OLEH :
(KELOMPOK III)
Elsya Fitri
Hasni Yenti
Imelia Fitri
Syaiful K.
Ronal
Zahwa Zulian R.
Guru Pembina:
Silvia Zuria Melita, S.Pd
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata pelajaran Budaya Alam
Minangkabau dengan materi Sumpah Sati Bukik Marapalam.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................1
DAFTAR RUJUKAN..................................................................................................13
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kata Satie ada yang mengartikan setia, sejati, atau sakti. Lantas, di mana sumpah
setia itu diucapkan atau disepakati, sebagian besar masyarakat Minang Kabau meyakini
perjanjian Sumpah Satie Bukik Marapalam itu terjadi di puncak Bukit Marapalam.
Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan dari kata "Merapatkan Alam" yaitu
merapat atau terhubung dengan alam Luhak nan Tigo. Puncak bukit tertinggi di
Kabupaten Tanah Datar berada di puncak Bukit Marapalam, dinamakan Puncak Pato.
Falsafah ini muncul pertama kali ketika peristiwa Sumpah Satie Bukik Marapalam
didengungkan tahun 1837, dimana peristiwa ini terjadi seusai perang Paderi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Sumpah Sati Bukik Marapalam?
2. Apakah Asal ususl terjadinya di laksanakan Sumpah Sati Bukik Marapalam?
3. Kapan Waktu Terjadinya kesepakatan Sumpah Sati Bukik Marapalam?
4. Apakah isi sumpah sati bukik marapalam
BAB II
SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM
A. Pengertian Sumpah Sati Bukik Marapalam
Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri.
Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri.
ajaran Islam sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah dianut oleh
masyarakat Minang itu sendiri.
Kawasan Bukit Marapalam tersebut menjadi lokasi wisata yang terus dikembangkan
dan dibenahi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Datar. Pernyataan Kadis
Pariwisata Tanah Datar Abdul Hakim SH bahwa Kawasan Objek Wisata Puncak Pato
yang terkenal dengan perjanjian Bukit Marapalamnya memiliki pemandangan alam
yang sangat indah sekali. Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan folklor
berasal dari kata "Merapatkan Alam" yaitu merapat atau terhubung dengan alam di
Kawasan Luhak Nan Tigo. Puncak bukit tertinggi di Kabupaten Tanah Datar yang
berada di puncak Bukit Marapalam, Puncak Pato. Nama itu berasal dari istilah fakto
atau pakta (puncak untuk membuat perjanjian).
seperti minum tuak, menyabung ayam atau berkaul ke tempat keramat. Istana
Pagarruyung juga menjadi sasarannya dan ia berhasil.
Keberhasilan itu membuat dia dikenal sebagai ulama besar di Minang. Para kaum
adat dan ulama yaitu Syekh Burhanuddin sebagai penggagas piagam sumpah satie
tersebut dengan dua muridnya (salah satu muridnya Idris Majolelo) bersama penghulu
Ulakan menemui yang Dipertan Agung Pagarruyung. Upaya Syekh Burhanuddin dan
orang nan sebelas Ulakan pergi berunding ke pusat kerajaan Pagaruyung untuk
mendapatkan legitimasi bagi kalangan ulama untuk mengajarkan Islam di seluruh
Minangkabau:
Perjanjian Bukit Marapalam atau lebih popular disebut sumpah satie Bukit
Marapalam disepakati oleh para pemuka adat dan ulama di puncak bukit Marapalam
masa perkembangan Islam di Minangkabau. Piagam sumpah satie tersebut diyakini
berbunyi adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah disingkat dengan ABS-SBK
(adat bersendi agama Islam, Islam bersendikan Al Quran).
Sebagai pelaksana dan perjalanan perkembangannya, timbullah pepatah-pepatah
antara lain:
1. Syara‟ mangato, adaik mamakai” Diambil dari Syara‟, dari Al-Quran dan
Sunnah dan Fiqh , lalu dipakai menurut adat.
2. Syara‟ batilanjang, adaik basisampiang” Artinya: bahwa apa yang dikatakan
oleh Syara‟ adalah terang dan tegas, tetapi setelah dia dijadikan adat diaturlah
prosedur yang sebaik-baiknya. Seumpama kebiasaan orang membuat surat
keputusan zaman sekarang, setelah membaca, menimbang, memperhatikan dan
sebagainya, memperhatikan dan sebagainya, memutuskan dan sebagainya.
3. Syara‟ lazim, Adat kawi”. Tegasnya bahwasanya adat tidaklah akan berdiri
kalau tidak di-kawi-kan. Kawi berasal dari bahasa Arab qawiyyun yang berarti
kuat. Adat tidak ada kalau tidak dikuatkan, Syara‟ tidak akan berjalan kalau
tidak di-lazim-kan.
Lazim artinya wajib, kata lazim lebih aktif dari wajib. Wajib berdosa kalau
ditinggalkan. La, ialah yang berpahala bila dikerjakan, Zim, dikenakan sanksi
siapa yang tidak mengerjakan. Pepatah adat nan kawi, syara‟ yang lazim inilah
yang dipegang teguh.
5
Piagam sumpah satie tersebut adalah sebuah konsep dalam tataran ideologis dan
dijadikan falsafah atau pedoman dalam kehidupan sosial, budaya, agama, dan politik
Masyarakat Minang. Konsep tersebut relevan dengan Minang dalam konteks sosial-
budaya, sehingga falsafah itu berlaku untuk masyarakat Islam etnis Minang. Sebagian
besar masyarakat Minang meyakini perjanjian itu terjadi di puncak Bukit Marapalam.
Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan foklor berasal dari kata
“Merapatkan alam” yaitu merapat atau terhubung dengan Luhak nan tigo (pusat alam
Minangkabau). Asumsi lain tentang nama itu ialah rapat untuk mencari penyelesaian
konflik kaum adat dengan kaum agama.
Pada bulan sya’ban tahun 804 H (Maret tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja
Diraja Minangkabau Tuangku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman
bersama Pamuncak adat Dt Bandaro Putiah di Sungai Tarab mengundang seluruh
pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah Dataran tinggi tiga
gunung Merapi Singgalang dan Sago yang juga disebut wilayah luak nan tigo
mengadakan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat
di wilayah Kerajaan Minangkabau ini diatas bukit Marapalam.
Dalam pembukaan Tuangku Maharajo Sakti menyampaikan, “sudah waktunya kita
sebagai pemuka wilayah inti kerajaan Minangkabau memikirkan kesatuan dan
kemajuan kerajaan Minangkabau.. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu..”.
Semua yang hadir bersepakat. Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan
mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau.
Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua mengusulkan agar tetap berpedoman pada
adat yang telah lama diterapkan, yaitu Adat basandi alua jo patuik alam takambang jadi
guru. Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan berasal dari Jawa
menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak.
Dari Kelompok Umat Islam mengusulkankan agar diterapkan Adat Basandi sarak, sarak
basandi kitabullah, sarak mangato adat mamakai, sarak nan kawi adat nan ladzim.
Selanjutnya dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahan
berdaulat umat (demokrasi) systemtigaisme (trilogy).
Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat (Rajo Nan
Tigo Selo), yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat
6
di Sumpur kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo. Masing-masing Limbago Rajo
merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo.. Pimpinan
umum disebut Rajo Alam dipanggilkan Sulthan.. Tugas rajo nan tigo selo ialah
menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam.. Keputusan Marapalam
dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut Undang Adat Minangkabau. Selain
itu rajo nan tigo selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan yang belum ada dan
diperlukan oleh masyarakat Minangkabau.
Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas
Minangkabau inti (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir)..
Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung (tria arga), gunung
Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak
Tanah Data, Luak Agam, Luak 50 Koto.. Daerah di luar itu disebut Minangkabau rantau
(az zawahir).
Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah
langsung (tidak memungut pajak), tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada
peperangan di dalamnya.. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan
mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan
memerintah ke rantau.. Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap delapan yang
sama.. 3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, serta 4 rangkap
dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan
Gadang.
Syara’ mangato, Adat mamakai, Syara’ nan Kawi, Adat nan ladzim.
2. Bagian kedua
Isi baiah
Pasal 3
Pasal 4
1. Pemerintahan Minangkabau terdiri dari Rajo Nan Tigo Selo, Basa IV Balai
dan Tuan Gadang..
2. Rajo Nan Tigo Selo terdiri dari Rajo Alam di Pagaruyuang, Rajo Ibadat di
Sumpur Kudus dan Rajo Adat di Buo..
3. Rajo Alam adalah pimpinan Limbago Ilmuwan umum, dan pimpinan Rajo
nan tigo selo dipanggilkan Daulat Yang Dipertuan Sulthan..
6. Basa Ampek Balai (para menteri) terdiri dari Titah di Sungai Tarab, Kadhi
di Padang Gantiang, Indomo di Saruaso, Makhudum di Sumaniak..
Pasal 5
3. Nagari dan rakyat bapacik kapado Tali Tigo Sapilin.. Tali tigo sapilin ialah
Syarak, Undang Adat Minangkabau dan Aturan.. Aturan ditetapkan dengan
keputusan Rajo Nan Tigo Selo..
5. Karapatan Nagari terdiri dari orang orang yang mewakili Tungku Tigo
Sajarangan, yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai..
6. Peradilan Nagari terdiri dari pandai hukum yang dipilih dari dan mewakili
Tungku Tigo Sajarangan.
Pasal 6.
1. Nagari mulo dibuek, dari taratak menjadi dusun, dusun manjadi koto, koto
bagabuang jadi Nagari..
Pasal 7.
2. Peradilan Nagari tak boleh ikut melaksanakan tugas Pemerintah Nagari dan
Kerapatan Nagari..
Pasal 8.
Pasal 9.
1. Tambang ameh, bungo barang masuk dan kalua Minangkabau adalah hak
dan kewenangan ke Sulthanan Minangkabau..
3. Ulayat Nagari ialah bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya..
Ulayat Nagari dipakai guna untuk kepentingan bersama masyarakat dan
sebagai kekayaan cadangan Nagari.. Diatur dengan aturan sendiri..
4. Ulayat Rajo ialah Ulayat Nagari di perbatasan 2 atau 3 nagari yang kabur
garis batasnya.. Ulayat Rajo diatur bersama oleh Nagari yang berbatasan..
10
6. Tanah pribadi ialah tanah yang dibeli atau didapat atas pemberian orang atau
didapat menurut hukum Faraidh.. Diatur dengan aturan sendiri..
7. Tanah faraidh ialah tanah peninggalan seseorang pribadi yang wafat atau
harta faraidh yang belum dibagi..
*Tanah wakaf ialah tanah yang diwakafkan untuk kepentingan agama Islam
diatur dengan hukum agama Islam, diurus oleh Alim Ulama*.
Pasal 10.
2. Karena adanya tugas Kapalo Nagari mempunyai Hak Penghasilan dan Hak
Wewenang..
Pasal 11.
Pelaksana tugas dan kewenangan Kapalo Nagari ialah Perangkat Nagari yang
terdiri dari Manti(Sekretaris), Bandaro (Bendahara), Paga Nagari(Keamanan),
Cati (Pembangunan), Pendidikan, Kapalo Jorong /Korong/nama lain dan Kapalo
Kaum sebagai pembantu Kapalo Jorong.
Pasal 12.
3. Sehat rohani ialah tidak pernah mengidap penyakit jiwa atau pemabuk,
penjudi atau dipenjara lebih dari 3 tahun karena melakukan tindak pidana..
Pasal 13.
2. Untuk mencapai apa yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini diadakan Surau
Aso, Surau Kelarasan, Surau Nagari, Surau Jorong, Surau Kampuang dan
Surau Kaum..
3. Sandi pendidikan ialah memperbaiki nan ado dalam jiwa dengan kitabullah
dijadikan guru .
3.Bagian ke tiga
Penutup
Pasal 14
2. Barang siapa yang meragukan atau menolaknya akan terkutuk dimakan sumpah
biso kawi, kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah digiriak
kumbang, akan dapat bencana dari Allah..
3. Undang adat sebelumnya yang tak sesuai dengan syara’ dinyatakan jahiliyah tak
dipakai lagi.
Pasal 15.
Bai’ah Marapalam ini akan diperjelas dan disempurnakan dengan Keputusan
Limbago Rajo Nan Tigo Selo.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sumpah Sati Marapalam adalah sumpah yang dilakukan antara pemuka adat
Minangkabau dengan pemuka agamanya untuk menyeragamkan kesamaan pada
pendapat yang ada di dalam kehidupan orang Minangkabau itu sendiri. Sumpah
Marapalam menjadi sebuah sumpah yang setuju untuk menyamakan adat dan budaya
yang disatukan serta menjadi landasan di dalam aspek sosial, politik dan budaya di
dalam suku Minangkabau itu sendiri. Sumpah ini diadakan di Bukik Marapalam atau
Bukit Marapalam di Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat
Deklarasi yang paling terkenal di dalam Sumpah Sati Marapalam adalah "Adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adaiak mamakai, alam takambang
jadi guru". Artinya adalah adat menjadi Syariat, Syariat bersendi pada Al-Quran,
Syariat berkata adat memakai, alam terbentang menjadi guru. Artinya di dalam empat
kalimat itu adalh:
B. SARAN
13
DAFTAR RUJUKAN
Sari bundo. (2018. 09 Desember). Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah (2). Diakses pada 10 Oktober 2020, dari
https://www.saribundo.biz/asal-usul-adat-basandi-syarak-syarak-basandi-
kitabullah-2.html