Disusun Oleh :
Kelompok 4
Dosen :
Prof. Dr. Ir. I Ny. Jaya Wistara M.S.
1. Pengertian Pirolisis
Menurut (Harto 2021), Pirolisis merupakan suatu proses dekomposisi
termokimia yang terjadi pada bahan organik (biomassa) melalui proses
pemanasan dengan tanpa oksigen dimana material mentah akan mengalami
pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Akan terjadi penguraian akibat
bahan organik terjadi pemanasan tanpa udara dan diberikan suhu yang cukup
tinggi. Proses pirolisis berlangsung pada suhu diatas 300°C dalam waktu 4-7 jam.
Tujuan dari pirolisis yaitu proses termal untuk menghasilkan sebuah liquid
extract dari biomassa. Selain itu motivasi dari pirolisis sendir memaksimalkan
produk liquid dengan meminimalkan produk char (solid). Kasus khusus dari
thermolysis terkait dengan proses kimia charing dan yang paling sering
digunakan yaitu bahan organic pada pirolisis.
Pada pembakaran pirolisis udara tidak diperlukan udara, dikarena
keberadaan udara akan mengakibatkan bahan bakar padat terbakar sempurna
menjadi abu sehingga tidak menghasilkan arang, dan pembakaran pirolisis.
Pemecahan unsur kimia pada bahan pirolisis menjadi molekul-molekul kecil
yang ringkas dan menjadi fase gas dengan menggunakan energi yang diperoleh
penggunaan energi yang sangat besar (Qiram et al. 2015). Beberapa faktor yang
mempengaruhi pirolisis yaitu kadar air, ukuran partikel, bahan, temperature,
waktu, dan tipe pirolisis (Udyani et al. 2019).
Karakteristik pirolisis campuran menampilkan 3 macam grafik
karakteristik pirolisis, yaitu massa, laju penurunan massa dan temperature. Sesuai
dengan teori pirolisis padatan bahwa pirolisis biomassa dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu (Ridhuan et al. 2019) :
1. Fase pengeringan; terjadi pada suhu 200°C. Tahap yang pertama adalah
pengeringan yang ditandai dengan penurunan massa yang berjalan secara
lambat. Massa yang hilang pada saat proses pengeringan adalah massa cairan
yang terdapat pada sampel. Massa yang hilang dapat digunakan untuk
menghitung kadar air. Pada suhu ini akan mengalami reaksi endotermik yang
dimana akan bereaksi menyerap sebuah panas (Ridhuan dan Irwan 2019).
2. Fase pirolisis pada suhu 200–500°C. Tahap kedua adalah devolatilisasi yang
ditandai dengan penurunan massa yang sangat cepat. Cepat atau lambatnya
proses devolatilisasi tergantung pada persentase volatile matter yang
terkandung dalam bahan. Tahap ini merupakan reaksi eksoterm yang dimana
biomassa akan menjadi arang dikarenakan panas yang dihasilkan akan lebih
besar dari yang diterima (Ridhuan dan Irwan 2019).
3. Fase evolusi gas: terjadi pada suhu 500– 200°C. Tahap ketiga adalah
karbonasi yang ditandai penurunan massa yang kembali melambat.
4. Kinetika Pirolisis
Kinetika reaksi adalah ilmu yang mempelajari tentang kecepatan reaksi
kimia secara kualitatif dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
kimia tersebut (Ismiyati 2013). Selain kecepatan reaksi, kinetika kimia juga
mempelajari hal berikut :
a. Aspek fisik
- Pengeringan (100°C) : air bebas dan air terikat dilepaskan yang mana
air bebas menguap dan kemudia panas dialirkan ke dalam biomassa
- Initial stage (100-200°C) : terjadinya pelepasan air dan berat molekul
rendah gas seperti CO dan CO2, proses ini juga dinamakan torefaksi.
- Intermediate stage (>200°C) : pirolisis primer dan berkisar pada suhu
200-600 C. uap atau prekursor untuk bio-oil dihasilkan pada tahap ini,
menghasilkan arang primer.
- Final stage (300-900°C) : tahap akhir dari pirolisis yang melibatkan
perengkahan volatil menjadi arang dan gas yang tidak dapat
terkondensasi, namun jika dibiarkan lebih lama maka molekul yang
relatif besar terkondensasi dan menghasilkan arang tambahan (arang
sekunder).
b. Aspek kimia
- Selulosa : dekomposisi selulosa dilakukan secara multi tahap yang
komplek yaitu pra reaksi, reaksi 2 (dehidrasi : mendominasi pada suhu
yang rendah dan laju pemanasan lambat), dan reaksi 3 (depolimerisasi:
mendominasi pada laju pemanasan yang cepat melibatkan proses
dehidrasi, dekarboksilasi, dan karbonisasi)
- Hemiselulosa : menghasilkan banyak gas, tar dan arang sedikit
dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa mengalami dekomposisi
termal yang cepat dengan suhu rendah. Dalam pirolisis kayu yang lambat,
pirolisis hemiselulosa dimulai pada suhu 130-194°C, selebihnya
terdekomposisi diatas 180°C.
- Lignin : menghasilkan biasanya menghasilkan sekitar 55% arang, 15%
tar, 20% komponen air (asam pyroligneous), dan sekitar 12% gas. Tar
yang dihasilkan mengandung senyawa fenolik dan bagian yang cair
terdiri dari metanol, asam asetat, aseton, dan air. Lignin sulit
terdekomposisi, biasanya dimulai pada suhu 280-500°C.
Dari 3 model tersebut yang paling umum digunakan adalah one-step global
single reaction karena modelnya sederhana untuk menggambarkan dekomposisi
biomassa (Guo dan Lua 2001). Menurut Basu (2010) persamaan reaksinya adalah
6. Biochar
● Karakteristik dan Manfaat Biochar
Biochar merupakan produk dari proses dekomposisi termal atau
karbonisasi dari bahan organik (tanaman, kayu, serbuk kayu, dan kotoran
hewan) pada temperatur tertentu dan dalam kondisi tanpa oksigen (O2).
Secara kimia maupun biologi, karbon pada biochar lebih stabil bila
dibandingkan dengan karbon pada bahan organik dan hasil dekomposisinya.
Lehman et al. (2009) dan Gani (2009) menyebutkan bahwa tanah yang
mengandung biochar dapat menyimpan karbon secara stabil selama ratusan
bahkan ribuan tahun. Namun, perlu diketahui bahwa peranan biochar sebagai
penyimpan karbon maupun sebagai bahan amelioran tergantung pada
karakteristiknya.
Sementara itu, karakteristik biochar ditentukan oleh bahan baku dan
proses pembuatannya. Karakteristik biochar sangat bergantung pada proses
pembuatan (pirolisis). Kondisi pirolisis dibagi menjadi empat jenis yang
berbeda, yaitu gasifikasi, pirolisis cepat, menengah, dan lambat. Kondisi
gasifikasi (> 800°C) menghasilkan produk dominan berupa gas. Kondisi
pirolisis cepat (600-700°C) dan menengah (500-600°C) menghasilkan produk
dominan berupa bio-oil (minyak). Sedangkan pirolisis lambat dengan suhu (<
400°C) menghasilkan produk dominan berupa padatan atau biochar (Sohi et
al. 2009).
Selain kondisi pirolisis, karakteristik biochar bergantung pada bahan
baku atau biomassa yang digunakan. Limbah yang bisa digunakan serta
memiliki potensi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biochar, yaitu
limbah kayu (serbuk kayu) dan limbah pertanian (sekam padi, tongkol jagung,
tandan kosong kelapa sawit, dan ampas tebu). Tingginya potensi limbah ini
akan menjadi masalah lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan baik.
Pembuatan biochar dari berbagai limbah biomassa tanaman akan memiliki
kualitas yang berbeda sesuai dengan bahan bakunya (Septiana 2017).
Penggunaan biochar dalam campuran tanah dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara, peningkatan kapasitas resapan air, dan aktivitas
mikroba tanah (Song et al. 2020). Biochar juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar dan arang aktif jika dilakukan aktivasi. Selain itu, biochar dapat
memberikan keuntungan bagi lingkungan sebagai penyimpan karbon yang
stabil dan dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Dengan begitu,
aplikasi teknologi biochar dengan cepat dapat memberikan dua keuntungan
sekaligus, yaitu menghasilkan energi terbarukan dan menghasilkan bahan
pembenah tanah untuk meningkatkan produksi pertanian. Dampak akhir dari
kedua keuntungan ini juga berpotensi mereduksi gas rumah kaca (GRK) yang
dapat dimanfaatkan sebagai salah satu strategi mitigasi GRK khususnya dalam
bidang pertanian (Kauffman et al. 2014).
● Potensi Biochar
Global warming akibat meningkatnya emisi CO2 dan gas rumah kaca
lainnya ke atmosfer belakangan ini menjadi perhatian masyarakat
internasional. Penyerapan karbon oleh tanah melalui praktik pengelolaan yang
lebih baik telah diidentifikasi sebagai pilihan untuk mengurangi emisi CO2.
Manfaat penggunaan bahan organik sebagai bahan peningkat kualitas tanah,
terutama di daerah tropis, bersifat jangka pendek karena proses dekomposisi
yang cepat. Oleh karena itu, bahan organik harus ditambahkan ke tanah setiap
tahun untuk menjaga produktivitas. Biochar dapat mengatasi keterbatasan ini.
Biochar secara tradisional digunakan oleh beberapa petani di pedesaan.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa biochar dapat meningkatkan
kesuburan tanah.
Keunggulan biochar terletak pada dua sifat utamanya: afinitas yang
tinggi terhadap unsur hara dan stabilitas yang sangat baik di dalam tanah.
Kedua sifat ini dapat dimanfaatkan untuk memecahkan beberapa masalah
utama yang dihadapi pertanian dalam beberapa tahun terakhir, seperti
degradasi lahan dan ketahanan pangan, polusi air pestisida, dan perubahan
iklim (Gani 2009). Di banyak negara maju dan berkembang, biochar
merupakan landasan sistem pertanian berkelanjutan, sementara sifat
karbon-negatifnya mengurangi dampak perubahan iklim global. Penggunaan
biochar dalam skala besar relatif baru di Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah berperan penting dalam memberikan pemahaman dan pembinaan
kepada masyarakat luas, khususnya petani, tentang pentingnya biochar
sebagai pembenah tanah untuk mendukung keberlanjutan pertanian di masa
depan.
Biochar sendiri terdiri dari biomassa yang berasal dari lingkungan.
Pemakaian biochar terbukti telah meningkatkan produksi tanaman padi
sebesar 1,3 ton/ha untuk studi kasus di lahan pertanian Kampung Rawasari,
Distrik Malind, Kabupaten Merauke. Pemakaian biochar di lahan pertanian
dapat meningkatkan simpanan karbon dalam tanah, karena biomassa yang
dibakar mengandung karbon tinggi (Widiastuti dan Lantang 2017).
Beberapa negara telah menetapkan suatu kebijakan untuk
mengembangkan biochar dalam skala industri guna meningkatkan simpanan
karbon di dalam tanah. Jika dikaitkan dengan kepedulian terhadap pemanasan
global yang disebabkan oleh emisi CO2 dan sumber gas rumah kaca lainnya,
maka pemanfaatan biochar sebagai bahan peningkat kualitas tanah memiliki
prospek yang cukup baik. Dengan kata lain, teknologi pemanfaatan
(pengolahan) biochar merupakan salah satu solusi cepat untuk mengurangi
pengaruh pemanasan global yang berasal dari lahan pertanian dan juga
merupakan salah satu alternatif untuk mengelola limbah pertanian dan
kehutanan. Oleh karena itu, biochar memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan sebagai penunjang kualitas tanah pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Basu, P.. 2010. Biomassa Gasification and Pyrolysis Practical Design and Theory.
Elsevier.
Gani A. 2009. Potensi arang hayati biochar sebagai komponen teknologi perbaikan
produktivitas lahan pertanian. Iptek Tanaman Pangan. 4(1): 35-36.
Guo J, Lua AC. 2001. Kinetic Study on Pyrolytic Process of Oil-palm Solid Waste
Using Two-Step Consecutive Reaction Model, Biomass and Bioenergy 20,
223-233.
Hartono MNA. 2021. Perancangan Alat Pirolisis Sampah Plastik Menjadi Minyak
dengan Reaktor Ganda [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
Ismiyati. 2013. Kajian model kinetika sebagai parameter dalam pengandaan skala
(scale up) produksi natrium lignosulfonat berbasis lignin isolat. Konversi.
2(2): 1-7.
Kauffman N, Dumortier J, Hayes DJ, Brown Rc, Laird DA. 2014. Producing energy
while sequestering carbon? The relationship between biochar and
agricultural productivity. Biomass and Bioenergy 63 (2014) 167-176.
http://dx.doi.org/10.1016/j.biombioe.2014.01.049. Elsevier Ltd. All rights
reserved.
Koufapanos CA, Papayannos N, Marchio G, Lucchesi A.1991. Modeling The
Pyrolysis of Biomass Particle: Studies on Kinetics, Thermal and Heat Transfer
Effects. The Canadian J. Chem Eng 69 ; 907-915.
Lehmann J, Joseph S. 2009. Biochar for environmental management: science,
technology and implementation. London (UK): earthscan. pp 1-12.
Prabir B. 2013. Biomass Gasification,Pyrolysis, and Torrefaction Practical Design
and Theory. London (UK): Elsevier Inc.
Qiram I, Widhiyanuriyawan D, Wijayanti W. 2015. Pengaruh variasi temperatur
terhadap kualitas Chair pirolisis serbuk kayu mahoni (Swietenia macrophylla)
pada klin. Jurnal Rekayasa Mesin. 6(1): 39-44.
Ridhuan K dan Irawan D. 2019. Pengaruh jenis biomassa terhadap karakteristik
pembakaran dan hasil bioarang asap cair dari proses pirolisis. Jurnal
Mechanical. 10(1): 7-14.
Ridhuan K, Irawan D, Inthifawzi R. 2019. Proses pembakaran pirolisis dengan jenis
biomassa dan karakteristik asap cair yang dihasilkan. Jurnal Program Studi
Teknik Mesin UM Metro. 8(1): 69-78. DOI:
http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo
Septiana LM. 2017. Karakteristik dan kualitas biochar dari berbagai limbah biomassa
tanaman pada pirolisis suhu rendah [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sharma A, Pareek V, Zhang D. 2015. Biomass pyrolysis—A review of modelling,
process parameters and catalytic studies, Renewable and Sustainable Energy
Reviews.50(1).1081– 1096. Ridhuan K, Irawan D, Inthifawzi R.2019. Proses
pembakaran pirolisis dengan jenis biomassa dan karakteristik asap cair yang
dihasilkan. Turbo. Jurnal Program Studi Teknik Mesin.8(1):69-78.
Sohi S, Lovez CE, Krull E, Bol R. 2009. Biochar, climate change and soil: A review
to guide future research. CSIRO land and water science Report series. pp
1834-6618.
Udayani K, Ningsih E, Arif M. 2018. Pengaruh temperatur pirolisis terhadap yield
dan nilai kalor bahan bakar cair dari bahan limbah kantong plastik. Jurnal
ITASTS (Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya).
Widiastuti M, Lantang B. 2017. Pelatihan pembuatan biochar dari limbah sekam padi
menggunakan metode retort kiln. Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada
Masyarakat. 3(2): 129-135.
Wijaya MM. 2011. Pirolisis limbah kayu dan bambu yang ramah lingkungan untuk
menghasilkan asam asetat [tesis]. Bogor: IPB University.