Anda di halaman 1dari 3

2.

- Penetapan upah dan tunjangan yang berlaku di perusahaan tersebut sudah sesuai dengan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999jo.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-226/Men/2000 sebagai berikut:
a. Upah minimum ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
b. Upah minimum mencakup:
1) Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota
2) Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota
c. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Pengusaha yang
tidak mampu membayar upah minimum maka dapat dilakukan penangguhan, dimana tata
cara penangguhan diatur dengan kepeutusan Menteri.
d. Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Kebutuhan hidup minimum (KHM);
2) Indeks harga konsumen (IHK);
3) Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan;
4) Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah;
5) Kondisi pasar kerja, dan
6) Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita
e. Upah minimum berlaku untuk semua status pekerja baik tetap, tidak tetap, maupun
percobaan
f. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari satu
tahun.
g. Peninjauan besarnya upah bagi pekerja di atas masa kerja satu tahun dilakukan atas
kesepakatan tertulis antara pekerja dan pengusaha.
h. Bagi pekerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan satu bulan atau
lebih, upah rata-rata sebulan minimal upah minimum di perusahaan yang bersangkutan
i. Pengusaha dilarang mengurangi atau meurunkan upah yang telah diberikan lebih tinggi
dari upah minimum yang berlaku.
j. Pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum dapat dikenai sanksi pidana
kurungan atau denda.

- Sesuai dengan pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruhnya melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur.
Upah kerja lembur adalah upah yang diberikan oleh pengusaha sebagai imbalan kepada pekerja
karena telah melakukan pekerjaan atas permintaan pengusaha yang melebihi jam dan/atau hari
kerja (tujuh/delapan jam sehari dan 40 jam seminggu) atau pada hari istirahat mingguan, atau
hari-hari besar yang ditetapkan oleh pemerintah (Khakim,2007)
a. Pedoman Penghitungan Upah Lembur
Menurut Khakim (2007), pedoman perhitungan upah lembur adalah sebagai berikut:
1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan
2) Upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan
3) Upah sebulan pekerja/buruh adalah sebagai berikut:
a) Pekerja/buruh yang dibayar secara harian, maka upah sebulannya adalah sehari
dikalikan 25 bagi yang bekerja 6 hari dalam seminggu, atau dikalikan 21 bagi
yang bekerja 5 hari dalam seminggu.
b) Pekerja/buruh yang dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulannya
adalah upah rata-rata dua belas bulan terkhir. Dalam hal pekerja/buruh bekerja
kurang dari dua belas bulan, maka upah sebulannya adalah rata-rata selama
bekerja, dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum setempat.
4) Upah yang digunakan untuk dasar perhitungan upah lembur adalah keseluruhan upah
pokok ditambah tunjangan tetap jika upah keseluruhan terdiri atas upah pokok,
tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, maka upah pokok dan tunjangan tetap
yang digunakan sebagai dasar penghitungan upah lembur harus berjumlah 75% dari
jumlah keseluruhan upah.

- Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya mengatur dua ketentuan
pokok perselisihan hubungan industrial, yaitu pada Pasal 136 ayat (1) dan ayat (2), sedangkan
secara rinci pengaturan perselisihan hubungan industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 136 ayat (10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa
penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya,
ayat (2) menyatakan: dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai,
maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur
dengan undang-undang (dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).
Apabila pemutusan hubungan kerja tersebut bukan atas kemauan sendiri dan terdapat
indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 154
huruf b UU Ketenagakerjaan, sehinga harus terlebih dahulu memperoleh penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dengan catatan, segala upaya telah diupayakan
agar pemutusan hubungan kerja dapat dihindari tapi gagal menghasilkan Pasal 151 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan.
Apabila pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan tanpa adanya penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka pemutusan hubungan kerja tersebut
menjadi batal demi hukum. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 170 UU Ketenagakerjaan yang
menyatakan:
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan
Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi
hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar
seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.”
Jika pada dasarnya pengusaha tidak dapat memaksa pekerja untuk resign (mengundurkan
diri). Apabila pengusaha tetap ingin melakukan pemutus hubungan kerja dalam konteks
pertanyaan Anda, maka harus mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
4. Menurut Bernardin dan Russel (1998), suatu sistem pengembangan karier yang efektif harus
berusaha mengintegrasikan serangkaian perencanaan karier individual dan aktivitas manejemen
karier organisasional yang melibatkan karyawan, manajemen dan organisasi.
1. Komponen sistem pengembangan karier
Berbagai komponen karier (aktivitas dan alat) tersedia untuk digunakan organisasi. Manajer
Sumber Daya Manusia (SDM) harus akrab dengan komponen-komponen tersebut karena manajer
SDM sering bertindak sebagai konsultan intenal dan bertanggung jawab untuk merancang sistem
pengembangan karier. Berapa komponen yang cukup populer tersebut menurut Bernardin dan
Russel, (1998) meliputi: (1) alat-alat penilaian sendiri (misal, workshop perencanaan karier,
career workbooks); (2) konseling individual; (3) servis informasi (misal, system
postingpekerjaan, inventori keahlian, tangga atau jalur karier, pusat sumber karier dan format
komunikas lain); (4) program pekerjaan awal (misal, program sosialisasi antisipatori, rekrutmen
realistic, program orientasi karyawan); (5) program ppenilaian organisasional (pusat penilaian,
testing psikologis, perencanaan suksesi), dan (6) program bersifat pengembangan (misal, pusat
penilaian, program rotasi pekerjaan, pelatihan in-house, tuition-refund plans).
2. Empat Langkah Dasar Implementassi Program Pengembangan Karier
Menuurut Byars dan Rue (1997), menyatakan bahwa ada empat langkah dasar yang harus diikuti
agar implementasi program pengembangan karier berhasil. Keempat langkah tersebut adalah: a)
penilaian oleh individu tentan kemampuan, interes, dan sasaran karier mereka; b) penilaian oleh
organisasi tentang kemampuan dan potensi individu; c) komunikasi pilihan dan peluang karier
dalam organisasi, dan d) bimbingan karier untuk merancang sasaran yang realistik dan rencana
untuk mencapainya.
3. Metode Pengembangan Karier
Organisasi dapat membantu karyawan di dalam mengembangkan kariier melalui banyak cara.
Mondy dan Noe (1996), mengemukakan beberapa metode yang biasa digunakan oleh organisasi
dan di antaranya digunakan dengan bebagai variasi dan kombinasi.
a. Diskusi atasan-bawahan. Atasan dan bawahan saling setuju tehadap aktivitass pengembangan
karier, dan sumbe daya disediakan untk mencapai sasaran tersebut. Ahli SDM sering kali diminta
untuk membantu sebagai ahli psikologi dan sebagai pemandu.
b. Bahan-bahan dari perusahaan. Sejumlah organisasi seringkali menyediakan bahan-bahan
(materials) yang secara khusus dirancang untuk memabntu karyawan di dalam mengembangkan
kariernya.
c. Sistem penilaian kinerja. Sistem penilaian kinerja perusahaan juga dapat menjadi salah satu
sumber di dalam pengembangan karier karyawan. Adanya daya kelemahan karyawan dan diskusi
tentang kelemahan tersebut dapat menunjang proses pengemabangan karier karyawan.
d. Workshop. Beberapa organisasi biasanya menyelenggarakan worksop dengan tujuan untuk
membantu karyawan mengembangkan karier mereka. Pada workshop tersebut, karyawan
mendefinisikan dan mencocokkan sasaran karie spesifik mereka dengan kebutuhan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai