Anda di halaman 1dari 33

I

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb, tidak lupa kami panjatkan puji


syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
ridhonya serta hidayahnya, kami semua dapat melaksanakan
penyusunan makalah ini hingga dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Sholawat serta salam kita junjungkan kepada
Nabi Muhammad S.A.W yang diutus sebagai rahmat oleh Allah
SWT bagi seluruh alam.

Tujuan dari pada penyusunan makalah ini tidak lagi sekadar


memaparkan dan memerinci bagaimana pemahaman kami mengenai
mata pelajaran sejarah tetapi juga untuk mengetahui seperti apakah
sejarah kehidupan masyarakat dahulu saat dalam masa penjajahan

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami tujukan kepada,

1. Bapak Muhammad Riyanto, S.Pd sebagai pengajar mata pelajaran


sejarah yang telah memberikan informasi yang sangat bermanfaat
dan telah membantu memberikan arahan dalam pembuatan makalah
ini.

2. Teman-teman yang juga telah memberikan semangat, motivasi


serta bekerja sama untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat pada waktunya.

Semoga dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para


pembaca dan dapat digunakan sebagai referensi untuk mengkaji
tentang bagaimana penggambaran kehidupan yang terjadi pada
masyarakat indonesia ketika jaman penjajahan dahulu.

Mojokerto,27 Oktober 2022

II
Tim penyusun

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………….. ii
Daftar Isi ………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………. 1
2. Rumusan Masalah ………………………………………… 2
3. Tujuan Penulisan ………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Terjadinya Perang Aceh ………………… 4
2. Perlawanan Kesultanan Aceh Beserta Rakyatnya ………... 5

3. Peninggalan Perang Aceh .................................................. 11


BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ……………………………………………. 14
DAFTAR RUJUKAN...............……………………………………… 16

III
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Sumatera
merupakan awal daerah
berkembangnya Islam di
Nusantara, buktinya
Islam Nusantara yaitu
berdirinyaKerajaan
Perlak sekitar abad ke
13M, Kerajaan tersebut
sudah memeluk islam,
Islam datang untuk
melakukan pencerahan
terhadap masyarakat
1

Nusantara, islam datang


di Sumatera di bawa
oleh Pedagang yang
berasal dari Arab,
penceramahan oleh
pedagang tersebut
diterima dengan rasa
damai, tanpa adak
onflik
apapun. Sehingga Islam
berkembang sangat cepat
di wilayah Sumatera dan
sekitarnya.Islam
membawa
kedamaiandan keadilan
dengan hukum-hukum
1

yang diterapkan,
sehingga jauh
dari tindakan kriminal
dan hal-hal yang
membuat masyarakat
terganggu.
Pulau Sumatera
merupakan awal daerah
berkembangnya Islam di
Nusantara, buktinya
Islam Nusantara yaitu
berdirinyaKerajaan
Perlak sekitar abad ke
13M, Kerajaan tersebut
sudah memeluk islam,
Islam datang untuk
1

melakukan pencerahan
terhadap masyarakat
Nusantara, islam datang
di Sumatera di bawa
oleh Pedagang yang
berasal dari Arab,
penceramahan oleh
pedagang tersebut
diterima dengan rasa
damai, tanpa adak
onflik
apapun. Sehingga Islam
berkembang sangat cepat
di wilayah Sumatera dan
sekitarnya.Islam
1

membawa
kedamaiandan keadilan
dengan hukum-hukum
yang diterapkan,
sehingga jauh
dari tindakan kriminal
dan hal-hal yang
membuat masyarakat
terganggu.
Pulau Sumatera
merupakan awal daerah
berkembangnya Islam di
Nusantara, buktinya
Islam Nusantara yaitu
berdirinyaKerajaan
1

Perlak sekitar abad ke


13M, Kerajaan tersebut
sudah memeluk islam,
Islam datang untuk
melakukan pencerahan
terhadap masyarakat
Nusantara, islam datang
di Sumatera di bawa
oleh Pedagang yang
berasal dari Arab,
penceramahan oleh
pedagang tersebut
diterima dengan rasa
damai, tanpa adak
onflik
1

apapun. Sehingga Islam


berkembang sangat cepat
di wilayah Sumatera dan
sekitarnya.Islam
membawa
kedamaiandan keadilan
dengan hukum-hukum
yang diterapkan,
sehingga jauh
dari tindakan kriminal
dan hal-hal yang
membuat masyarakat
terganggu.
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam
yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak
di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan
sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada
Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507.
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496.
1

Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian
menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya
mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524
wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh
diikuti dengan Aru.

(https://s.id/1mr6g)

Kemunduran Kesultanan
Aceh disebabkan oleh
beberapa faktor, di
antaranya ialah
makin menguatnya
kekuasaan Belanda di
pulau Sumatra dan Selat
Malaka, ditandai dengan
jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak,
Tiku, Tapanuli,
1

Mandailing, Deli, Barus


(1840) serta
Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan
Belanda. Konflik
Kesultanan Aceh dan
Belanda
akhirnya berujung pada
peristiwa Perang Aceh
Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa
faktor,di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau
Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau,Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta
Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Konflik Kesultanan
Aceh dan Belanda akhirnya berujung pada peristiwa Perang Aceh.

Perang Aceh terjadi karena keinginan Belanda menguasai wilayah


Kesultanan Aceh yang menjadi sangat penting setelah Terusan Suez dibuka.
Sebelum Perang Aceh terjadi, Belanda berhasil menguasai wilayah
Kesultanan Deli, mulai dari Langkat, Asahan, hingga Serdang melalui
Perjanjian Siak tahun 1858. Padahal, wilayah-wilayah tersebut
sebenarnyamasuk ke dalam kekuasaan Kesultanan Aceh. Sebelumnya,
merujuk pada Perjanjian London 1824,Belanda harusnya mengakui
kedaulatan Kesultanan Aceh atas wilayah-wilayahnya. Namun,
dengan adanya Perjanjian Siak dan masuknya Belanda ke beberapa wilayah
Aceh, membuat Kesultanan Aceh geram dan menuding Belanda melanggar
Perjanjian London 1824.Sejak saat itu ketegangan pun
meningkat.Kesultanan Aceh menenggelamkan setiap kapal milik Belanda
yang melintas di perairannya. Berikutnya pada tahun 1871.

Belanda dan Inggris terlibat perjanjian yang isinya antara lain


Inggris menyerahkan urusan di Aceh kepada Belanda. Akibat perjanjian itu,
Kesultanan Aceh lantas mengadakan konta diplomatik dengan beberapa
pihak seperti Konsul Amerika Serikat,Italia, hingga Turki Utsmani yang ada
di Singapura. Langkah diplomatik Kesultanan Aceh itu dijadikan alasan
Belanda untuk melakukan penyerangan terhadap Aceh.

(https://s.id/1mrf7)

Berdasarkan uraian yang


sudah dijelaskan
sebelumnya, maka
penulis ingin
mengangkat
peristiwa Perang Aceh
melalui makalah ini
dengan judul

2
8Perlawanan Kesultaan
Aceh
Terhadap Kolonialisme
Belanda9.
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka penulis
ingin mengangkat peristiwa Perang Aceh melalui makalah ini dengan
judul "Perlawanan Kesultaan Aceh Terhadap Kolonialisme Belanda"

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dibuat beberapa


rumusan masalah yaitu :

1. Apa latar belakang terjadinya perang Aceh?


2. Bagaimana Perang Aceh berjalan dari awal hingga akhir?
3. Apa saja peninggalan dari perang aceh?

C. Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Aceh


terhadap belanda.

3
2. Untuk mendeskripsikan perang aceh berjalan dari awal hingga
akhir.
3. Untuk mengetahui apa saja peninggalan perang Aceh.

4
4

BAB II

PEMBAHASAN

1. latar belakang terjadinya perang Aceh

Kebebasan kesultanan
Aceh yang berdaulat,
sejak tahun 1863 M
secara diam-diam
tidak diakui lagi oleh
Belanda. Sebab pada
tahun itu, Sultan Deli
yang de jure berada di
bawah kekuasaan Aceh
telah mengadakan
perjanjian kerjasama
dengan Belanda, di mana
4

dinyatakan bahwa Deli


hanya mematuhi segala
ketentuan dari Batavia.
Kebebasan kesultanan Aceh yang berdaulat, sejak tahun 1863
M secara diam-diam tidak diakui lagi oleh Belanda. Sebab pada tahun itu,
Sultan Deli yang de jure berada di bawah kekuasaan Aceh telah
mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda, di mana dinyatakan
bahwa Deli hanya mematuhi segala ketentuan dari Batavia.

(https://s.id/1mrf7)

Dengan perjanjian ini, Sultan Mahmud telah memberi konsesi


kepada Belanda untuk membuka perkebunan tembakau secara besar-
besaran di Deli dengan syarat-syarat yang sangat menguntungkan
Belanda. Pada tahun 1864 penguasa kolonial Belanda telah dapat
mengekspor tembakau ke Negeri Belanda dengan keuntungan yang sangat
menggiurkan.

(https://s.id/1mtBl)

Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869, merubah alur pelayaran


dari Eropa ke Asia Timur tidak lagi melalui selatan, yaitu melalui Selat
Sunda, tetapi lewat Aden dan Kolombo terus ke Selat Malaka. Dengan
demikian posisi pulau Sumatera, khususnya Aceh menjadi sangat strategis.

Belanda semakin menjadi-jadi ketika pada tahun 1871, terjadi


peristiwa yaitu penandatanganan Traktat Sumatra anatara Kerajaan Britania
Raya dengan Belanda. Dalam traktat tersebut dinyatakan bahwa Belanda
tidak berkewajiban lagi untuk menghormati dan integritas Kesultanan
Aceh dan tidak ada ikatan bagi Belanda untuk memperluas
4

kekuasannya di seluruh pulau Sumatra. Hal tersebut sungguh


ironis mengingat ketika Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil
(1589-1604) pernah mengirimkan seberkas surat kepada Prins Mauris
(pendiri Dinasti Oranje) untuk memberi pengakuan kemerdekaan
kepada Belanda dalam perang kemerdekaannya melawan Spanyol. Namun
300 tahun kemudian anak cucu Alauddin Riayat Syah ini mendapat
balasan yang tidak semestinya oleh anak cucu pendiri Dinasti Oranje Prins
Mauris.

Menanggapi traktat tersebut, Kesultanan Aceh merasa terancam


kemerdekaan dan kedaulatannya.Dalam situasi genting, Kesultanan
Acehmeminta bantuan ke negara-negara lain yang sudah bersahabat dengan
Aceh seperti Turki. Delegasi Kesultanan Aceh berlayar menuju Istambul
untuk memohon kepada Sultan Turki agar menjadi pelindung
kekhalifahan kekuasaan tertinggi atas Negara Islam Aceh. Turki yang dalam
posisi sangat lemah, karena menghadapi negara-negara Kristen Eropa,
terutama Perancis dan Inggris, tidak mampu untuk memberikan paying
pengaman kepada Negara Islam Aceh yang letaknya begitu jauh dari
Turki. Dengan demikian misi delegasi Aceh gagal.

(https://s.id/1mtC7)

2. Perlawanan Kesultanan Aceh Beserta Rakyatnya

Beberapa hari sebelum


pendaratan dilakukan,
kapal perang Belanda
telah
menembakkan meriam-
meriam dari kapal-
5
kapal perangnya secara
bertubi-tubi dan
membabi buta.
Pendaratan dilakukan
pada tanggal 8 April
1873, di Selatan Kuta
Pante
Ceureumen pagi-pagi
pukul 05.00
Beberapa hari sebelum
pendaratan dilakukan,
kapal perang Belanda
telah
menembakkan meriam-
meriam dari kapal-

6
kapal perangnya secara
bertubi-tubi dan
membabi buta.
Pendaratan dilakukan
pada tanggal 8 April
1873, di Selatan Kuta
Pante
Ceureumen pagi-pagi
pukul 05.00
Beberapa hari sebelum pendaratan dilakukan, kapal perang
Belanda telah menembakkan meriam-meriam dari kapal-kapal perangnya
secara bertubi-tubi dan membabi buta. Pendaratan dilakukan pada
tanggal 8 April 1873, di Selatan Kuta Pante Ceureumen pagi-pagi pukul
05.00.

Ketika matahari sudah terbit, Belanda mencoba maju ke Kuta


Meugat. Akan tetapi tidak berhasil. Berkali-kali Belanda mencoba hendak
maju ke Kuta Meugat, tapi ternyata sia-sia juga. Belanda terpaksa mundur
kembali ke Kuta Pante Ceureumun dengan meninggalkan korban yang
tidak sempat ditolongnya. Belanda mau merebut Masjid Raya. Maka
dengan bantuan kaki tangannya secara samar-samar hanya dapat
menunjukkan kira-kira letak Masjid Raya. Akan tetapi sama sekali
tidak mengetahui dimana letak Dalam (Kraton). Kohler memutuskan,
bahwa pagi-pagi tanggal 10 April 1873 akan dimulai menyerbu unuk

7
menguasai Masjid Raya. Mula-mula Masjid Raya itu jatuh ke tangan
Belanda, kemudian direbut kembali oleh tentara Aceh kemudian jatuh
lagi ke tangan Belanda untuk kedua kalinya.

Sesudah Belanda yakin bahwa sekali ini dengan cara


perkuburan yang lebih baik, masjid Raya tidak akan lepas lagi, maka
Kohler–panglima perang Belanda- itu dengan gembira berangkat menuju
Masjid Raya. Setibanya disana ia menatap ke beberapa arah untuk
melihat-lihat di mana letak kraton dan jurusan mana yang akan diserbu.
Pada saat itu juga Kohler ditembak dari jarak jauh oleh seorang
barisan Aceh yang bersembunyi dalam semak-semak dan kena dada
kirinya. Kohler jatuh terjerembab dan menggerakkan kedua tangannya
meminta tolong. Pertolongan segera diberikan, akan tetapi setelah di
bawah ke sebuah pohon yang tidak jauh dari Masjid Raya itu Kohler
pun menghembuskan nafas terakhirnya. Mayat Kohler segera diangkat
dalam perlindungan tentara Belanda yang kuat. Dan setiba di pantai
lalu diantarkan ke kapal.Kemudian dengan sebuah kapal perang dibawa ke
Penang, kemudian dibawa ke Betawi (Jakarta).

(https://s.id/1mtPw)

Sembilan bulan kemudian yaknni pada bulan Desember 1873 M


Belanda yang sudah terbakar jantungnya oleh nafsu penjajahan
mengirimkan tentaranya lagi untuk menyerang Aceh. Pada tanggal 9
mendaratlah 8000 serdadu colonial Belanda dengan dikepalai oleh Jenderal
Van Swieten dan Jenderal Van Spijck disebelah timur muara Krueng Aceh,
kira-kira 5 Km dari Kutaraja. Tentara dan rakyat Aceh walaupun dengan
alat-alat yang serba kurang dan sederhana berjuang dengan gagah perkasa
membela tanah tumpah darah dari perkosaan sipenjajah! Perang Aceh
adalah satu perang total dengan artinya yang sesungguhnya yang pernah
dikenal sejarah. Orang tua, pemuda, anak-anak, wanita, semua turut
mengambil bagian dalam perjuangan mati-matian ini. Dengan melangkahi
ribuan mayat serdaduserdadunya akhirnya pada tanggal 6 Januari 1874
Belanda dapat menduduki Pante Pirak, sebelah utara Kutaraja. Ini berarti

8
Belanda dalam 1 bulan, hanya dapat maju ± 4 Km. Pertempuran sengit tiada
berhentihentinya siang malam.

Pada tanggal 12 Januari Belanda berhasil menduduki Kuta


Gunongan yang berarti hanya dapat maju ± 750 m setelah bertempur 1
minggu. Dari Kuta Gunongan ke Istana Kerajaan Aceh jaraknya hanya ±
100 m lagi tetapi sungguhpun demikian Belanda tidak dapat mendudukinya.
Setelah pertempuran mati-matian yang berjalan 12 hari 12 malam, pada
tanggal 24 Januari barulah Belanda berhasil merebut istana sesudah
dikosongkan.

Pada waktu itu, Belanda mulai insaf dengan siapa dia berhadapan
dan dari gelagat perang yang sudah dialaminya yang sudah berjalan 1 ½
bulan itu Belanda sudah mendapat kesan mungkin perang ini akan berlarut
larut dan berjalan lama.

Untuk mengelabui mata dunia internasional terutama untuk


mencegah kemungkinan-kemungkinan intervensi yang sewaktu-waktu
mungkin terjadi mengingat kedudukan internasional dari Kerajaan Aceh
waktu itu dan juga untuk meninggikan semangat diri sendiri yang sudah
merosot. Jenderal Van Swieten dengan tergesa-gesa pada tanggal 31 Januari
1873 M mengeluarkan satu proklamasi yang menyatakan bahwa Kerajaan
Aceh semenjak itu sudah menjadi jajahan Belanda. Padahal Van Swieten
dan serdadu-serdadu kolonialnya hanya baru menduduki 25 Km persegi
tanah Aceh. Tidak lebih!

Beberapa hari sesudah Kutaraja diduduki Belanda, Sultan Alauddin


Mahmud Sjah yang menjadi Raja waktu itu mangkat disebabkan penyakit
Kolera. Walaupun Kutaraja sudah jatuh dan istana Sultan sudah diduduki
Belanda, tetapi diluar kota telah sial sedia puluhan ribu laskar Aceh,
dibawah pimpinan Pemimpin Besar Teungku Chik di Tiro yang setiap saat
siap sedia untuk mengusir penjajah dari daratan Aceh.

Serbuan dan serangan-serangan terus-menerus dilakukan terhadap


kedudukan-kedudukan Belanda. Pada tahun 1874 M dalam 5 bulan saja

9
Belanda sudah kehilangan 28 Opsir tinggi dan 1024 orang serdadunya. Pada
permulaan tahun 1875 M dalam bulan Februari saja 150 Opsir Belanda
dengan 280 serdadunya menjadi korban. Jumlah kerugian Belanda dalam
tahun 1875 M yang mati 957 orang yang lumpuh 5150 orang. Pada tahun
1876 M Belanda kehilangan 7600 orang serdadunya sedang 20% dari
persenjataanya dihancurkan. Oleh karena menghadapi hal-hal yang
demikian Jenderal Van Swieten yang ditahun yang lalu sudah
memproklamirkan bahwa seluruh Aceh sudah dikuasainya menjadi putus
asa dan dengan segera ia minta berhenti dan diganti oleh Jenderal Van Pel.

Pada tahun 1877 M pimpinan tentara Belanda diganti lagi oleh


Jenderal Van der Heijden. Waktu itu serdadu Belanda yang bertempur sudah
mencapai jumlah 11.000 yaitu untuk menghadapi satu front yang
panjangnya tidak sampai 30 Km!

Tindakan yang pertama-tama dari Van der Heijden ialah


memperkuat “Tutup Larang” (Blokkade) terhadap pelabuhan-pelabuhan
Aceh. Tetapi ditahun 1878 M Van der Heijden terpaksa membatalkan niat
jahatnya itu karena saudagar-saudagar ditanah Melayu dan India
mengadakan protes keras terhadap tindakan Belanda yang sangat merugikan
dunia internasional itu. Inipun satu bukti pula bahwa apa yang dinamakan
Belanda “zeeroof, strandroof, enz, enz” terhadap Aceh adalah omong
kosong belaka

Jenderal Van der Heijden dipaksa meletakkan jabatannya oleh


pemerintah Belanda dan sebagai penggantinya yang diberi tugas untuk
menjalankan “Politik Damai” terhadap Aceh diangkat Pruijs van der
Hoeven dengan diberi pangkat “Gubernur Aceh dan Daerah Takluknya”
yaitu beberapa buah “Desa” disekitar Kutaraja!

Pada waktu itu tentara Aceh sudah mulai mengadakan serbuan


umum terhadap tiap-tiap kedudukan Belanda rencana membersihkan tanah
Aceh dari serdadu kolonial Belanda sudah mulai dijalankan!

10
Dalam saat akhir-akhir ini Belanda menghadapi suasana yang amat
buruk, sewaktu-waktu mereka mungkin akan terusir sama sekali dari tanah
Aceh. Kemungkina-kemungkinan mengadakkan seranganserangan baru
terhadap Aceh sudah sangat tipis bahkan dalam keadaan waktu sudah sangat
mustahil sebab serdadu-serdadu kolonial Belanda semangatnya sudah
padam untuk menghadapi tentara Aceh, karena sudah 11 tahun berperang
dengan kerugian puluhan ribu serdadu mati dan lumpuh sedang mereka
setapakpun tak dapat maju, masih di Kutaraja dan sekitarnya juga; 11 tahun
peperangan, suatu masa yang tidak sedikit, suatu masa yang sudah cukup
untuk merusakkan jiwa dan mematahkan semangat.

Dalam pada itu Tentara Aceh sudah beraksi menyerang Belanda


secara besar-besaran siang malam di seluruh front, dengan mendapat
kemenangan yang gilang-gemilang dan Panglima-panglima Aceh sudah
yakin bahwa saat terusirnya Belanda dari tanah Aceh sudahlah dekat!

Dalam sejarah perang Aceh, sesudah kehancuran Jenderal Kohler


dan tentaranya tak ada suatu saat yang lebih genting bagi Belanda dari
semenjak tahun 1884 M dan seterusnya, yaitu waktu Tentara Aceh mulai
mengadakan serangan pembersihan terhadap Belanda! Pada waktu itu
Belanda terpaksa meninggalkan segala siasat menyerang bahkan
kekuatannya yang ada dikumpulkan di Kutaraja dan sekitarnya yang
digabungkan dalam satu benteng yang dinamakan Belanda
“Geconcentraarde Linie” untuk mempertahankan dirinya.

Betapa hebatnya serangan-serangan yang dilancarkan oleh Tentara


Aceh terhadap Belanda dapat kita kira-kirakan jika Belanda telah
memperkuat bentengnya itu sedemikian rupa sehingga merupakan semacam
Maginot Linie dan antara satu pos dengan pos yang lain dihubungkan
dengan rel kereta api baja untuk memudahkan pengangkutan serdadu-
serdadunya. Benteng itu lebarnya 1000 m dan mengelilingi kedudukan
Belanda. Namun demikian tidak jarang benteng-benteng itu silih berganti
dengan Tentara Aceh dan tidak sedikit pula yang mereka hancur leburkan..

11
Demikianlah situasi perang Aceh pada waktu itu, Belanda terus-
menerus bersembunyi dalam “geconcertreerde linie”nya sejak tahun 1884,
1885, 1886, 1887, 1888, 1889, 1890, 1891, 1892, 1893, 1894, 1895, 1895.
Sedang Jenderal-jenderalnya silih berganti diangkat dan diperhentikan
karena dianggap tidak cakap. Demmeni diganti oleh Jenderal Van Teijn.
Van Teijn diganti lagi dengan Pompe van Meerdervoort, dan ia diganti lagi
dengan Deyckerhooff, Jenderal Deyckerhooff diperhentikan dan diganti
sendiri ileg Legercommandant Tentara Hindia Belanda Jenderal
Vetter….dan tentera Belanda terus bersembunyi juga!

Dengan takdir Allah pada tahun 1891 M Pemimpin Besar Teungku


Chik di Tiro (nama beliau yang asli Teungku Sjech Muhammad Saman
Tiro) yang mengepalai seluruh Angkatan Perang Aceh meninggal dunia.
Kewafatan beliau mengakibatkan kelemahan pimpinan Angkatan Perang
walaupun pimpinan seterusnya tetap dipegang oleh putera beliau Teungku
Muhammad Amin Tiro.

Pada tahun-tahun berikutnya suasana makin bertambah buruk lagi


bagi Belanda, pertempuran terus menerus bernyala-nyala bahkan di daerah-
daerah yang sudah dikuasai oleh Belanda, lebih-lebih di Aceh Timur
Teungku di Paya Bakong dan Pang Nanggroe mendapat kemenangan yang
besar yang sangat merugikan Belanda. Pada tahun 1907 M, karena
menghadapi suasana yang demikian Van der Wijck minta berhenti dan
diganti oleh Jenderal Van Daalen dengan program antara lain:

1. Membunuh sekalian Ulama

2. Mengadakan pengajaran rakyat (Volksonderwijs) yang bertujuan


melenyapkan pengaruh didikan Islam. (Salahkanlah rakyat Aceh jika
mereka bersemboyan berjuang untuk agama dan tanah air!)

Diantara Jenderal-jenderal Belanda yang memimpin perang kolonial


di Aceh, Van Daalen inilah yang paling kejam dan bengis. Ia menyangka
bahwa dengan kekejaman dan kebengisan yang diperlihatkannya ia akan
dapat mematahkan perlawan rakyat Aceh. Tetapi ia keliru sebab semangat

12
rakyat Aceh dengan kekejamannya itu bukan patah melainkan semakin
bernyala-nyala. Pada tahun 1908 M ia dipaksa meletakkan jabatannya oleh
pemerintahnya dan diganti oleh Jenderal Swart.

Dalam pertempuran-pertempuran antara tahun 1890 M sampai tahun


1914 M Belanda kehilangan 7707 Opsir dan serdadunya. Walaupun
sesudahnya tahun 1927 M pertempuran besar-besaran sudah tidak ada lagi,
tetapi setiap tahun pertempuran-pertempuran selalu terjadi disana-sini.
Sejarah pemerintahan Belanda di Aceh sejak tahun 1927 M sampai saat
pecahnya perang Pasifik adalah sejarah pemberontakan yang tiada
berkeputusan. Walaupun pada lahirnya peperangan sudah berhenti tetapi
pada hakikatnya jiwa Aceh tidak pernah tunduk kepada Belanda. Hal ini
tidak tersembunyi kepada siapa yang mengetahui keadaan sebenarnya di
daerah Aceh bahkan Belanda sendiri juga mengetahui dan mengakui.

Peristiwa pecahnya perang Pasifik merupakan saat yang dinanti-


nantikan oleh rakyat Aceh untuk mengusir Belanda kembali. Sebelum
Jepang menduduki Indonesia diseluruh Aceh sudah terjadi pemberontakan
hebat, rakyat Aceh bertempur merebut kemerdekaannya kembali sehingga
serdadu Belanda terpaksa lari ke gunung-gunung untuk memperlindungi
dirinya dan dengan demikian tammatlah sudah riwayat penjajahan Belanda
di Aceh.

(buku perang atjeh hal 29 – 50)

3. Peninggalan Perang Aceh

Salah satu bukti besar dari peninggalan Perang Aceh yaitu Kerkhof
Peucut. Kerkhof Peucut adalah kuburan prajurit Belanda yang tewas
dalam Perang Aceh dan terbesar di luar Belanda. Kompleks kuburan ini
banyak tersebar di wilayah Indonesia, tetapi di Aceh merupakan salah satu
komplek kuburan yang paling luas dengan jumlah korban hampir

13
mencapai 2000 tentara. Kerkhof Peucut ini terletak di pusat kota
Banda Aceh, dan sekarang menjadi objek wisata menarik.

Sebagaimana diketahui bahwa Kerajaan Aceh dan rakyatnya


sangat gigih melawan Belanda yang memerangi Aceh. Rakyat Aceh
mempertahankan Negerinya dengan harta dan nyawa. Perlawanan yang
cukup lama mengakibatkan banyak korban di kedua belah pihak.

Bukti sejarah ini dapat ditemukan di pekuburan Belanda


Kerkhoff ini. Disini dikuburkan kurang lebih 2000 orang serdadu Belanda,
dan termasuk di antaranya serdadu Jawa, Batak, Ambon, Madura dan
beberapa serdadu suku lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata
Hindia Belanda. yang kuburannya masih dirawat dengan baik. Hingga
saat ini Pemerintah Kerajaan Belanda sangat haru dan menghormati warga
Banda Aceh yang merawat dengan rapi kuburan tersebut. Mereka tidak
habis pikir bahwa bangsa yang dijajah mau merawat makam para
penjajahnya. Kuburan Kerkhoff Banda Aceh adalah kuburan militer
Belanda yang terletak di luar negeri Belanda yang terluas di dunia. Dalam
sejarah Belanda, Perang Aceh merupakan perang paling pahit yang
melebihi pahitnya pengalaman mereka pada saat Perang Napoleon.
Sebaliknya tidak terhitung banyaknya rakyat Aceh yang tewas dalam
mempertahankan setiap jengkal tanah airnya yang tidak diketahui di mana
kuburnya.

Nama-nama serdadu yang meninggal itu terukir dengan rapi


pada relief dinding gerbang. Setiap relief memuat 30 nama serdadu,
daerah pertempuran dan tahun mereka mengembuskan napas terakhir.
Kejadiannya berkisar antara tahun 1873 - 1910. Di antara nama-nama yang
terpampang rapi tersebut, ada beberapa prajurit yang berasal dari Jawa,
Manado, dan Ambon. Menurut cerita, mereka dulunya tergabung dalam
tentara marsose.

14
Serdadu Jawa yang berada di bawah pimpinan Belanda
biasanya disertai dengan identitas IF (inlander fuselier) di belakang
namanya. Tentara Belanda diikuti kode EF ataupun F. Art dan serdadu
dari Ambon ditandai dengan AMB dan serdadu dari Manado ditandai
dengan MND. Sedangkan, beberapa wilayah pertempuran itu antara lain:
Sigli, Moekim, Tjot Basetoel, Lambari en Teunom, Kandang, Toeanko,
Lambesoi, Koewala, Tjot Rang - Pajaoe, Lepong Ara, Oleh Karang -
Dango, Samalanga dan sebagainya.

Tempat itu untuk mengubur jasad-jasad serdadu Belanda yang


tewas seketika pada pertempuran di Aceh maupun orang Belanda
lainnya. Bagi serdadu yang meninggal seketika di medan pertempuran
akan disertai dengan keterangan Gesneuveld. Sedangkan bagi yang
meninggal karena sakit akan disertai dengan keterangan overleden.
Sementara itu, di bagian kiri pintu gerbang tertulis kalimat "in memoriam
Generaal - Majoor JHR Kohler, Gesneuveld, 14 April 1873". Kalimat
tersebut intinya mengenang Jenderal Kohler yang meninggal seketika
dalam pertempuran di Aceh pada 14 April 1873.

(https://s.id/1mtPw)

15
14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebebasan kesultanan Aceh yang berdaulat, sejak tahun 1863 M


secara diam-diam tidak diakui lagi oleh Belanda. Sebab pada tahun
itu, Sultan Deli yang de jure berada di bawah kekuasaan Aceh telah
mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda, di mana
dinyatakan bahwa Deli hanya mematuhi segala ketentuan dari
Batavia. Belanda semakin menjadi-jadi ketika pada tahun 1871,
terjadi peristiwa yaitu penandatanganan Traktat Sumatra anatara
Kerajaan Britania Raya dengan Belanda. Dalam traktat tersebut
dinyatakan bahwa Belanda tidak berkewajiban lagi untuk
menghormati dan integritas Kesultanan Aceh dan tidak ada ikatan
bagi Belanda untuk memperluas kekuasannya di seluruh pulau
Sumatra.

2. Dalam saat akhir-akhir ini Belanda menghadapi suasana yang amat


buruk, sewaktu-waktu mereka mungkin akan terusir sama sekali
dari tanah Aceh. Pada waktu itu Belanda terpaksa meninggalkan
segala siasat menyerang bahkan kekuatannya yang ada
dikumpulkan di Kutaraja dan sekitarnya yang digabungkan dalam
satu benteng yang dinamakan Belanda Geconcentraarde Linie
untuk mempertahankan dirinya. Betapa hebatnya serangan-
serangan yang dilancarkan oleh Tentara Aceh terhadap Belanda
dapat kita kira-kirakan jika Belanda telah memperkuat bentengnya
itu sedemikian rupa sehingga merupakan semacam Maginot Linie
dan antara satu pos dengan pos yang lain dihubungkan dengan rel
kereta api baja untuk memudahkan pengangkutan serdadu-
serdadunya. Benteng itu lebarnya 1000 m dan mengelilingi
14

kedudukan Belanda. Demikianlah situasi perang Aceh pada waktu


itu, Belanda terus-menerus
bersembunyi dalam «geconcertreerde linie»nya sejak tahun 1884,
1885, 1886, 1887, 1888, 1889, 1890, 1891, 1892, 1893, 1894,
1895, 1895. Dengan takdir Allah pada tahun 1891 M Pemimpin
Besar Teungku Chik di Tiro yang mengepalai seluruh Angkatan
Perang Aceh meninggal dunia. Pada tahun-tahun berikutnya
suasana makin bertambah buruk lagi bagi Belanda, pertempuran
terus menerus bernyala-nyala bahkan di daerah-daerah yang sudah
dikuasai oleh Belanda, lebih-lebih di Aceh Timur Teungku di Paya
Bakong dan Pang Nanggroe mendapat kemenangan yang besar
yang sangat merugikan Belanda.

3. Kerkhof Peucut adalah kuburan prajurit Belanda yang tewas


dalam Perang Aceh dan terbesar di luar Belanda.Kompleks
kuburan ini banyak tersebar di wilayah Indonesia, tetapi di Aceh
merupakan salah satu komplek kuburan yang paling luas dengan
jumlah korban hampir mencapai 2000 tentara.Disini dikuburkan
kurang lebih 2000 orang serdadu Belanda, dan termasuk di
antaranya serdadu Jawa, Batak, Ambon, Madura dan beberapa
serdadu suku lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata
Hindia Belanda.Kuburan Kerkhoff Banda Aceh adalah kuburan
militer Belanda yang terletak di luar negeri Belanda yang terluas di
dunia.Tempat itu untuk mengubur jasad-jasad serdadu Belanda
yang tewas seketika pada pertempuran di Aceh maupun orang
Belanda lainnya.

15
DAFTAR RUJUKAN

Ciputra, William.(08/02/2022). Perang Aceh: Latar Belakang, Periodisasi,


Strategi, dan Akhir Perlawanan.Kompas. https://regional.kompas.
com/ read /2022/02/08/111500378/ perang-aceh--latar-belakang-
periodisasi-strategi-dan-akhir perlawanan?page=all#:~:text= Perang
%20Aceh% 20terjadi%20karena%20keinginan, melalui% 20
Perjanjian%20Siak%20tahun%201858 (Diakses tanggal 26 oktober
2022 jam 19.20)

Tiro, H. M. (1948). Perang Atjeh. Banda Aceh : The basan Tiro Center

Wardhani, A. (27 Desember 2019). Perlawanan Kesultanan Aceh Terhadap


Kolonialisme Belanda. Makalah : UIN Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai