Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

MENGKRITISI PEMBERLAKUAN TEORI FIKSI HUKUM


(Criticising Enactment Of Law Fiction Theory)

Ali Marwan HSB


Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara
Jl. Putri Hijau No. 4 Medan Telp. (061) 4521217
E-mail: ali_marwan@rocketmail.com, No. HP. 085263369503
Tulisan diterima: 18-4-2016, revisi: 28-8-2016, disetuju diterbitkan: 26-9-2016

ABSTRACT
In Indonesia, we still find an enactment of law fiction theory in the system of legislation formation. Where
everyone is regarded to know the law when it is legislated in the official gazette and one`s ignorance on the
law or provisions of legislation do not make one free of prosecution (igronantia iuris neminem excusat). It is
against the justice values in the society. It is needed effort to erase its enactment, that is the main problem in
this research. It uses normative law method. Collecting data by literature and legislation search. The result
of this research shows that Indonesia still enact law fiction theory in legislation system. To efface its efficacy
can be conducted 2 (two) attempts, both government and society as well, that is publication by lawmaker or
legislator and society participation in the establishment of legislation process.
Keywords: legislation, efficacy, Legal Fiction

ABSTRAK
Dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, masih kita temui adanya pemberlakuan
teori fiksi hukum.Dimana semua orang dianggap tahu hukum apabila sudah diundangkan dalam lembaran resmi
dan ketidaktahuan seseorang atas hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak membebaskan
seseorang itu dari tuntutan hukum (igronantia iuris neminem excusat).Hal ini tentu bertentangan dengan
nilai-nilai keadilan yang ada di masyarakat.Diperlukan upaya-upaya untuk mengikis keberlakuan teori fiksi
hukum ini.Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini.Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian hukum normatif dan untuk memperoleh data digunakan studi perundang-undangan
dan telaah kepustakaan.Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa teori fiksi hukum masih diberlakukan
dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk mengikis keberlakuan teori fiksi hukum
dapat dilakukan 2 (dua) upaya baik dari pemerintah maupun dari masyarakat, yaitu publikasi oleh lembaga
pembentuk peraturan perundang-undangan dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Kata Kunci: Mengkritisi, Keberlakuan, Fiksi Hukum

PENDAHULUAN Ia tak mengerti apa maksud penegak hukum


lokal yang menahannya dan hanya pasrah ketika
Suatu hari, seorang Kepala Keluarga di Dusun dijelaskan bahwa perbuatannya membuka ladang
Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, dengan membabat hutan dilarang peraturan.
Kabupaten Sambasa, Kalimantan Barat – dusun Warga dusun perbatasan ini sama sekali buta
terluar di perbatasan Indonesia dan Malaysia – hukum(Atmaja, http://www.riaupos.com/857-
mendapat problem. Seperti biasa, ia bangun pagi opini-menggugat-asas-fiksi-hukum-.html,
hari dan segera pergi ke ladangnya yang subur di diakses 15 Desember 2013).
pinggir hutan. Ia bekerja dengan giat seharian itu, Ini adalah sebuah contoh kisah – walaupun
demi menafkahi istri dan kedua balitanya. Hingga hanya kisah rekaan – mengenai pemberlakuan
selepas zuhur, dua orang berseragam menangkap teori fiksi hukum di Indonesia. Kisah ini tidak
dan membawanya ke tahanan.Warga dusun tertutup kemungkinan akan terjadi mengingat
terluar di Indonesia itu kaget karena dituduh wilayah Indonesia yang sangat luas.
telah terlibat pembalakan liar (illegal logging).

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 251
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Pemberlakuan teori fiksi hukum di Indonesia aturan dihukum karena melanggar aturan yang
dapat dilihat dalam semua jenjang peraturan tidak diketahuinya?Padahal seyogianya, suatu
perundang-undangan. Hal ini diatur dalam Pasal peraturan perundang-undangan adalah manifestasi
81 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dari kehidupan masyarakat yang perlu diatur
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- dalam suatu peraturan perundang-undangan.
undangan yang menyatakan: “agar setiap orang Hal inilah yang menjadi tujuan dari tulisan
mengetahuinya, peraturan perundang-undangan ini yaitu untuk melihat upaya-upaya apa yang
harus diundangkan dengan menempatkannya harus dilakukan untuk mengikis keberlakuan teori
dalam: fiksi hukum?
1. Lembaran Negara Republik Indonesia;
2. Tambahan Lembaran Negara Republik METODE PENELITIAN
Indonesia;
Untuk memperoleh informasi serta
3. Berita Negara Republik Indonesia; penjelasan mengenai segala sesuatu yang
4. Tambahan Berita Negara Republik berkaitan dengan pokok permasalahan diperlukan
Indonesia; suatu pedoman penelitian atau metode penelitian,
5. Lembaran Daerah; hal ini dikarenakan dengan menggunakan metode
penelitian yang benar akan diperoleh validitas
6. Tambahan Lembaran Daerah; atau
data serta dapat mempermudah dalam melakukan
7. Berita Daerah. penelitian terhadap suatu masalah.
Artinya, dengan diundangkannya peraturan Penelitian ini dilakukan dengan metode
perundang-undangandalam lembaran resmi penelitian yuridis normatif atau penelitian
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, hukum kepustakaan yaitu metode atau cara yang
setiap orang dianggap telah mengetahuinya. digunakan di dalam penelitian hukum yang
Teori fiksi hukum beranggapan bahwa begitu dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
suatu norma hukum diberlakukan, maka pada yang ada(Soekanto dan Mamudji, 2009: 13 –
saat itu pula setiap orang dianggap tahu hukum. 14).
Ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat Untuk memperoleh data yang diperlukan
membebaskan seseorang itu dari tuntutan hukum dalam penelitian, penulis menggunakan teknik:
(Jimly Asshiddiqie, Makalah, 2008) yang dalam
1. Studi Dokumen;
Bahasa Latin disebut igronantia iuris neminem
excusat (Indrati, 2007: 152). Menurut H.A.S Studi dokumen dilakukan dengan cara
Natabaya, sebagaimana dikutip Surono (2013: mempelajari dan menelaah berbagai
119) bahwa paradigma dan doktrin berpikir yang dokumen seperti:
melandaskan teori fiksi hukum lazim dalam negara a. Telaah Peraturan Perundang-undangan
yang menganut sistem civil law. dan Peraturan lainnya
Berkaitan dengan teori fiksi hukum Mahkamah Setelah mengumpulkan beberapa
Agung juga telah beberapa mengeluarkan putusan peraturan perundang-undangan,
yaitu Putusan No. 77/Kr/1953, Putusan No. 77 K/ maka penulis menyeleksi peraturan
Kr/1961 dan Putusan No. 645 K/Sip/1975, serta perundang-undangan yang berkaitan
dalam putusan Nomor 2066 K/Pid.Sus/2010.Di
langsung dengan objek penelitian yaitu
mana dalam putusan-putusan ini, MahkamahAgung
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
memutuskan bahwa ketidaktahuan seseorang
terhadap hukum atau undang-undang bukan 2011 tentang Pembentukan Peraturan
alasan pemaaf (http://www.hukumonline.com/ Perundang-undangan.
berita/baca/lt4dc100992a35a/ketidaktahuan- b. Telaah Kepustakaan
undangundang-tak-dapat-dibenarkan, diakses Langkah pertama yang penulis lakukan
16 Desember 2013). adalah mengumpulkan literatur yang
Hal ini tentu bertentangan dengan rasa berkaitan dengan objek penelitian,
keadilan yang ada dalam masyarakat. Bagaimana kemudian melihat daftar isi yang sesuai
mungkin seseorang yang tidak mengetahui suatu dengan objek penelitian.Selanjutnya

252 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

penulis lakukan adalah membaca Teori fiksi hukum mengasumsikan bahwa


dan mempelajari literatur yang sudah pengundangan peraturan mempunyai kekuatan
dikumpulkan serta melakukan seleksi mengikat, mengikat setiap orang untuk
terhadap bahan-bahan yang diperlukan mengakui eksistensi peraturan tersebut. Dengan
saja sesuai dengan objek penelitian. demikian, pengundangan peraturan tersebut tidak
memerdulikan apakah masyarakat akan mampu
PEMBAHASAN mengakses peraturan tersebut atau tidak, apakah
masyarakat akan menerima peraturan tersebut
atau tidak. Disinilah muncul kelemahan dari teori
A. Sekilas Tentang Teori Fiksi Hukum fiksi hukum, Pemerintah dapat berbuat sewenang-
Menurut kamus hukum, fiksi atau dalam wenang pada masyarakat yang dianggap melanggar
Bahasa Latin fictio adalah angan-angan, bentuk aturan hukum dan menyampingkan ketidaktahuan
hukum, kontruksi hukum, bangunan hukum, di masyarakat atas hukum atau peraturan yang harus
samping peraturan perundang-undangan. Van ditaati (Rahman, http://strife-hukumindonesia.
Apeldoorn memberi pendapat, fictie atau fiksi blogspot.com/2008_08_01_archive.html,
adalah bahwa kita menerima sesuatu yang tidak diakses 15 Desember 2013).
benar sebagai sesuatu hal yang benar atau dengan Menurut, Saefuddin bahwa Teori/Asas Fiksi
kata lain kita menerima apa yang sebenarnya tidak Hukum diperlukan untuk mengantisipasi ketika
ada sebagai ada atau yang sebenarnya ada sebagai peraturan perundang-undangan itu diberlakukan
tidak ada(Sokonagoro, dkk, http://sokonagoro. terhadap seseorang yang belum mengetahui
blogspot.com/2008/04/menggali-makna- adanya suatu peraturan perundang-undangan.
peristilahan-hukum-dalam.html?m=1, diakses Tanpa adanya teori/asas fiksi hukum kemungkinan
15 Desember 2013). Fiksi hukum menyatakan banyak orang yang akan lolos dari jeratan peraturan
bahwa “setiap orang dianggap tahun akan undang- perundang-undangan (Saefuddin, 2009: 80).
undang”. Hal ini didasarkan pada satu alasan,
Jadi fiksi perundang-undangan itu
bahwa manusia mempunyai kepentingan sejak lahir
sebenarnya bukanlah tidak dapat dibuang. Akan
sampai mati.Setiap kepentingan manusia tersebut
tetapi bahwa ia sering dipakai terutama dapat
selalu diancam oleh bahaya di sekelilingnya.Oleh
dipahami dari sudut hasrat pembentuk undang-
karena itu manusia memerlukan perlindungan
undang untuk memperolehperumusan yang
kepentingan, yang dipenuhi oleh berbagai kaidah
singkat. Adakalanya juga pembentuk undang-
sosial yang salah satunya adalah kaidah hukum.
undang memakai fiksi, padahal pemakaian fiksi
Karena kaidah hukum melindungi kepentingan
itu dapat dihindarinya.Hukum yang tugasnya
manusia, maka harus dipatuhi manusia lainnya.
mengatur kehidupan masyarakat sebenarnya
Sehingga timbul kesadaran untuk mematuhi
tidak boleh dijelmakan dalam peraturan-peraturan
peraturan hukum, supaya kepentingannya sendiri
yang dalamperumusannya jelas bertentangan
terlindungi(Surono, 2013: 119).
dengan kenyataan. Adalah kewajiban ajaran
Dalam Ilmu Hukum, teori fiksi hukum hukum untuk sebanyak mungkin mengeluarkan
menyatakan bahwa diundangkannya sebuah fiksi dari perundang-undangan, dengan kata
peraturan perundang-undangan oleh instansi yang lain, mempersiapkan peraturan-peraturan yang
berwenang mengandaikan semua orang mengetahui sederhana (Rahman, Publisitas, Fiksi Hukum
peraturan tersebut. Dengan kata lain tidak ada dan Keadilan, http://strife-hukumindonesia.
alasan bagi pelanggar hukum untuk menyangkal blogspot.com/2008_08_01_archive.html,
dari tuduhan pelanggaran dengan alasan tidak diakses 15 Desember 2013 Pukul 15.37 WIB).
mengetahui hukum atau peraturannya(Rahman,
Sebenarnya pemakaian fiksi hukum dalam
http://strife-hukumindonesia.blogspot.
perundang-undangan dan dalam ajaran hukum
com/2008_08_01_archive.html, diakses 15
menyebabkan kerugian yang besar.Pemakaian
Desember 2013) yang dalam bahasa belanda
fiksi hukum tersebut mengakibatkan kebiasaan
dikenal dengan adagium ”ieder een wordt
para ahli hukum memakai fiksi dengan tidak
geacht de wet te kennen” (Ranggawidjaja,
semestinya. Karena dalam Undang-undang dan
1998; 91).
dalam literatur yang bersifat ilmu pengetahuan
hukum, ahli hukum seringkali mempergunakan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 253
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

fiksi.Akhirnya ahli hukum, karena terbiasa dengan Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan”
penggunaan fiksi hukum tersebut, menjadi sangat adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan
lancar mempergunakannya.Itulah sebabnya, dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
fiksi hukum memegang peranan juga dalam dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
pengadilan dan terkadang memegang peran yang bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
sangat berbahaya.Untuk hakim, fiksi adalah alat Asas kejelasan rumusan adalah bahwa
yang memikat, karena fiksi memberikan hakim setiap Peraturan Perundang-undangan harus
kemampuan untuk mencapai suatu keadaan yang memenuhi persyaratan teknis penyusunan
diinginkannya (Surono, 2013: 112). Peraturan Perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum
B. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-
yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
Undangan
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
Dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 pelaksanaannya.
disebutkan asas dalam pembentukan peraturan
Asas keterbukaan adalah bahwa dalam
perundang-undangan ada beberapa asas yang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus dipenuhi dalam pembentukan peraturan
mulai dari perencanaan, penyusunan,
perundang-undangan agar peraturan perundang-
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
undangan yang dihasilkan adalah peraturan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
perundang-undangan yang baik. Asas-asas tersebut
Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
yaitu: (a) kejelasan tujuan, (b) kelembagaan atau
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
pejabat pembentuk yang tepat; (c) kesesuaian
untuk memberikan masukan dalam Pembentukan
antara jenis, hierarki dan materi muatan; (d)
Peraturan Perundang-undangan.
dapat dilaksanakan; (e) kedayagunaan dan
kehasilgunaan, (f) kejelasan rumusana; dan(g) Selain dalam Undang-Undang Nomor 12
keterbukaan. Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dalam studi dan teori
Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap
perundang-undangan, paling tidak ada empat
pembentukan peraturan perundang-undangan
syarat bagi pengaturan perundang-undangan yang
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
baik, yaitu persyaratan secara filosofis, sosiologis,
dicapai.Asas ini bertujuan agar peraturan
yuridis dan teknik perancangan peraturan
perundang-undangan yang dibentuk tidak menjadi
perundangan-undangan yang baik (Soeprapto,
huruf mati karena tidak ada tujuan yang hendak
1998: 196). Adapun teknik perancangan
dicapai.
peraturan perundang-undangan yang baik itu
Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk harus memenuhi ketepatan struktur, ketepatan
yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perimbangan, ketepatan dasar hukum, ketepatan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga bahasa (peristilahan), ketepatan dalam pemakaian
negara atau pejabat pembentuk peraturan huruf dan tanda baca (Isrok, 2009: 15).
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
Selain keempat syarat tersebut, asas-asas
perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan
pembentukan peraturan negara yang baik juga
atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga
dikemukakan oleh I.C. van der Vlies dan membagi
negara atau pejabat yang tidak berwenang.
asas-asas yang formal dan asas-asas material,
Asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan sebagai berikut (Soeprapto, 2007: 253):
materi muatan adalah bahwa dalamPembentukan
1. Asas-asas yang formal meliputi:
Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai a. Asas tujuan yang jelas (beginsel van
dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang- duidelijke doelstelling);
undangan. b. Asas organ/lembaga tang tepat (beginsel
Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap van het juiste orgaan);
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan c. Asas perlunya pengaturan (het
harus memperhitungkan efektivitas Peraturan noodzakelijkheids beginsel);
Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat,
d. Asas dapatnya dilaksanakan (het
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
beginsel van uitvoerbaarheid);

254 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

e. Asas konsensus (het beginsel van pengutaraan dengan menggunakan ungkapan


consensus). kebesaran dan retorik hanya merupakan
2. Asas-asas yang material meliputi: tambahan yang menyesatkan dan mubazir;
a. Asas tentang terminologi dan sistematika 2. Istilah-istilah yang dipilih hendaknya bersifat
yang benar (het beginsel van duidelijke mutlak dan relatif, sehingga dengan demikian
terminologi en duidelijke systematiek); memperkecil kemungkinan munculnya
perbedaan pendapat yang individual;
b. Asas tentang dapat dikenali (het
beginsel van de kenbaarheid); 3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-
hal yang riil dan aktual dengan menghindari
c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum
hal-hal yang bersifat metaforis dan
(het rechtsgelijkheids beginsel);
hipotetis;
d. Asas kepastian hukum (het rechtszeker­
4. Hukum hendaknya tidak dirumuskan dalam
heidsbeginsel);
bahasa yang tinggi, oleh karena ia ditujukan
e. Asas pelaksanaan hukum sesuai kepada rakyat yang memiliki tingkat
keadaan individual (het beginsel van de kecerdasan rata-rata, bahasa hukum tidak
individuele rechtsbedeling). untuk latihan penggunaan logika melainkan
Selain yang dikemukakan oleh Vlies, hanya penalaran sederhana yang bisa
Purnadi Purbacaraka dan Sorjono Soekanto juga dipahami oleh orang rata-rata;
memperkenalkan 6 (enam) asas perundang-
undangan yaitu (Purbacaraka dan Soekanto, 5. Hukum hendaknya tidak merancukan pokok
1979: 15 – 19): masalah dengan pengecualian, pembatasan
atau pengubahan, gunakan semua itu jika
1. Undang-undang tidak berlaku surut;
benar-benar diperlukan;
2. Undang-undang yang dibuar oleh Penguasa
6. Hukum hendaknya tidak bersifat debatable
yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
(argumentatif) adalah bahaya merinci alasan-
yang lebih tinggi pula;
alasan karena hal itu akan menimbulkan
3. Undang-undang yang bersifat khusus konflik;
menyampingkan undang-undang yang
7. Lebih dari itu semua, pembentuk hukum
bersifat umum (lex specialis derogat lex
hendaknya mempertimbangkan masak-
generali);
masak dan mempunyai manfaat praktis dan
4. Undang-undang yang berlaku belakangan hendaknya tidak mengoyahkan sendi-sendi
membatalkan undang-undang yang berlaku pertimbangan dasar keadilan dan hakekat
terdahulu (lex posteriore derogat lex priori); permasalahan sebab hukum yang lemah tidak
5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; perlu dan tidak adil akan membawa seluruh
dan sistem perundang-undangan mendapat citra
6. Undang-undang sebagai sarana untuk buruk dan menggoyahkan legitimasi negara.
semaksimal mungkin dapat mencapai Lebih lanjut terdapat 8 (delapan) asas
kesejahteraan spritual dan material bagi atau principle of Legality yang disebutkan oleh
masyarakat maupun individu, melalui Lon L. Fuller dalam bukunya Morality of Law
pembaharuan atau pelestarian. sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo (1986: 91-
Dalam perspektif pembentukan peraturan, 92), yaitu:
Montesquieu, dalam karyanya L’esperit des 1. Suatu sistem hukum harus mengandung
Lois sebagaimana Sumali (2002:124 – 125) peraturan-peraturan. Yang dimaksud di sini
mengemuka­kan sejumlah persyaratan yang adalah bahwa ia tidak boleh mengandung
harus dipenuhi dalam pembentukan peraturan sekedar keputusan-keputusan bersifat ad
perundangan-undangan, yakni: hoc;
1. Gaya penuturannya hendaknya padat dan 2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu
sederhana. Ini mengandung arti bahwa harus diumumkan;

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 255
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku kesatuan bangsa. Ketiga, Stabilitatif, sebagai
surut, oleh karena apabila yang demikian itu pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian
tidak ditolak, maka peraturan itu tidak bisa dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara
dipakai untuk menjadi pedoman tinah laku. dan bermasyarakat. Keempat, Perfektif, sebagai
Membolehkan pengaturan berlaku surut penyempurna, baik terhadap sikap tindak
berarti merusak integritas peraturan yang administrasi negara maupun sikap tindak warga
ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang negara apabila terjadi pertentangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dan
akan datang;
kelima, Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam tindak, baik administrasi negara maupun warga
rumusan yang bisa dimengerti; negara apabila terjadi pertentangan hak dan
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung kewajiban untuk mendapatkan keadilan (Basah,
peraturan-peraturan yang bertentangan satu 1992: 13 – 14).
sama lain; Selain itu, tujuan keadilan dari hukum yang
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung menjadi harapan dari adanya suatu peraturan,
tuntutan yang melebihi apa yang dapat hendaknya dikemas dalam suatu mekanisme
dilakukan; yang mendukung hakekat keadilan itu sendiri.
Hukum harus memastikan bahwa suatu peraturan
7. Tidak boleh ada kebiasan untuk sering perundang-undangan tidak hanya seonggok kertas
mengubah-rubah peraturan sehingga tak bernyali, akan tetapi hukum harus memastikan
menyebabkan seorang akan kehilangan bahwa suatu peraturan dapat diimplementasikan,
orientasi; tanpa terkecuali (Surono, 2013: 107-108).
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang Dalam negara hukum yang modern, menurut
diundangkan dengan pelaksanaannya sehari- A. Hamid S. Attamimi, peraturan perundang-
hari. undangan mempunyai fungsi sebagai berikut
(Siallagan dan Yusdiansyah, 2008: 38):
C. Fungsi Pembentukan Peraturan 1. Memberikan bentuk pada endapan-endapan
Perundang-Undangan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dan hidup dalam masyarakat;
Tujuan dibentuknya negara Republik
Indonesia sebagaimana termaktub dalam 2. Produk fungsi negara di bidang pengaturan;
alinea keempat Pembukaan Undang-Undang dan
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 3. Metode dan instrumen ampuh yang
Tahun 1945 adalah “untuk melindungi segenap tersedia untuk mengatur dan mengarahkan
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan diharapkan.
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan Fungsi peraturan perundang-undangan
ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Sehingga sebagai metode dan instrumen ampuh untuk
pembentukan peraturan perundang-undangan ten­ mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat
tunya untuk mencapai tujuan dari pembentukan menuju cita-cita yang diharapkan yaitu untuk
negara tersebut. melindungi segenap bangsa Indonesia, tentunya
Jika dikaitkan dengan salah satu sumber bertentangan dengan pemberlakuan teori fiksi
hukum, peraturan perundang-undangan hukum. Di mana peraturan perundang-undangan
mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi yang dibentuk untuk melindungi segenap bangsa
hukum. Di mana menurut Sjahran Basah, bahwa Indonesia justru dinyatakan tetap berlaku kalaupun
ada 5 (lima) fungsi hukum yang disebutnya mereka tidak mengetahui adanya peraturan
dengan panca fungsi hukum yaitu: Pertama, perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan
Direktif, artinya hukum sebagai pengarah dalam teori fiksi hukum. Seyogianya, bahwa dalam
membangun untuk membentuk masyarakat yang negara hukum modern sekarang ini bahwa harus
hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan ada upaya untuk mengikis pemberlakuan teori
bernegara. Kedua, Integratif, sebagai pembina fiksi hukum.

256 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

D. Upaya Mengikis Keberlakuan Teori undang-undangan, proses penyebarluasan bukan


Fiksi Hukum lagi masuk sebagai proses pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan digantinya penger-
1. Penyebarluasan Peraturan Perundang- tian pembentukan peraturan perundang-undangan
Undangan dalam Pasal 1 angka 1 menjadi pembuatan pera-
Dalam penjelasan Pasal 88 ayat (1) turan perundang-undangan yang mencakup tahap
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang perencanaan, penyusun­an, pembahasan, pengesa-
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan han atau penetapan dan pengundangan.
disebutkan bahwa yang dimaksud penyebarluasan Ketentuan mengenai penyebarluasan
adalah kegiatan menyampaikan informasi kepada peraturan peraturan perundang-undangan
masyarakat mengenai Prolegnas, Rancangan diatur dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 95
Undang-Undang yang sedang disusun, dibahas Undang-Undang Nomr 12 Tahun 2011 tentang
dan telah diundangkan agar masyarakat dapat pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
memberikan masukan atau tanggapan terhadap Penyebarluasan undang-undang dilakukan oleh
peraturan perundang-undangan tersebut atau Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah sejak
memahami peraturan perundang-undangan yang penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan
telah diundangkan. Penyebarluasan Peraturan undang-undang, pembahasan Rancangan
Perundang-undangan tersebut dilakukan, misalnya undang-undang hingga pengundangan undang-
melalui media elektronik dan/atau media cetak. undang.Penyebarluasan undang-undang dapat
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun juga dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- khusus untuk undang-undang yang berkaitan
undanganproses penyebarluasan merupakan dengan fungsi Dewan Perwakilan Daerah.Untuk
proses yang terpisah dari proses pembentukan penyebarluasa peraturan daerah baik peraturan
peraturan perundang-undangan berbeda dengan daerah Provinsi maupun peraturan daerah
pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 10 kabupaten/kota dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Rakyat Daerah dan Pemerintah Provinsi atau
Perundang-undangan. Dalam pasal 1 angka 2 Kabupaten/Kota.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Ketentuan tentang penyebarluasan peraturan
Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa perundang-undangan dalam Undang-Undang
“pembentukan peraturan perundang-undangan Nomor 12 Tahun 2011 ini dilakukan untuk lebih
adalah proses pembuatan peraturan peraturan memperbaiki mekanisme dalam memberikan
perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai informasi dan/atau memperoleh masukan
dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, masyarakat serta para pemangku kepentingan
perumusan, pembahasan, pengesahan, dalam proses pembentukan peraturan perundang-
pengundangan dan penyebarluasan. undangan (Yani, 2013: 91).
Tetapi hal ini mendapat kritikan dari Maria Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa
Farida Indrati Soeprapto, yang mengatakan penyebarluasan seharusnya dilakukan mulai dari
bahwa pemakaian istilah penyebarluasan tahap paling awal yaitu ketika menyusun Program
adalah tidak tepat, oleh karena penyebarluasan Legislasi baik Program Legislasi Nasional maupun
(sosialisasi) selama ini dilakukan setelah suatu Program Legislasi Daerah. Sudah seharusnya juga
peraturan perundang-undangan selesai dibentuk, masyarakat mengetahui peraturan perundang-
artinya setelah disahkan atau ditetapkan dan undangan apa saja yang akan dibentuk untuk masa
diundangkan. Dengan demikian memasukkan satu tahun. Sehingga masyarakat dapat menilai
kata penyebarluasan dapat berakibat peraturan peraturan perundang-undangan apa saja yang
perundang-undangan tersebut dianggap belum memang sangat diperlukan dan mendesak dan apa
selesai proses pembentukannya, apabila seluruh saja yang dapat ditunda. Demikian juga setelah
masyarakat di Indonesia belum mengetahui berbentuk rancangan, wajib juga disebarluaskan
keberadaan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat.
tersebut (Soeprapto, 2007: 12). Penyebarluasan peraturan perundang-
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 12 undang­an disetujui usul DPR yang melihat bahwa
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Per­ penyebarluasan undang-undang dan peraturan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 257
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

daerah, semestinya melibatkan 2 (dua) pihak Tambahan Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
pembentuk undang-undang atau peraturan daerah. Ketentuan tentang penyebarluasan dalam UU
Penyebarluasan undang-undang dilakukan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan ini dilakukan untuk lebih memperbaiki
prolegnas, penyusunan RUU, Pembahasan RUU mekanisme dalam memberikan informasi dan/
hingga pengundangan undang-undang. Untuk atau memperoleh masukan masyarakat serta para
menyebarluaskan Prolegnas dilakukan bersama pemangku kepentingan dalam proses pembentukan
oleh DPR dan Pemerintah yang dikoordinasikan peraturan perundang-undangan (Ibid).
oleh Badan Legislasi DPR. Kemudian untuk Penyebarluasan Peraturan Perundang-
penyerbarluasan RUU yang berasal dari DPR undangan dapat dilakukan melalui media cetak,
dilaksanakan oleh Komisi/Panitia/badan/Badan media elektronik dan cara lainnya. Penyebarluasan
Legislasi DPR. Sedangkan penyebarluasan RUU melalui media cetak berupa lembaran lepas
yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh maupun himpunan. Sedangkan penyebarluasan
instansi pemrakarsa (Yani, Op. Cit: 90). melalui media elektronik dilakukan melalui situs
Ketentuan yang sama juga berlaku dalam web kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
penyebarluasan Perda, di mana penyebarluasan dan dapat diakses melalui website www.djpp.
dilakukan oleh DPRD bersama pemerintah daerah kemenkumham.go.id. Penyebarluasan dapat juga
sejak penyusunan prolegda, penyusunan Raperda, dilakukan dengan tatap muka atau dialog langsung
pembahasan Raperda, hingga pengundangan berupa ceramah, workshop/seminar, pertemuan
Raperda. Untuk penyebarluasan Prolegda ilmiah, konfrensi pers dan cara lainnya.(Raymon,
dilakukan bersama oleh DPRD dan pemerintah 2012: 48 – 49).
daerah yang dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Penyebarluasan peraturan perundang-
Daerah. Kemudian untuk penyebarluasan Raperda undangan dapat dilakukan dengan cara sebagai
yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh alat berikut (http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/
kelengkapan DPRD. Sedangkan penyebarluasan pengundangan-dan-penyebarluasan.html,
Raperda yang berasal dari gubernur atau bupati/ diakses 18 April 2016 Pukul 09.19 WIB):
walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah
1. Penyebarluasan peraturan perundang-
(Ibid).
undangan dapat dilakukan melalui media
Penyebarluasan undang-undang yang cetak, media elektronik, dan cara lainnya.
terdapat dalam UU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, selain menyebutkan bahwa 2. Penyebarluasan peraturan perundang-
penyebarluasan undang-undang dilakukan secara undangan melalui media cetak berupa
bersama oleh DPR dan Pemerintah, dapat pula lembaran lepas maupun himpunan.
melibatkan DPD dalam hal undang-undang 3. Penyebarluasan Lembaran Negara Republik
tersebut sepanjang berkaitan dengan otonomi Indonesia dalam bentuk lembaran lepas
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh
pengelolaan sumber daya alam dan sumber Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan undangan untuk disampaikan kepada
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
kementrian/Lembaga yang memprakarsai
Sementara penyebarluasan perda dilakukan
atau menetapkan peraturan perundang-
secara bersama oleh DPRD Provinsi atau DPRD
undangan tersebut, dan masyarakat yang
kabupaten/kota dengan gubernur atau bupait/
walikota (Ibid: 91). membutuhkan.
Adapun naskah peraturan perundang- 4. Penyebarluasan Lembaran Negara Republik
undangan yang disebarluaskan harus merupakan Indonesia dalam bentuk himpunan yang
salinan naskah yang telah diundangkan dalam dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Jenderal Peraturan Perundang-undangan
Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita untuk disampaikan kepada Lembaga Negara,
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non

258 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Departemen, Pemerintah Daerah, Dewan Daerah dan Pemerintah Daerah melalui Satuan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
terkait.
5. Penyebarluasan melalui media elektronik 2. Melibatkan Masyarakat Dalam Setiap
dilakukan melalui situs web Departemen Tahapan Pembentukan Peraturan
Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Perundang-Undangan
dapat diakses melalui website: www.djpp. Peraturan perundang-undangan merupakan
depkumham.go.id, atau lainnya. suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spritual
dan materil bagi masyarakat maupun pribadi,
6. Penyebarluasan dengan cara sosialisasi
melalui pelestarian ataupun pembaharuan. Artinya
dapat dilakukan dengan tatap muka atau
supaya pembuat peraturan perundang-undangan
dialog langsung, berupa ceramah workshop/ tidak sewenang-wenang atau supaya peraturan
seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi pers, perundang-undangan tersebut tidak menjadi huruf
dan cara lainnya. mati, maka perlu dipenuhi beberapa syarat, yakni
Untuk mengikis keberlakuan teori fiksi antara lain:
hukum, penyebarluasan peraturan perundang- 1. Keterbukaan dalam proses pembuatan
undangan harus lebih dioptimalkan lagi khususnya undang-undang;
penyebarluasan melalui media cetak dan melalui
cara sosialisasi atau bertatap langsung dengan 2. Pemberian hak kepada warga masyarakat
masyarakat. Penyebarluasan melalui media untuk mengajukan usul-usul tertentu, melalui
elektronik khususnya internet masih kurang cara-cara:
memadai karena belum semua daerah di Indonesia a. Penguasa setempat mengundang mereka
terjangkau oleh jaringan internet. yang berminat untuk menghadiri suatu
Selain itu, agar penyebarluasan peraturan pembicaraan mengenai peraturan
perundang-undangan lebih efektif, setiap kegiatan tertentu yang akan dibuat:
yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan hukum b. Suatu departemen tertentu, mengundang
juga disertai dengan pemberitahuan tentang telah organisasi-organisasi tertentu untuk
diundangkannya peraturan perundang-undangan
mem­berikan masukan bagi suatu
yang baru. Baik itu peraturan perundang-undangan
rancangan peraturan perundang-
pusat maupun peraturan perundang-undangan
undangan yang sedang disusun;
daerah. Dengan melihat peraturan perundang-
undangan mana yang lebih bersentuhan langsung c. Acara dengar pendapat di Dewan
dengan masyarakat yang akan disuluh. Sebagai Perwakilan Rakyat(Soekanto, 2013:
contoh, untuk masyarakat pedesaan perlu dilihat 13);
peraturan perundang-undangan mana yang Partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan
bersentuhan langsung, misalnya Undang-Undang pembentukan peraturan perundang-undangan
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum harus benar-benar dilindungi oleh negara dalam
atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pelaksanaannya, agar prinsip-prinsip demokrasi
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tidak terlanggar oleh penguasa.Sehingga
Tangga. penyediaan ruang publik atau partisipasi
Hal ini berarti bahwa untuk lebih masyarakat merupakan tuntutan mutlak dalam
mengoptimalkan proses sosialiasi atau sebuah negara demokrasi seperti Indonesia
penyebarluasan peraturan perundang-undangan (Indrayanto, Jurnal Legislasi Indonesia Vol.
menjadi tanggung jawab lembaga pembentuk 10 No. 3 – September 2013: 233).
peraturan perundang-undangan. Untuk peraturan Hal ini berarti bahwa setiap peraturan
perundang-undang pusat otomatis menjadi perundang-undangan yang akan dibentuk harus
tanggung jawab Dewan Perwakilan Rakyat dan melibatkan masyarakat. Baik melalui dengar
Pemerintah melalui semua kementerian yang ada. pendapat langsung atau melalui per­wakil­
Juga untuk peraturan perundang-undangan daerah an organisasi-organisasi masyarakat. Tetapi,
menjadi tugas dari Dewan Perwakilan Rakyat hal ini sering tidak dilaksanakan. Tidak ada
dengar pendapat, tidak ada pertemuan dengan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 259
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

perwakilan organisasi masyarakat, tiba-tiba ada undangan menjadi penting karena, Pertama,
keluar peraturan perundang-undangan.Sehingga menjaring pengetahuan, keahlian atau
masyarakat tidak mengetahui bahwasanya ada pengalaman masyarakat sehingga peraturan
peraturan perundang-undangan yang baru. perundang-undangan benar-benar memenuhi
Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan syarat peraturan perundang-undangan yang baik,
peraturan perundang-undangan juga merupakan Kedua, menjamin peraturan perundang-undangan
implementasi dari salah satu asas pembentukan sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam masyarakat (politik, ekonomi, sosial dan lain-
Pasal 5 huruf g UU No. 12 Tahun 2011 yaitu asas lain); Ketiga, menumbuhkan rasa memiliki (sense
keterbukaan. Bahwa dalam proses pembentukan of belonging), rasa bertanggungjawab (sense
peraturan perundang-undangan, masyarakat of responsibility dan sense of accountability)
harus dilibatkan langsung dalam semua tahapan atas peraturan perundangan-undangan tersebut
pembentukan peraturan perundang-undangan. (Sirajuddin,dkk, 2007: 187).
Pembentukan peraturan perundang-undangan Selama ini pelibatan partisipasi masyarakat
pada dasarnya harus melewati beberapa tahapan, di dalam pembentukan peraturan perundang-
mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, undangan terkesan hanya formalitas belaka. Karena
pembahasan dan pengesahan dan penetapan serta itu dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
pengundangan.Namun, tahapan-tahapan tersebut tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
tentu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan undangan ber­usaha diperbaiki partisipasi
atau kondisi. Dengan demikian, agar masyarakat masyarakat tersebut dengan memperjelas kategori
mengetahui bahwa akan dibentuk suatu peraturan kelompok kepentingan yang disebut masyarakat,
perundang-undangan yang baru, maka masyarakat yaitu orang perseorangan atau kelompok/
sudah seharusnya dilibatkan dalam semua tahapan organisasi masyarakat, kelompok profesi,
pembentukan peraturan perundang-undangan. lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
adat. Kemudian setiap kelompok masyarakat
Dalam hal penyusunan program legislasi
yang mempunyai kepentingan atas substansi
nasional/program legislasi daerah, masyarakat
rancangan peraturan perundang-undangan dapat
seyogianya harus dilibatkan untuk menjaring
memberikan masukan atau partisipasinya secara
peraturan perundang-undangan apa saja yang paling
lisan dan/atau rapat dengar pendapat umum,
dibutuhkan oleh masyarakat sehingga program
kunjungan kerja, sosialisasi, seminar, lokakarya
legislasi nasional/program legislasi daerah sejalan
dan/atau diskusi. Selain itu, perbaikan partisipasi
dengan aspirasi yang ada di masyarakat. Dengan
dalam undang-undang Pembentukan Peraturan
mengetahui peraturan perundang-undangan
Perundang-undangan dilakukan agar dapat
apa saja yang akan dibentuk, masyarakat dapat
memberikan kemudahan kepada masyarakat
mengawal agar peraturan perundang-undangan
dalam memberikan masukan atau mengakses
yang sudah diprogramkan dapat dibentuk tepat
informasi terkait dengan pembentukan peraturan
waktu. Juga dapat mengkritisi jika program yang
perundang-undangan (Yani, Op. Cit,: 91 – 92).
sudah disusun tidak dapat tercapai tepat pada
waktunya. Pada dasarnya partisipasi masyarakat
bukanlah tujuan akhir. Tujuan sebenarnya
Ketentuan Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang
adalah memberikan ruang yang lebih luas
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
kepada masyarakat pada umumnya agar mampu
Peraturan Perundang-undangan disebutkan
memberikan pengaruh yang berarti terhadap
bahwa “untuk memudahkan masyarakat dalam
proses pemerintahan dalam arti luas (Halim dan
memberikan masukan secara lisan dan/atau
Putera, 2013:107). Sehingga secara hukum, hak
tertulis, setiap rancangan peraturan perundang-
masyarakat untuk berpartisipasi akan terlanggar
undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh
jika pembentuk peraturan perundang-undangan
masyarakat”. Tetapi, pada kenyataannya untuk
tidak membuka ruang untuk itu. Jika hal itu
mendapatkan rancangan peraturan perundang-
terjadi, sebuah peraturan perundang-undangan
undangan sangat sulit, terutama peraturan
dapat dikatakan tidak memenuhi syarat formal
perundang-undangan tingkat daerah.
peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat
Padahal, partisipasi masyarakat dalam dijadikan sebagai alasan untuk melakukan uji
proses pembentukan peraturan perundang-

260 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

formal ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah tentu yang diundang untuk memberikan pendapat
Agung (Isra, 2010: 292). adalah yang berkepentingan langsung yaitu
Selain pelibatan masyarakat dalam proses Advokat itu sendiri.
pembentukan peraturan perundang-undangan, Dengan diberikannya hak untuk memberikan
Menurut Yuliandri, dalam proses pembentukan pendapat dalam penyusunan peraturan perundang-
peraturan perundang-undangan yang undangan diharapkan masyarakat dapat berperan
berkelanjutan dan partisipatif, perlu dilakukan aktif sehingga peraturan perundang-undangan
upaya-upaya yang dapat ditempuh yaitu (1) yang dibentuk betul-betul peraturan perundang-
perlunya perencanaan pembentukan undang- undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
undang melalui penyusunan naskah akademis, (2) banyak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
adanya partisipasi masyarakat atau publik dalam Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan
pembentukan peraturan perundang-undangan dan dalam proses pembentukan peraturan perundang-
(3) perlu kesesuaian antara materi muatan dengan undangan. Karena dengan wilayah Indonesia
persyaratan pembentukan peraturan perundang- yang sangat luas dan suku, budaya dan bahasa
undangan (Yuliandri, 2010: 168). yang beraneka ragam, tentu kebutuhan dari tiap-
tiap masyarakat pasti berbeda-beda tiap-tiap
3. Masyarakat Harus Pro-Aktif daerah.Perbedaan-perbedaan inilah yang harus
Untuk menyebarluaskan peraturan per­ ditampung dan diakomodasi dalam suatu peraturan
undang-undangan yang sangat banyak perundang-undangan. Sehingga apabila diadakan
jumlahnya, sangat mustahil hanya dilaksanakan dan diundang dalam rapat dengar pendapat umum,
oleh Pemerintah saja baik Pemerintah Pusat kunjungan kerja, sosialisasi, seminar/lokakarya
maupun Pemerintah Daerah.Semua elemen dan/atau diskusi, masyarakat diharapkan turut
masyarakat harus turut berperan aktif dalam hadir dan memberikan masukan bagi peraturan
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan perundang-undangan yang akan dibentuk.
yang berlaku di Indonesia.Terutama peraturan Peran pro-aktif dari masyarakat bukan hanya
perundang-undangan yang berkaitan langsung dapat dilakukan pada saat pembentukan peraturan
dengan masyarakat.Masyarakat juga diharapkan perundang-undangan. Tetapi harus pro-aktif juga
berperan aktif mencari dan mengakses peraturan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah
perundang-undangan yang ada. Konstitusi dan Mahkamah Agung jika ada
Dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-
12 Ta­hun 2011 tentang Pembentukan Peraturan undangan yang bertentangan dengan peraturan
Perundang-undangan diatur mengenai partisipasi perundang-undangan lebih tinggi dan melanggar
masyarakat dalam proses pembentukan peraturan hak konstitusionalnya sebagai warga negara.
perundang-undangan. Di mana masyarakat Dalam rangka optimalisasi partisipasi
diakomodir haknya untuk memberikan masukan masyarakat yang pro-aktif, Rival G. Ahmad, dkk,
secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan mengajukan 8 (delapan) prinsip yaitu (Ahmad,
peraturan perundang-undangan yang dapat dkk, 109):
dilakukan melalui: 1. Adanya kewajiban publikasi yang efektif;
a. rapat dengan pendapat umum; 2. Adanya kewajiban informasi dan dokumentasi
b. kunjungan kerja; yang sistematis, bebas dan mudah diakses;
c. sosialisasi; dan/atau 3. Adanya jaminan prosedur dan forum yang
d. seminar, lokakarya dan/atau diskusi. terbuka dan efektif bagi masyarakat untuk
Tetapi, tidak semua masyarakat akan terlibat dalam mengawasi proses sejak
diundang untuk memberikan pendapat dalam perencanaan;
setiap pembentukan peraturan perundang- 4. Adanya prosedur yang menjamin publik bisa
undangan. Hanya orang perseorang atau kelompok mengajukan RUU selain anggota DPR, DPD
orang yang mempunyai kepentingan atas substansi dan Pemerinah;
rancangan peraturan perundang-undangan.Tidak
5. Adanya pengaturan yang jelas mengenai
mungkin untuk membentuk undang-undang
tentang Advokat yang diundang masyarakat adat, dokumen dasar yang wajib tersedia dan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 261
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

bebas diakses oleh publik, misalnya tersebut, maka teori fiksi hukum dapat diterapkan
naskah akademik dan rancangan peraturan kepadanya.Sehingga dia tetap dikenakan hukuman
perundang-undangan; walaupun dia mengaku tidak mengetahui adanya
6. Disediakan jaminan banding bagi publik peraturan perundang-undangan tersebut.
apabila proses pembentukan peraturan Selain itu, mengingat banyaknya jumlah
perundang-undangan tidak dilakukan secara peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan
partisipatif; diundangkan dalam satu tahun, disarankan agar
proses publikasi atau penyebarluasan peraturan
7. Adanya pengaturan jangka waktu yang perundang-undangan dilakukan secara selektif
memadai untuk semua proses penyusunan, dengan melihat audiensinya. Penyebarluasan
pembahasan RUU dan diseminasi UU yang dilakukan kepada masyarakat yang berpotensi
telah dilakukan; dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan
8. Adanya pertanggungjawaban yang jelas yang perundang-undangan yang dibentuk.Sehingga
memadai bagi pembentuk undang-undang penyebarluasannya lebih efektif dan efisien.
yang dengan sengaja menutup peluang Untuk mengikis pemberlakuan teori
masyarakat untuk berpartisipasi. fiksi hukum dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan di Indonesia seyogianya
KESIMPULAN mengedepankan 2 (dua) hal yaitu publikasi
oleh lembaga pembentuk peraturan perundang-
Teori fiksi hukum dalam perkembangan undangan dan partisipasi aktif dari masyarakat
hukum di Indonesia tidak dapat segera dilepaskan dalam prosesnya.
atau dibuang begitu saja, mengingat jumlah
peraturan perundang-undangan yang diundangkan
sangat banyak jumlahnya. Tetapi, pemberlakuan
teori fiksi hukum itu harus memenuhi dua syarat
yaitu harus ada upaya dari Pemerintah, baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
untuk mempublikasikan dan mensosialisasikan
setiap peraturan perundang-undangan yang
dibentuk sesuai dengan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Syarat yang kedua harus ada upaya dari masyarakat
untuk mengetahui dan mengakses peraturan
perundang-undangan yang ada.
Hal ini berarti bahwa jika suatu peraturan
perundang-undangan tidak dipublikasikan oleh
pemerintah, maka teori fiksi tersebut tidak dapat
diterapkan bagi orang yang melanggar ketentuan
dalam peraturan tersebut. Artinya jika ada
seseorang ditangkap karena melanggar hukum
dengan alasan bahwa ia tidak mengetahui adanya
aturan tersebut. Maka harus dilihat apakah ada
upaya dari pemerintah untuk mempublikasikan
peraturan perundang-undangan tersebut dan
apakah ada upaya dari orang tersebut untuk
mencari informasi dan mengakses peraturan
perundang-undangan tersebut.Jika kemudian dia
terbukti tidak berusaha untuk mencari peraturan
perundang-undangan sedangkan pemerintah sudah
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan

262 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)


Jurnal Penelitian Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR KEPUSTAKAAN Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu


Perundang-undangan; Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta,
Basah. Sjahran, Perlindungan Hukum terhadap 1998.
Sikap Tindakan Administrasi Negara,
, Ilmu Perundang-Undangan; Jenis,
Alumni, Bandung, 1992.
Fungsi dan Materi Muatan, Kanisius,
Halim. Hamzah dan Putera. Kemal Redindo Jakarta, 2007.
Syahrul, Cara Praktis Menyusu &
Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di
Merancang Peraturan Daerah; Suatu
Bidang Peraturan Pengganti UU (Perpu),
Kajian Teoretis & Praktis Disertai
UMM Press, Malang, 2002.
Manual, Kencana, Jakarta, 2013.
Surono. Agus, Fiksi Hukum dalam Pembuatan
Indaryanto, Wisnu, Keterlibatan Masyarakat
Peraturan Perundang-undangan,
dalam Proses Pembentukan Peraturan
Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta,
Perundangan-undangan, Jurnal Legislasi
2013.
Indonesia Vol. 10 No. 3 – September 2013,
Jakarta, 2013. Yani. Ahmad, Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang Responsif;
Isrok, Korelasi antara Peraturan Daerah
Catatan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang
(Perda) Bermasalah dengan Tingkat
Pembentukan Peraturan Perundang-
Investasi ke Daerah, Jurnal Hukum Ius
undangan, Konstitusi Press, Jakarta, 2013.
Quin Iustum Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta No. 4 Volume Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan
16, Oktober 2009. Perundang-undangan yang Baik; Ga-
gasan Pembentukan Undang-Undang
Raharjo. Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni,
Berkelanjut­an, Rajawali Press, Jakarta,
Bandung, 1986.
2010.
Raymon, Materi Substansi Peraturan
Perundang-undangan, BPSDM Hukum da Peraturan Perundang-Undangan
HAM, Jakarta, 2012. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Saifuddin, Partisipasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.
undangan, FH UII Press, Yogyakarta, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
2009. Pembentukan Peraturan Perundang-
Siallagan. Haposan dan Yusdiansyah. Efik, Ilmu undangan.
Perundang-undangan di Indonesia, UHN
Internet
Press, Medan, 2008.
Asshiddiqie. Jimly, Peran Advokat Dalam
Sirajuddin, dkk, Legislative Drafting;
Penegakan Hukum, Jimly.com. Diakses 15
Pelembagaan Metode Partisipatif dalam
Desember 2013 Pukul 13.25 WIB.
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, MCW dan Yappika, Jakarta, A.P.Edi Atmaja, Menggugat Asas Fiksi Hukum,
2007. h t t p : / / w w w. r i a u p o s . c o m / 8 5 7 - o p i n i -
menggugat-asas-fiksi-hukum-.html, diakses
Soekanto. Soerjono dan Mamudji. Sri, Penelitian
15 Desember 2013 Pukul 13.52 WIB.
Hukum Normatif; Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Ketidaktahuan Undang-Undang tak Dapat
2009. Dibenarkan, http://www.hukumonline.com/
berita/baca/lt4dc100992a35a/ketidaktahuan-
, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
undangundang-tak-dapat-dibenarkan,
Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta,
diakses 16 Desember 2013 Pukul 12.20
2013.
WIB.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 3, September 2016: 251 - 264 263
Jurnal Penelitian Hukum

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Rahmat Setiabudi Sokonagoro,dkk, Menggali


Makna Peristilahan Hukum dalam Bahasa
Hukum Indonesia, http://sokonagoro.
blogspot.com/2008/04/menggali-makna-
peristilahan-hukum-dalam.html?m=1,
diakses 15 Desember 2013 Pukul 15.24
WIB.
Yustisia Rahman, Publisitas, Fiksi Hukum dan
Keadilan, http://strife-hukumindonesia.blog-
spot.com/2008_08_01_archive.html, diakses
15 Desember 2013 Pukul 15.37 WIB.

264 Mengkritisi Pemberlakuan Teori Fiksi... (Ali Marwan HSB)

Anda mungkin juga menyukai