Anda di halaman 1dari 17

Piroliss dan Gasifikasi Biomassa

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, seiring dengan bertambahnya masyarakat sejahtara dan
keinginan manusia untuk hidup lebih mudah menjadikan kebutuhan energi nasional semakin
meningkat. Salah satu daya tarik yang sangat diidam-idamkan oleh masyarakat saat ini adalah
memiliki kendaraan pribadi. Semakin banyaknya masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi maka
bagi pada engineer semakin berfikir keras untuk bagai mana mensupply bahan bakar minyak sebagai
penggerak mesin kendaraan. Prediksi yang menyarakan bahwa beberapa tahun lagi bahan bakar fosil
yang berasal dari minyak bumi akan habis, menjadi latar belakang munculnya pemrosesan dan
penggunaan biofuel. Biofuel merupakan bahan bakar minyak yang berasal dari material biologis
melalui proses konversi termokimia. banyak biomassa yang dapat dikonversi menjadi gas, dimana
hasil sintesis yang diinginkan berupa produk kimia yang dapat digunakan biasanya sebagai bahan
bakar. Salah satu contoh termokimia adalah Fischer Tropsch (Sintesis syngas berupa
karbonmonoksida dan Hidrogen menjadi bahan bakar minyak).Produksi energi termal memiliki rute
bagian sebagai berikut. 1. Combustion (Pembakaran), merupakan konversi biomassa dengan udara
berlebih (excess air) menghasilkan karbondioksida dan uap air. 2. Pirolisis,dengan kondoisi
temperatur rendah dengan ketidakhadiran oksigen 3. Gasifikasi,merupakan reaksi kimia menggunakan
oksigen yang sedikit pada lingkungan 4. Liquifikasi, mengubah molekul umpan menjadi liquid pada
molekul yang memiliki berat rendah.

PIROLISIS Tidak seperti pembakaran, pada pirolisis merupakan konversi hidrotermal tanpa kehadiran
oksigen, kecuali pada kasus lain pembakaran parsial diizinkan jika energi termal dibutuhkan pada
proses ini.Proses dekomposisi termal ini dikonversi menjadi produk gas, cair, dan gas. Pada pirolisis
molekul hidrokarbon besar badi biomassa hancur manjadi molekul hidrokarbon yang lebiih kecil.
GASIFIKASI Gasifikasi menkonversi bahan bakar fosil dan non fosil (padat, cair dan gas) menjadi
gas dan bahan kimia yang bermanfaat.Gasifikasi dan pirolisis ini menaikkan kandungan hidrogen
(Rasio H/C) pada produk yang dihasilkan. Gasifikasi juga dapat membuang oksigen dari bahan bakar
untuk menaikkan densitas energi. Oksigen yang dihilangkan dari biomassa melalui reaksi dehidrasi
(produk O2 berupa H2O) dan dekarboksilasi (produk O2 berupa CO2). berikut reaksi-reaksi konversi
termal biomass 1. Pirolisis, CHO + Heat >> CHO(Liquid) + CHO(gas) + C(solid) 2. Combustion , C
+ O2 >> CO2 3. Gasifikasi , C + 1/2O2 >> CO atau C+H2O >> CO + H2 4. Fischer Tropsch ,
(2n+1)H2 + nCO >>katalis>> CnH(2n+2) + nH2O sumber : Basu,Prabir.2010. Biomass Gasification
and Pyrolysis Practical Design and Theory.ELSEVIER

GASIFIKASI HIDROTERMAL (HYDROTHERMAL GASIFICATION) LIMBAH CAIR


PENGGILINGAN ZAITUN (OLIVE MILL WASTEWATER) SEBAGAI SUMBER BIOMASSA
DALAM AIR SUPERKRITIS (SUPERCRITICAL WATER)

ABSTRAK
Olive Mill Wastewater (OMW) merupakan hasil sampingan selama produksi minyak zaitun yang
mengandung senyawa-senyawa organik dan polifenol. Tingginya kandungan organik menyebabkan
OMW diharapkan sebagai kandidat biomassa untuk sumber energi. Eksperimen Hydrothermal
Gasification dilakukan dalam lima variasi suhu (400, 450, 500, 550, 600oC) dan lima waktu reaksi
(30, 60, 90, 120, 150 s) dibawah tekanan 25MPa. Produk gas yang dihasilkan yaitu hidrogen,
karbondioksida, karbon monoksida dan hidrokarbon C1 C4 seperti metana, etana, propana, dan
propilen. Jumlah gas maksimum diperoleh pada suhu 550oC dan waktu reaksi 30 s dengan komposisi
9,23% hidrogen, 34,84% metana, 4,04% etana, 0,84% propane, 0,83% propilen, 49,34%
karbondioksida, dan 0,88% komponen-komponen lain seperti n-butana, i-butana, 1-butena, i-butena,
t-2-butena, 1,3-butadiena dan nitrogen.
Keyword : Hidrothermal Gasification, Supercritical water, biomass, Olive Mill Wastewater

PENDAHULUAN
Produksi energi dari bahan bakar fosil menyebabkan masalah lingkungan dan penurunan ketersediaan
energi yang tidak dapat diperbaharui di dunia. Untuk itu dikembangkan suatu sumber energi yang
efisien yaitu biomassa. Biomassa merupakan energi terbaharukan yang ramah lingkungan karena gas
efek rumah kaca oleh pembakarannya diserap kembali untuk fotosintesis (Letellier et al.2009) . Untuk
memperoleh energi dari sumbernya dilakukan proses konversi menjadi gas hidrogen dan gas lainnya
dengan Hydrothermal gasification di bawah kondisi superkritis.
Air merupakan pelarut yang penting di alam dengan karakteristik unik sebagai suatu pelarut reaksi
dalam keadaan superkritis. Suhu dan tekanan kritis air yaitu 374,8 oC dan 22,1 MPa. Pada suhu dekat
titik kritis dan superkritis, H3O+dan OH terbentuk. Oleh karena itu air dapat bertindak sebagai
prekursor untuk reaksi dalam keadaan asam dan basa. Selain itu, senyawa organik memiliki kelarutan
yang tinggi dan bercampur sempurna dengan air superkritis.
Dengan sifat-sifat air superkritis tersebut, telah dilakukan penelitian hydrothermal
gasification sebagai suatu metoda konversi hidrotermal dari suatu material menjadi produk gas pada
kondisi di atas titik kritis air. Peran air sebagai pelarut reaksi , menyebabkan tidak diperlukannya
pengeringan biomassa sehingga meningkatkan efisiensi thermal proses gasifikasi. Air superkritis
mampu melarutkan komponen-komponen organik dari biomassa , sehingga dapat terjadi hidrolisis
untuk memecah struktur polimer biomassa dan tidak terjadi pirolisis. Akibatnya konversi padatan
menjaditinggi.Air Superkitis memiliki peran dalam industry makanan dan konversi sampah organic
(Qiuhui et al. 2007)
Olive Mill Wastewater (OMW) sebagai hasil samping selama produksi minyak zaitun mengandung
fraksi organik mencakup gula, tannin, pektin, lipid, asam-asam organik, senyawa-senyawa nitrogen,
polialkohol dan polifenol. Selain itu juga terdapat fraksi anorganik yang mencakup garam-garam
klorida, sulfat, phospat dari kalium, kalsium, magnesium, natrium, tembaga dan sedikit unsur-unsur
lain. Dengan karakteristik OMW tersebut, OMW dapat dijadikan sebagai sumber untuk menghasilkan
energi dengan perlakuan Supercritical Water Oxidation (SCWO). SCWO didefenisikan sebagai
oksidasi dalam air pada temperature dan tekanan di atas titik kritis (Gong et al. 2008)
METODE

Gasifikasi hidrotermal dari OMW dilakukan pada sistem reactor tubular (280 cm x 4,35 mm i.d) yang
ditempatkan dalam PID yang mengontrol split furnace. Wastewater dipompakan ke dalam furnace
dengan tekanan tinggi. Setelah keluar dari furnes, aliran didinginkan dengan cepat dengan melewati
heat exchanger, dan reaksi segera berhenti. Partikel padat yang mungkin terbentuk dihilangkan
dengan saringan 0,5 m sebelum aliran dihilangkan tekanannya menggunakan back-pressure
regulator (BPR). Tekanan sistem (0,1 MPa) dijaga konstan dengan pengaturan BPR. Suhu juga
dijaga stabil (1oC) melalui PID-controlled split furnace. Produk-produk yang meninggalkan BPR
dipisahkan dengan gas-liquid separator. Gas bergerak ke atas dan dianalisis dengan kromatografi, dan
yang lainnya dikirim ke TOC-TN untuk penentuan komponen-komponen organik.
HASIL
Dari percobaan yang dilakukan pada variasi suhu 400, 450, 500, 550, 600 oC dan lima waktu reaksi 30,
60, 90, 120, 150 s, diperoleh hasil meningkatnya jumlah gas yang dihasilkan dengan meningkatnya
suhu, sedangkan Total Organic Carbon (TOC) menurun dengan meningkatnya suhu .
Jumlah biofuel meningkat hingga 50% dengan kenaikan suhu pada waktu reaksi 30 s. Namun, pada
waktu selanjutnya jumlah biofuel berkurang. Hal ini disebabkan terjadinya konversi gas tersebut
menjadi CO2 pada suhu tinggi.
Metana dan hidrogen merupakan gas biofuel utama yang dihasilkan. Jumlah metana meningkat
dengan peningkatan suhu reaksi . Pada suhu rendah, jumlahnya meningkat dengan semakin lamanya
waktu reaksi.
Jumlah gas hidrogen dan etana maksimal diperoleh pada suhu 600oC dan waktu reaksi 30 s.
Jumlah karbondioksida yang dihasilkan maksimal pada sugu rendah dan waktu reaksi yang paling
singkat.
KESIMPULAN
Air superkritis dapat digunakan sebagai medium reaksi untuk proses gasifikasi hidrotermal Olive Mill
Wastewater (OMW) yang banyak mengandung senyawa organic. Teknologi ini mampu menghasilkan
gas yang mudah terbakar, dimana jumlahnya meningkat dengan meningkatnya suhu system. Waktu
reaksi yang cukup lama menyebabkan penurunan jumlah gas tersebut karena terjadinya konversi
menjadi gas karbondioksida dan air pada suhu tinggi. Reaksi yang menghasilkan jumlah gas
terbanyak terjadi pada suhu 550oC dan waktu reaksi 30 s yang mengandung energy 10 kJ per mL
OMW
DAFTAR PUSTAKA
Gong WJ, Li F, Xi DL. 2008. Oxidation of Industrial Dyeing Wastewater by Supercritical Water
Oxidation in Transpiring-Wall Reactor. J Water Environment 80: 186.
Kipcak E, Sogut O, Akgun M. 2011. Hydrothermal Gasification of Olive Mill Wastewater as a
Biomass Source in Supercritical Water. Journal of Supercritical Fluids 57: 50-57.
Letellier S, Marias F, Cezac P, Serin JP. 2010. Gasification of Aqueous Biomass in Supercritical
Water: A Thermodinamic equilibrium analysis. Journal of Supercritical Fluids 51: 353-361.

Qiunhui Y, Liejin G, Xing L, Ximin Z. 2007. Hydrogen Production From Co-Gasification of coal and
biomass in Supercritical Water by Continous Flow Thermal-Catalitic Reaction System. J Energy
Power 1: 327-330.
d.

Gasifikasi

Gasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan oksidasi parsial pada suhu karbonisasi sehingga
menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara 0,1-0,5 dari gas alam, tergantung
proses gasifikasi yang dilakukan. Produk gas yang dihasilkan merupakan campuran dari hidrogen
(H2), karbon moniksida (CO), metana (CH4), karbondioksida (CO2), uap air, dan sejumlah kecil
senyawa hidrokarbon.

e.

Gasifikasi Hidrotermal

Gasifikasi hidrotermal merupakan perlakuan terhadap biomassa dalam air panas terkompresi.
Biasanya diatas 3500C dan di atas 20 Mpa untuk mendapatkan gas yang mudah terbakar.
Gasifikasi hidrotermal cocok untuk perlakuan biomassa basah. Ketika biomassa basah akan
digasifikasi, gasifikasi termokimia tidak dapat diterapkan karena kadar air tinggi. Di sisi lain,
gasifikasi hidrotermal menggunakan air sebagai media reaksi, dan dengan demikian biomassa basah
dapat ditangani tanpa pengeringan terlebih dahulu.

f.

Pyrolisis

Pyrolisis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa oksigen, untuk menghilangkan
komponen volatil pada karbon. Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya
dapat menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat menghasilkan panas
dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau turbin.
i.

Biomass Liquefaction

Biomass liquefaction adalah proses pengubahan biomassa menjadi bahan energi cair.Teknologi ini
dibedakan menjadi dua yaitu konversi secara biokimia (biochemical conversion) untuk menghasilkan
alkohol dan konversi secara termokimia (thermochemical conversion) untuk menghasilkan bio-oil.

Konversi secara biokimia biasanya menggunakan bahan nabati yang banyak mengandung karbohidrat
seperti pati, kentang, gula, dan lain-lain. Konversi secara termokimia menggunakan bahan nabati
minyak-lemak baik yang bersifat alami pangan (edible seperti kelapa sawit, kelapa, kacang tanah,
kacang kecipir) maupun yang nonpangan (nonedible seperti jarak pagar, kapok/ randu, nyamplung
dan lain lain).
PENCAIRAN BIOMASSA SECARA HIDROTERMAL
Kebutuhan masyarakat akan energi saat ini tergolong sangat besar. Namun produksi minyak bumi
sebagai bahan bakar yang umum digunakan saat ini tetap. Kecepatanregenerasi perubahan energi
antara energy yang tidak dapat terbarukan dan energy yangterbarukan berbedabeda. Kecepatan regenerasi pada minyak bumi, batubara dan gasmembutuhkan waktu jutaan tahun.
Sementara itu kecepatan regenerasi energi untuk Biomasasebagai energi terbarukan jauh lebih cepat
daripada energi tidak terbarukan. Salah satu proses pada biomasa adalah
liquification.
Proses dalam konversi biomassa dengan temperatur medium, proses tekanan tinggi
thermochemical,
sekitar 280-370 C, 10-25Mpa, kondisi
liquid
. Bahan-bahan dasar yang digunakan mempengaruhi proses pencairan ini
Secara sederhana proses gasifikasi dapal dikatakan sebagai reaksi kimia pada temperatur tinggi antara
biomassa dengan udara. Yang tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut (gambar I).
1.

Tahap pengeringan. Akibat pengaruh panas, biomassa mengalami pengeringan pada temperatur
sekitar100oC.

2.

Tahap pirolisis. Bila temperatur mencapai 250oC, biomassa mulai mengalami proses pirolisis yaitu
perekahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil akibat pengaruh temperatur tinggi. Proses ini
berlangsung sampai temperatur 500oC. Hasil proses pirolisis ini adalah arang, uap air, uap tar, dan gas- gas.

3.

Tahap reduksi. Pada temperatur di atas 600oC arang bereaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai komponen utama gas hasil.

4.

Tahap oksidasi. Sebagian kecil biomassa atau hasil pirolisis dibakar dengan udara untuk menghasilkan
panas yang diperlukan oleh ketiga tahap tersebut di atas. Proses oksidasi (pembakaran) ini dapat mencapai
temperatur 1200oC, yang berguna untuk proses perekahan tar lebih lanjut.
Tahap-tahap proses tersebut dilaksanakan dalam satu alat yang disebut gasifier atau reaktor gasifika

GAS HASIL GASIFIKASI


Gas hasil gasifikasi terutama terdiri dari gas-gas mempan bakar yaitu CO, H2, dan CH4 dan gas-gas tidak
mempan bakar CO2, dan N2. Komposisi gas ini sangat tergantung pada komposisi unsur dalam biomassa,
bentuk dan partikel biomassa, serta kondisi-kondisi proses gasifikasi. Sebagai ilustrasi, komposisi gas hasil
gasifikasi beberapa biomassa di ITB disajikan dalam Tabel I. Dengan panas pembakaran antara 3000 - 5000
Watt, gas ini dapat diumpankan ke dalam motor bakar torak maupun sebagaI bahan bakar untuk pemanas.

Beberapa keunggulan dari teknologi gasifikasi yaitu :

1.

Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan sebagai

2.

pembangkit listrik.
Mampu memproses beragam input bahan bakar termasuk batu bara, minyak berat,

3.

biomassa, berbagai macam sampah kota dan lain sebagainya.


Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai lebih

4.
5.

tinggi.
Mampu mengurangi jumlah sampah padat.
Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.

Selama proses gasifikasi terdapat beberapa tahapan proses yaitu:


1.
Tahapan pemanasan dimana temperatur padatan naik sampai sebelum terjadi proses
2.
3.

pengeringan.
Tahap pengeringan dimana terjadi pelepasan uap air dari padatan.
Tahap pemanasan lanjut dimana temperatur padatan naik kembali sampai sebelum

4.

terjadi proses devolatilisasi.


Tahap devolatilisasi dimana volatil dalam padatan keluar sampai tersisisa arang.
Tergantung dari bahan bakar yang digunakan volatil dapat terdiri dari gas-gas H2O,

5.
6.

H2N2, O2, CO, CO2, CH4, H2S, NH3, C2H6 dan hidrokarbon tidak jenuh.
Tahap gasifikasi
Tahap pembakaran arang (terjadi jika masih terdapat udara yang tersisa)

Perbandingan Teknologi Gasifikasi dan Pembakaran

Perbedaan

Gasifikasi
Meningkatkan nilai tambah dan

Tujuan

kegunaan dari sampah atau material


dengan nilai rendah
Konversi kimia dan termal

Jenis Proses

sebelum dibersihkan

Membangkitkan panas atau


mendestruksi sampah
Pembakaran sempurna

menggunakan sedikit oksigen atau tanpa menggunakan udara berlebih


oksigen

Komposisi gas kotor

Pembakaran

H2, CO, H2S, NH3 dan partikulat

(oksigen)
CO2, H2O, SO2, NOx dan
partikulat

Komposisi gas bersih

H2 dan CO

CO2 dan H2O

Produk padatan

Arang atau kerak (slag)

Abu

Temperatur(oC)

700-1500

800-1000

Tekanan

Lebih dari 1 atm

1 atm

Gasifikasi berbeda dengan pirolisis dan pembakaran.


Ketiganya dibedakan berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses.
1.

Jika jumlah udara/bahan bakar (AFR , air fuel ratio) sama dengan 0, maka proses disebut

pirolisis.
2.

Jika AFR yangdiperlukan selama proses kurang dari 1.5, maka proses disebut gasifikasi.

3.

Jika AFR yang perlukan selama proses lebih dari 1.5, maka proses disebut pembakaran

Cgas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah pembakaran
(combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas)yang dihasilkan dari
pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt,
2003].
Karena proses ini merupakan konversi material yang mengandung karbon, maka semua hidrokarbon
seperti
1.

batubara,

2.

minyak,

3.

vacuum residue,

4.

petroleum coke atau petcoke,

5.

Orimulsion, bahkan

6.

gas alam

dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas).


Pada dasarnya, terdapat 3 cara untuk memproduksi gas sintetik dari batubara, yaitu
1.

pirolisis,

2.

hidrogenasi, dan

3.

oksidasi sebagian (partial oxidation).

Meskipun produksi gas sintetik pada awalnya memanfaatkan teknologi pirolisis, tapisaat ini pirolisis
lebih banyak diaplikasikan untuk memproduksi bio-oil dari bahan baku biomassa.
Metode yang dipakai adalah flash pyrolysis, dimana biomassa dipanaskan secara cepat tanpa oksigen
pada suhu tinggi antara 450~600 C dengan waktu tinggal gas (residence time) yang pendek yaitu
kurang dari 1 detik. [Bramer,Brem, 2006].
hidrogasifikasi (hydro-gasification) bertujuan memproduksi gas metana (Synthetic Natural Gas)
langsung dari batubara. Karena operasional hidrogasifikasi

Teknologi gasifikasi adalah merupakan suatu bentuk peningkatan pendayagunaan energi yang
terkandung di dalam bahan biomassa melalui suatu konversi dari bahan padat menjadi gas dengan
menggunakan proses degradasi termal material-material organik pada temperatur tinggi di dalam
pembakaran yang tidak sempurna.
Proses ini berlangsung di dalam suatu alat yang disebut gasifier. Ke dalam alat ini dimasukkan bahan
bakar biomassa untuk dibakar di dalam reaktor (ruang bakar) secara tidak sempurna. Dengan kata
lain, proses gasifikasi merupakan proses pembakaran parsial bahan baku padat, melibatkan reaksi
antara oksigen dengan bahan bakar padat.
Uap air dan karbon dioksida hasil pembakaran direduksi menjadi gas yang mudah terbakar, yaitu
karbon monoksida (CO), hidrogen (H2) dan methan (CH4). Gas-gas ini dapat dipakai sebagai
pengganti BBM guna berbagai keperluan seperti menggerakkan mesin tenaga penggerak (diesel atau
bensin), yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik, menggerakkan pompa,
mesin giling maupun alat alat mekanik lainya.
Selain itu gas ini juga dapat dibakar langsung untuk tanur pembakaran, mesin pengering, oven dan
sebagainya yang biasanya memerlukan pembakaran yang bersih.
Dari prinsip kerjanya gasifikasi dibedakan menjadi 3 jenis:
1)

Updraft gasifier

Pembakaran berlangsung di bagian bawah dari tumpukan bahan bakar dalam silinder, gas hasil
pembakaran akan mengalir ke atas melewati tumpukan bahan bakar sekaligus mengeringkannya.
Bahan bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar dari lubang pemasukan atas.
Updraft gasifier
2)

Crossdraft gasifier

Udara disemprotkan ke dalam ruang bakar dari lubang arah samping yang saling berhadapan dengan
lubang pengambilan gas sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan
berlangsung secara lebih banyak dalam suatu satuan waktu tertentu.
3)

Downdraft gasifier

Gas hasil pembakaran dilewatkan pada bagian oksidasi dari pembakaran dengan cara ditarik mengalir
ke bawah sehingga gas yang dihasilkan akan lebih bersih karena tar dan minyak akan terbakar
sewaktu melewati bagian tadi.
Downdraft gasifier

Untuk mendapatkan hasil maksimal dari pendayagunaan dari gas yang dihasilkan oleh pembakaran
biomassa ini, beberapa persyaratan yang perlu diketahui dan dipenuhi adalah terutama dalam hal
bahan bakar umpan beserta penggerak yang akan dipergunakan, sebagai berikut :
A. Bahan Bakar Umpan
Untuk dapat menghasilkan gas maka pada mesin ini harus diberikan umpan yang dapat berasal dari
biomassa, baik sekam padi, kayu ataupun limbah pertanian. Kualitas gas yang dihasilkan oleh mesin
ini sangat tergantung pada bahan umpan yang diberikan kepadannya. Oleh karena itu perlu diadakan
patokan patokan tentang bahan bakar umpan yang cocok bagi unit tersebut.
Di bawah ini akan diberikan beberapa klasifikasi bahan bakar umpan yang perlu diperhatikan untuk
pemilihan agar dapat diperoleh bahan yang potensial untuk dijadikan umpan. Klasifikasi ini
didasarkan pada sifat sifat bahan bakar yang mempunyai pengaruh besar terhadap gasifikasi, yaitu :
1)

Kandungan energi bahan bakar.

Adalah nilai panas yang terkandung oleh bahan bakar biomassa, biasanya dinyatakan dengan kalor
yang dikandung oleh selulose dari biomassa karena selulose ini adalah merupakan bahan yang paling
dominan (50 %) yang terkandung oleh biomassa.
2)

Kelembaban bahan bakar.

Kelembaban bahan bakar sanggat dipengaruhui kualitas dari gas yang dihasilkan, selain itu untuk
penguapan kandungan air dari bahan bakar ini dibutuhan banyak sekali energi dan juga penyalaan
serta pembakaran akan menjadi semakin sulit.
3)

Bentuk dan ukuran bahan bakar

Kemungkinan kemacetan aliran bahan akan semakin besar dengan bahan bakar yang mempunyai
bentuk dan ukuran yang berbeda, yang selanjutnya akan mempengaruhui tekanan gas didalam reaktor
serta aliran gas keluar. Dengan bentuk dan ukuran bahan bakar yang seragam, kemacetan seperti ini
jarang terjadi.
4)

Keseragaman bahan bakar.

Mempunyai hubungan yang erat dengan kandungan energi dari bahan bakar. Dengan bahan bakar
umpan yang seragam maka kualitas gas yang dihasilkan akan lebih stabil.
5)

Berat bahan bakar dalam per meter kubik.

Kapasitas muat dari hopper adalah terbatas, sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan bahan
bakar dari gasifikasi untuk rentang waktu tertentu. Lebih jauh hal ini akan mempengaruhui lamanya

bahan bakar tinggal di dalam ruang bakar, sehingga dengan sendirinya kualitas gas tergantung
padanya.
6)

Kandungan unsur-unsur volatile (yang mudah teruapkan) dari bahan bakar.

Unsur-unsur volatile adalah tar, minyak, air serta gas ikutan lainya, yang ternyata lebih banyak
menggangu serta menimbulkan masalah apabila dipergunakan didalam mesin penggerak, oleh sebab
itu bahan bakar dengan kandungan volatile yang rendah jauh lebih disukai dalam pengoperasian
gasifikasi.
7)

Kandungan abu.

Kandungan abu yang tinggi akan mengurangi jumlah energi yang dihasilkan dari bahan bakar.
Dengan memperhatikan patokan di atas, maka dapat diperoleh hasil gas yang memuaskan. Dan yang
lebih penting lagi dengan menggunakan gas yang mempunyai kualitas yang baik pada mesin,
terutama mesin penggerak, maka akan dicapai nilai tambah yang lebih besar.

Gasifikasi biomas sebagai pembakaran biomas tidak selesai yang menghasilkan gas bakar yang terdiri
dari karbon monoxida (CO), Hidrogen (H2)and sedikit metana (CH4).
Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 900C, diikuti oleh
proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 1400C, serta proses reduksi pada suhu 600
900C (Abdullah, et al 1998).
Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan
menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam keadaan
kekurangan oksigen.
Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami sebagai reaksi oksidasi parsial biomas
menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar).
Pada proses gasifikasi terjadi banyak reaksi yang terjadi secara bertingkat. Jika disederhanakan,
secara netto reaksi gasifikasi dengan oksidator udara atau oksigen dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut
C6H12O5 + O2 --> CxHz + CnHmOk + CO + H2 + kalor.. (2.1)1 (Simpson, 2001)
Hasil yang diperoleh dari gasifikasi biomas merupakan campuran beberapa macam gas.

Komponen utama bahan bakar dalam gas biomas adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas
biomas 15 30%, sedang H2 antara 10 20% (Turare, 1997).
Komponen CnHmOk pada persamaan di atas berupa fraksi uap campuran dari berbagai macam
senyawa organik yang disebut dengan nama umum tar.

Pemanfaatan Teknologi Gasifikasi Biomas


Gas biomas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagai bahan bakar, gas biomas
mempunyai pemanfaatan yang cukup luas, antara lain untuk
1.

memasak,

2.

menggerakkan turbin gas,

3.

menggerakkan motor bakar dalam,

4.

sebagai bahan bakar pada ketel uap,

5.

serta untuk penerangan.

Pada jaman perang dunia kedua, diperkirakan sekitar satu juta kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar gas biomas (Anonim, 1986). Pada saat ini, pemanfaatan utama gas biomas
adalah untuk menjalankan motor stasioner pembangkit listrik.
Jika gasnya dibakar untuk menghasilkan panas, misalnya pada pembakaran di kompor, sistem
gasifikasi memiliki kelebihan dibanding pembakaran biomas secara langsung. Karena berbentuk gas,
pembakaran gas biomas jauh lebih mudah dikontrol dibanding pembakaran biomas secara langsung,
sehingga hal tersebut menguntungkan dari segi konservasi energi serta penekanan polusi udara.
Keuntungan gasifikasi antara lain: lebih bersih, karena pembakaran lebih sempurna sehingga emisi
polutan lebih rendah. Selain itu lebih mudah pengaturan laju pembakarannya. Sedangkan kekurangan
sistem gasifikasi dibanding pembakaran langsung yaitu peralatan lebih rumit dan lebih mahal serta
memerlukan ketrampilan yang lebih tinggi.
Semula, penggunaan gas biomas untuk memasak, baik di tingkat rumah tangga maupun industri kecil
tidak banyak dikembangkan, karena di negara maju dan di perkotaan, masyarakat lebih memilih
kompor gas LPG yang cara penggunaannya lebih mudah. Sedangkan untuk pedesaan, masyarakat
lebih memilih cara pembakaran biomas secara langsung, karena peralatan yang dibutuhkan pada
teknologi gasifikasi masih dianggap terlalu rumit dibanding dengan teknologi tungku pembakaran
biasa.
Baru pada beberapa tahun terakhir ini, orang mulai tertarik untuk mengembangkan penggunaan gas

biomas untuk keperluan memasak. Hal tersebut terpicu oleh adanya krisis energi serta makin
mahalnya harga bahan bakar fosil. Di samping itu juga terbantu oleh adanya kampanye cara hidup
yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan. Penggunaan teknologi gasifikasi biomas dalam hal ini
dianggap sebagai teknologi yang lebih ramah bagi pengguna dan lingkungannya.
Negara yang cukup maju dalam hal pemanfaatan teknologi gasifikasi biomas adalah India dan China.
Terdapat cukup banyak laporan tentang penerapan teknologi gasifikasi biomas di kedua negara
tersebut. Palit dan Mande (2007) melaporkan bahwa TERI (The Energy and Resources Institute),
sebuah lembaga yang mengembangkan teknologi gasifikasi biomas di India, sampai tahun 2007 telah
berhasil memasang lebih dari 350 sistem gasifikasi biomas di berbagai wilayah di India dengan total
kapasitas lebih dari 13 MW termal.
Beberapa pemanfaatan teknologi gasifikasi disebutkan dalam laporan tersebut antara lain untuk
memasak,
pengolahan kapulaga, dan
pengolahan biji aren.
Sedangkan Mande dan Kishore (2007) menyebutkan penggunaan teknologi gasifikasi biomas untuk
pembuatan benang sutera,
pengolahan kapulaga,
pembuatan garam,
pengeringan bata,
memasak untuk upacara keagamaan,
pemanasan air hotel,
memasak untuk sekolahan,
pembakaran mayat, dan
untuk pengolahan karet alam.
Sementara itu IISc (Indian Institute of Science) telah membuat sistem gasifikasi biomas untuk
berbagai keperluan antara lain
pelistrikan pedesaan,
pengeringan,
pengolahan logam, dan
pembangkit tenaga di beberapa industri di India (Dassapa et al, 2003).
Penerapan teknologi gasifikasi biomas untuk pembangkit tenaga listrik di China antara lain dilaporkan
oleh Wu et al (2009) dengan bahan bakar sekam. Sementara itu, Chen (2011) melaporkan bahwa di
China, salah satu di antara penerapan teknologi gasifikasi biomas yang jumlahnya cukup banyak ialah

untuk catu gas bakar yang disalurkan ke perumahan. Jumlah stasiun produksi gas dimaksud, sampai
tahun 2007 adalah tercatat sebanyak 600 buah, sedangkan jumlah pembangkit tenaga listrik sesuai
data tahun 2008 adalah sebanyak 40 buah. Salah satu skema sebuah stasiun produksi gas bakar untuk
komunitas ditunjukkan pada gambar 6 yang diambil dari makalah Chen (2011).
Pada penerapan teknologi gasifikasi biomas untuk pembangkit listrik melalui teknologi turbin gas
maupun dengan motor bakar dalam, gas dari reaktor harus dibersihkan dahulu agar dapat digunakan
dengan baik tanpa merusak atau mengurangi kinerja peralatan.
Pada penggunaan gas biomas untuk pemanas, misalnya pada pembakaran di kompor atau pembakaran
gas biomas untuk pemanas ketel uap, gas dari reaktor tidak memerlukan pembersihan terlebih dahulu,
dengan demikian akan menyederhanakan rancangan serta mengurangi biaya.
Penerapan termal gas biomas adalah suatu alternatif yang cukup menarik dibanding teknologi
pembakaran langsung, karena tingkat efisiensinya lebih bagus dan polusi yang dihasilkan lebih rendah
meskipun biaya investasi yang diperlukan umumnya lebih tinggi.
Berkembangnya teknologi kompor gas biomas pada beberapa tahun terakhir ini cukup menunjukkan
keunggulan teknologi gasifikasi dibanding metode pembakaran langsung. Penerapan teknologi
gasifikasi biomas untuk pemanas dapat dikelompokkan menurut ukurannya menjadi skala besar dan
skala kecil.
Pada skala besar penerapan utamanya ialah pembakaran gas untuk ketel uap untuk catu energi
mekanik melalui turbin uap yang kemudian dapat digunakan untuk pembangkit listrik maupun untuk
pemakaian tenaga mekanik secara langsung dalam proses industri.
Pemanfaatan gas biomas untuk pemanas pada skala kecil antara lain adalah untuk bahan bakar
kompor masak dan untuk beberapa macam industri pengolahan yang menggunakan panas. Penerapan
gas biomas untuk pemanas antara lain dikembangkan oleh IRRI pada tahun 1986 (Belonio, 2005)
dengan menggunakan bahan bakar sekam.
GASIFIER
Jenis gasifier yang sesuai antuk memproses biomassa adalah down-draft, dimana unggun biomassa turun
sendiri karena gaya gravitasi dan aliran gas juga turun melewati unggun tersebut.
Gasifier ini mempunyai bentuk konvensional berupa silinder dengan satu penyempitan dibagian tengah yang
disebut tengorokan. Bentuk ini cocok untuk memproses biomassa yang mempunyai ukuran partikel besar,
seperti potongan kayu dan batok kelapa. Untuk biomassa berukuran kecil. Seperti sekam padi dan serbuk
gergaji, diperlukan gasifier tanpa tenggorokan dan tanpa tutup atas, seperti yang dikembangkan di ITB.

PERANGKAT GASIFIKASI
Gas yang keluar dari gasifikasi masih mengandung kotoran dan temperaturnya tinggi,karena itu perlu
pengolahan lebih lanjut (lihat Gambar 2):
a. siklon untuk memisahkan debu kasar
b. filter uutuk menyaring debu halus

c. pendingin gas
d. pengendap air dan tar yang terkondensasi.

Gambar 2. Unit Gasifikasi


Bentuk peralatan tersebut bermacam-macam, misalnya filter dapat dibuat dari ijuk, batu, sabut kelapa dan lainlainnva. Gas dapat didinginkan dengat semprotan air atau dilewatkan dalam pipa panjang. Sedangkan
pemisahan air dan tar dapat dilakukan dalam tangki besar atau saringan.

BIOMASSA SEBAGAI UMPAN GASIFIKASI


Dengan unsur utama karbon, hidrogen dan oksigen. hampir semua jenis biomassa dapat dipakai sebagai umpan
gasifikasi. Tetapi agar prosesnya berjalan lancar, ada persyaratan teknis yang perlu diperhatikan:
a. kadar air biomassa tidak lebih dari 30%
b. bentuk partikel mendekati bulat atau kubus, bukan panjang atau pipih
c. ukuran partikel antara 0,5 - 5,0 cm
d. tidak banyak mengandung zat-zat anorganik
e. rapat massanya di atas 400 kg/m2
Untuk memenuhi persyaratan tersebut di atas, kadang-kadang diperlukan pengolahan awal seperti: pengeringan.
pemotongan atau pemampatan. Di samping itu biomassa harus tersedia dalam jumlah yang cukup secara
kontinyu, nilai ekonomisnya rendah atau tidak ada manfaat lainnva. Kayu, batok kelapa, tongkol jagung dan
batok sawit merupakan biomassa yang mendekati persyaratan tersebut diatas Sekam padi. serbuk gergaji, sabut
kelapa. kulit kopi danl lain-lainnya adalah contoh biomassa yang perlu penanganan khusus untuk proses
gasifikasi.

GAS HASIL GASIFIKASI


Gas hasil gasifikasi terutama terdiri dari gas-gas mempan bakar yaitu CO, H2, dan CH4 dan gas-gas tidak
mempan bakar CO2, dan N2. Komposisi gas ini sangat tergantung pada komposisi unsur dalam biomassa,
bentuk dan partikel biomassa, serta kondisi-kondisi proses gasifikasi. Sebagai ilustrasi, komposisi gas hasil
gasifikasi beberapa biomassa di ITB disajikan dalam Tabel I. Dengan panas pembakaran antara 3000 - 5000
Watt, gas ini dapat diumpankan ke dalam motor bakar torak maupun sebagaI bahan bakar untuk pemanas.

GAS HASIL SEBAGAI UMPAN MOTOR


Motor bensin maupun motor diesel dapat digabungkan dengan perangkat gasifikasi untuk memanfaatkan gas
hasil. Untuk maksud ini, gas hasil dialirkan ke dalam aliran udara masuk motor, dengan sambungan pipa silang
atau sistem injeksi. Sambungan silang sangat sederhana dan murah sesuai untuk kapasitas rendah. Sedangkan
sistem injektor agak rumit pembuatanya tetapi dapat memberikan pencampuran gas-udara yang lebih baik, dan
sesuai untuk kapasilas tinggi.
Disamping panas pembakarannya, gas hasil harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini agar tidak
mengurangi performansi dan umur motor:
a. kandungan tar tidak lebih dari 100 mg/m3
b. kandungan abu maksimum 50 mg/m3
c. ukuran debu tidak lebih dan 10 mikrometer
d. temperatur gas di bawah 40oC

Dalam motor bensin, seluruh kebutuhan bensin dapat digantikan dengan gas. Daya motor dapat diatur dengan
pengaturan laju alir campuran gas-udara dengan komposisi tetap. Karena kecepatan pembakaran gas kurang
daripada kecepatan pembakaran bensin. maka waktu pengapian busi harus diajukan, kira-kira 15 derajat lebih
atas.
Dalam motor diesel, tidak seluruh kebutuhan solar dapat digantikan. Karena sedikit solar tetap diperlukan untuk
sarana pengapian. Operasi ini disebut sebagai sistem bahan bakar ganda. Dalam praktek, komposisi bahan
bakar ganda ini kira-kira 20% solar dan 80% gas. Pengaturan daya motor dapat dilakukan dengan pengaturan
laju alir gas, sementara laju alir solar diatur pada kebutuhan minimum untuk sarana pengapian.
Daya maksimum yang dapat dihasilkan oleh motor bensin maupun motor diesel dengan bahan bakar gas turun
sampai kira-kira 70% dari daya aslinya. Motor untuk penggunaan gas hasil gasifikasi sebaiknya dipilih yang
mempunyai kecepatan nominal 1500 putaran permenit. Berdasarkan pengalaman di ITB, satu liter bensin atau
solar dapat digantikan dcngan 7,5 m2gas dari gasifikasi 4 kg kayu atau 6 kg sekam.

GAS HASIL SEBAGAI UMPAN BURNER


Gas hasil biomassa tergolong gas bahan bakar berkualitas rendah (dibandingkan dengan panas pembakaran
gas alam 32000kJ/m3). Gas hasil gasifikasi dapat digunakan untuk motor diesel, motor bensin, atau alat
pemanasan dan pengeringan. Gasifikasi biomassa dapat mengurangi ketergantungan akan bahan bakar minyak
di tempat-tempat terpencil.
Tabel 1. Komposisi gas hasil

Secara teoritik satu m3 gas hasil gasifikasi biomassa memerlukan 1,2 m3 udara untuk pembakaran, dan
menghasiIkan temperatur 1600oC. Pada prakteknya, temperatur pembakar-an gas ini hanya berkisar antara
700-1200oC.
Berdasarkan kualitasnya, gas hasil ini tidak ekonomis bila disimpan atau didistribusikan tetapi harus
dimanfaatkan di tempat proses gasifikasi. Penggunaan gas yang paling sesuai adalah untuk pengeringan hasilhasil pertainian, perkebunan dan kehutanan yang tidak memerlukan temperatur terlalu linggi.

PENERAPAN GASIFIKASI BIOMASSA


Secara umum, peluang penerapan gasifikasi biomassa di pulau Jawa, sangat kecil, karena adanya subsidi dan
sistem distribusi minyak yang baik sehingga memungkinkan masyarakat memperoleh minyak secara mudah.
Disamping itu distribusi listrik PLN telah menjangkau hampir seluruh pelosok pulau.
Tetapi kesulitan pengangkutan masih sering dijumpai diluar dan beberapa tempat di pulau Jawa. Kesulitan ini
dapat mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak setempat. Bila di tempal-tempat semacam itu
tersedia biomassa yang cukup banyak, proses gasilikasi merupakan salah satu pilihan jalan keluar. Beberapa
contoh potensi penerapan gasifikasi biomassa dapal dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2. Kemungkinan Penerapan Gasifikasi Biomassa

PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN

Teknisi yang biasanya menjalankan motor diesel atau peralatan mekanik lainnya, pasti dapat diserahi tugas
pengoperasian dan perawatan unit gasifikasi. Latihan selama dua minggu sudah cukup untuk mengenal unit
gasifikasi.
Sesuai dengan maksud penggunaannya, unit gasifikasi dirancang sesederhana mungkin untuk pengoperasian
secara manual. Segi-segi pengoperasian dan perawatan yang penting antara lain:
a.

pengisian biomassa ke dalam gasifier secara berkala

b.

pengocokan abu di bagian bawah gasifier

c.

pembersihan saluran gas dari penyempitan oleh tar dan abu

d.

pengawasan campuran gas-udara yang masuk motor

e.

penyiapan biomassa yang akan diumpankan

f.

pembuangan kondensat air dan tar, dan lain-lain

KEMAMPUAN PRODUKSI DALAM NEGERI


Melalui penelitian dan pengembangan sejak 1976, dasar-dasar rancangan gasifer konvensional dan sistem
pembersih serta pendingin gas telah dikuasai oleh bangsa Indonesia, khususnya ITB dan beberapa badan
penelitian lainnya.
Bahan-bahan konstruksi unit gasifkasi tersedia di dalarn negeri, bahkan hampir semuanya produksi dalam negeri
pula. Bahan-bahan penting antara lain adalah:
a. plat baja 3 mm untuk badan gasifier
b. plat baja 10 mm untuk flange
c. pipa besi
d. semen dan bata tahan api
e. bahan-bahan filter dan lain-lainnya.
Pembuatan peralatannya juga sederhana, dan telah terbukti dapat dikerjakan oleh industri atau bengkel kecil.
Pengerjaan pembuatan peralatan gasifikasi meliputi:
a. pengelasan (welding)
b. menggulung (rolling)
c. pengerjaan mesin bubut, bor dsb

Gambar 3. Gasifier

KAJIAN EKONOMI
Penerapan gasifkasi sebagai sumber energi alternatif jelas memerlukan tambahan investasi dan perubahan
biaya operasinya. Faktor-faktor di bawah ini perlu diperhatikan dalam melakukan kajian ekonomi secara mikro:
a. umur unit gasifikasi (7 - 10 tahun)
b. kapasitas unit gasifikasi
c. harga unit gasifikasi (kira-kira Rp 300.000/kW)
d. harga BBM yang akan digantikan
e. harga biomassa
f. jam operasi (minimum 3000 jam/tahun)
g. upah operator
h. sarana perawatan, dsb.
Sebagai gambaran, Tabel 3 menyajikan perbandingan harga listrik dari tenaga diesel dan tenaga diesel-gasifier
di dua tempat uji coba lapangan Balong dan Randublatung. Hasil kajian ekonomi ini sangat spesifk untuk kasus
yang bersangkutan.

KEGIATAN GASIFIKASI DI ITB

Penelitian gasifikasi di ITB dimulai pada tahun 1976, dengan satu unit gasifkasi berkapasitas 2 kg/jam atas
kerjasama dengan TH Twente (Belanda). Dengan alat ini, berbagai limbah pertanian telah dicoba untuk
memahami latar belakang ilmiah dan dasar-dasar rancangan unit gasifikasi.
Dari pengalaman unit gasifikasi pertama tersebut, lahirlah:
a.

unit gasifikasi 20 kg/jam untuk demonstrasi di ITB

b.

unit gasifikasi 20 kg/jam untuk uji coba lapangan di PTP XVII, kebon Balong, Jepara, Jawa Tengah

c.

unit gasifikasi 15 kg/jam untuk demonstrasi keliling, PT BBI Surabaya

d.

unit gasifikasi 60kg/jam untuk uji coba lapangan di Perum Perhutani Randu- blatung. Jawa Tengah.
Tabel 3. Harga listrik tenaga diesel-gasifikasi

Operasi = 3000 jam/tahun ; harga solar = Rp 250/liter ; kayu = Rp 20/kg


Melalui proses gasifikasi, 1,5 2,5 kg biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan I kW listrik. Keempat unit
tersebut digabung dengan motor diesel penggerak generator listrik produksi PT. BBI bersama-sama bengkelbengkel kecil di Surabaya. Gasifier khusus untuk sekam padi telah berhasil dikembangkan pula di ITB, dan
merupakan sumbangan baru kepada teknologi gasifikasi di dunia. Uji coba lapangan gasifier sekam padi ini telah
dipasang di desa Jahi, kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Pada bulan Maret 1985 yang lalu, ITB diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan Kursus dan Konferensi
Internasional Gasifkasi atas sponsor negara-negara Swedia, Jerman Barat, USA, Belanda, Perancis, dan Belgia.
Kursus diikuti oleh 26 peserra dan konferensi dihadiri oleh 135 wakil berbagai negara. Kursus untuk staf
Pengembangan Perkebunan-Perkebunan telah dilaksanakan di Yogya bulan April 1985.

PENUTUP
Teknologi gasifikasi biomassa telah ada di Indonesia, dan mempunyai masa depan yang cerah sebagai sumber
energi alternatif. Kemampuan produksi dalam negeri unit gasifikasi telah kita miliki dan keandalan teknis
peralatannya telah teruji. Kajian ekonomi gasifikasi biomassa sangat tergantung kondisi daerah yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai