tanggal 12 agustus 2022 jam pasien pindah ke
ruangan GP II lantai 3, selama perawatan di GP II lantai 3.
Pada saat pengkajian Saat di GP II tanggal 22 Agustus 2022
dilakukan pemeriksaan tanda- tanda vital, TD : 86/53 mmHg, N
: 66 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36℃ Saturasi : 100%, BB :
57 Kg, TB : 160 cm. Keluhan sesak ringan masih ada saat
pasien melakukan aktifitas ringan. Saat pengkajian klien
tampak lemas dan lebih nyaman dalam posisi duduk. Klien
mengatakan jika tidur dengan dua bantal, Sesak nafas
berkurang. Mual dan muntah tidak ada. Batuk (-), terdapat
oedem di kedua tungkai kaki dengan piting oedem derajat 1
kedalaman 3mm dengan waktu kembali 3 detik, Pasien hanya
terpasang IV cath untuk akses obat injeksi antibiotic
Cefoperazon. Secara klinis, kondisi pasien sudah cukup stabil.

3.1.2.2 Riwayat penyakit sebelumnya


Pasien sudah lama memiliki riwayat sakit jantung sejak 5
tahun yang lalu, dan biasa berobat jalan di RS Kartini Banten
dengan konsumsi obat Furosemid tablet 2x40 mg, aldactone
1x25mg, simarc 1x2mg, digoxin 1x0,12,5mg,erythromycin
2x250mg riwayat rehospitalisasi dua kali dalam setaun. Menurut
orangtua pasien , pasien seharusnya mendaptakan penanaganan
lebih lanjut atas intruksi dari Rumah sakit di Banten, tetapi
pasien menolak dan tidak mau di rujuk ke Rumah sakit lain
dengan alasan pasien masih mampu beraktifitas sehari – hari
meskipun dengan keluhan dan belum siap untuk dilakukan
tindakan bedah, Sejak seminggu terakhir pasien mengalami

4
sesak nafas berat,lemas, mual, kaki bengkak, perut begah, dan
BAK sedikit sehingga dirujuk ke RS Jantung dan Pembuluh
Darah HARKIT atas persetujuan pasien dan keluarga untuk
mendaptkan penanganan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
3.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Tidak diketahui apakah ada anggota keluarga pasien
yang mengalami penyakit jantung, DM, atau hipertensi

3.1.2.4 Riwayat pekerjaan


Pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta
3.1.2.5 Riwayat alergi
Pasien memiliki alergi terhadap antibiotic amikacin.
3.1.2.6 Pola hidup
Pasien mengatakan rutin kontrol ke RS Kartini
Banten, dan rutin minum obat-obatan yang diberikan. Pasien
juga sudah menjaga pola makan dirumah dengan
mengurangi asupan garam dan makanan yang mengandung
santan.
3.1.2.7 Demografi
Pasien tinggal di Kp Pasir Waru Ciburuy Tangerang,
pasien tinggal bersama kedua orang tuanya.
3.1.2.8 Riwayat merokok
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat merokok.
3.1.2.9 Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
Sebelum sakit klien mengatakan makan 3x
sehari,makan habis satu porsi.saat masuk rumah sakit nafsu
makan berkurang,frekuensi 3xsehari sesuai dengan jadwal di
rumah sakit,di habiskan ¼ porsi.namun naik bertahap, Saat
pengkajian klien makan habis 1 porsi sesuai dengan diit
klien, Pasien diberikan diet jantung II dengan extra kaldu
1900 kkal/24jam (diit lunak) dan kebutuhan asupan cairan
70-80 % dari kebutuhan secara normal 30cc/kgBB/hari maka
pada pasien Tn.S diberikan cairan 1000 cc/24jam. BB pasien
57 kg,TB:160 cm dengan BMI 22 kg/m2 (Ideal)..

4
3.1.2.10 Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB normal 1x sehari.
Sedangkan, BAK spontan 5- 7 kali dalam sehari dengan
produksi urine 200cc/kali

3.1.2.11 Pola istirahat dan tidur


Pasien mengatakan pola tidur normal, biasa tertidur
pukul 9 malam dan terbangun pukul 6 atau 7 pagi. Pasien
mengatakan tidur dengan 2 bantal/ lebih.
3.1.2.12 Pola kebersihan diri/ personal hygiene
Pasien mengatakan mandi kadang 1x kadang 2x sehari
3.1.2.13 Keamanan dan Nyeri
Pasien tidak mengalami demam atau hipotermi
dengan suhu tubuh 36° C. Pengkajian Risiko Jatuh dengan
skor 35 (risiko jatuh sedang).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4/M6/V5 (15)
TTV saat pengkajian :
TD : 86/53 mmHg
HR : 66kali/menit
RR : 24 kali/menit
Saturasi Oksigen : 100%
T : 36°C
BB/T B: 57 Kg/160 Cm
3.1.3.1 Wajah
Ekspresi tampak rileks,
3.1.3.2 Kepala
Bulat, tidak ada tonjolan, tidak ada bekas
luka Rambut : Bersih, agak kasar
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,

tidakada arkus senilis


Hidung : Tidak ada sekret, simetris, tidak ada cuping hidung,
tidak ada polip
Telinga : Bersih
Mulut : Bibir tidak sianotik, kebersihan gigi cukup bersih

4
Leher : JVP meningkat (9cmH2O)
Thorax :
Paru : Pengembangan dada simetris kiri kanan, tidak ada
retraksi dada, tidak ada jejas,, suara vesikuler di kedua lapang paru,
rales +/+ di basal, wheezing tidak ada, ronkhi kasar -/- RR : 24
x/menit SPO2 100%.
Jantung : TD : 86/53 mmHg, HR : 66 x/menit, suara jantung
BJ1normal, BJ2 normal no PSM di LLSB no gallop.
Abdomen : Supel, bising usus normal.
Kulit : Tidak ada sianosis, turgor
baik. Ekstremitas
Edema pitting +1 di kedua tungkai bawah, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi teraba adekuat, tidak ada
kelemahan otot kedua estremitas. Tungkai terlihat berwarna
gelap.
5555 5555

5544 5544
Genitalia
Pasien BAK spontan urine 1500cc/24jam , tidak ada
nyeri, tidak ada luka dan tampak bersih
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

16/8 20/8/2022
N Pemeriksaan / Nilai Normal
o
202
2
1 Hemoglobin 10,9 12,0 – 14,7
2 Hematokrit 32,3 41,3 – 52,1
3 Leukosit 5260 3170 – 8400
4 Trombosit 147 167 – 390

5 Ureum 32,6 12,6 – 42,6


6 Kreatinin 0,21 0,51 – 0,95

4
7 GFR 218 >90

4
8 GDS 104 80 – 124
9 Natrium 12 135 – 145
1
1 Kalium 3,6 3,5 – 4,5
0
1 Klorida 85 97 – 109
1
1 Kalsium 2,0 2,15 – 2,50
2 3
1 Magnesium 1,8 1,6 – 2,6
3
1 PH 7,43 7,35-7,45
4
1 PCO2 28,4 35-45
5
1 HCO3 18,8 22-28
6
1 PaO2 87 75-100
7

1 Swab PCR Negati


8 f

5
b. EKG (03/8/2022)
Irama : Irreguler

HR : 74 bpm
Axiz : RAD
P wave normal tidak di ikutin
kompleks QRS( berdiri sendiri)

PR interval : tidak dapat di


hitung QRS durasi 0,12 s
ST changes (-)
T inverted tidak ada
Terdapat gel R 0,25mv di
V6
Kesimpulan : AF+ VES Bigimini

Gambar 5. EKG Tn. S

5
c. Foto Thorax (di RS Harkit)
CTR 65% segmen abnormal, segmen PO dalam batas normal PJ(-) apex
downward congesti (+) infiltrate (-) efusi pleura dextra (+).

d. ECHO
Severe MS mild MR due to RHD

Severe TR with hight probability of

PH Moderate AR ec RHD
Gambar 6. Thorak Tn. S
Reduction LV sistolik fungsion LVEF 43%

5
3.1.5 Penatalaksanaa
n Farmakologi
Terapi yang diberikan :

Tabel 5. Terapi Farmakologi Saat Dirawat

No Nama Obat Dosis Rute


.
1. Furosemide 1x 40 mg IV
2. Spironolakton 1 x 50 mg PO
3. PMP 2 x 250 PO
mg
4. Ramipril 1 x 1,25 PO
mg
5. Warfarin 1x1 mg PO

Tabel 6. Terapi Farmakologi Saat Pulang

N Nama Obat Dosis Rute


o.
1. Furosemide 1 x 40 mg PO

2. Spironolactone 1 x 50 mg PO

3. Ramipril 1 x 1,25 mg PO

4. PMP 2 x 250 mg PO

5. Warfarin 1x1 mg PO

5
5
3.2 Analisa Data
Tabel 7. Analisa Data Masalah Keperawatan

Masalah
N Da Etiologi
o. ta Keperawat
an
1. DS : Disfungsi Penurunan
curah
⮚ Pasien mengeluh mudah sesak
Miokard, jantung
⮚ Pasien mengatakan
peningkataan berhubungan
tidur 2 bantal atau lebih
preload, sistolik dengan
DO :
afterload perubahan
⮚ Pasien tampak lemas
preload,
⮚ JVP meningkat 5+4 cmH2O ↓
afterload,
⮚ Akral hangat
⮚ Pulsasi perifer adekuat dan
Gangguankontra
⮚ CRT <2 detik kontraktilitas
ksi
⮚ Intake 70-80% ↓
dari
30cc/kgBB/hari Hambatan
⮚ Urine 1cc/kgBB/jam pengosongan
⮚ Vital sign : ventrikel
- BP : 86/53 mmHg ↓
- HR : 66 x/ menit Stroke volume
- MAP : 64 mmHg menurun
- RR : 24x/ menit ↓
- SaO2 : 100%
Penurunan CO
- T : 36℃
⮚ EKG : Aritmia
⮚ ECHO Bedside: LVEF
43% TAPSE 20 mm,
severe MS severe TR
moderate AR

⮚ Foto thorax:
- CTR 65%, congesti(+)
apex downward.

5
Masalah
N Da Etiologi
o. ta Keperaw
ata n
2. DS: Penurunan CO Hipervolemia
berhubungan
⮚ Pasien mengatakan ↓
Gagal jantung dengan
sesak, jika beraktifitas
kiri
⮚ Tidur 2 bantal/ lebih
↓ peningkatan
DO: Atrium tekanan darah
⮚ Edema piting +1 di gagal
kedua tungkai memompa ke di vena
⮚ JVP meningkat 5+4 cm H2 ventrikel
⮚ ECHO ; EF 43% dibuktikan
⮚ Total intake 70-80% dari ↓ dengan oedem
30cc/kgBB/hari Bendungan
(1000cc/24 jam) paru extermitas
⮚ Urine output ↓
1cc/kgBB/jam Tekanan
(1500cc/24 jam) atrium
⮚ Natrium 121 kanan naik
⮚ Akral hangat ↓
⮚ Pulsasi perifer adekuat Hambatan
⮚ Vital sign : aliran
masuk vena kava
- BP : 86/53 mmHg
superior dan
- HR : 66 x/ menit
inferior
- MAP : 64 mmHg

- RR : 24x/ menit Edema
ekstremitas

5
Ketidakseimbang
an volume
cairan

5
3 DS: Penerunan Intoleransi
curah
aktifitas
⮚ Pasien mengatakan jantung
↓ berhubungan
sesak, jika beraktifitas
Metabolic dengan
ringan seperti ke kamar anaerob
penurunan
mandi atau berjalan ↓
Acidosis CO
⮚ Tidur 2 bantal/ lebih
metabolic dibuktikan
DO:
↓ dengan sesak
⮚ Edema piting +1 di Peningkatan
kedua tungkai asam jika
⮚ Asupan nutrisi laktat beraktifitas

makan diit Lunak
ATP menurun
DJ II.

⮚ Mobilisasi di Fatique

tempat tidur

⮚ HCO3 18,8
⮚ JVP meningkat 5+4 cm H2
⮚ Pasien tampak lemah
⮚ ECHO : EF 43%
⮚ Vital sign :
- BP : 86/53 mmHg
- HR : 66 x/ menit
- MAP : 64 mmHg
RR : 24x/ menit

4 DS : Defisite Manajeman
⮚ Rehishospitalisasi pengetahuan kesehatan
⮚ Sesak jika
beraktifitas DO : tidak efektif

✔ Riawayat Kurangn berhubungan
rehishospitapisasi ya
✔ Rujukan RS lain informasi tentang dengan
✔ ECHO EF43%
kesehatan rehishospitalis
✔ Congesti (+) a

5
si

Rehishospitalis
asi

5
Gambar 6. WOC Kasus
CAD, Obesitas, Gaya Hidup, Aterosklerosis, Stress

Disfungsi miokard, sistolik afterload, Preload naik, Beban jantung naik

Hambatan pengosongan ventrikel

Gangguan kontraksi

Penurunan Curah Jantung

Gagal Metabolic anaerob Hambatan ventrikel kanan


jantung kiri memompa darah ke paru

Atrium gagal Peningkatan asam laktat Beban ventrikel kanan naik


pompa ke ventrikel

Hipertropi dan dilatasi


Tek. Atrium kiri ATP menurun
naik

Fatique
Gagal jantung Kanan
Hambatan aliran masuk dari vena pulmonal

Bendungan paru
Tekanan atrium
kanan naik

Edema Paru Hambatan aliran masuk vena


kava superior dan inferior

Hipervolemia Edema ekstremitas

6
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 8. Rencana Asuhan Keperawatan Terkait Kasus

No Diagnosa Ha Interve
. sil nsi
1. Penurunan curah Perawatan Jantung
Selama dilakukan
jantung berhubungan 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
intervensi keperawatan
dengan perubahan cardiac output
masalah penurunan curah
preload, afterload, dan 2. Kolaborasi pemberian terapi kardiovaskuler
jantung membaik dengan
kontraktilitas 3. Monitor status pernafasan yang menandakan
kriteria hasil yang
diharapkan : gagal jantung

⮚ Tanda vital dalam 4. Monitor balance cairan

rentang normal(tekanan 5. Monitor tanda – tanda vital

darah, nadi, respirasi) 6. Atur periode latihan dan istirahat untuk


menghindari kelelahan
⮚ Dapat mentoleransi
7. Monitor toleransi aktivitas pasien, anjurkan tirah
aktivitas, tidakada baring dan atau posisi semi fowler
kelelahan 8. Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipnea

⮚ Tidak ada edema paru, tida dan ortopnea


ada acites 9. Anjurkan untuk menurunkan stress

6
No Diagnosa Ha Interve
. sil nsi
2 Hipervolemia Selama dilakukakn tindakan Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan selama dalam 1. Pemeriksaan tanda dan gejala hypervolemia
dengan perawatan masalah (Ortopnea, dyspnea, edema, JVP meningkat, refleks
hambatan aliran hipervolemia menurun hepatojugular positif, suara napas tambahan)
balik vena dengan criteria hasil yang 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
jantung diharapkan : 3. Monitor status hemodinamik (Frekuensi jantung,
dibuktikan - Tekanan darah dalam TD, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,CI jika tersedia)
dengan oedem batas normal
extermitas - Denyut nadi radial
dalam batas normal 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar natrium,
- JVP Menurun
BUN, hematokrit, berat jenis urine)
- Oedem
extermitas 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
berkurang (kadar protein dan albumin meningkat)
- Keseimbangan intake 7. Monitor kecepatan infus secara tepat
dan output dalam 24 8. Monitor efek samping diuretic
(hipotensi,

6
jam hypovolemia, hipokalemia, hyponatremia)

6
3. . Intoleransi Selama dilakukan intervensi Manajemen Energi
aktifitas keperawatan masalah 1. Dukungan perawatan diri
berhubungan intoleransi aktifitas 2. Dukungan ambulasi
dengan meningkat dengan kriteria 3. Pemantauan tanda tanda vital
penurunan CO hasil yang diharapkan : 4. Edukasi teknik ambulasi
dan Stroke - Tekanan darah dalam 5. Manajeman aritmia
Volume batas normal 6. Manajeman lingkungan
dibuktikan - Sesak berkurang 7. Kolaborasi pemberian terapi
dengan fatique - Lemas berkurang 8. Promosi dukungan keluarga
- Pasien dapat 9. Identifikasi penyebab hypervolemia
melakukan aktifitas
secara bertahap
4 Manajeman Setelah dilakkan tindakan Penyuluahan dan edukasi
kesehatan tidak keperawatan masal;ah 1. Edukasi tentang contol tepat waktu
efektif manajemnan kesehatan 2. Edukasi pola hidup yang baik
dibuktikan tidak efektif meningkat 3. Anjurkan keluarga untuk mensuport
dengan dengan criteria pasien ; 4. Edukasi program pengobatan
rehospitalisasi ⮚ Pasien bersedia 5. Dukungan perawatan diri
untuk control
sesuai anjuran tim
medis
⮚ Pasien dan

6
keluarga paham
dengan pola
hidup yang baik

6
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Tabel 9. Implementasi dan Evaluasi Terkait Kasus

Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an
1 Penurunan 22/08/2022 1. Memposisikan pasien semi fowler Pukul ; 21.00
WIB S :
curah jantung Pukul 2. Menganjurkan untuk tirah baring ● Pasien mengatakan keluhan
berhubungan 16.00 – 3. Mengidentifikasi tanda/ Lelah berkurang,
dengan 21.00
gejala primer penurunan curah ● Pasien mengatakan sesak berkurang
perubahan WIB
jantung ● Pasien mengatakan tidur masih
preload, 4. Monitor adanya dyspnea, 1 bantal/lebih
afterload fatigue, takipnea dan ortopnea O:
5. Mengidentifikasi ● KU pasien baik, lemas berkurang,
dan penyebab perubahan vital sign
pusing (-), tampak sesak nafas
kontraktilitas 6. Memonitor tanda-tanda vital
berkurang, pucat (-), pulsasi nadi
7. Memonitor irama ekg pasien adekuat, irama jantung aritmia, tidak
8. Memeriksa tekanan darah dan
ada sianosis perifer.
frekuensi nadi seb elum
● Tanda-tanda vital:
pemberian obat
TD: 97/70 mmHg MAP : 65
9. Memonitor respon pasien
mmHg HR: 73 x/menit
terhadap pemberian terapi
RR: 22 x/menit

6
Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an
12. Memonitor balance cairan SpO2 :
13. Memonitor toleransi 100% T :
aktivitas pasien 36 C
14. Anjurkan untuk menurunkan A : Penurunan curah jantung teratasi sebagian
stress P : Intervensi dipertahankan ,
15. Kolaborasi pemberian
dobutamin 2mcg/kgBB/menit
16. Memberikan edukasi mengenai
penurunan fungsi jantung dan
bagaimana peran penting pola
hidup dan kontrol rutin
berpengaruh terhadap perubahan
kondisi

6
Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an

6
2. Hipervolemia 1. Pemeriksaan tanda dan gejala S:
22/08/2022
berhubungan hypervolemia ● Klien mengatakan keluhan
Pukul
dengan (Ortopnea, dyspnea, begah sudah tidak ada,
15 – 17.00 edema,
penurunan ● Klien mengatakan keluhan lelah
WIB
curah jantung JVP meningkat) sudah berkurang saat beraktivitas
dibuktikan 2. Identifikasi dan masih tidur 1 bantal/lebih
dengan oedem penyebab hypervolemia O:
3. Monitor status hemodinamik ● Hemodinamik stabil
extermitas
(Frekuensi jantung, TD, MAP, ● Balans cairan negative (- 500 )
CO, CI jika tersedia) ● Klien mengetahui kebutuhan
4. Monitor intake dan output cairan dalam sehari
cairan
● Klien mengetahui cara mencatat
5. Monitor tanda
asupan dan haluaran cairan
hemokonsentrasi (kadar
dirumah
natrium, BUN, hematokrit)
● Aktifitas bettahap dan
6. Monitor kecepatan infus
dibantu keluarga
secara tepat
A : Hipervolemia teratasi sebagian
7. Monitor efek samping diuretic P : Intervensi dilanjutkan
(hipotensi, hypovolemia,
hipokalemia, hyponatremia)

6
3. Intoleransi 1.Dukungan perawatan diri : Pukul
22/08/2022 21.00 S :
aktifitas membantu pasien
Pukul ● Klien mengatakan sesak
berhubungan dalam perawatan diri
16 – 17.00 nafas berkurang,
dengan 2.Dukungan ambulasi :
WIB ● Klien mengatakan keluhan lelah
penurunan CO mendekatkan
sudah berkurang saat beraktivitas ke
dan SV perlengkapan keperluan
kamar mandi
dibuktikan pasien
● Pasien mengatakan masih tidur
dengan fatique 3.Memantau tanda tanda vital
1 bantal/lebih
4.Memberikan Edukasi ke
O:
keluarga teknik ambulasi
● KU Baik,
5.Manajeman aritmia
● Tampak lemas berkurang
6. Manajeman lingkungan
● Tanda-tanda vital:
7. Kolaborasi pemberian terapi
TD: 97/70 mmHg MAP : 65
8.Promosi dukungan keluarga
mmHg HR: 73 x/menit

RR: 22 x/menit
A :intoleransi aktifitas teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan

7
4. Manajeman 22-08-2022 1. Memberikan Edukasi tentang Pukul
Pukul 21.00 21.00 S :
kesehatan control tepat waktu kepada ✔ Keluarga bertanya pola hidup sehat
tidak efektif pasien dan keluarga seperti apa
✔ Keluarga bertanya untuk
berhubungan 2. Memberikan Edukasi pola program pengobatan
dengan hidup yang baik menggunakan ✔ Keluarga paham bagaimana
membatasi asupan cairan dan diit
rehospitalisa liflet makanan
si 3. Menganjurkan keluarga
O:
untuk mensuport dukungan ✔ Pasien dan keluarga tampak
mental ke pasien menyimak penyuluhan
✔ Pasien dan keluarga tampak mengerti
4. Memberikan e dukasi apa yang dismpaikan
program pengobatan
A : masalah manajeman kesehatan tidak
5. Memberikan dukungan efektif teratasi sebagian
perawatan diri dan ambulasi
P : intervensi dipertahankan
serta aktifitas ringan

7
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kasus Terkait Definisi dan Etiologi Gagal Jantung


Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu sindrom kompleks dimana
jantung tidak mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan tubuh (Malik, Brito, Vaqar, et al, 2021). Mekanisme yang
mendasari ialah penurunan atau kerusakan kontraktilitas miokard, sehingga
ventrikel tidak mampu untuk memompakan darahnya sebanyak darah yang
masuk saat fase diastolic. Dengan kata lain, jantung sudah tidak bisa
mengimbangi beban kerjanya. Pada akhirnya menyebabkan peningkatan volume
ventrikel pada akhir diastolic dan bisa mendorong terjadinya darah balik
(backward). Selanjutnya, efek dari backward inilah yang muncul sebagai tanda
gejala klinis pasien (PERKI, 2020). Tanda gejala tersebut seperti sesak napas,
edema perifer, cepat lelah, kongesti paru,oliguria dan lain-lain. Pada kasus Tn. S,
pasien awalnya masuk IGD RSJPDHK dengan keluhan sesak napas memberat
sejak 1 minggu sebelum masuk RS, disertai kaki bengkak, lemas, mual dan
keluhan urin yang sangat sedikit. Pasien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
yang menunjukkan hasil TD :90/63 mmHg, HR : 68 x/m, RR : 24 x/m, SpO2 :
100%, T : 36℃. Pada saat pengkajian, pasien juga merasakan sesak yang
berkurang, edema tungkai pitting +1, cepat lelah dengan hemodinamik TD
: 86/53 mmHg, HR : 66x/menit. Pasien mengatakan biasa tidur di rumah dengan
dua bantal, karena jika datar terasa sesak napas (ortopnea). Tanda gejala berikut
merupakan gejala khas dari kelebihan volume cairan akibat efek backward darah
ke paru dan perifer. Seperti yang kita ketahui bahwa air akan bergerak mengikuti
gravitasi sehingga menyebabkan sebagian besar pasien gagal jantung mengalami
edema perifer. Gejala klinis yang muncul di akibatkan oleh kemampuan
kontraktilitas otot jantung Tn. S mengalami kerusakan. Ini ditandai dengan hasil
echo bedside dan DNI menunjukkan EF 43%.Dari keseluruhan kondisi diatas
menunjukkan bahwa telah terjadi gangguan struktur dan fungsi jantung yang
pada akhirnya menyebabkan gagal jantung pada pasien.

7
4.2 Analisa Kasus Terkait Klasifikasi Gagal Jantung
Telah diketahui bahwa gagal jantung terbagi menjadi berbagai klasifikasi.
Menurut NYHA (The New York Heart Association) dalam AHA (2017), gagal
jantung diklasifikasikan menjadi empat kelas, diantaranyakelas I: pasien dengan
penyakit jantung tetapi tidak menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas fisik;
kelas II: pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan gangguan aktivitas
fisik ringan; kelas III: Keterbatasan aktivitas fisik sangat terasa pada pasien
dengan cardiac disease; dan kelas IV: Pasien dengan penyakit jantung dimana
aktivitas fisiksangat terbatas dan gejala dirasakan walaupun saat istirahat, bahkan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan aktivitas fisik apapun.
ACC/AHA (2017) menambahkan klasifikasi gagal jantung menjadi empat
stadium, diantaranya stage A, B, C, D. Stadium A ke D menunjukkan kondisi
gagal jantung yang semakin nyata dan memburuk (Heidenreich et al, 2022).
Ketika pasien berada pada stadium D, gagal jantung dirasakan simptomatis berat
dan refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal
dan pasien memerlukan rawat inap. Kondisi inilah yang terjadi pada Tn. S.
Pasien mengalami gejala gagal jantung yang berulang ditandai dengan sesak
napas memberat, perut begah, edema mudahlelah dan urin yang sulit keluar.
Pasien mengatakan terkadang dirumah sudah minum obat furosemide oral, urin
pasien tidak keluar atau hanya keluar sedikit. Hal ini yang menyebabkan sesak
memberat sehingga pasien dilarikan ke IGD dan masuk ruang rawat. Jika ditinjau
dari klasifikasi NYHA, pasien dikategorikan dalam kelas III dengan gangguan
aktivitas fisik sedang. Pasien nyaman beristirahat tetapi merasakan gejala
walaupun hanya dengan aktivitas minimal.
Berdasarkan LVEF, gagal jantung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu
heart failure with reduced ejection fraction (EF ≤ 40%), heart failure with mid-
range ejection fraction (EF antara 41-49%), heart failure with preserved ejection
fraction (EF ≥ 50%). Pada Tn. S, EF:43% sehingga masuk dalam kategori
HFrEF. Tn. S didiagnosa sebagai ADHF yang berarti gagal jantung advance dan
merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami
sebelumnya (Rilantono, 2012). Gagal jantung yang terjadi pada Tn. S juga sudah
menyerang ventrikel kanan dan kiri ditandai dengan gejala klinis sesak
memberat, ortopnea (kongesti paru), distensi vena jugularis, edema dan perut

7
begah. Sedangkan, menurut Stevenson, pasien berada pada kategori II (B ):
warm – wet. Hal ini dikarenakan status perfusi masih baik dengan tekanan darah
masih normal, nadi perifer adekuat, akral hangat dan kesadaran kompos mentis.
Sedangkan, status kongesti pada Tn. Sditandai dengan adanya ortopnea, distensi
vena jugularis, dan edema perifer.

4.3 Analisa Kasus Terkait Asuhan Keperawatan


4.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan.
Menurut PERKI (2020), keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan pada tenagakesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan
edema sistemik. Dalam pengkajian Tn. S didapatkan hasil yaitu pasien mengatakan
awal masuk IGD terasa sesak yang memberat, urin keluar sedikit, disertai edema,
perut begah dan lemas. urin sudah keluar banyak, tetapi masih mudah lelah. Tanda
– tanda vital didapatkan saat pengkajian di GP II lantai 3 hasil pengukuran
hemodinamik yaitu TD 85/63 mmHg, HR 66 x/m, RR 24 x/m, SpO2 100%, T:36℃;
Pasien masih terdapat edema pitting +1 di tungkai bawah, distensi vena jugular
dengan JVP 5+4 cmH2O. Konjungtiva tampak ananemis, sesak berkurang dan urin
telah keluar banyak. Riwayat penyakit terdahulu didapatkan pasien merupakan
pasien yang sering berobat jalan di RSPJDHK. Hasil ECHO: EF 43%, Tapse 20
mm, MS Severe, TR Severe, sedangakan foto rontgen: CTR 65%, congesti(+)
apex downward. Dari semua data diatas, diangkat masalah keperawatan penurunan
curah jantung dan intoleransi aktifitas.

4.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan yang ditemukan pada kasus dengan teori :
4.3.2.1 Diagnosa penurunan curah jantung dapat ditegakkan karena terjadi
ketidak adekuatan suplai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(sudah terjadi secara aktual) ditandai dengan EF 43%, TD berkisar
86/53 mmHg, lemas, konjungtiva ananemis, mudah lelah, ortopnea,
oedema extermitas

4.3.2.2 Diagnosa Intoleransi aktifitas ditegakkan karena pasien masih


menunjukkan tanda kelelahan dan sesak jika aktifitas minimal seperti
ke kamar mandi

7
4.3.2.3 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung
dibuktikan dengan fatique

4.3.2.4 Manajeman kesehatan tidak efektif berhubungan dengan


rehospitalisasi

4.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan pada gagal jantung yang disusun berdasarkan
pada SDKI, SLKI, dan SIKI, meliputi: penurunan cardiac output
berhubungan dengan perubahan preload, afterload, dan kontraktilitas serta
intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan CO dan stroke volume
dibuktikan dengan fatique. Hasil yang diharapkan dari intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah mengatasi masalah failure yang muncul
dan mencegah terjadinya penurunan curah jantung lebih lanjut beserta
komplikasinya.
4.3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang kami lakukan kepada pasien dilakukan
secara teori merujuk pada SLKI dan SIKI. Namun, kami bertemu pasien saat
sudah dirawat di GP II dengan kondisi pasien sudah mulai membaik dari sisi
keluhan sesak berkurang lemas berkurang dan aktifitas minimal, Berdasarkan
evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah kami lakukan pada Tn. S, dapat
disimpulkabahwa masalah dalam kasus ini adalah trend hemodinamik,
keluhan, tanda dan gejala obyektif/subyektif mengindikasikan pasien
menderita gagal jantung dengan masalah penurunan cardiac output dan
kelebihan volume cairan, sehingga kelompok membahas dan mengkaji secara
komprehensif untuk melakukan asuhan keperawatandengan baik.

7
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Gagal jantung adalah sindrom kompleks dimana jantung tidak mampu lagi
untuk memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme tubuh. Mekanisme yang mendasari ini adalah kerusakan sifat
kontraktilitas dan ventrikel yang tidak mampu untuk memompakan darahnya
sebanyak darah yang masuk saat fase diastolik. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya
regulasi neurohormonal yang awalnya berfungsi sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan sistem Frank–Starling, tetapi justru menyebabkan
penumpukan cairan yang berlebih dengan gangguan fungsi jantung.

Pada kasus Tn. S menunjukkan gejala khas gagal jantung dengan sesak napas
memberat sejak 1 minggu sebelum masuk RS, disertai kaki bengkak, perut begah
dan keluhan urin yang sangat sedikit. Pada saat kami pengkajian, pasien juga
merasakan sesak yang berkurang, edema tungkai pitting +1, cepat lelah dengan
hemodinamik belum stabil. Pasien mengatakan biasa tidur di rumah dengan dua
bantal, karena jika datar terasa sesak napas (ortopnea). Tanda gejala berikut
merupakan gejala khas dari kelebihan volume cairan akibat efek backward darah ke
paru dan perifer. Gejala klinis yang muncul diakibatkan oleh kemampuan
kontraktilitas otot jantung Tn. S mengalami kerusakan. Kemampuan otot jantung
untuk memompakan darah ke sistemik sudah menurun dan tidak mampu lagi untuk
mengimbangi beban kerja jantung, yang menyebabkan aliran balik. Berdasarkan
data tersebut, kelompok mengangkat masalah penurunan curah jantung dan
kelebihan volume cairan dan dilakukan intervensi keperawatan sesuai SIKI. Hasil
didapatkan masalah failure berkurang dan pasien tidak menunjukkan tanda
penurunan cardiac output serta komplikasi perfusi jaringan yang lebih lanjut.

7
5.2 Saran
5.2.1 Perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
mulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan sehingga pasien gagal
jantung dapat dilakukan penanganan yang tepat dan mengurangi rehospitalisasi
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup pasien.
5.2.2 Perawat memiliki peranan penting dalam edukasi perawatan pasien gagal
jantung di rumah, dapat dilakukan dengan menggunakan media edukasi yang
menarik dan monitoring berkala.
5.2.3 Pemberian asuhan keperawatan dapat melibatkan keluarga sebagai support
sistem. Edukasi dapat diberikan kepada pasien dan keluarga, agar keluarga
mampu terlibat aktif dalam upaya perawatan dan pencegahan komplikasi yang
lebih berat.

7
DAFTAR PUSTAKA

AHA. 2017. ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA


Guideline for the Management of Heart Failure. Journal of The
American College of Cardiology, 70 (6).
Dakota, I. 2019. Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar.
Jakarta: Aksara Bermakna.
Groenewegen et al. 2020. Epidemiology of Heart Failure. European Journal of
Heart Failure, 22: 1342-1356.
Hollenberg, et al. 2019. ACC Expert Consensus Decision Pathway on Risk
Assessment, Management, and Clinical Trajectory of Patients
Hospitalized with Heart Failure. Journal of The American College of
Cardiology, 74 (15).
Hudak & Gallo. 2011. Keperawatan Kritis Edisi VIII. Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018. Diakses
dari https://kesmas.kemkes.go.id/ assets/upload/dir 519d41d8cd98f00/
files/Hasil- riskesdas-2018_1274.pdf pada tanggal 16 Maret 2021 jam
17.08.
PERKI. 2020. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisis 2. Diakses melalui
http://www.inaheart.org/upload/image/PERKI BOOKLET PAGES.pdf
pada tanggal 16 Maret 2021 jam 16.46.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1 Cetakan
3. Jakarta.
PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1 Cetakan 2.
Jakarta.
PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1 Cetakan 2.
Jakarta.
Rilantono, Lily I. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. p.279-287.
Sugiyanti, et. al. 2020. Dukungan Keluarga Berhubungan dengan Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSPAD Gatot
Soebroto.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 16 (2): 67-72.
Tiarso,T. 2017. Bagaimana Gambaran Dukungan Keluarga pada Pasien Gagal

7
Jantung Kongestif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta. Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/ 64206/2/
BAB201.pdf
Wijaya, A. dan Putri, Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Global Burden of Disease Study 2019 (GBD 2019) Results Institute for Health
Metrics and Evaluation (IHME), Seattle, WA (2020)
Available at : http://ghdx.healthdata.org/gbd-results-tool, Accessed 1st May 2021
Google Scholar
DongZhaoMD, PhD. (2021). Epidemiological Features of Cardiovascular Disease
in Asia. JACC: Asia
Volume 1, Issue 1, June 2021, Pages 1-13. https://doi.org/ 10.1016/ j.jacasi.
2021.04.007
Virani, S. S., Alonso, C. A., Aparicio, H. J., Benjamin, E. J., Bittencourt, M. S.,
Callaway, C. W., et al. (2021) Heart Disease and Stroke Statistics—2021
Update: A Report From the American Heart Association. Circulation.
2021;143:e254–e743
Cardiovascular diseases (CVDs) 11 June 2021.
WHO.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-
diseases-(cvds)
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC,
Geraci SA, Horwich T, Januzzi JL, Johnson MR, Kasper EK, Levy WC,
Masoudi FA, McBride PE, McMurray JJ, Mitchell JE, Peterson PN,
Riegel B, Sam F, Stevenson LW, Tang WH, Tsai EJ, Wilkoff BL.,
American College of Cardiology Foundation. American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. 2013 ACCF/AHA
guideline for the management of heart failure : a report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013 Oct
15;62(16):e147-239.

7
SATUAN ACARA
PENYULUHAN
(SAP)

Pokok Bahasan : Gangguan Sistem Kardiovaskuler


Sub Pokok Bahasan : Penyakit Gagal Jantung
Sasaran : Keluarga dan/atau Pasien
Hari/Tanggal : 22 Agustus 2022
Penyuluh : Peserta PKKvTD VIII Kel 2
Waktu : ± 30 menit
Tempat : Ruang GP II lantai 3 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah HARKIT
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan pendidikan
kesehatan, diharapkan klien dan/atau keluarga
dapat memahami tentang penyakit Gagal
2. Tujuan Khusus Jantung.

Setelah dilakukan tindakan pendidikan


kesehatan selama ± 30 menit diharapkan klien
dan/atau keluarga:
a. Menjelaskan kembali pengertian Gagal Jantung dengan kalimatnya sendiri.
b. Menyebutkan kembali faktor penyebab Gagal Jantung.
c. Menyebutkan kembali tanda dan gejala Gagal Jantung.
d. Menyebutkan faktor resiko Gagal Jantung.
e. Menyebutkan cara penanggulangan Gagal Jantung.
f. Menyebutkan diet Gagal Jantung.
B. PENYELENGGRA PENYULUHAN
Penyelenggara penyuluhan tentang Penyakit Gagal Jantung pada hari ini adalah
Mahasiswa Program Profesi Ners STIK Immanuel atas nama Asna Toala.
C. METODE PELAKSANAAN
1. Pemaparan materi tentang Penyakit Gagal Jantung.
2. Diskusi (tanya-jawab).

D. MEDIA PENYULUHAN
1. Leaflet tentang Penyakit Gagal Jantung.
72
E. MATERI (Terlampir)
1. Pengertian Penyakit Gagal Jantung.
2. Faktor penyebab Penyakit Gagal Jantung.
3. Tanda dan gejala Penyakit Gagal Jantung.
4. Faktor resiko Penyakit Gagal Jantung.
5. Cara penanggulangan Penyakit Gagal Jantung.
6. Diet pada Penyakit Gagal Jantung.

F. STRATEGI PELAKSANAAN

N Kegiat Respon Peserta Wakt


o an u
1. Pembukaan:
1. Mengucapkan salam. 1. Membalas salam.
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan.
3. Memperhatikan. 5
3. Menjelaskan topik penyuluhan. menit
4. Menjelaskan tujuan. 4. Memperhatikan.

2. Kegiatan inti (penyampaian materi):


1. Menggali pengetahuan
klien/keluarga tentang penyakit Meperhatikan
gagal jantung. pemaparan materi,
2. Menjelaskan materi tentang mencermati materi yang 15
penyakit gagal jantung. dipaparkan, member menit
3. Memberikan kesempatan kepada rrespon, dan partisipasi
aktif
klien/keluarga untuk mengajukan
pertanyaan dan didiskusikan
bersama
(menjawab pertanyaan).
3. Penutup: Memperhatik
1. Menyimpulkan hasil penyuluhan.
10
2. Memberikan leaflet. an Menjawab menit
3. Mengakhiri dengan salam.
salam
73
G. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktural
a. Materi : Materi disisipkan dengan ringkas, menarik, lengkap, dan mudah
dimengerti oleh sasaran.
b. Media : Media yang digunakan antara lain power point dan leaflet yang lengkap
dan dapat digunakan dengan baik saat penuluhan berlangsung.
c. Alat : Alat yang digunakan dalam penyuluhan dapat digunakan dengan baik saat
penyuluhan.
d. Tempat : Tempat penyuluhan memadai dan nyaman untuk melakukan penyuluhan
kepada semua peserta yang hadir.
e. Peserta penyuluhan : Peserta penyuluhan adalah pasien/keluarga pasien dan
pengunjung pasien.
2. Evaluasi Proses
a. Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan baik.
b. Selama proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara penyuluh dan peserta
penyuluhan.
c. Peserta penyuluhan memperhatikan dengan baik materi penyuluhan
yang diberikan.
3. Evaluasi Hasil
Semua peserta penyuluhan yang hadir diharpkan mampu memahami materi
penyuluhan yang diberikan, antara lain:
a. Menjelaskan kembali pengertian Gagal Jantung dengan kalimatnya sendiri.
b. Menyebutkan kembali faktor penyebab Gagal Jantung.
c. Menyebutkan kembali tanda dan gejala Gagal Jantung.
d. Menyebutkan faktor resiko Gagal Jantung.
e. Menyebutkan cara penanggulangan Gagal Jantung.
f. Menyebutkan diet Gagal Jantung.
4. Lampiran
a. Materi tentang Penyakit Gagal Jantung
b. Leaflet tentang Penyakit Gagal Jantung

7
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana terjadi kelemahan otot jantung sehingga
menyebabkan ketidakmampuan jantung memompakan cukup darah ke seluruh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi dalam metabolism jaringan tubuh.

B. Faktor Penyebab
1. Disritmia (Gangguan Irama Jantung)
Gangguan irama jantung dapat meghasilkan atau memperngaruhi kegagalan
dalam banyak cara. Bradikardi memnungkinkan peningkatan pengisian diastolic dan
regangan serat miokard dengan hubungan peningkatna dalam isi sekuncup.
Sedamgkan pada takikardi, waktu pengisian diastolic meningkat, kebutuhan oksigen
miokard meningkat.
2. Malfungsi Katub
Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan
beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis
katub aortic atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume (katub
mungkin regurgitasi seperti pada insufisiensi mitral atau aortic), yang menunjukkan
peningkatan pada volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung
Abnormalitas otot yang menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis
koroner jantung dan hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer
(kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aortic, atau
hipertensi sistemik.
4. Rupture Miokard
Pada infark miokard akut, ruptur miokard terjadi sebagai awitan dramatic dan
sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi.
Rupture terjadinya biasanya 8 hari pertama setelah infark, selama periode pelunakkan
paling besar dari kerusakan miokard. Untungnya, rupture miokard komplikasi yang
yang secara relative jarang. Rupture otot papilaris dari septum interventrikular atau

7
dinding bebas dari ventrikel kiri dapat terjadi.

7
5. Respons Terhadap Kegagalan
Jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan, respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ tubuh vital tetap
normal.
6. Peningkatan Tonus Simpatis
Penilaian akut utama terhadap gagal jantung adalah peningkatan system saraf
simpatis yang memperngaruhi arteri, vena, jantung. Akibat peningkatan frekuensi
jantung ini, peningkatan aliran balik vena ke jantung, dan peningkatan kekuatan
kontraksi, selain itu tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah normal.
Nilai sebenarnya untuk penilaian ini adalah peningkatan kebutuhan oksigen miokard
dan konsumsi oksigen, kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan obstruksi PAK
signifikan atau kontraktilitas pompa yang buruk.
7. Retensi Natrium dan Air
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk filtrasi,
ginjal berespon dengan menahan natrium dan air dan dengan cara demikian mencoba
untuk melakukan bagian mereka dalam meningkatkan volume darah sentral dan aliran
balik vena. Pada peningkatan volume sirkulasi darah dan aliran balik vena ke jantung,
terdapat peningkatan pada panjang serat diastolic akhir (dilatasi) dan dalam batas
tertentu, peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Pada jantung yang gagal,
peningkatan volume sirkulasi dapat menjadi beban yang terlalu besar bagi ventrikel,
dan kegagalan dapat menjadi lebih buruk.
C. Tanda dan gejala gagal jantung
1. Sesak napas atau kesulitan bernapas
2. Fatigue (kelelahan)
3. Pembengkakan di pergelangan kaki, kaki, perut, dan pembuluh darah di leher (Vena
Jugularis)
4. Batuk → edema paru
5. Nyeri dada
D. Faktor Resiko Gagal Jantung
1. Orang yang berusia 65 tahun atau lebih
2. Kegemukan
3. Pria > beresiko dibanding wanita
76
4. Anak-anak dengan cacat jantung bawaan

E. Penanggulangan Gagal Jantung


1. Mengobati penyebab gagal jantung seperti : diabetes, hipertensi, penyakit jantung
coroner dan penyakit yang berhubungan dengan system jantung dan pembuluh darah.
2. Istirahat cukup.
3. Rubah gaya hidup dengan diet jantung.
4. Olahraga teratur.
5. Sesuaikan pemasukan (minum) dan pengeluaran (kencing).

F. Diet Penyakit Jantung


Syarat-syarat
1. Kalori rendah
2. Protein dan lemak sedang
3. Cukup vitamin dan mineral
4. Rendah garam bila tekanan tinggi
5. Mudah dicerna
6. Porsi kecil tapi sering

G. Makanan Pantangan Bagi Penyakit Jantung


1. Kue-kue yang terlalu manis dan gurih : Dodol, cake, tarcis dll.
2. Semua daging berlemak.
3. Goreng-gorengan, santan kental.
4. Sayuran yang menimbulkan gas seperti : Kol, sawi, lobak.
5. Lombok dan bumbu-bumbu yang merangsang.
6. Kopi, minuman soda dan alcohol.
7. Nangka, durian dan alpukat harus dibatasi.

77
GAGAL JANTUNG beban kerja jantung dan mencegah
GEJALA GAGAL JANTUNG
gejala muncul berulang.
Merupakan kumpulan gejala yang ditandai Sesak napas
Sering buang air kecil
dengan sesak napas dan kelelahan (saat ♥ Batasi berapa banyak garam
Pembengkakan pada kaki,
istirahat atau aktivitas) yang (sodium) Yang dimakan
disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi jantung pergelangan kaki, dan perut serta peningkatan berat badan
Pusing
Kelelahan dan lemas Jika berat badan bertambah 2 kg
Detak jantung cepat Dan tidak teratur Dalam satu hari atau 5 kg dalam satu
minggu, segera hubungi dokter.

♥ Memantau gejala, hubungi dokter jika


gejala baru terjadi atau jika gejala
PENYEBAB meburuk. Jangan menunggu
1. Infeksi munculnya gejala sampai
2. Gangguan irama jantung kondisi makin parah.
3. Infark miokard (jantung koroner) Untuk mengurangi gejala gagal jantung, bisa
PENANGGULANGAN
4. Anemia (kurang darah) dengan melakukan kegiatan berikut: ♥ Minum obat dengan teratur.
5. Emosi yang berlebihan ♥ Menjaga keseimbangan cairan Biasanya dokter akan
6. Lingkungan Memberikan resep obat yang berfungsi
Catatlah jumlah cairan yang diminum atau
7. Kerja fisik untuk meningkatkan kemampuan jantung
makan dan seberapa sering buang air.Batasi
8. Cairan dalam memompa darah, mengurangi stress
asupan cairan, setidaknya kurang dari dua
9. Tiroksikosis liter perhari untuk membantu mengurangi
10. Kehamilan
♥ Memantau berat badan dan
11. Hipertensi
Menurunkan berat badan jika
diperlukan. Catat berat badan
setelah menimbang.
pada jantung, menurunkan perkembangan Nangka, durian dan alpukat harus dibatasi.
gagal jantung, dan mencegah penumpukan
cairan. Obat ini akan membuat
pembuluh darah melebar
SayangiJantung
sehingga dapat menurunkan Anda!!!!!!
tekanan darah. Buah yang boleh
dimakan
Jika serangan datang mendadak
1. Jangan panik!
2. Usahakan batuk terus dengan sekuat tenaga!
Setiap kali sebelum batuk, tariklah napas
dalam-dalam, kemudian batuklah dengan
kuat, dalam dan panjang
Olah raga
teratur
Makanan pantangan bagi penyakit jantung : Sesuai
Kue-kue yang terlalu manis dan gurih :Dodol, Kemampua
Oleh
cake, tarcisdll. n
Kelompok 2
PKKvTD VIII 2022

Istirahat yang Cukup


RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG DAN
Semua daging berlemak PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
Goreng-gorengan, santan kental JAKARTA
Sayuran yang menimbulkan gas seperti :Kol,
sawi, lobak.
Lombok dan bumbu-bumbu yang
merangsang. Kopi, minuman soda dan
alkohol.

Anda mungkin juga menyukai