Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

Semester Gasal Tahun Ajaran


2020/2021
Program Studi Biologi
Fakultas Sains Dan Teknologi Terapan
Universitas Ahmad Dahlan

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI


Nama : Astri Amelia Suma
NIM : 1900017083
Kelas : B
Asisten : Rizky Maulana Putra Milang
Hari, tanggal : Selasa, 24 November 2020

ACARA 5
PENGAMATAN SEL BAKTERI DENGAN MIKROSKOP CAHAYA
A. Tujuan
Tujuan praktikum “Pengamatan Sel Bakteri dengan Mikroskop Cahaya”,
sebagai berikut :
1. Menentukan bentuk morfologi pada spesimen Bacillus subtilis
2. Menentukan bentuk morfologi pada spesimen Escherichia coli
3. Menentukan warna yang terbentuk pada spesimen Bacillus subtilis setelah dilakukan
pewarnaan gram
4. Menentukan warna yang terbentuk pada spesimen Escherichia coli setelah dilakukan
pewarnaan gram
5. Menentukan sifat apakah pada spesimen Bacillus subtilis dan Escherichia coli,
membentuk suatu kelompok atau tidak

B. Teori Dasar
1. Mikroskop
a) Pengertian
Mikroskop merupakan salah satu alat yang penting pada kehidupan
laboratorium, khususnya biologi. Mikroskop merupakan alat bantu yang
memungkinkan kita dapat mengamati objek yang berukuran sangat kecil
(mikroskopis). Hal ini membantu memecahkan persoalan manusia tentang
organisme yang berukuran kecil (Abdullah, 2014) .
Mikroskop pertama kali digunakan oleh ilmuwan zaman renaisans, adalah
mikroskop cahaya. Dalam mikroskop cahaya, cahaya ampak diteruskan melalui
spesimen dan melalui lensa kaca. Lensa ini merefraksi cahaya sedemikian rupa
sehingga citra spesimen diperbesar ketika diproyeksikan ke mata, ke film fotografi
atau sensor digital, atau ke layar video (Campbell, 2008).
Mikroskop adalah instrumentasi yang paling banyak digunakan dan paling
bermanfaat di laboratorium mikroskopi. Dengan alat ini diperoleh perbesaran
sehingga memungkinkan untuk melihat mikroorganisme dan struktur yang tak
tampak dengan mata telanjang. Mikroskop memungkin perbesaran dalam kisaran
luas seratus kali sampai ratusan ribu kali (Hernatha, 2013).
Mikroskop terdiri atas kaki mikroskop yang dibuat berat dan kokoh agar
mikroskop dapat berdiri stabil. Mikroskop memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa
obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak
pada kedua ujung tabung mikroskop. Lensa obyektif merupakan bagian utama
pada mikroskop yang letaknya dekat dengan obyek yang akan diamati, tepatnya
melekat pada bagian yang disebut revolver. Revolver ini dapat diputar dan berguna
sebagai alat pemindah lensa. Sedangkan lensa okuler terletak dekat dengan mata
pada saat dilakukannya pengamatan menggunakan mikroskop. Lensa okuler pada
mikroskop bisa berbentuk lensa tunggal (monokuler) atau ganda (Binokuler). Di
ujung bawah tabung mikroskop terdapat tempat dudukan preparat atau meja
mikroskop. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor yang berperan untuk
mengernagi obek dan lensa-lensa mikroskop yang lain. Pada mikroskop mofern
terdapat alat penerang di bagian dasar mikroskop berfungsi untuk menerangi
preparat. Pada mikroskop tanpa kondensor. Cermin berfungsi untuk mengarahlan
cahaya yang berasal dari sumber cahaya luar ke dalam kondensor (Tim Dosen
Pembina, 2017).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan mikroskop ,
yaitu : 1) peganglah erat-erat mikroskop dengan 1 tangan, sedangkan tangan yang
lain menyangga kaki mikroskop; 2) letakkan mikroskop pada tempat yang datar,
agar meja preparat tetap dalam posisi horisontal dan preparat tidak jatuh; 3)
bersihkan lensa hanya dengan kertas/kain khusus untuk lensa; 4) biasakan ketika
mengamati preparat kedua mata tetap terbuka; 5) saat menggunakan mikroskop ,
gunakan lensa okuler dan obyektif dengan perbesaran lemah terlebih dahulu’; 6)
setelah menggunakan mikroskop, atur pengatur kasar agar terdapat jarak antara
lensa obyektif dengan meja preparat. Bersihkan lensa obyektif apabila terkena
minyak emersi, dan bersihkan pula meja mikroskop dari kotoran menggunakan
tissue; 7) simpan mikroskop dalam lemari yang diberi pengatur suhu (Tim Dosen
Pembina, 2017).
b) Jenis Mikroskop
Mikroskop optik terdiri atas 2 yaitu, mikroskop biologi dan mikroskop
stereo. Mikroskop biologi digunakan untuk pengamatan benda tipis transparan.
Mikroskop biologi ini umumnya memiliki lensa okuler dan lensa objektif dengan
kekuatan pembesaran sebagai berikut : 1) objektif 4× dengan okuler 10×,
pembesaran 40×2; 2) objektif 10× dengan okuler 10×, pembesaran 100×3; 3)
objektif 40× dengan okuler 10×, pembesaran 400×4; 4) objektif 100× dengan
okuler 10×, pembesaran 1000×. Objektif yang paling kuat pada mikroskop optik
1000 disebut mikroskop emersi, karena penggunaannya harus dengan minyak
emersi dan cara memakainya dengan khusus pula. Mikroskop stereo digunakan
untuk pengamatan benda-benda yang tidak terlalu besar, transparan atau tidak.
Penyinarannya dapat diatur dari atas maupun dari bawah dengan sinar alam atau
lampu. Memiliki dua buah objektif dan dua buah okuler, sehingga diperoleh
bayangan tiga dimensi dengan pengamatan dua belah mata. Kekuatan pembesaran
tidak terlalu kuat umumnya sebagai berikut : objektif 1 atau 2 dengan okuler 10
atau 15 (Haryanti, 2019).
Berdasarkan atas sumber cahayanya, mikroskop terbagi atas mikroskop
cahaya/optik dan mikroskop elektron. Mikroskop optik/cahaya merupakan
mikroskop yang menggunakan lensa dari gelas dan cahaya matahari atau lampu,
sebagai sumber penyinaran. Dalam mikroskop cahaya, (light microscope, LM),
cahaya tampak diteruskan melalui spesimen dan kemudian melalui lensa kaca.
Lensa ini merefraksi (membengkokkan) cahaya sedemikian rupa sehingga citra
spesimen diperbesar ketika diproyeksikan ke mata, ke film fotografi atau sensor
digital, atau ke layar video. Mikroskop cahaya dapat memperbesar secara efektif
sekitar 1000 kali dari ukuran asli spesimen. Ada dua jenis mikroskop elektron,
yaitu : mikroskop elektron trasnmisi (transmission electron microscope, TEM) dan
mikroskop elektron payar (scanning electron microscope, SEM) khususnya
berguna untuk penelitian terperinci mengenai permukaan specimen. Berkas
elektron memindai permukaan sampel, yang biasanya dilapisi selapis tipis emas.
Mikroskop elektron transmisi (transmission electron microscope, TEM) digunakan
untuk mempelajari ultrastruktur internal sel. TEM mengarahkan berkas electron
melalui irisan spesimen yang sangat tipis, mirip dengan cara mikroskop cahaya
meneruskan cahaya melalui objek (slide) (Campbell, 2008).
2. Pewarnaan Gram
a) Fungsi Pewarnaan Gram
Bakteri dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Salah satu klasifikasi
yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan pewarnaan gram.
Pewarnaan gram adalah prosedur mikrobiologi dasar untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi bakteri (Prasetyo, 2009).
Pewarnaan gram dilakukan untuk mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu
bakteri gram positif dan bakteri gram negative. Pada pewarnaan gram ini, reagen
yang digunakan ada 4 jenis, yaitu kristal violet, iodine, alkohol dan safranin.
Bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal violet sehingga
ketika diamati mikroskop akan menunjukkan warna ungu sedangkan bakteri gram
negative tidak dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet tetapi zat
warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga akan memperlihatkan
warna merah (Pratita & Surya, 2012).
b) Jenis Bakteri Gram
Berdasarkan respon terhadap pewarnaan gram, bakteri dibedakan menjadi
dua macam yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan dari
kedua bakteri ini adalah dari struktur dinding selnya (Willey et al, 2008).
1) Bakteri Gram Positif
Dengan pewarnan gram, golongan bakteri ini akan memberikan warna
ungu. Golongan ini memiliki peptidoglikan setebal 20-80 nm 1 dengan
komposisi terbesar teichoic, asam teichuroni, dan berbagai macam
polisakarida. Asam teichoic berfungsi sebagai antigen permukaan pada
gram positif. Letaknya berada antara lapisan membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan. Selain itu, golongan ini memiliki 40 lembar
peptidoglikan pada dinding selnya, yang merupakan 50% dari seluruh
komponen penyusun dinding sel. Polisakarida dan asam amino pada
lembar peptidoglikan bersifat sangat polar, sehingga pada bakteri gram
positif yang memiliki dinding sel yang sangat tebal, dapat bertahan dari
aktivitas cairan empedu di dalam usus. Sebaliknya, lembar peptidoglikan
rentan terhadap lisozim sehingga dapat dirusak oleh senyawa bakterisidal
(Prasetyo, 2009).
2) Bakteri Gram Negatif
Golongan ini memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (5-10 nm)1
dengan komposisi utama : lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida.
Membrane luar pada gram negatif juga memiliki sifat hidrofilik, namun
komponen lipid pada dinding selnya justru memberikan sifat hidrofobik.
Selain itu, terdapat saluran khusus yang terbuat dari protein yang disebut
porins yang berfungsi sebagai tempat masuknya komponen hidrofilik
seperti gula dan asam amnio yang penting untuk kebutuhan nutrisi bakteri
(Prasetyo, 2009).
3. Fungsi Pewarna Gram
a) Metilen Blue
Metilen blue merupakan senyawa kimia aromatis heterosiklik yang beracun
dengan rumus molekul C16H18N3SCl. Senyawa ini mempunyai berat molekuk 319,
89 g/mol, titik lebur 105°C dan daya larut sebesar 4,36 × 104 mg/L. Pewarna ini
berupa kristal yang berwarna hijau kegelapan pada suhu kamar, jika dilarutkan
dalam air atau alkohol dan juga berada di lingkungan dengan tingkat tinggi
oksidasi akan berubah warna menjadi biru tua. Zat warna ini bersifat karsinogen
sehingga berbahaya jika mengenai kulit, mata dan tertelan (Sofiatun, 2018).
b) Safranin
Safranin adalah noda biologis yang digunakan dalam histologi dan sitologi
sebagai pewarna dalam beberapa pewarnaan dan memberikan warna merah pada
prepaat. Hal ini bisa dimaklumi mengapa pewarna safranin lebih disukai karena
praktis dan sifat pewarnaannya stabil dan beragam (Anam, 2016).
Fungsi safranin adalah sebagai zat warna pengkonter dari warna bakteri
gram, negatif yang tercuci karena penambahan alkohol. Bakteri gram positif hanya
sedikit mengikat safranin karena bagian bermuatan sudah diikat oleh kristal violet
(Sujaya, 2016).
c) Iodine/ iodium
Sifat fisika Iodium pada temperatur biasa berupa zat padat yang
mengkristal berbentuk keping-keping atau plat-plat rombis, berkilat seperti logam
berwarna hitam kelabu serta bau khas yang menusuk. Iodium memiliki berat atom
126, 93, mendidih pada suhu 183°C dengan titik lebur 144°C dan mudah
menyublim (uap iodium berwarna merah, sedangkan uap murni berwarna biru tua).
sedangkan sifat kimianya molekul iodium terdiri dari atom (I2) tetapi jika
dipanaskan di atas 500°C akan terurai menjadi 2 ataom I (Cholik. 2017).
Sebagai Mordant, membantu zat warna membentuk kompleks (terikat kuat)
dengan bagian bermuatan dalam di dinding sel, plasma membran dan sitoplasma
(Sujaya, 2016).
d) Kristal Violet
Kristal violet merupakan salah satu pewarna yang digunakan dalam industri
tekstil. Kristal violet juga diklasifikasikan sebagai molekul yang sulit
dimetabolisme oleh mikroorganisme sehingga dapat bertahan dalam berbagai
lingkungan (Ferreira, dkk., 2015).
Sujaya (2016), bahwa mewarnai mikroorganisme dengan pewarna dasar,
yaitu dengan kristal violet atau gentian violet.

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum acara V “Pengamatan Sel
Bakteri Dengan Mikroskop Cahaya”, sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan bahan pada praktikum “Pengamatan Sel Bakteri Dengan Mikroskop
Cahaya”
Alat Bahan
Kaca Obyek Bunsen Kultur Biakan Murni (E. coli dan
Bacillus sp.)
Pipet Tetes Larutan Pewarna (Safranin, Iodin,
Kristal Violet)
Botol Aquadest Alkohol 70%
Mikroskop Cahaya Aquadest

Batang Oose

D. Cara kerja
Berikut cara kerja dalam praktikum “Pengamatan Sel Bakteri dengan
Mikroskop Cahaya”, sebagai berikut :
E. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum acara V “Pengamatan Sel
Bakteri Dengan Menggunakan Mikroskop Cahaya”, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel Hasil Pewarnaan Sel Bakteri
Nama bakteri Bentuk Warna
Bacillus subtilis Batang Ungu
Escherichia coli Batang Merah
Gambar 1. Bacillus subtilis Gambar 2. Escherichia coli
F. Pembahasan
1. Bacillus subtilis
Berdasarkan tabel 1, diperoleh data hasil pengamatan bahwa Bacillus subtilis
memiliki bentuk seperti batang (basil). Ketika Bacillus subtilis dilakukan percobaan
pewarnaan gram untuk mengidentifikasi masuk dalam kelompok bakteri gram positif
atau bakteri gram negatif, ternyata menurut data hasil pengamatan terjadi perubahan
warna bakteri menjadi warna ungu. Dimana, hal ini menunjukkan bahwa Bacillus
subtilis masuk ke dalam kelompok bakteri gram positif.
Sel dari bakteri Bacillus subtilis berbentuk batang dan lurus, panjang tubuhnya
0,5-2,5 × 1,2-10 µm. Sering tersusun berpasangan atau membentuk rantai, dengan
membulat atau berakhir melingkar. Termasuk bakteri gram positif dan motil atau
bergerak dengan flagella. Endospora berbentuk oval atau sesuatu yang bulat atau
silindris dan sangat resisten pada kondisi yang merugikan atau tidak mendukung.
Bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, dengan kemampuan fisiologis yang beragam
terhadap panas, pH, dan kadar garam (Ernawati, 2010).
Bakteri gram positif pada dasarnya memiliki dinding sel yang lebih sederhana,
dengan memiliki peptidoglikan yang relatif banyak. Hal ini, dapat menyebabkan respon
hambatan pada mikroba gram positif lebih kuat dibandingkan dengan mikroba gram
negatif. Hal ini sesuai dengan teori menurut Purwani (2009), yang menyatakan bahwa
respon hambatan mikroba gram positif lebih kuat dibandingkan mikroba gram
negative; hal ini disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun dinding sel antara
mikroba gram positif dan gram negative; dinding sel mikroba gram positif banyak
mengandung teikoronat serta molekul polisakarida.
Bakteri gram positf merupakan bakteri yang memilki komposisi dinding selnya
yang tersusun dengan peptidoglikan yang relatif banyak. Sehingga, ketika dilakukan
pewarnaan gram, dapat mempertahankan zat warna utamanya ketika dicuci dengan
alkohol. Karena, lapisan dinding selnya mengikat kristal violet tersebut yang juga
diperkuat oleh iodin. Sesuai dengan teori menurut (Romadhon, 2012), yang
menyatakan bahwa bakteri gram positif akan memberikan warna ungu ketika diberi cat
gram; warna ungu tersebut terjadi karena dinding sel bakteri mengikat cat kristal violet
yang diperkuat oleh iodine dan kristal violet tersebut tidak akan hilang pada waktu
diberi cat peluntur sehingga tidak terpengaruh pada saat diberi cat penutup yang
berwarna merah.
Kristal violet merupakan salah satu pewarna yang digunakan dalam industri
tekstil. Kristal violet juga diklasifikasikan sebagai molekul yang sulit dimetabolisme
oleh mikroorganisme sehingga dapat bertahan dalam berbagai lingkungan (Ferreira,
dkk., 2015).
Sebagai Mordant, membantu zat warna membentuk kompleks (terikat kuat)
dengan bagian bermuatan dalam di dinding sel, plasma membran dan sitoplasma
(Sujaya, 2016).
2. Escherichia coli
Berdasarkan tabel 1, diperoleh data hasil pengamatan bahwa Escherichia coli
memiliki bentuk seperti batang (basil). Ketika E.coli dilakukan percobaan pewarnaan
gram untuk mengidentifikasi masuk dalam kelompok bakteri gram positif atau bakteri
gram negatif, ternyata menurut data hasil pengamatan terjadi perubahan warna bakteri
menjadi warna merah. Dimana, hal ini menunjukkan bahwa E.coli masuk ke dalam
kelompok bakteri gram negatif.
E.coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki
panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm dan bersifat anaerob fakultatif. E.coli
membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata. Pada
umumnya bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi sekitar 85% (Hastuti,
2014).
Bakteri gram negatif merupakan bakteri yang memilki komposisi dinding
selnya yang sebagian besar tersusun dari suatu lapisan lipid. Sehingga, ketika dilakukan
pewarnaan gram, kurang dapat mempertahankan zat warna utamanya ketika dicuci
dengan alkohol. Karena, lapisan lipidnya rusak saat dilakukan pencucian menggunakan
alkogol. Akibatnya, akan menampakkan warna merah. Warna merah ini merupakan
kenampakan warna dari zat kedua yaitu safranin. Hal tersebut, sesuai dengan teori pada
penjelasan selanjutnya.
Bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal violet
sehingga ketika diamati mikroskop akan menunjukkan warna ungu sedangkan bakteri
gram negative tidak dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet tetapi zat
warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga akan memperlihatkan warna
merah (Pratita & Surya, 2012).
Safranin adalah noda biologis yang digunakan dalam histologi dan sitologi
sebagai pewarna dalam beberapa pewarnaan dan memberikan warna merah pada
preparat. Hal ini bisa dimaklumi mengapa pewarna safranin lebih disukai karena
praktis dan sifat pewarnaannya stabil dan beragam (Anam, 2016).
Warna merah yang muncul menandakan bakteri gram negatif, karena hilangnya
pewarna kristal violet pada waktu dekolorisasi dengan alkohol. Kemudian sel bakteri
menyerap safranin. Karena bakteri gram negatif mengandung lipid lebih rendah
sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terhidrasi akibat perlakuan dengan
alkohol. Pemberian alkohol berfungsi untuk dekolorisasi bakteri, sehingga
menyebabkan zat utama dalam sel muncul. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan
daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu kristal keluar dari sel
kemudian sel akan menyerap safranin (Jayanti, 2010).
3. Fungsi Masing-Masing Penambahan Reagen
Pada praktikum acara V “Pengamatan Sel Bakteri dengan Mikroskop Cahaya”,
ketika kultur murni sudah dicampur dengan aquades dan sudah difiksasi. Selanjutnya,
adalah penambahan kristal violet pada bakteri. Penambahan kristal violet ini akan
memberikan warna ungu pada seluruh bagian dinding sel bakteri. Pemberian kristal
violet ini merupakan cara pemberian warna dasar dari pewarnaan gram. Sesuai dengan
teori menurut Sujaya (2016), bahwa mewarnai mikroorganisme dengan pewarna dasar,
yaitu dengan kristal violet atau gentian violet.
Kemudian, tahap selanjutnya dimana kelebihan pewarna dicuci dengan aquades
atau air. Berfungsi sebagai pelarut saat melarutkan senyawa agar kelebihan warna
tersebut dapat hilang. Zat pewarna yang diteteskan kemudian dibilas dengan aquades
atau air ini juga dapat membuat zat warna tambahan terhapus dan warnanya akan
semakin terlihat dengan jelas. Menurut Dwidjoseputri (2005), yang menyatakan bahwa
jika sediaan dicuci dengan aquades, lalu dengan alkohol, maka dua kemungkinan dapat
terjadi; pertama, zat warna tambahan terhapus, sehingga yang nampak jelas ialah zat
warna asli (ungu) disebut gram positif; kedua, zat warna tambahan (merah) bertahan
hingga zat warna asli tidak tampak disebut gram negatif.
Setelah dibilas dengan aquades atau air, ditambahkan iodin atau dapat dikatakan
juga larutan mordan. Dimana, larutan mordan ini dapat berfungsi untuk memperkuat
pengikatan warna oleh bakteri. Atau dapat dikatakan juga sebagai pengintensifan
pewarna bakteri utama. Sesuai dengan teori menurut Dwidjoseputro (2005) yang
menyatakan bahwa iodine berfungsi untuk mengikat zat warna primer agar tidak keluar
dari sel bakteri. Serta, teori menurut Kurniati et al (2018), bahwa pengintensifan
pewarna bakteri utama dengan menambahkan larutan mordan. Serta, terdapat juga teori
menurut Sujaya (2016), yang menyatakan bahwa sebagai mordant, membantu zat
warna membentuk kompleks (terikat kuat) dengan bagian bermuatan dalam di dinding
sel, plasma membran dan sitoplasma.
Kemudian, dilakukan pembilasan dengan menggunakan alkohol. Proses
pembilasan ini disebut dengan dekolorisasi. Pada proses ini, alkohol akan berinteraksi
dengan lipid membran sel. Sehingga, dapat mengakibatkan dua kemungkinan yaitu
mikroorganisme akan tetap berwarna ungu kebiruan atau menjadi tidak berwarna. Hal
ini sesuai degan Subandi (2012), yang menyatakan bahwa alkohol digunakan untuk
melunturkan atau membilas zat warna ungu yang mengakibatkan bakteri akan tetap
berwarna ungu atau tidak berwarna.
Tahap terakhir dalam proses pewarnaan gram yaitu penambahan atau pemberian
warna dengan safranin. Safranin sendiri merupakan noda biologis yang biasa digunakan
dalam histologi dan sitologi. Dimana, pewarnaan safranin yang masuk ke dalam sel ini
akan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan
pada bakteri gram positif safranin tidak dapat masuk sehingga sel akan berwarna ungu.
Hal ini sesuai dengan Wahyuningsih (2008), yang menyatakan bahwa safranin
merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Serta, menurut Sujaya (2016),
bahwa fungsi safranin adalah sebagai zat warna pengkonter dari warna bakteri gram
negatif yang tercuci karena penambahan alkohol; bakteri gram positif hanya sedikit
menikat safranin karena bagian bermuatan sudah diikat oleh kristal violet.
4. Interaksi Reagen Pewarna Dengan Dinding Sel
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum acara V “Pengamatan Sel
Bakteri dengan Mikroskop Cahaya”, antara bakteri gram negatif dan bakteri gram
positif memiliki dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan dengan ketebalan yang
berbeda serta komposisi yang berbeda. Sehingga, ketika proses pewarnaan gram
interaksi nya akan berbeda walaupun menggunakan reagen yang sama.
Bakteri gram positif akan lebih mempertahankan warna ungu dari kristal violet.
Karena bakteri ini merupakan bakteri yang mengikat pewarna bakteri utama dengan
kuat. Sehingga, ketika dicoba untuk dilunturkan itu tidak bisa serta tidak dapat lagi
diwarnai oleh pewarna bakteri lawan. Menurut Kurniati (2018), bahwa bakteri gram
positif, ialah bakteri yang mengikat pewarna bakteri utama dengan kuat, sehingga tidak
dapat dilunturkan dan tidak dapat diwarnai lagi oleh pewarna bakteri lawan. Selain itu,
terdapat juga teori menurut Pratita & Surya (2012), yang menyatakan bahwa bakteri
gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal violet sehingga ketika
diamati mikroskop akan menunjukkan warna ungu. Hal ini disebabkan karena
ketebalan peptidoglikan pada bakteri gram positif agak lebih tebal daripada bakteri
gram negatif. Menurut Prasetyo (2009), yang menyatakan bahwa golongan bakteri ini
akan memberikan warna ungu; golongan ini memiliki peptidoglikan setebal 20-80 nm 1
dengan komposisi terbesar teichoic, asam teichuroni, dan berbagai macam
polisakarida.
Sedangkan, bakteri gram negatif cenderung tidak dapat mempertahankan warna
nya, karena terdapat suatu reagen yang menyerap ke dalam dinding selnya. Ini
diakibatkan dinding sel bakteri gram negatif yang terdiri atas peptidoglikan tersebut
memiliki ketebalan yang lebih tipis. Sesuai dengan teori menurut Kurniati (2018),
bahwa bakteri gram negatif, ialah bakteri yang kemampuan mengikat pewarna bakteir
utama tidak kuat, sehingga dapat dilunturkan oleh peluntur, dan dapat diwarnai oleh
pewarna bakteri lawan. Selain itu, teori menurut Pratita & Surya (2012), yang
menyatakan bakteri gram negative tidak dapat mempertahankan warna ungu dari kristal
violet tetapi zat warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga akan
memperlihatkan warna merah. Sedangkan, untuk teori mengenai ketebalan
peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri gram negatif, terdapat dalam teori menurut
Prasetyo (2009), bahwa golongan ini memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (5-10
nm)1 dengan komposisi utama : lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida.
G. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum acara V “Pengamatan Sel Bakteri Dengan
Mikroskop Cahaya”, sebagai berikut :
1. Bentuk morfologi pada spesimen Bacillus subtilis, yaitu basil (batang) atau
silindris.
2. Bentuk morfologi pada spesimen Escherichia coli, yaitu basil (batang) atau
silindris.
3. Warna yang terbentuk pada spesimen Bacillus subtilis setelah dilakukan
pewarnaan gram, yaitu ungu. Sehingga, masuk dalam bakteri gram positif.
4. Warna yang terbentuk pada spesimen Escherichia coli setelah dilakukan
pewarnaan gram, yaitu merah. Sehingga, masuk dalam bakteri gram negatif.
5. Pada spesimen Bacillus subtilis dan Escherichia coli, jika diamati akan
berkumpul, baik berpasangan atau membentuk suatu rantai yang melingkar ataupun
memanjang.

H. Daftar Pustaka
Abdullah. Ridha Marvira. 2014. Analisis Ketramplian Psikomotorik Dalam
Penggunaan Mikroskop Pada Siswa Kelas VII SMPN 8 Banda Aceh.
Jurnal Edukasi dan Sains Biologi. 3 (5). Aceh : Prodi Biologi FKIP
UMUSLIM.

Anam, Choirul. 2016. Studi Pemanfaatan Potensi Pigmen Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami Preparat Section
Tumbuhan Sirsak (Annina muricata) Dikembangkan Sebagai Bahan Ajar
Biologi. THESIS, Universitas Muhammadiyah Malang.

Campbell. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid I (Terjemahan). Jakarta : Erlangga.

Cholik, Intan Nabiela. 2017. Perbedaan Kadar KIO3 Telur Asin Berdasarkan Metode
dan Lama Pemasakan. Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah
Semarang.

Ferreira, B. C. C., Teodoro, F. S., Mageste, A. B., Gill, L. F., Freitas, P., and Gurgel, L.
V. A. 2015. Application of A New Carboxylate-Funchtionalized
Surgarcane Bagasse for Adsorptive Removal of Crystal Violet from
Aqueous Solution : Kinetic, Equilibrium and Thermodynamic Studies. Ind.
Crop. Prod. 65. 521-534.

Haryanti, Sri. 2019. Pengembangan Almari Penyimpanan Terstandar Untuk Perawatan


Mikroskop di Laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan. OTHER
THESIS, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Hernatha, Tommy. Identifikasi Butir-Butir Lemak dan Bakteri Patogen Pada Susu
dengan Menggunakan Mikroskop Binokular XSZ-107BN. LAPORAN
TUGAS AKHIR. Universitas Diponegoro.

Prasetyo, Tommie. 2009. Pola Resistensi Bakteri Dalam Darah Terhadap


Kloramfenikol, Trimethoprim/Sulfametoksazol, dan Tetrasiklin di
Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (LMK FKUI) Pada Tahun 2001-2006. SKRIPSI, Universitas
Indonesia.

Pratita, Maria Yuli R., Surya Rosa P. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik
Dari Sumber Mata Air Panas di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi.
Jurnal Teknik Pomits. 1 (1).

Sofiatun. 2018. Penurunan Kadar Metilen Blue Dengan Zeolit ZSM-5 Komersial Pada
Suhu Ruang Berdasarkan Variasi Konsentrasi Metilen Blue. Thesis,
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Sujaya, I Nengah. 2016. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Bali : Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

Tim Dosen Pembina. 2017. Petunjuk Praktikum Biologi Umum. Jember : Double Helix
Studio.

Willey, J. M., Sherwood, L. M., Woolverton, C. J. 2008. Prescott, Harley, and Klein’s
Microbiology. 7th ed. New York : McGRaw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai