STUDI KASUS
Disusun oleh :
Abdurahmman At
Tin
Andika
Seftian
Elisabeth
Nono Wartono
Nur Farida
TIM PEMBIMBING
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
Ditetapkan di : Jakarta
i
Tanggal : Agustus 2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diagnosa Medis ADHF di Gedung
Perawatan II Lanatai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Penyusunan makalah ini menjadi salah satu tugas lapangan yang harus
penulis kerjakan sebagai peserta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tigkat
Dasar Angkatan VIII 2022 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP (K), MARS, FACC, FESC selaku direktur
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
2. Tina Rahmawati, SP, MM selaku kepala Instalasi Pendidikan dan
Pelatihan RSJPDHK
3. Seluruh staf pengajar diklat yang telah memberikan ilmu dan
bimbingan selama penulis mengikuti pelatihan.
4. Ibu Malikhatun, Amd.Kep,SKM selaku pembimbing lapangan dalam
pembuatan makalah.
5. Bapak Ns. Ketut Arya Dharma, S.Kep dan Ibu Ns. Emireta Ratri
Ingsih S.Kep, Sp. KV selaku tim penguji.
6. Bapak dan Ibu Perawat di Gedung perawatan II lantai 3 yang telah
memfasilitasi kegiatan studi kasus, memberikan arahan serta nasehat.
7. Teman-teman Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar
Angkatan VIII 2022 yang selalu memberikan semangat serta
motivasinya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan agar makalah ini
menjadi lebih baik ke depannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
2.6 Komplikasi 18
2.8 Penatalaksanaan 21
v
BAB III TINJAUAN KASUS 45
3.1 Pengkajian 45
v
DAFTAR PUSTAKA 69
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
1
menderita gagal jantung antara tahun 2013 hingga 2016. Prevalensi gagal
jantung di Amerika Serikat diprediksikan mengalami peningkatan sebesar
46% dari tahun 2012 ke tahun 2030 yang menghasilkan >8 juta orang
berusia ≥18 tahun mengalami gagal jantung (Virani, et al, 2021). Benua
Asia sendiri memiliki angka kematian tertinggi akibat penyakit jantung
dengan persentase 58%, dan Indonesia menduduki tingat kedua di Asia
Tenggara dengan jumlah 371.000 jiwa (Zhao, 2021).
Di Indonesia, prevalensi gagal jantung juga semakin meningkat.
Data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit gagal ginjal
kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018). Data Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia sebesar 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi
Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%. DKI Jakarta sendiri
menempati posisi keempat prevalensi gagal jantung tertinggi di Indonesia,
dengan persentase sebesar 1,9% (Kementerian Kesehatan, 2019). Sedangkan
jika dilihat dari sisi pekerjaan, ironisnya penderita penyakit jantung tertinggi
terdapat pada aparat pemerintahan, yaitu PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD
dengan prevalensi 2,7%. Begitu pula, jika dilihat dari tempat tinggal,
penduduk perkotaan lebih banyak menderita penyakit jantung dengan
prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%
(Kementerian Kesehatan, 2019).
Data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
(RSJPDHK) menunjukkan jumlah pasien gagal jantung pada bulan januari
2018 sampai dengan desember 2018 sebanyak 1170 pasien. Pada tahun 2019
terdapat peningkatan bermakna pada jumlah pasien gagal jantung yang di
rawat yaitu sebanyak 2304 pasien. Tahun 2020 jumlah penderita gagal
jantung yang menjalani perawatan di RSJPDHK sebanyak 1600 pasien
( instalasi rekam medik, 2021 ).
Menurut WHO (2021), peningkatan kasus gagal jantung paling
banyak disebabkan oleh faktor gaya hidup seperti makan makanan yang
tidak sehat, kurang aktivitas, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor-faktor
tersebut yang selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah, kadar
2
gula darah dan lipid dalam tubuh serta menyebabkan obesitas yang memicu
komplikasi terjadinya penyakit jantung.
Gagal jantung seringkali menyebabkan penderita tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari, menyebabkan perawatan lama dan
rehospitalisasi sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien (Yunaidi,
Hermanto, & Rahajoe, 2017). Oleh karena itu, gagal jantung
diklasifikasikan berdasarkan kapasitas fungsional pasien menurut NYHA
(New York Hearth Association) tahun 1994. Gagal jantung dibagi menjadi
kelas I-IV tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan.
Penelitian dari Roger (2021), menyatakan bahwa mortalitas dan
rehospitalisasi pasien gagal jantung masih terus menerus meningkat
meskipun telah dilakukan penanganan dan manajemen gagal jantung. Hasil
ini mencerminkan adanya kompleksitas sindrom gagal jantung sehingga
mempengaruhi tingkat perburukan pasien. Untuk mencegah hal tersebut,
peran kita sebagai perawat sudah seharusnya memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gagal jantung secara komprehensif guna
menghasilkan perbaikan kondisi pasien. Dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan
klinis serta kemampuan edukasi dan monitoring yang baik agar dapat
diterapkan oleh pasien selama dirumah, sehingga kejadian rehospitalisasi
pasien gagal jantung menurun dan kualitas hidup pasien meningkat.
3
1.2.2 Tujuan Khusus
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
struktur atau fungsi jantung saat istirahat. (PERKI, 2020).
6
Berikut faktor risiko yang berhubungan dengan gagal jantung :
7
melakukan aktivitas biasa misalnya saat berjalan
cepat menaiki tangga.
3. Kelas III : Keterbatasan aktivitas fisik sangat terasa pada pasien
dengan cardiac disease. Nyaman beristirahat tetapi
merasakan gejala walaupun hanya dengan aktivitas
minimal.
4. Kelas IV : Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas
fisik sangat terbatas dan gejala dirasakan walaupun
saat istirahat, bahkan ketidaknyamanan semakin
bertambah ketika melakukan aktivitas fisik apapun.
8
- SpO2 < 90%, pada udara ruangan
- Terdapat ronchi basah pada kedua lapangan paru
d. Renjatan Kardiogenik
- Hipoperfusi jaringan
- TDS < 90 mmHg atau MAP menurun > 30 mmHg,
walaupun preload sudah dikoreksi
- Urine output < 0,5 ml/ Kg BB/ Jam
- Heart Rate > 60 kali/menit
e. High Output Failure
Hiperdinamik, kadang-kadang disertai adanya bendungan di
paru
f. Gagal Jantung Kanan
- Terdapat curah jantung rendah
- Tanda-tanda bendungan perifer seperti JVP
yang meningkat, hepatomegali, dan hipotensi
9
terjadi pada praktek klinik. Gagal jantung jenis ini biasa terjadi pada
pasien dengan kardiomiopati dilatasi. Hal ini terjadi akibat
akumulasi darah sebelum masuk ventrikel kiri. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena paru
1
Gagal Jantung Backward dan Forward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak
cukup ke aorta. Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan
adalah gejala yang khas pada gagal jantung forward. Gagal jantung
backward terjadi apabila ventrikel kiri tidak mampu memompakan
darah yang datang dari vena pulmonalis dan atrium kiri sehingga
terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru. Gagal jantung
backward biasanya mangakibatkan edema paru.
Gagal Jantung Berdasarkan Killip
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita
infark miokard akut, dengan pembagian:
1. Derajat I : Tanpa gagal jantung.
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal
paru, S3 galop peningkatan tekanan vena
pulmonalis, distritmia, dan peningkatan
frekwensi jantung.
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh
lapanganparu.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik 90 mmHg), vasokonstriksi perifer
(oliguria, sianosis dan diaforesis), perubahan
status mental dan penurunan atau tak adanya
haluaran urin.
1
Gagal Jantung Berdasarkan Left Ventricular Ejection Fraction
(LVEF).
1
2.4 Patofisiologi Gagal Jantung
Kerja jantung diatur oleh dua sistem yaitu :
1. Sistem pertama adalah regulasi secara intrinsik yang melibatkan respon
miokard untuk meregangkan serat-serat otot jantung sebelum proses
kontraksi (inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan proses
pengisian jantung selama diastolik seperti volume diastolik akhir.
Respon miokard untuk meningkatkan kapasitas jantung setelah
kontraksi dimulai disebut afterload.
2. Sistem kedua merupakan regulasi secara ekstrinsik, yang melibatkan
respon jantung terhadap kondisi – kondisi seperti stimulasi neural,
hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan pada kedua sistem
tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan
perifer juga dapat memperburuk kondisi hemodinamik dari gagal
jantung.
Pada fase awal gagal jantung, terdapat 2 mekanisme yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kontraktilitas miokard. Respon pertama
adalah dengan mekanisme Starling. Menurut Hukum Starling, suatu
peningkatan pada volume diastolik akhir (preload) menyebabkan jantung
memulai kontraksinya pada tekanan dan volume yang lebih tinggi. Volume
sistolik akhir akan sedikit meningkat, namun pada kondisi ini jantung akan
bekerja pada volume diastolik akhir yang lebih besar dan akibatnya akan
mengeluarkan volume stroke yang besar juga.
Mekanisme kedua adalah melalui aktivasi sistem saraf simpatik.
Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor alfa dan beta adrenergik yang
pada awalnya akan memperbaiki curah jantung. Mekanisme ini
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dinding jantung, dimana
kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya hipertropi miokard, pelemahan
sistem saraf simpatik, dan pengeluaran peptida natriuretik atrium.
Mekanisme sistem saraf simpatik ini, dalam waktu tertentu akan mengubah
gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung simptomatik yang akan
mempengaruhi kinerja ventrikel.
1
Ventrikel yang mengalami hipertropi menyebabkan abnormalitas aliran
koroner, morfologi kapiler, serta karakteristik
mitokondria. Mekanisme lain yang turut berperan dalam
patogenesis gagal jantung adalah aktivasi neurohormonal. Respon ini pada
awalnya menguntungkan, Namun
selanjutnya akan menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Respon ini
akan menghasilkan perubahan hemodinamik, seperti vasokontriksi dan
retensi cairan volume air. Selain itu juga menyebabkan reaksi inflamasi dan
berpengaruh pada pertumbuhan. Aktivasi reaksi neurohormonal dimulai dari
aktivasi sistem saraf simpatik.
1
maladaptif. Beberapa efek dari angitensin II seperti vasokontriksi, retensi
natrium dan air, rasa haus, menjaga filtrasi glomerulus (GFR) serta
hipertropi vaskuler dan miokard. (Dakota, 2019)
1
2.6 Komplikasi
2.6.1 Komplikasi akibat dari gagal jantung sendiri :
1. Aritmia dapat terjadi karena respon tarhadap peningkatan
katekolamin dan iskhemi miokard. Iskhemik atrial yang lama
dapat menimbulkan atrial fibrilasi.
2. Angina dan infark miokard terjadi akibat dari peningkatan kerja
otot jantung yang iskhemik atau akibat dari penurunan perfusi
arteri koroner akibat dari penurunan tekanan sistemik.
3. Syok terjadi akibat dari penurunan curah jantung.
4. Renal failure terjadi akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal.
5. Pembentukan emboli terjadi akibat bendungan dan stasis vena .
6. Hepatomegali akibat dari bendungan vena.
7. Efusi pleura: Dihasilkan dari peningkatan tekanan kapiler.
Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang
pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
1
2.7.1 Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti
paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru
yang menyebabkan atau memperberat sesak napas. Kardiomegali
dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
1
Tabel 2. Interpretasi Nilai Serum BNP
Hasil Interpretasi
Serum BNP < 100 Normal / gagal jantung terkompensasi baik.
Serum BNP 100 – 200 pulmonal (gagal jantung kanan).
Hipertensi,
2.7.4 Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik
pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave
Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan atau disfungsi jantung
dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara HFREF dan HFPEF
(PERKI, 2020).
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam
mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis
1
harus memenuhi tiga kriteria:
a. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
b. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45-50%)
c. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri
abnormal/kekauan diastolik)
d. Peningkatan kadar peptide natriuretic
Ekokardiografi transesofagus direkomendasikan pada
pasien dengan ekookardiografi transtorakal yang tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventilator), pasien dengan kelainan katup,
pasien endocarditis, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeklusi
thrombus di left atrial appendage pada pasien fibrilasi atrium.
Ekokardiografi dengan beban (dobutamin atau latihan) digunakan
untuk mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia
dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau
akinesis berat.
2.8 Penatalaksanaan
1
b. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi
morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan
literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non farmakologi.
c. Pemantaun berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari,
jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien
harus menaikkan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
d. Asupan cairan
Restriksi cairan 900 ml – 1,2 liter/hari (sesuai berat
badan) dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.
e. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pada pasien obesitas dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan
gagal jantung, menguragi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup.
f. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada
gagal jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia)
merupakan predikator penurunan angka mortalitas. Jika selama
6 bulan terakhir terjadi kehilangan berat badan > 6% dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien
didefinisikan sebagai kaheksia. Status malnutrisi pasien harus di
nilai dengan hati-hati.
g. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien
gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan
efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.
2
h. Aktivitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil)
mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan
pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan
dengan preparat nitrat.
2
d. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ≤ 40 % yang tetap simptomatik walaupun
sudah diberikan ACE-I dan beta blocker optimal, kecuali
terdapat kontra indikasi.
2
mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek
terhadap mortalitas.
2
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
2.9.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari
proseskeperawatan yang meliputi:
1) Anamnesa
a. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
doagnosa medik. Identitas Penanggung Jawab, meliputi:
nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien
untuk meminta pertolongan pada tenaga kesehatan seperti,
dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan
memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama.
Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti
vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea,
batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gejala-
gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu
tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya
menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang
biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki
pasien (Wijaya & Putri, 2013).
e. Riwayat keluarga
Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh
2
kelurga. Bila ada keluarga yang meninggal tanyakan
penyebab meninggalnya. Penyakit jantung pada orang
tuanya juga menjadi faktor utama untuk penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
f. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Menanyakan situasi tempat pasien bekerja
danlingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan
kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atauobat
tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, beberapa batang per
hari, dan jenis rokok. Data biografi juga merupakan data yang
perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis
kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh
pasien.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/ istrirahat
Gejala : keletihan, kelemahan terus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat atau pada pengerahan tenaga. Tanda: gelisah,
perubahan status mental (latergi, TTV berubah pada
aktivitas).
b. Sirkulasi
2
● Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diasnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin lemah
● Murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan
adanya katup atau insufisiensi
● Nadi: nadi perifer berkurang, perubahan dalam
kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin
kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal terlihat
● Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianosis
● Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat
● Hepar: pembesaran/ dapat teraba, reflek
hepato jugularis
● Bunyi napas: crackles, ronchi
● Edema: mungkin dependen, umum atau
pitting, khususnya padaekstremitas
● Distensi vena jugularis.
c. Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut, stres yang
berhubungan dengan penyakit. Tanda berbagai manifestasi
perilaku seperti ansietas, marah, ketakutan.
d. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap,
berkemih malamhari (nokturnal), diare/ konstipasi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual atau muntah,
penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, diet tinggi garam atau makanan yang
telah diproses, lemak, gula, dan kafein, penggunaan
diuretik. Tanda: penambahan berat badan cepat, distensi
abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting).
f. Hygiene
Gejala : keletihan, kelemahan, kelemahan selama
2
aktivitas perawatan diri. Tanda: penampilan menandakan
kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, peningkatan episode pingsan.
Tanda: letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku.
h. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan. Tanda: tidak tenang, gelisah, perilaku
melindungi diri.
i. Pernapasan
2
⮚ Paroksimal Nokturnal Dispnea
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) adalah keluhan yang
dikenal baik oleh pasien yaitu pasien biasanya terbangun di
tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
Dispnea noktural proksimal diperkirakan disebabkan oleh
perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen
intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang
hari, saat pasien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik,
khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,
peningkatan volume cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi.
Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan
jumlah tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa
tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban
tambahan pada dasar vaskular pulmonal yang telah mengalami
kongesti.
⮚ Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari
kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi
perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan.
Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan
batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti
mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.
⮚ Edema Pulmonal
Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan
kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular
(kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi
tranduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebaliknya
tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk
transpor normal oksigen dan karbon dioksida dari darah
dalam kapiler pulmonal. Edema pulmonal akut
2
dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas,
sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan
sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah
muda, berbusa yang keluar dari mulut.
⮚ Inspeksi. Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahanfisik, dan adanya edema ekstremitas.
⮚ Palpasi. Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
⮚ Auskultasi. Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup.
⮚ Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanyahipertrofi jantung (kardiomegali).
2
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan, tirah baring
(D.0056).
3
2.9.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N I)
o. an
(SDKI)
1. Penurunan curah Luaran Utama: Perawatan Jantung (1.02075)
jantung berhubungan ● Curah Jantung (L.02008) Observasi
dengan perubahan Setelah dilakukan ●Identifikasi tanda / gejala primer penurunan curah jantung
asuhan
afterload, perubahan keperawatan selama 1x24 jam, (dyspnea, kelelahan, edema, orthopnea, peningkatan CVP)
frekuensi jantung, curah jantung pasien adekuat ●Identifikasi tanda / gejala sekunder penurunan curah jantung
irama, kontraktilitas dengan kriteria hasil: (peningkatan BB, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, kulit pucat,
dan perubahan - Edema berkurang distensi vena jugularis)
preload (D.0008) - Dispnea berkurang ●Monitor tekanan darah
- Tidak terdapat gambaran ●Monitor intake dan output cairan
ekg aritmia ●Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- EF membaik ●Monitor saturasi oksigen
Luaran ●Monitor ekg 12 sadapan
Tambahan: ●Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
3
● Status Sirkulasi
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Pulsasi nadi adekuat ● Monitor nilai laboratorium jantung (elektrolit,
- Output urine meningkat enzimjantung, BNP, NTpro-BNP
- Saturasi oksigen meningkat ● Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
- Tekanan darah, sesudah aktivitas
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
94 %
Edukasi
● Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi dan bertahap
● Anjurkan berhenti merokok
● Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake danoutput
cairan harian
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian obat antiaritmia, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif Luaran Utama: Manajemen Jalan Nafas (1.01011)
berhubungan Observasi
⮚ Pola Napas
penurunan ● Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
energi (D.0005)
Setelah dilakukan asuhan ● Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
3
- Fekuensi nafas normal
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Dispnea berkurang ● Posisikan semifowler atau fowler
- Penggunaan otot ● Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
bantu menurun ● Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
● Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik, jikaperlu
3. Hipervolemia Luaran Utama : Manajemen Hipervolemia (1.03114)
berhubungan ● Keseimbangan Cairan Observasi
dengan (L.03020) Setelah dilakukan ● Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. orthopnea,
gangguan asuhan keperawatan selama dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, suara nafas tambahan)
1x24 jam, cairan dalam tubuh ● Identifikasi penyebab hypervolemia
mekanisme regulasi, pasien seimbang dengan ● Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung, tekanan
gangguan aliran balik kriteria hasil: darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jikatersedia
vena - Keluaran urin membaik ● Monitor intake dan output cairan
(D.0022)
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
- Edema berkurang ● Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium,BUN,
- Tekanan darah hematokrit, berat jenis urine)
kembali normal ● Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma(mis.
- Berat badan menurun kadar protein dan albumin meningkat)
● Monitor kecepatan infus secara ketat
● Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi orthostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
● Timbang berat badan dan ukur lingkar perut setiap hari
pada waktu yang sama
● Batasi asupan cairan dan garam\
● Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
Edukasi
● Anjurkan melapor jika haluaran urin <
0,5 mL/kgbb/jam dalam 6 jam
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
● Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalamsehari
● Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan danhaluaran
cairan
● Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian diuretic
● Kolaborasi pemberian kalium akibat diuretik
4. Intoleransi aktivitas Luaran Utama: Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan ⮚ Toleransi Aktivitas Observasi
ketidak seimbangan (L.05047) Setelah dilakukan ● Identifikasi gangguan fungsi tubuh
antara suplai dan asuhan keperawatanselama yang mengakibatkan kelelahan
kebutuhanoksigen, 1x24 jam, pasien ● Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan, tirah kembali toleran saat ● Monitor pola dan jam tidur
baring. (D.0056)
beraktivitas ● Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukanaktivitas
dengan kriteria hasil: Terapeutik
- Kemudahan dalam
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
melakukanaktivitas ● Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
sehari- hari meningkat stimulus(mis. cahaya, suara, kunjungan)
- Keluhan lelah berkurang ● Lakukan latihan rentang gerak aktif dan/atau pasif
- Dispnea saat dan ● Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
setelah ● Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
aktivitasberkurang berpindah atau berjalan
- Tidak terdapat Edukasi
perasaan lemah ● Anjurkan tirah baring
- Tidak terdapat sianosis ● Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Tekanan darah dan ● Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
frekuensi nafasnormal gejalakelelahan tidak berkurang
● Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkanasupan makanan
3
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
5. Nyeri akut Luaran Utama: Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan ● Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
agen pencedera Setelah dilakukan ● Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (D.0077) keperawatan selama 1 x 24 frekuensi,kualitas, intensitas nyeri.
jam, nyeri pasien hilang ● Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : ● Identifikasi respon nyeri non-verbal
● Keluhan nyeri berkurang ● Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankannyeri
● Tidak gelisah ● Monitor efek samping penggunaan analgetik
● Tekanan darah, nadi, Terapeutik
dan pola nafas normal ● Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasanyeri
1. Kemampuan ● Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
● Fasilitasi istirahat dan tidur.
menuntaskan aktivitas ● Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
meningkat pemilihanstrategi meredakan nyeri
Edukasi
4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
● Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
● Jelaskan strategi meredakan nyeri
● Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
● Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
● Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasanyeri
Kolaborasi
● - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
kondisi kepercayaan
● Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
yangdihadapi berkurang jika memungkinkan.
- Tidak menunjukkan ● Pahami situasi yang membuat cemas
perilaku ● Dengarkan dengan penuh perhatian
gelisahdan/atau ● Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
tegang ● Motivasi mengidentifikasi situasi yang
Tidak terdapat palpitasi memicu Kecemasan
Edukasi
● Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkindialami
● Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
● Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
● Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
● Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
ketegangan
● Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
⮚ Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
7. Manajemen kesehatan Luaran Utama: Edukasi Kesehatan (1.12383)
tidak - Manajemen Kesehatan Observasi
(L.12104) Setelah - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerimainformasi
efektif dilakukan keperawatan - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
berhubungan dengan selama1 x 24 jam, pasien dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
kompleksitas program dapat melakukan sehat
perawatan / manajemen kesehatan Terapeutik
pengobatan (D.0116) secara optimaldengan ● Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
kriteria hasil : ● Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Melakukan ● Berikan kesempatan bertanya
tindakan Edukasi
untukmengurangi ● Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhiKesehatan
4
faktor resiko
- Menerapkan program
4
Diagnosa
Keperawat Luaran(SLKI) Intervensi(SIK
N an (SDKI) I)
o.
perawatan ● Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Aktivitas hidup sehari-hari ● Ajarkan strategi yang dapat digunakan
efektif memenuhi tujuan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Kesehatan
- Tidak
menunjukkan verbalisasi
kesulitan dalam menjalani
program
perawatan
4
BAB III
TINJAUAN
KASUS
3,1 Pengkajian
3.1.1 Biodata Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Register 2022……07
Alamat : Kp Pasir Waru Ciburuy Tangerang
Status : Belum menikah
Keluarga terdekat : Orang tua
Diagnosa medis : ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
(ADHF) Wet and Warm ec MS severe (EF 43 %)
Tanggal pengkajian : 22 Agustus 2022 pukul 15.00 WIB di Ruang GP2
Lt. 3 RSJPDHK
3.1.2 Anamnesis
3.1.2.1 Keluhan utama
Sesak nafas berkurang
3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 3 Agustus 2022 pukul
19.38. Pasien adalah pasien baru RS jantung dan pembuluh
darah Harapan Kita rujukan RS Banten keadaan pasien tampak
sesak nafas, lemas, pasien mengatakan sesak nafas, mual, perut
begah, BAK sedikit, pasien lalu d asesesman dengan Acute
Decompensated Haert Failure (ADHF) Wet and Warm ec MS.
pasien dilakukan pemeriksaan elektrolit dan pemeriksaan
penunjang rongen thorak, EKG tampak AF + VES Begimini ,
tanda tanda vital, TD : 112/47 mmHg, HR : 68x/menit, saturasi
4
97 %, RR : 26x/menit, akral hangat, pulsasi perifer adekuat,
4
tidak sianosis CRT > 2 detik, dan diberikan therapy Furosemid
10mg/jam, dobutamin 2mcg/kgBB/menit, koreksi kalium dan
natrium, ramipril 1x 1,25mg , Urixin 2x1, Dexametason 5mg
IV Extra, digoxin tab 1x 0,625mg. Pasien dipindahkan ke runag
IWM pada tanggal 04 agustus 2020, selama mendaptkan
perawatan di IWM pasien mendapatkan observasi ketat dan
tindakan fungsi pleura 1000cc, dan mendapatkan koreksi
elktrolit , pada tanggal 12 agustus 2022 jam pasien pindah ke
ruangan GP II lantai 3, selama perawatan di GP II lantai 3.
Pada saat pengkajian Saat di GP II tanggal 22 Agustus 2022
dilakukan pemeriksaan tanda- tanda vital, TD : 86/53 mmHg, N
: 66 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36℃ Saturasi : 100%, BB :
57 Kg, TB : 160 cm. Keluhan sesak ringan masih ada saat
pasien melakukan aktifitas ringan. Saat pengkajian klien
tampak lemas dan lebih nyaman dalam posisi duduk. Klien
mengatakan jika tidur dengan dua bantal, Sesak nafas
berkurang. Mual dan muntah tidak ada. Batuk (-), terdapat
oedem di kedua tungkai kaki dengan piting oedem derajat 1
kedalaman 3mm dengan waktu kembali 3 detik, Pasien hanya
terpasang IV cath untuk akses obat injeksi antibiotic
Cefoperazon. Secara klinis, kondisi pasien sudah cukup stabil.
4
sesak nafas berat,lemas, mual, kaki bengkak, perut begah, dan
BAK sedikit sehingga dirujuk ke RS Jantung dan Pembuluh
Darah HARKIT atas persetujuan pasien dan keluarga untuk
mendaptkan penanganan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
3.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Tidak diketahui apakah ada anggota keluarga pasien
yang mengalami penyakit jantung, DM, atau hipertensi
4
3.1.2.10 Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB normal 1x sehari.
Sedangkan, BAK spontan 5- 7 kali dalam sehari dengan
produksi urine 200cc/kali
4
Leher : JVP meningkat (9cmH2O)
Thorax :
Paru : Pengembangan dada simetris kiri kanan, tidak ada
retraksi dada, tidak ada jejas,, suara vesikuler di kedua lapang paru,
rales +/+ di basal, wheezing tidak ada, ronkhi kasar -/- RR : 24
x/menit SPO2 100%.
Jantung : TD : 86/53 mmHg, HR : 66 x/menit, suara jantung
BJ1normal, BJ2 normal no PSM di LLSB no gallop.
Abdomen : Supel, bising usus normal.
Kulit : Tidak ada sianosis, turgor
baik. Ekstremitas
Edema pitting +1 di kedua tungkai bawah, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi teraba adekuat, tidak ada
kelemahan otot kedua estremitas. Tungkai terlihat berwarna
gelap.
5555 5555
5544 5544
Genitalia
Pasien BAK spontan urine 1500cc/24jam , tidak ada
nyeri, tidak ada luka dan tampak bersih
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
16/8 20/8/2022
N Pemeriksaan / Nilai Normal
o
202
2
1 Hemoglobin 10,9 12,0 – 14,7
2 Hematokrit 32,3 41,3 – 52,1
3 Leukosit 5260 3170 – 8400
4 Trombosit 147 167 – 390
4
7 GFR 218 >90
4
8 GDS 104 80 – 124
9 Natrium 12 135 – 145
1
1 Kalium 3,6 3,5 – 4,5
0
1 Klorida 85 97 – 109
1
1 Kalsium 2,0 2,15 – 2,50
2 3
1 Magnesium 1,8 1,6 – 2,6
3
1 PH 7,43 7,35-7,45
4
1 PCO2 28,4 35-45
5
1 HCO3 18,8 22-28
6
1 PaO2 87 75-100
7
5
b. EKG (03/8/2022)
Irama : Irreguler
HR : 74 bpm
Axiz : RAD
P wave normal tidak di ikutin
kompleks QRS( berdiri sendiri)
5
c. Foto Thorax (di RS Harkit)
CTR 65% segmen abnormal, segmen PO dalam batas normal PJ(-) apex
downward congesti (+) infiltrate (-) efusi pleura dextra (+).
d. ECHO
Severe MS mild MR due to RHD
PH Moderate AR ec RHD
Gambar 6. Thorak Tn. S
Reduction LV sistolik fungsion LVEF 43%
5
3.1.5 Penatalaksanaa
n Farmakologi
Terapi yang diberikan :
2. Spironolactone 1 x 50 mg PO
3. Ramipril 1 x 1,25 mg PO
4. PMP 2 x 250 mg PO
5. Warfarin 1x1 mg PO
5
5
3.2 Analisa Data
Tabel 7. Analisa Data Masalah Keperawatan
Masalah
N Da Etiologi
o. ta Keperawat
an
1. DS : Disfungsi Penurunan
curah
⮚ Pasien mengeluh mudah sesak
Miokard, jantung
⮚ Pasien mengatakan
peningkataan berhubungan
tidur 2 bantal atau lebih
preload, sistolik dengan
DO :
afterload perubahan
⮚ Pasien tampak lemas
preload,
⮚ JVP meningkat 5+4 cmH2O ↓
afterload,
⮚ Akral hangat
⮚ Pulsasi perifer adekuat dan
Gangguankontra
⮚ CRT <2 detik kontraktilitas
ksi
⮚ Intake 70-80% ↓
dari
30cc/kgBB/hari Hambatan
⮚ Urine 1cc/kgBB/jam pengosongan
⮚ Vital sign : ventrikel
- BP : 86/53 mmHg ↓
- HR : 66 x/ menit Stroke volume
- MAP : 64 mmHg menurun
- RR : 24x/ menit ↓
- SaO2 : 100%
Penurunan CO
- T : 36℃
⮚ EKG : Aritmia
⮚ ECHO Bedside: LVEF
43% TAPSE 20 mm,
severe MS severe TR
moderate AR
⮚ Foto thorax:
- CTR 65%, congesti(+)
apex downward.
5
Masalah
N Da Etiologi
o. ta Keperaw
ata n
2. DS: Penurunan CO Hipervolemia
berhubungan
⮚ Pasien mengatakan ↓
Gagal jantung dengan
sesak, jika beraktifitas
kiri
⮚ Tidur 2 bantal/ lebih
↓ peningkatan
DO: Atrium tekanan darah
⮚ Edema piting +1 di gagal
kedua tungkai memompa ke di vena
⮚ JVP meningkat 5+4 cm H2 ventrikel
⮚ ECHO ; EF 43% dibuktikan
⮚ Total intake 70-80% dari ↓ dengan oedem
30cc/kgBB/hari Bendungan
(1000cc/24 jam) paru extermitas
⮚ Urine output ↓
1cc/kgBB/jam Tekanan
(1500cc/24 jam) atrium
⮚ Natrium 121 kanan naik
⮚ Akral hangat ↓
⮚ Pulsasi perifer adekuat Hambatan
⮚ Vital sign : aliran
masuk vena kava
- BP : 86/53 mmHg
superior dan
- HR : 66 x/ menit
inferior
- MAP : 64 mmHg
↓
- RR : 24x/ menit Edema
ekstremitas
↓
5
Ketidakseimbang
an volume
cairan
5
3 DS: Penerunan Intoleransi
curah
aktifitas
⮚ Pasien mengatakan jantung
↓ berhubungan
sesak, jika beraktifitas
Metabolic dengan
ringan seperti ke kamar anaerob
penurunan
mandi atau berjalan ↓
Acidosis CO
⮚ Tidur 2 bantal/ lebih
metabolic dibuktikan
DO:
↓ dengan sesak
⮚ Edema piting +1 di Peningkatan
kedua tungkai asam jika
⮚ Asupan nutrisi laktat beraktifitas
↓
makan diit Lunak
ATP menurun
DJ II.
↓
⮚ Mobilisasi di Fatique
tempat tidur
⮚ HCO3 18,8
⮚ JVP meningkat 5+4 cm H2
⮚ Pasien tampak lemah
⮚ ECHO : EF 43%
⮚ Vital sign :
- BP : 86/53 mmHg
- HR : 66 x/ menit
- MAP : 64 mmHg
RR : 24x/ menit
4 DS : Defisite Manajeman
⮚ Rehishospitalisasi pengetahuan kesehatan
⮚ Sesak jika
beraktifitas DO : tidak efektif
↓
✔ Riawayat Kurangn berhubungan
rehishospitapisasi ya
✔ Rujukan RS lain informasi tentang dengan
✔ ECHO EF43%
kesehatan rehishospitalis
✔ Congesti (+) a
5
si
↓
Rehishospitalis
asi
5
Gambar 6. WOC Kasus
CAD, Obesitas, Gaya Hidup, Aterosklerosis, Stress
Gangguan kontraksi
Fatique
Gagal jantung Kanan
Hambatan aliran masuk dari vena pulmonal
Bendungan paru
Tekanan atrium
kanan naik
6
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 8. Rencana Asuhan Keperawatan Terkait Kasus
No Diagnosa Ha Interve
. sil nsi
1. Penurunan curah Perawatan Jantung
Selama dilakukan
jantung berhubungan 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
intervensi keperawatan
dengan perubahan cardiac output
masalah penurunan curah
preload, afterload, dan 2. Kolaborasi pemberian terapi kardiovaskuler
jantung membaik dengan
kontraktilitas 3. Monitor status pernafasan yang menandakan
kriteria hasil yang
diharapkan : gagal jantung
6
No Diagnosa Ha Interve
. sil nsi
2 Hipervolemia Selama dilakukakn tindakan Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan selama dalam 1. Pemeriksaan tanda dan gejala hypervolemia
dengan perawatan masalah (Ortopnea, dyspnea, edema, JVP meningkat, refleks
hambatan aliran hipervolemia menurun hepatojugular positif, suara napas tambahan)
balik vena dengan criteria hasil yang 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
jantung diharapkan : 3. Monitor status hemodinamik (Frekuensi jantung,
dibuktikan - Tekanan darah dalam TD, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,CI jika tersedia)
dengan oedem batas normal
extermitas - Denyut nadi radial
dalam batas normal 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar natrium,
- JVP Menurun
BUN, hematokrit, berat jenis urine)
- Oedem
extermitas 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
berkurang (kadar protein dan albumin meningkat)
- Keseimbangan intake 7. Monitor kecepatan infus secara tepat
dan output dalam 24 8. Monitor efek samping diuretic
(hipotensi,
6
jam hypovolemia, hipokalemia, hyponatremia)
6
3. . Intoleransi Selama dilakukan intervensi Manajemen Energi
aktifitas keperawatan masalah 1. Dukungan perawatan diri
berhubungan intoleransi aktifitas 2. Dukungan ambulasi
dengan meningkat dengan kriteria 3. Pemantauan tanda tanda vital
penurunan CO hasil yang diharapkan : 4. Edukasi teknik ambulasi
dan Stroke - Tekanan darah dalam 5. Manajeman aritmia
Volume batas normal 6. Manajeman lingkungan
dibuktikan - Sesak berkurang 7. Kolaborasi pemberian terapi
dengan fatique - Lemas berkurang 8. Promosi dukungan keluarga
- Pasien dapat 9. Identifikasi penyebab hypervolemia
melakukan aktifitas
secara bertahap
4 Manajeman Setelah dilakkan tindakan Penyuluahan dan edukasi
kesehatan tidak keperawatan masal;ah 1. Edukasi tentang contol tepat waktu
efektif manajemnan kesehatan 2. Edukasi pola hidup yang baik
dibuktikan tidak efektif meningkat 3. Anjurkan keluarga untuk mensuport
dengan dengan criteria pasien ; 4. Edukasi program pengobatan
rehospitalisasi ⮚ Pasien bersedia 5. Dukungan perawatan diri
untuk control
sesuai anjuran tim
medis
⮚ Pasien dan
6
keluarga paham
dengan pola
hidup yang baik
6
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Tabel 9. Implementasi dan Evaluasi Terkait Kasus
Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an
1 Penurunan 22/08/2022 1. Memposisikan pasien semi fowler Pukul ; 21.00
WIB S :
curah jantung Pukul 2. Menganjurkan untuk tirah baring ● Pasien mengatakan keluhan
berhubungan 16.00 – 3. Mengidentifikasi tanda/ Lelah berkurang,
dengan 21.00
gejala primer penurunan curah ● Pasien mengatakan sesak berkurang
perubahan WIB
jantung ● Pasien mengatakan tidur masih
preload, 4. Monitor adanya dyspnea, 1 bantal/lebih
afterload fatigue, takipnea dan ortopnea O:
5. Mengidentifikasi ● KU pasien baik, lemas berkurang,
dan penyebab perubahan vital sign
pusing (-), tampak sesak nafas
kontraktilitas 6. Memonitor tanda-tanda vital
berkurang, pucat (-), pulsasi nadi
7. Memonitor irama ekg pasien adekuat, irama jantung aritmia, tidak
8. Memeriksa tekanan darah dan
ada sianosis perifer.
frekuensi nadi seb elum
● Tanda-tanda vital:
pemberian obat
TD: 97/70 mmHg MAP : 65
9. Memonitor respon pasien
mmHg HR: 73 x/menit
terhadap pemberian terapi
RR: 22 x/menit
6
Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an
12. Memonitor balance cairan SpO2 :
13. Memonitor toleransi 100% T :
aktivitas pasien 36 C
14. Anjurkan untuk menurunkan A : Penurunan curah jantung teratasi sebagian
stress P : Intervensi dipertahankan ,
15. Kolaborasi pemberian
dobutamin 2mcg/kgBB/menit
16. Memberikan edukasi mengenai
penurunan fungsi jantung dan
bagaimana peran penting pola
hidup dan kontrol rutin
berpengaruh terhadap perubahan
kondisi
6
Diagnosa
N Tanggal/ Implementasi Evalu
o Keperawat Jam asi
an
6
2. Hipervolemia 1. Pemeriksaan tanda dan gejala S:
22/08/2022
berhubungan hypervolemia ● Klien mengatakan keluhan
Pukul
dengan (Ortopnea, dyspnea, begah sudah tidak ada,
15 – 17.00 edema,
penurunan ● Klien mengatakan keluhan lelah
WIB
curah jantung JVP meningkat) sudah berkurang saat beraktivitas
dibuktikan 2. Identifikasi dan masih tidur 1 bantal/lebih
dengan oedem penyebab hypervolemia O:
3. Monitor status hemodinamik ● Hemodinamik stabil
extermitas
(Frekuensi jantung, TD, MAP, ● Balans cairan negative (- 500 )
CO, CI jika tersedia) ● Klien mengetahui kebutuhan
4. Monitor intake dan output cairan dalam sehari
cairan
● Klien mengetahui cara mencatat
5. Monitor tanda
asupan dan haluaran cairan
hemokonsentrasi (kadar
dirumah
natrium, BUN, hematokrit)
● Aktifitas bettahap dan
6. Monitor kecepatan infus
dibantu keluarga
secara tepat
A : Hipervolemia teratasi sebagian
7. Monitor efek samping diuretic P : Intervensi dilanjutkan
(hipotensi, hypovolemia,
hipokalemia, hyponatremia)
6
3. Intoleransi 1.Dukungan perawatan diri : Pukul
22/08/2022 21.00 S :
aktifitas membantu pasien
Pukul ● Klien mengatakan sesak
berhubungan dalam perawatan diri
16 – 17.00 nafas berkurang,
dengan 2.Dukungan ambulasi :
WIB ● Klien mengatakan keluhan lelah
penurunan CO mendekatkan
sudah berkurang saat beraktivitas ke
dan SV perlengkapan keperluan
kamar mandi
dibuktikan pasien
● Pasien mengatakan masih tidur
dengan fatique 3.Memantau tanda tanda vital
1 bantal/lebih
4.Memberikan Edukasi ke
O:
keluarga teknik ambulasi
● KU Baik,
5.Manajeman aritmia
● Tampak lemas berkurang
6. Manajeman lingkungan
● Tanda-tanda vital:
7. Kolaborasi pemberian terapi
TD: 97/70 mmHg MAP : 65
8.Promosi dukungan keluarga
mmHg HR: 73 x/menit
RR: 22 x/menit
A :intoleransi aktifitas teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan
7
4. Manajeman 22-08-2022 1. Memberikan Edukasi tentang Pukul
Pukul 21.00 21.00 S :
kesehatan control tepat waktu kepada ✔ Keluarga bertanya pola hidup sehat
tidak efektif pasien dan keluarga seperti apa
✔ Keluarga bertanya untuk
berhubungan 2. Memberikan Edukasi pola program pengobatan
dengan hidup yang baik menggunakan ✔ Keluarga paham bagaimana
membatasi asupan cairan dan diit
rehospitalisa liflet makanan
si 3. Menganjurkan keluarga
O:
untuk mensuport dukungan ✔ Pasien dan keluarga tampak
mental ke pasien menyimak penyuluhan
✔ Pasien dan keluarga tampak mengerti
4. Memberikan e dukasi apa yang dismpaikan
program pengobatan
A : masalah manajeman kesehatan tidak
5. Memberikan dukungan efektif teratasi sebagian
perawatan diri dan ambulasi
P : intervensi dipertahankan
serta aktifitas ringan
7
BAB IV
PEMBAHASAN
7
4.2 Analisa Kasus Terkait Klasifikasi Gagal Jantung
Telah diketahui bahwa gagal jantung terbagi menjadi berbagai klasifikasi.
Menurut NYHA (The New York Heart Association) dalam AHA (2017), gagal
jantung diklasifikasikan menjadi empat kelas, diantaranyakelas I: pasien dengan
penyakit jantung tetapi tidak menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas fisik;
kelas II: pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan gangguan aktivitas
fisik ringan; kelas III: Keterbatasan aktivitas fisik sangat terasa pada pasien
dengan cardiac disease; dan kelas IV: Pasien dengan penyakit jantung dimana
aktivitas fisiksangat terbatas dan gejala dirasakan walaupun saat istirahat, bahkan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan aktivitas fisik apapun.
ACC/AHA (2017) menambahkan klasifikasi gagal jantung menjadi empat
stadium, diantaranya stage A, B, C, D. Stadium A ke D menunjukkan kondisi
gagal jantung yang semakin nyata dan memburuk (Heidenreich et al, 2022).
Ketika pasien berada pada stadium D, gagal jantung dirasakan simptomatis berat
dan refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal
dan pasien memerlukan rawat inap. Kondisi inilah yang terjadi pada Tn. S.
Pasien mengalami gejala gagal jantung yang berulang ditandai dengan sesak
napas memberat, perut begah, edema mudahlelah dan urin yang sulit keluar.
Pasien mengatakan terkadang dirumah sudah minum obat furosemide oral, urin
pasien tidak keluar atau hanya keluar sedikit. Hal ini yang menyebabkan sesak
memberat sehingga pasien dilarikan ke IGD dan masuk ruang rawat. Jika ditinjau
dari klasifikasi NYHA, pasien dikategorikan dalam kelas III dengan gangguan
aktivitas fisik sedang. Pasien nyaman beristirahat tetapi merasakan gejala
walaupun hanya dengan aktivitas minimal.
Berdasarkan LVEF, gagal jantung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu
heart failure with reduced ejection fraction (EF ≤ 40%), heart failure with mid-
range ejection fraction (EF antara 41-49%), heart failure with preserved ejection
fraction (EF ≥ 50%). Pada Tn. S, EF:43% sehingga masuk dalam kategori
HFrEF. Tn. S didiagnosa sebagai ADHF yang berarti gagal jantung advance dan
merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami
sebelumnya (Rilantono, 2012). Gagal jantung yang terjadi pada Tn. S juga sudah
menyerang ventrikel kanan dan kiri ditandai dengan gejala klinis sesak
memberat, ortopnea (kongesti paru), distensi vena jugularis, edema dan perut
7
begah. Sedangkan, menurut Stevenson, pasien berada pada kategori II (B ):
warm – wet. Hal ini dikarenakan status perfusi masih baik dengan tekanan darah
masih normal, nadi perifer adekuat, akral hangat dan kesadaran kompos mentis.
Sedangkan, status kongesti pada Tn. Sditandai dengan adanya ortopnea, distensi
vena jugularis, dan edema perifer.
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan.
Menurut PERKI (2020), keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan pada tenagakesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan
edema sistemik. Dalam pengkajian Tn. S didapatkan hasil yaitu pasien mengatakan
awal masuk IGD terasa sesak yang memberat, urin keluar sedikit, disertai edema,
perut begah dan lemas. urin sudah keluar banyak, tetapi masih mudah lelah. Tanda
– tanda vital didapatkan saat pengkajian di GP II lantai 3 hasil pengukuran
hemodinamik yaitu TD 85/63 mmHg, HR 66 x/m, RR 24 x/m, SpO2 100%, T:36℃;
Pasien masih terdapat edema pitting +1 di tungkai bawah, distensi vena jugular
dengan JVP 5+4 cmH2O. Konjungtiva tampak ananemis, sesak berkurang dan urin
telah keluar banyak. Riwayat penyakit terdahulu didapatkan pasien merupakan
pasien yang sering berobat jalan di RSPJDHK. Hasil ECHO: EF 43%, Tapse 20
mm, MS Severe, TR Severe, sedangakan foto rontgen: CTR 65%, congesti(+)
apex downward. Dari semua data diatas, diangkat masalah keperawatan penurunan
curah jantung dan intoleransi aktifitas.
7
4.3.2.3 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung
dibuktikan dengan fatique
7
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Gagal jantung adalah sindrom kompleks dimana jantung tidak mampu lagi
untuk memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme tubuh. Mekanisme yang mendasari ini adalah kerusakan sifat
kontraktilitas dan ventrikel yang tidak mampu untuk memompakan darahnya
sebanyak darah yang masuk saat fase diastolik. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya
regulasi neurohormonal yang awalnya berfungsi sebagai mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan sistem Frank–Starling, tetapi justru menyebabkan
penumpukan cairan yang berlebih dengan gangguan fungsi jantung.
Pada kasus Tn. S menunjukkan gejala khas gagal jantung dengan sesak napas
memberat sejak 1 minggu sebelum masuk RS, disertai kaki bengkak, perut begah
dan keluhan urin yang sangat sedikit. Pada saat kami pengkajian, pasien juga
merasakan sesak yang berkurang, edema tungkai pitting +1, cepat lelah dengan
hemodinamik belum stabil. Pasien mengatakan biasa tidur di rumah dengan dua
bantal, karena jika datar terasa sesak napas (ortopnea). Tanda gejala berikut
merupakan gejala khas dari kelebihan volume cairan akibat efek backward darah ke
paru dan perifer. Gejala klinis yang muncul diakibatkan oleh kemampuan
kontraktilitas otot jantung Tn. S mengalami kerusakan. Kemampuan otot jantung
untuk memompakan darah ke sistemik sudah menurun dan tidak mampu lagi untuk
mengimbangi beban kerja jantung, yang menyebabkan aliran balik. Berdasarkan
data tersebut, kelompok mengangkat masalah penurunan curah jantung dan
kelebihan volume cairan dan dilakukan intervensi keperawatan sesuai SIKI. Hasil
didapatkan masalah failure berkurang dan pasien tidak menunjukkan tanda
penurunan cardiac output serta komplikasi perfusi jaringan yang lebih lanjut.
7
5.2 Saran
5.2.1 Perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
mulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan sehingga pasien gagal
jantung dapat dilakukan penanganan yang tepat dan mengurangi rehospitalisasi
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup pasien.
5.2.2 Perawat memiliki peranan penting dalam edukasi perawatan pasien gagal
jantung di rumah, dapat dilakukan dengan menggunakan media edukasi yang
menarik dan monitoring berkala.
5.2.3 Pemberian asuhan keperawatan dapat melibatkan keluarga sebagai support
sistem. Edukasi dapat diberikan kepada pasien dan keluarga, agar keluarga
mampu terlibat aktif dalam upaya perawatan dan pencegahan komplikasi yang
lebih berat.
7
DAFTAR PUSTAKA
7
Jantung Kongestif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta. Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/ 64206/2/
BAB201.pdf
Wijaya, A. dan Putri, Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Global Burden of Disease Study 2019 (GBD 2019) Results Institute for Health
Metrics and Evaluation (IHME), Seattle, WA (2020)
Available at : http://ghdx.healthdata.org/gbd-results-tool, Accessed 1st May 2021
Google Scholar
DongZhaoMD, PhD. (2021). Epidemiological Features of Cardiovascular Disease
in Asia. JACC: Asia
Volume 1, Issue 1, June 2021, Pages 1-13. https://doi.org/ 10.1016/ j.jacasi.
2021.04.007
Virani, S. S., Alonso, C. A., Aparicio, H. J., Benjamin, E. J., Bittencourt, M. S.,
Callaway, C. W., et al. (2021) Heart Disease and Stroke Statistics—2021
Update: A Report From the American Heart Association. Circulation.
2021;143:e254–e743
Cardiovascular diseases (CVDs) 11 June 2021.
WHO.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-
diseases-(cvds)
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC,
Geraci SA, Horwich T, Januzzi JL, Johnson MR, Kasper EK, Levy WC,
Masoudi FA, McBride PE, McMurray JJ, Mitchell JE, Peterson PN,
Riegel B, Sam F, Stevenson LW, Tang WH, Tsai EJ, Wilkoff BL.,
American College of Cardiology Foundation. American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. 2013 ACCF/AHA
guideline for the management of heart failure : a report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013 Oct
15;62(16):e147-239.
7
SATUAN ACARA
PENYULUHAN
(SAP)
D. MEDIA PENYULUHAN
1. Leaflet tentang Penyakit Gagal Jantung.
72
E. MATERI (Terlampir)
1. Pengertian Penyakit Gagal Jantung.
2. Faktor penyebab Penyakit Gagal Jantung.
3. Tanda dan gejala Penyakit Gagal Jantung.
4. Faktor resiko Penyakit Gagal Jantung.
5. Cara penanggulangan Penyakit Gagal Jantung.
6. Diet pada Penyakit Gagal Jantung.
F. STRATEGI PELAKSANAAN
7
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana terjadi kelemahan otot jantung sehingga
menyebabkan ketidakmampuan jantung memompakan cukup darah ke seluruh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi dalam metabolism jaringan tubuh.
B. Faktor Penyebab
1. Disritmia (Gangguan Irama Jantung)
Gangguan irama jantung dapat meghasilkan atau memperngaruhi kegagalan
dalam banyak cara. Bradikardi memnungkinkan peningkatan pengisian diastolic dan
regangan serat miokard dengan hubungan peningkatna dalam isi sekuncup.
Sedamgkan pada takikardi, waktu pengisian diastolic meningkat, kebutuhan oksigen
miokard meningkat.
2. Malfungsi Katub
Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan
beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis
katub aortic atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume (katub
mungkin regurgitasi seperti pada insufisiensi mitral atau aortic), yang menunjukkan
peningkatan pada volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung
Abnormalitas otot yang menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis
koroner jantung dan hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer
(kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aortic, atau
hipertensi sistemik.
4. Rupture Miokard
Pada infark miokard akut, ruptur miokard terjadi sebagai awitan dramatic dan
sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi.
Rupture terjadinya biasanya 8 hari pertama setelah infark, selama periode pelunakkan
paling besar dari kerusakan miokard. Untungnya, rupture miokard komplikasi yang
yang secara relative jarang. Rupture otot papilaris dari septum interventrikular atau
7
dinding bebas dari ventrikel kiri dapat terjadi.
7
5. Respons Terhadap Kegagalan
Jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan, respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ tubuh vital tetap
normal.
6. Peningkatan Tonus Simpatis
Penilaian akut utama terhadap gagal jantung adalah peningkatan system saraf
simpatis yang memperngaruhi arteri, vena, jantung. Akibat peningkatan frekuensi
jantung ini, peningkatan aliran balik vena ke jantung, dan peningkatan kekuatan
kontraksi, selain itu tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah normal.
Nilai sebenarnya untuk penilaian ini adalah peningkatan kebutuhan oksigen miokard
dan konsumsi oksigen, kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan obstruksi PAK
signifikan atau kontraktilitas pompa yang buruk.
7. Retensi Natrium dan Air
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk filtrasi,
ginjal berespon dengan menahan natrium dan air dan dengan cara demikian mencoba
untuk melakukan bagian mereka dalam meningkatkan volume darah sentral dan aliran
balik vena. Pada peningkatan volume sirkulasi darah dan aliran balik vena ke jantung,
terdapat peningkatan pada panjang serat diastolic akhir (dilatasi) dan dalam batas
tertentu, peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Pada jantung yang gagal,
peningkatan volume sirkulasi dapat menjadi beban yang terlalu besar bagi ventrikel,
dan kegagalan dapat menjadi lebih buruk.
C. Tanda dan gejala gagal jantung
1. Sesak napas atau kesulitan bernapas
2. Fatigue (kelelahan)
3. Pembengkakan di pergelangan kaki, kaki, perut, dan pembuluh darah di leher (Vena
Jugularis)
4. Batuk → edema paru
5. Nyeri dada
D. Faktor Resiko Gagal Jantung
1. Orang yang berusia 65 tahun atau lebih
2. Kegemukan
3. Pria > beresiko dibanding wanita
76
4. Anak-anak dengan cacat jantung bawaan
77
GAGAL JANTUNG beban kerja jantung dan mencegah
GEJALA GAGAL JANTUNG
gejala muncul berulang.
Merupakan kumpulan gejala yang ditandai Sesak napas
Sering buang air kecil
dengan sesak napas dan kelelahan (saat ♥ Batasi berapa banyak garam
Pembengkakan pada kaki,
istirahat atau aktivitas) yang (sodium) Yang dimakan
disebabkan oleh kelainan struktur
atau fungsi jantung pergelangan kaki, dan perut serta peningkatan berat badan
Pusing
Kelelahan dan lemas Jika berat badan bertambah 2 kg
Detak jantung cepat Dan tidak teratur Dalam satu hari atau 5 kg dalam satu
minggu, segera hubungi dokter.