Anda di halaman 1dari 14

NAMA : WALNA SOPA HARIKA

NIM : 859888034

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori
dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari
penelitian ini. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi (1) hakikat matematika
(2) model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) (3)
hasil belajar.

2.1.1 Hakikat Matematika


Matematika merupakan ilmu tentang struktur yang terorganisasikan, sebab
berkembang mulai dari unsur yang tidak didefenisikan, ke usnsur yang
didefenisikan, ke postulat/aksioma, ke teorema. Sebagai sebuah struktur ia terdiri
dari beberapa komponen yang membentuk sistem yang saling berhubungan dan
terorganisir dengan baik.
Menurut Romberg, matematika memiliki tiga sasaran utama. Pertama, para
sosiolog, psikolog, pelaksaan administrasi sekolah dan penyusun kurikulum
memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat.
Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang
sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian
tersebut berkaitan dengan apa matematika itu? bagaimana cara kerja para
matematikawan? dan bagaimana mempopulerkan matematika? Ketiga,
matematika dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari
bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu
terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual (Jackson, 1992 : 750)

5
6

Ruseffendi (1989: 23) mengemukakan bahwa:


Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefenisikan,definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil dimana
dalil-dalil setelah dibuktikan kebenaranya berlaku secara umum, karena
itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

Soedjadi (dalam Gatot Muhsetyo, 2008: 12) menyatakan bahwa :


Keabsahan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep,
operasi, dan prinsip. Ciri keabsahan matematika yang tidak sederhana
menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipahami dan akhirnya
banyak siswa yang kurang tertarik. Oleh karena itu, diperlukan model
pembelajaran yang menarik, mudah dipahami siswa, membangkitkan
semangat, dan menantang terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga
siswa menjadi cerdas matematika.

Muhsetyo (2008:26) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika


adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui
kegiatan yang terencana.

Susanto (2013:186) mengemukakan :


Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta
dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru untuk
menungkatkan siswa dalam menguasai materi matematika.

Dari beberapa pendapat ahli yang di temukan penulis maka matematika


dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempunyai ide – ide dan hubungan –
hubunga sevara structural sedang fungsinya sebagai cara mempermudah berfikir.

2.2 Model Pembelajaran


Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam pembelajaran dalam tutorial.
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang
sangat pebting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah
direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode , strategi, pendekatan,
serta teknik pembelajaran merupakan hal yang peling utama.
7

Menurut Eggen dan Kauchak ( dalam Wardhani, 2005 ) “model


pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar
yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat
tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
kegiatan pembelajaran”.
Mills (dalam Agus Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “ model
adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model
merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh
dari beberapa sistem”.
Menurut Agus Suprijono (2009: 46), “model pembelajaran merupakan
landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan
teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas”.
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009: 46) “model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan
pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas”.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar secara
sistematis.

2.2.1 Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok setiap siswa yang ada di dalam
kelompok memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompoknya berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama daklam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan daolam rangka menyampaikan tujuan
pembelajaran.
8

Kagan (dalam Hosnan, 2014:235), Mengemukakan bahwa:


“Pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang suskses dimana
tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang
berbeda, menggunakan aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya
belajar apa yang di ajarkan, tetapi juga untuk membantu rekan belajar,
sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Siswa bekerja
melalui penugasan sampai anggota kelompok berhasil memahami dan
menyelesaikanya”.

Slavin (dalam Hosnan, 2014: 235) mengemukakan :


“Cooperative learning adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari atas 4 sampai 8 orang, dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen”.

Slavin (dalam Solihatin, dkk, 2008:4). Pendapat lain , sebagaimana yang


dikemukana oleh Suprijono (2009:54), “pembelajaran koopertaif adalah konsep
yang luas, meliputi semua jenis kerja kelompok, termasuk bentuk-bentuk yang di
pimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.

Menurut Solihatin (2005:4), mengemukakan bahwa:


“Cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajara dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan dtruktur
kelompoknya yang bersifat heterogen”.

Berdasarkan beberapa pengertian cooperatif learning di atas, peneliti


mengambil kesimpulan bahwa cooperatif learning mengandung pengertian
sebagai sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dua
orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
9

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang melibatkan
siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama Eggen dan
Kauchak ( dalam Hosnan 1996:279). Dengan bekerja secara kolaboratif untuk
mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan
dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar
sekolah.
Strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidaknya tiga tujuan pembelajaran ( Ibrahim, ddk., 2000:78).
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas- tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep- konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas- tugas
Akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini
dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta
tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.
10

2.2.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif


Unsur – unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Roger dan David
Johnson (dalam Hosnan 2014: 235) untuk mencapai hasil yang maksimal, ada
enam unsur model pembelajaran yang harus diterapkan dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif, keberhasilan kelompok sangat tergantung pada
usaha setiap anggotanya.
b. Interaksi tatap muka, setiap anggota kelompoknya harus diberikan kesempatan
berdiskusi.
c. Akuntabilitas individual, setiap siswa merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, hal ini dikarenakan adanya
aspek tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide bukan
mengkritikorangnya, berani mempertahan kan pikiran yang logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan bersifat positif.
e. Komunikasi antar anggota, keberhasilan suatu kelompok juga pada kesediaan
para anggotanya untuk saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat
mereka.
f. Evaluasi proses kelompok, untuk mengevaluasi kerja dalam kelompok dan
hasil kerja sama meraka agar selanjutnya bisa bekerja-sama dengan lebih
efektif.
Pembelajaran koopertif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti
menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan
atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

2.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif


Jarolelimek & Parker (dalam Isjoni, 2010:24) mengungkapkan tentang
kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran
kooperatif antra lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan
11

dalam merespon perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan


pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya
hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f)
memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi
yangmenyenangkan.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara
matang,disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2)
agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan
fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi
kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum
pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara
matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar
mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif
berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang
telah ditentukan tidak melebihi batas.
Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha
menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya
suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat
menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana
yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerjasama, terutama dalam
memecahkan kesulitan- kesulitan.
Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti
siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan
dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya
12

maka perlu ditambah. Penembahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan
harus saling menghormati pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat
berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran
kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya.
Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah
memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling
membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan baik,
dengan cara mencari sumber- sumber informasi dari mana saja seperti buku paket,
buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang lainnya, dijadikan
pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar serta memperoleh
pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan
semakain luas dan semakin baik.

2.2.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)


NHT (Numbered Heads Together) adalah suatu model pembelajaran
kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu
secara acak guru memanggil nomor dari siswa Menurut Ahmad Zuhdi 2010:64
(dalam skripsi Intan Putri Utami, “Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V
SD”).
NHT (Number Heads Together) menurut Trianto (2007 : 62) merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak
langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan
13

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif
dalam pembelajaran. Tahapan dalam pembelajaran NHT(Numbered Heads
Together) menurut Trianto (2007 : 62).
NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada
dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT
adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin
keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan
penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi
dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) yang bertujuan
untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut,
yang pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 dalam Trianto.
a. Penomoran: guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5
orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor.
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya, misalnya
siswa nomor satu bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan
data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor dua
bertugas mencari penyelesaian soal,siswa nomor tiga mencatat dan
melaporkan hasil kerja kelompok.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d. Guru bmemanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang di panggil
melaporkan hasil kerja mereka.
Berdasarkan tahapan-tahapan, bisa dibuat langkah-langkah pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together) adalah:
a. Pendahuluan
Persiapan,
14

1) Guru melakukan apersepsi


2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together)
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4) Guru memberikan motivasi
b. Kegiatan inti
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
Tahap pertama :
1) Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4-5
orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1-5.
2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing.
Tahap kedua :
Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk
mengerjakan soal-soal.
Tahap ketiga
Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya
terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban tersebut.
Tahap keempat
1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan
bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing- masing kelompok dan
memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. Guru
memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pekerjaan
mereka.
c. Penutup
1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
2) Guru memberikan tugas rumah
15

3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah


diajarkan dan materi selanjutnya.
Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together)
menurut Ahmad Zuhdi 2010:65 (dalam Intan Putri Utami) adalah: Kelebihan 1)
Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2)
Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator.
Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus
membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

2.3 Hasil Belajar


Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana Nana,
2001 : 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang
masingmasing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum
sekolah. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.
a) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia Faktor ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis.
Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan. Sedangkan faktor
psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan
belajar.
b) Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia Faktor ini
diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia
seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses
belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan
16

oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar
merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

2.4 Kajian Hasil - Hasil Penelitian yang Relevan


Juwito melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
belajar matematika melalui metode pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa kelas
IV SDN Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang tahun
ajaran 2011/2012. Nilai sebelum perbaikan menunjukan dari 15 siswa hanya 5
siswa tuntas (33%) dan 10 siswa belum tuntas (67%). Setelah tindakan yang
dilakukan dapat dilihat hasil belajar pada siklus I meningkat,dari 15 siswa 10
siswa yang tuntas (67%) dan 5 siswa yang belum tuntas(33%). Hasil belajar pada
siklus II pun meningkat. Dari 15 siswa, 15 siswa tuntas (100%).
Selain itu, Yunia Dwi Ardani melakukan penelitian ini dengan tujuan
untuk peningkatan aktivitas dan hasil belajar peserta didik dengan NHT
(Numbered Heads Together) kompetensi dasar menjumlahkan bilangan bulat mata
pelajaran matematika kelas IV SD Negeri Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten
Temanggung. Melalui metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
yang akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat pada
ketuntasan pada siklus I dan siklus II peneliti memberikan patokan KKM = 63
siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasa Minimal (KKM = 63) dari 33 siswa
sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87% belum
tuntas. Siklus II siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasa Minimal (KKM=63)
sebanyak 33 siswa atau 100% dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Dengan metode pembelajaran NHT
(Numbered Heads Together) dalam proses belajar dapat meningkatkan keaktifan
siswa yang berdampak meningkatkatnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Juwito dan Yunia
Dwi Ardani telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar
siswa dengan menggunakan model Numbered Heads Together / NHT. Penulis
memilih dua penelitian tersebut karena sangat relevan untuk penelitian berikutnya
dilingkungan yang berbeda.
17

2.5 Kerangka Berpikir


Untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa pada mata pelajaran
matematika di upayakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran harus
di upayakan agar siswa yang semulanya pasif menjadi aktif. Pembelajaran
matematika memiliki tingkat kesulitan tersendiri maka dalam pemilihan model
pembelajaran diupayakan agar mampu menampung perbedaan individual siswa
dan mampu menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran
kooperatif Number Heads Together (NHT) mampu merubah pembelajaran yang
semulanya pasif dan bosan mengikuti pembelajara matematika sehingga prestasi
belajarnya rendah menjadi pembelajaran yang aktif, penuh perhatian, siswa
senang belajar matematika sehingga pretasi belajar siswa kelas V SDN 335
Batahan IV Kecamatan Batahan meningkat.
Selanjutnya kerangka pikir penggunaan pembelajaran kooperatif Number
Heads Together (NHT) dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Pikir Pembelajaran Kooperatif
18

2.6 Hipotesis Penelitian


Dari uraian kajian teori dan kerangka berpikir diatas dapat ditarik hipotesis
dalam penelitian adalah Penerapan Model Pembelajaran tipe NHT (Numbered
Heads Together) diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas
V SDN 335 Batahan IV Kecamatan Batahan pada materi pengurangan bilangan
bulat.

Anda mungkin juga menyukai