Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BUDAYA ALAM MINANGKABAU

SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM

OLEH :
(KELOMPOK III)
Elsya Fitri
Hasni Yenti
Imelia Fitri
Syaiful K.
Ronal
Zahwa Zulian R.

Guru Pembina:
Silvia Zuria Melita, S.Pd

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI SATU


PANTAI CERMIN
KABUPATEN SOLOK
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata pelajaran Budaya Alam
Minangkabau dengan materi Sumpah Sati Bukik Marapalam.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Surian, 1 Oktober 2022


 

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................1

BAB II SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM.....................................................2


A. Pengertian Sumpah Sati bukik marapala..................................................2
B. Asal Usul TerjadinyaSumpah Sati Bukik Marapalam ............................3
C. Waktu Kejadian Sumpah Sati Bukik Marapalam ..................................5
D. Isi Sumpah Sati Bukik Marapalam .......................................................... 6

BAB III PENUTUP ....................................................................................................12


A. Kesimpulan ................................................................................................12
B. Saran ..........................................................................................................12

DAFTAR RUJUKAN..................................................................................................13

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada masyarakat Minangkabau sendiri tentu tidak asing lagi dengan istilah “Adat
Basandi Syarak Syarak Bsandi Kitabullah” istilah atau bisa disebut falsafah yang
bermakna adat bersendi agama Islam, Islam bersendikan Alquran itu adalah sebuah
kesepakatan di kalangan kaum adat dan kaum agama di Minangkabau yang merupakan
substansi dari Sumpah Sati Bukik Marapalam.

Kata Satie ada yang mengartikan setia, sejati, atau sakti. Lantas, di mana sumpah
setia itu diucapkan atau disepakati, sebagian besar masyarakat Minang Kabau meyakini
perjanjian Sumpah Satie Bukik Marapalam itu terjadi di puncak Bukit Marapalam.
Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan dari kata "Merapatkan Alam" yaitu
merapat atau terhubung dengan alam Luhak nan Tigo. Puncak bukit tertinggi di
Kabupaten Tanah Datar berada di puncak Bukit Marapalam, dinamakan Puncak Pato.
Falsafah ini muncul pertama kali ketika peristiwa Sumpah Satie Bukik Marapalam
didengungkan tahun 1837, dimana peristiwa ini terjadi seusai perang Paderi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Sumpah Sati Bukik Marapalam?
2. Apakah Asal ususl terjadinya di laksanakan Sumpah Sati Bukik Marapalam?
3. Kapan Waktu Terjadinya kesepakatan Sumpah Sati Bukik Marapalam?
4. Apakah isi sumpah sati bukik marapalam

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui maksud dari Sumpah Sati Bukik Marapalam.
2. Mengetahui asal usul terjadinya Sumpah Sati Bukik Marapalam.
3. Mengetahui waktu terjadinya Sumpah Sati Bukik Marapalam.
4. Mengetahui isi sumpah sati bukik marapalam.
2

BAB II
SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM
A. Pengertian Sumpah Sati Bukik Marapalam

Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri.

Sebelum Islam masuk ke wilayah Sumatra Barat, mayarakat Minang mengambil


pedoman dalam menjalani hidup dengan melihat alam sebagai guru. Mereka menggali
nilai-nilai yang diberikan alam untuk dijadikan landasan hidup. Ketika
agama Islam masuk, masyarakat Minang dapat dengan mudah menerimanya karena
ajaran Islam sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah dianut oleh
masyarakat Minang itu sendiri.

Monumen Perjanjian Sumpah Satiah Bukit Marapalam

Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri.

Sebelum Islam masuk ke wilayah Sumatra Barat, mayarakat Minang mengambil


pedoman dalam menjalani hidup dengan melihat alam sebagai guru. Mereka menggali
nilai-nilai yang diberikan alam untuk dijadikan landasan hidup. Ketika
agama Islam masuk, masyarakat Minang dapat dengan mudah menerimanya karena
3

ajaran Islam sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah dianut oleh
masyarakat Minang itu sendiri.

Pada masa penjajahan Belanda, kolonial Belanda mengadu domba masyarakat


Minang dengan memunculkan pertentangan dan perbedaan pendapat, yang melatar
belakangi munculnya Perang Paderi. Untuk mengakiri pertentangan dan perbedaan
pendapat ini, dilaksanakanlah Piagam Bukik Marapalam yang disebut juga Sumpah Sati
Bukik Marapalam. Perjanjian ini merumuskan Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah. Rumusan ini adalah hasil kesepakatan antara pemuka agama dan pemuka
adat Minang. Perjanjian ini dilaksanakan di puncak Bukit Pato, Tanah Datar, yang
disebut juga bukit Marapalam. Daerah ini dipilih karena posisinya yang strategis karena
terletak di wilayah perbukitan antara Kecamatan Lintau dengan kecamatan Sungayang.
Piagam Bukik Marapalam ini melahirkan konsep ideologis masyarakat Minang, yang
kemudian dijadikan landasan dalam menjalankan kehidupan sosial, budaya, dan politik.
Latar belakang terjadinya perjanjian Bukit Marapalam adalah akibat adanya Perang
Paderi.

Kawasan Bukit Marapalam tersebut menjadi lokasi wisata yang terus dikembangkan
dan dibenahi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Datar. Pernyataan Kadis
Pariwisata Tanah Datar Abdul Hakim SH bahwa Kawasan Objek Wisata Puncak Pato
yang terkenal dengan perjanjian Bukit Marapalamnya memiliki pemandangan alam
yang sangat indah sekali. Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan folklor
berasal dari kata "Merapatkan Alam" yaitu merapat atau terhubung dengan alam di
Kawasan Luhak Nan Tigo. Puncak bukit tertinggi di Kabupaten Tanah Datar yang
berada di puncak Bukit Marapalam, Puncak Pato. Nama itu berasal dari istilah fakto
atau pakta (puncak untuk membuat perjanjian).

B. Asal-Usul Terjadinya Sumpah Sati Bukik Marapalam


Perjanjian Bukit Marapalam pada masa Syekh Burhunuddin menyebarkan Islam di
tengah-tengah kuatnya pengaruh adat di alam Minang. Hamka (1984) bahwa evolusi
perkembangan Islam (secara tersirat ia memperkirakan masa Syekh Burhanuddin)
masih berlaku konsesus pertama yaitu “adaik basandi syarak, syarak basandi adaik”.
Burhanuddin berusaha memurnikan ajaran Islam dari pengaruh budaya Hindu-Budha
4

seperti minum tuak, menyabung ayam atau berkaul ke tempat keramat. Istana
Pagarruyung juga menjadi sasarannya dan ia berhasil.
Keberhasilan itu membuat dia dikenal sebagai ulama besar di Minang. Para kaum
adat dan ulama yaitu Syekh Burhanuddin sebagai penggagas piagam sumpah satie
tersebut dengan dua muridnya (salah satu muridnya Idris Majolelo) bersama penghulu
Ulakan menemui yang Dipertan Agung Pagarruyung. Upaya Syekh Burhanuddin dan
orang nan sebelas Ulakan pergi berunding ke pusat kerajaan Pagaruyung untuk
mendapatkan legitimasi bagi kalangan ulama untuk mengajarkan Islam di seluruh
Minangkabau:
Perjanjian Bukit Marapalam atau lebih popular disebut sumpah satie Bukit
Marapalam disepakati oleh para pemuka adat dan ulama di puncak bukit Marapalam
masa perkembangan Islam di Minangkabau. Piagam sumpah satie tersebut diyakini
berbunyi adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah disingkat dengan ABS-SBK
(adat bersendi agama Islam, Islam bersendikan Al Quran).
Sebagai pelaksana dan perjalanan perkembangannya, timbullah pepatah-pepatah
antara lain:
1. Syara‟ mangato, adaik mamakai” Diambil dari Syara‟, dari Al-Quran dan
Sunnah dan Fiqh , lalu dipakai menurut adat.
2. Syara‟ batilanjang, adaik basisampiang” Artinya: bahwa apa yang dikatakan
oleh Syara‟ adalah terang dan tegas, tetapi setelah dia dijadikan adat diaturlah
prosedur yang sebaik-baiknya. Seumpama kebiasaan orang membuat surat
keputusan zaman sekarang, setelah membaca, menimbang, memperhatikan dan
sebagainya, memperhatikan dan sebagainya, memutuskan dan sebagainya.
3. Syara‟ lazim, Adat kawi”. Tegasnya bahwasanya adat tidaklah akan berdiri
kalau tidak di-kawi-kan. Kawi berasal dari bahasa Arab qawiyyun yang berarti
kuat. Adat tidak ada kalau tidak dikuatkan, Syara‟ tidak akan berjalan kalau
tidak di-lazim-kan.
Lazim artinya wajib, kata lazim lebih aktif dari wajib. Wajib berdosa kalau
ditinggalkan. La, ialah yang berpahala bila dikerjakan, Zim, dikenakan sanksi
siapa yang tidak mengerjakan. Pepatah adat nan kawi, syara‟ yang lazim inilah
yang dipegang teguh.
5

Piagam sumpah satie tersebut adalah sebuah konsep dalam tataran ideologis dan
dijadikan falsafah atau pedoman dalam kehidupan sosial, budaya, agama, dan politik
Masyarakat Minang. Konsep tersebut relevan dengan Minang dalam konteks sosial-
budaya, sehingga falsafah itu berlaku untuk masyarakat Islam etnis Minang. Sebagian
besar masyarakat Minang meyakini perjanjian itu terjadi di puncak Bukit Marapalam.
Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan foklor berasal dari kata
“Merapatkan alam” yaitu merapat atau terhubung dengan Luhak nan tigo (pusat alam
Minangkabau). Asumsi lain tentang nama itu ialah rapat untuk mencari penyelesaian
konflik kaum adat dengan kaum agama.

C. Waktu Terjadinya Sumpah Sati Bukik Marapalam

Pada bulan sya’ban  tahun 804 H (Maret  tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja
Diraja Minangkabau Tuangku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman
bersama Pamuncak adat Dt Bandaro Putiah di Sungai Tarab mengundang seluruh
pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah Dataran tinggi tiga
gunung Merapi Singgalang dan Sago yang juga disebut wilayah luak nan tigo
mengadakan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat
di wilayah Kerajaan Minangkabau ini diatas bukit Marapalam.
Dalam pembukaan Tuangku Maharajo Sakti menyampaikan, “sudah waktunya kita
sebagai pemuka wilayah inti kerajaan Minangkabau memikirkan kesatuan dan
kemajuan kerajaan Minangkabau.. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu..”.
Semua yang hadir bersepakat. Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan
mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau.
Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua mengusulkan agar tetap berpedoman pada
adat yang telah lama diterapkan, yaitu Adat basandi alua jo patuik alam takambang jadi
guru. Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan berasal dari Jawa 
menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak.
Dari Kelompok Umat Islam mengusulkankan agar diterapkan Adat Basandi sarak, sarak
basandi kitabullah, sarak mangato adat mamakai, sarak nan kawi adat nan ladzim.
Selanjutnya dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahan
berdaulat umat (demokrasi) systemtigaisme (trilogy). 
Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat (Rajo Nan
Tigo Selo), yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat
6

di Sumpur kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo.  Masing-masing Limbago Rajo
merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo.. Pimpinan
umum disebut Rajo Alam dipanggilkan Sulthan.. Tugas rajo nan tigo selo ialah
menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam.. Keputusan Marapalam
dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut Undang Adat Minangkabau. Selain
itu rajo nan tigo selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan  yang belum ada dan
diperlukan oleh masyarakat Minangkabau.
Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas
Minangkabau inti (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir)..
Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung (tria arga), gunung
Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak
Tanah Data, Luak Agam, Luak 50 Koto.. Daerah di luar itu disebut Minangkabau rantau
(az zawahir).
Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah
langsung (tidak memungut pajak), tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada
peperangan di dalamnya.. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan
mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan
memerintah ke rantau.. Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap delapan yang
sama..  3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, serta 4 rangkap
dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan
Gadang.  

D. Isi Sumpah Sati Bukik Marapalam


Hasil kesepakatan (Isi) di bukit Marapalam tersebut disebut "Bai'ah Marapalam".
BAI’AH MARAPALAM/ UNDANG ADAT MINANGKABAU :
“UNDANG UNDANG DASAR (UUD) KESULTHANAN MINANGKABAU
DARUL QUORAR “
1. Bagian pertama
a. Pembukaan
Pasal 1
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah..
b. Pasal 2.
7

Syara’ mangato, Adat mamakai, Syara’ nan Kawi, Adat nan ladzim.
2. Bagian kedua
Isi baiah
Pasal 3

1. Sumber hukum di Minangkabau ialah Al Qur’an, Hadits, Qiyas  dan Ijma’..

2. Qiyas diambil dari zaman Khalifah  Rasyidin.

3. Ijma’ adalah hasil kesepatan Limbago Rajo Nan Tigo Selo..

4. Ijmak pada tingkat Nagari atau dibawah Minangkabau  ialah hasil


kesepakatan Tungku Tigo Sajarangan..

5. Kesepakatan ditetapkan secara musyawarah, bebas, tanpa adanya "manarah


malantuang batu”..

6. Semua kesepakatan, peraturan dan keuangan harus ditulis..

Pasal 4

1. Pemerintahan Minangkabau terdiri dari Rajo Nan Tigo Selo, Basa IV Balai
dan Tuan Gadang..

2. Rajo Nan Tigo Selo terdiri dari Rajo Alam di Pagaruyuang, Rajo Ibadat di
Sumpur Kudus dan Rajo Adat di Buo..

3. Rajo Alam adalah pimpinan Limbago Ilmuwan umum, dan pimpinan Rajo
nan tigo selo dipanggilkan Daulat Yang Dipertuan Sulthan..

4. Rajo Ibadat adalah pimpinan Limbago ilmuwan agama Islam..

5. Rajo Adat adalah pimpinan limbago ilmuwan adat..

6. Basa Ampek Balai (para menteri) terdiri dari Titah  di Sungai Tarab, Kadhi
di Padang Gantiang, Indomo di Saruaso, Makhudum di Sumaniak..

7. Titah  merupakan  pimpinan basa ampek balai.. 

8. Tuan Gadang di Batipuah merupakan penegak hukum  (Kepala Polisi


Negara), langsung dibawah Rajo Alam tidak berada dibawah Basa Ampek
Balai.

9. Minangkabau memakai tulisan Arab dengan sistem khusus untuk bahasa


Melayu/Minangkabau
8

Pasal 5

1. Minangkabau terdiri atas Nagari-Nagari nan mandiri..

2. Nagari mempunyai Pemerintahan dan kekayaan, dapat  memungut  bunga


(pajak) dan membentuk badan usaha..

3. Nagari dan rakyat bapacik kapado Tali Tigo Sapilin.. Tali tigo sapilin ialah
Syarak, Undang Adat Minangkabau dan Aturan.. Aturan  ditetapkan dengan
keputusan Rajo Nan Tigo Selo..

4. Pemerintahan Nagari terdiri dari Karapatan Nagari, Pamarintah Nagari dan


Peradilan Nagari..

5. Karapatan Nagari terdiri dari orang orang yang mewakili  Tungku Tigo
Sajarangan, yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai..

6. Peradilan Nagari terdiri dari pandai hukum yang dipilih dari dan mewakili
Tungku Tigo Sajarangan.

Pasal 6.

1. Nagari mulo dibuek, dari  taratak menjadi dusun, dusun manjadi koto, koto
bagabuang jadi Nagari..

2. Koto sekurangnya mempunyai empat suku..

3. Nagari dapat membelah diri menjadi beberapa Nagari; atau  menggabung


dari beberapa Nagari menjadi satu..

Pasal 7.

1. Peradilan Nagari bertugas menyelesaikan sengketa masyarakat dan memberi


sangsi kepada anggota masyarakat yang melanggar Syarak, Adat
Minangkabau dan Adat Salingka Nagari..

2. Peradilan Nagari tak boleh ikut melaksanakan tugas Pemerintah Nagari dan
Kerapatan Nagari..

3. Hakim-hakim Peradilan Nagari tidak boleh merangkap jabatan menjadi


anggota Kerapatan Nagari, Pemerintah Nagari dan atau Ketua, Manti
(sekretaris), Bandaro (bendahara) Limbago Tungku Tigo Sajarangan.. 

4. Hakim Peradilan Nagari harus memenuhi persyaratan; keilmuan,


kepribadian, keadilan dan kebersihan ..
9

5. Para hakim yang menyelesaikan sengketa, tidak boleh terlibat hubungan


kekerabatan, hubungan ekonomi ataupun hubungan emosional lainnya
dengan si mudai atau muda’alaih..

6. Proses penyelesaian sengketa dilaksanakan oleh paling banyak lima orang


hakim yang didalamnya ada Niniak mamak, Alim Ulama dan Cadiak
Pandai ..  

Pasal 8.

1. Kesalahan dikategorikan kepada salah ka Syarak, salah ka Undang Adat


Minangkabau, salah ka Aturan, salah ka Adat Salingka Nagari dan salah ka
Mamak.. 

2. Salah ka Undang Adat Minangkabau ialah melanggar  Undang Nan Salapan


(UNS)..

3. Ciri kesalahan dituangkan pada Undang nan Duo Baleh (UDB).. 

4. Proses penyelesaian sengketa ditetapkan dengan Undang Nan Tujuah yaitu


susua, siasek, usuit, pareso undang nan dilangga, suri nan kadiuleh dan
cupak nan kadiisi..

5. Sengketa dapat berbentuk sengketa adat (sako jo pusako), sengketa syarak


(faraidh dan munakahat), sengketa ekonomi, pidana  dan atau pelanggaran
ketertiban dan ketentaraman masyarakat..

Pasal 9.

1. Tambang ameh, bungo barang masuk dan kalua Minangkabau adalah hak
dan kewenangan ke Sulthanan Minangkabau..

2. Kepemilikan tanah terdiri dari, Ulayat Nagari/Rajo, Ulayat


Suku/Kaum/Penghulu, milik Pribadi/Faraidh, dan milik Wakaf.. Tidak
setapakpun tanah yang tidak bermilik..

3. Ulayat Nagari ialah bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya..
Ulayat Nagari dipakai  guna untuk kepentingan bersama masyarakat dan
sebagai kekayaan cadangan Nagari.. Diatur dengan aturan sendiri..

4. Ulayat Rajo ialah Ulayat Nagari di perbatasan 2 atau 3 nagari yang kabur
garis batasnya.. Ulayat Rajo diatur bersama oleh Nagari yang berbatasan..
10

5. Ulayat kaum/suku ialah tanah milik bersama anggota kaum/suku, guna


kepentingan anggota kaum/suku itu sendiri.. Pusako manuruit kapado sako..
Diatur dengan aturan sendiri..

6. Tanah pribadi ialah tanah yang dibeli atau didapat atas pemberian orang atau
didapat menurut hukum Faraidh.. Diatur dengan aturan sendiri..

7. Tanah  faraidh ialah tanah peninggalan seseorang pribadi yang wafat atau
harta faraidh  yang belum dibagi..

*Tanah  wakaf ialah tanah yang diwakafkan untuk kepentingan agama Islam
diatur dengan hukum agama Islam, diurus oleh Alim Ulama*.
Pasal 10.

1. Kapalo Nagari bertugas memimpin dan mewakili Nagari..

2. Karena adanya tugas Kapalo Nagari mempunyai   Hak Penghasilan dan Hak
Wewenang..

3. Hak wewenang ialah mengurus keuangan dan mewakili  serta  menanda


tangani surat-surat Nagari..

4. Bersama Kerapatan Nagari, Kapalo Nagari menerbitkan Adat Salingka


Nagari..

5. Untuk pelaksanaan adat salingka nagari, Kapalo Nagari dapat menerbitkan


Keputusan dan Peraturan Kapalo Nagari..

Pasal 11.
Pelaksana tugas dan kewenangan Kapalo Nagari ialah Perangkat Nagari yang
terdiri dari Manti(Sekretaris), Bandaro (Bendahara), Paga Nagari(Keamanan),
Cati (Pembangunan), Pendidikan, Kapalo Jorong /Korong/nama lain dan Kapalo
Kaum sebagai pembantu Kapalo Jorong.

Pasal 12.

1. Kapalo Nagari dan perangkatnya harus memenuhi persyaratan   kemampuan


keilmuan, kepemimpinan, bersih  (muthaharah) dari   pelanggaran syarak,
adat Minangkabau dan aturan..

2. Sehat  jasmani, rohani, dan tidak cacat moral..


11

3. Sehat rohani ialah tidak pernah mengidap penyakit  jiwa atau  pemabuk,
penjudi atau dipenjara lebih dari 3 tahun karena melakukan tindak pidana..

4. Cacat moral ialah pernah tertangkap basah melakukan perzinahan,


mendekati zina dan  berfahisah.. 

Pasal 13.

1. Setiap anggota masyarakat harus mengenal Tuhannya Yang Esa, mengetahui


apa itu Iman, apa itu Islam dan syariat-syariatnya..

2. Untuk mencapai apa yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini  diadakan Surau
Aso, Surau Kelarasan, Surau Nagari, Surau  Jorong, Surau Kampuang  dan
Surau Kaum..

3. Sandi pendidikan ialah memperbaiki nan ado dalam jiwa dengan kitabullah
dijadikan  guru .

3.Bagian ke tiga
Penutup
Pasal 14

1. Bai’ah Marapalam ini diwariskan kepada anak cucu..

2. Barang siapa yang meragukan atau menolaknya akan terkutuk dimakan sumpah
biso kawi, kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah digiriak
kumbang, akan dapat bencana dari Allah..

3. Undang adat sebelumnya  yang tak sesuai dengan syara’ dinyatakan jahiliyah tak
dipakai lagi.

Pasal 15.
Bai’ah Marapalam ini akan diperjelas dan disempurnakan dengan Keputusan
Limbago Rajo Nan Tigo Selo.
12

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri. Sumpah ini diadakan di Bukik Marapalam atau
Bukit Marapalam di Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat

Deklarasi yang paling terkenal di dalam Sumpah Sati Marapalam adalah  "Adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adaiak mamakai, alam takambang
jadi guru". Artinya adalah adat menjadi Syariat, Syariat bersendi pada Al-Quran,
Syariat berkata adat memakai, alam terbentang menjadi guru.  Artinya di dalam empat
kalimat itu adalh:

1. Adat basandi syarak. Diartikan sebagai adat bersendi syariat


2. Syarak basandi kitabullah. Diartikan sebagai Syariat bersendi dari Al-Quran
3. Syarak mangato adaiak memakai. Diartikan Al-Quran, Sunah dan Fiqh dipakai di dalam
adat
4. Alam takambang jadi guru. Kehidupan atau alam dijadikan sebagai guru pembelajaran.

Deklarasi inilah yang menjadikan islam menjadi fondasi di dalam kebudayaan


Minangkabau.  Inilah mengapa Suku Minangkabau akan selalu dikaitkan dengan syariat
dan islam.

B. SARAN
13

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan sehingga saya membutuhkan


kritik serta saran dari guru agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
14

DAFTAR RUJUKAN

Hmasoed. (2008. 09 April). Implementasi Adat Basandi Syarak, dalam Membangun


Daerah dan Negara, berbasis Nagari di Sumbar. Diakses pada 10 Oktober 2020,
dari https://hmasoed.wordpress.com/2008/04/09/implementasi-adat-basandi-
syarak-dalam-membangun-daerah-dan-negara-berbasis-nagari-di-sumbar/

Sari bundo. (2018. 09 Desember). Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah (2). Diakses pada 10 Oktober 2020, dari
https://www.saribundo.biz/asal-usul-adat-basandi-syarak-syarak-basandi-
kitabullah-2.html

Wikipedia. (2020. 26 Mei). ADAT BASANDI SYARAK. Diakses pada 10 Oktober


2020, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_bersendi_syarak

Anda mungkin juga menyukai