Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MAKALAH

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH


DAN OTONOMI KHUSUS PAPUA

“Penyelenggaraan
Pemerintahaan yang Bersifat Khusus Provinsi
Papua”

Oleh :
KELOMPOK II
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2022
Nama nama anggota kelompok

1 Muhammad Rizky Wijayanto 010121073

2 Dara Nurul Salsabillah 010121088

3 Siti Ayu Resa Purwati 010121092

4 Tasya Elisabet 010121110

5 Laila Yuniar Irsan 010121080

6 Desna Tri Wardana 010121130

7 Irfan Maulana 010121107

9 Firdi Hardana 010121115

10 Naufal Hibrizi Setiawan 010121085

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................v
BAB I...................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Pengertian Otonomi Khusus.....................................................................................2
1.1.1. Nilai-nilai Dasar................................................................................................3
1.1.2. Garis-garis Besar pokok pikiran yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang
Otonomi Khusus Papua..............................................................................................6
1.1.3. Ekonomi dan Keuangan....................................................................................7
1.1.4. Pelayanan kesehatan masyarakat....................................................................9
1.1.5. Keagamaan.....................................................................................................10
BAB II................................................................................................................................11
UNDANG-UNDANG TENTANG OTONOMI KHUSUS PAPUA..........................................11
2.1. Provinsi Papua.......................................................................................................12
2.2. Wilayah Papua.......................................................................................................12
2.1.1 Pemerintahan..................................................................................................14
2.1.2 Legislatif..........................................................................................................14
2.1.3 Eksekutif..........................................................................................................14
2.1.4. MRP (Majelis Rakyat Papua)...........................................................................15
2.1.5. DPRP (Dewan Perwakilan Pemerintah Papua)................................................16
2.1.6. Parpol.......................................................................................................17
2.1.7. Peraturan Daerah Khusus...............................................................................17
2.1.8. Keuangan.......................................................................................................17
2.1.9. Dana lain-lain..................................................................................................18
2.1.10. Perekonomian..............................................................................................18
1.1.11. Penegakan Hukum....................................................................................19
2.1.12. Adat Papua dan Perlindungannya................................................................20
2.1.13. Hak Asasi dan Rekonsiliasi............................................................................21

iii
1.1.14. Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan......................................................21
2.1.15. Lingkungan Hidup.........................................................................................22
BAB III...............................................................................................................................23
PENUTUP..........................................................................................................................23
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................23
3.2. Saran.................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya, maka laporan akhir dari Tim Penelitan Hukum
tentang “Penyelenggaraan Pemerintahaan yang Bersifat Khusus Provinsi Papua”,
dapat diselesaikan. Sebagai kebijakan negara Indonesia, pembentukan otonomi
khusus di suatu daerah di dalam negara berdaulat merupakan kompromi politik
yang di kemas dalam produk peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi
disintegrasi bangsa, dan tidak ada pemisahan wilayah dari negara induk.

Dengan dasar pertimbangan bahawa penyelenggraan pemerintahan dan


pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama berintegrasi dengan
Indonesia belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, mencapai kesejahteraan
dan mewujudkan penegakan hukum dan belum sepenuhnya memenuhi rasa
penghormatan tererhadap hak-hak asasi manusia, khususnya orang asli Papua .

Selain itu, untuk mengurangi kesejangan antara Provinsi Papua dan


provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua serta memberikan
kesempatan kepada penduduk asli Papua diperlukan adanya kebijakan khusus
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bogor, 1 oktober 2022

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut


Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat
kemudian berganti menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhcur. Namun
kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan,
belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum
sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya
menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi
Papua, khususnya masyarakat Papua.

Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya


pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar
bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih
baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status
Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal ini merupakan suatu langkah
awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada
Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka
dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya
penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.

vi
1.2 Pengertian Otonomi Khusus

Otonomi Khusus bagi Papua harus diartikan secara jelas dan tegas sejak
awal, karena telah terbentuk berbagai pemahaman yang negative mengenai
Otonomi di kalangan rakyat Papua. Pengalaman jelek yang dialami oleh rakyat
Papua dalam masa pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru, yang juga
memperlakukan daerah Papua sebagai suatu daerah otonomi, merupakan alasan
penting dimilikinya sikap negatif ini.

Istilah “otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah diartikan sebagai


kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri, sekaligus
pula berarti kebebasan untuk berpemerintahan sendiri dan mengatur pemanfaatan
kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua dengan
tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung penyelenggaraan
pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di Indonesia yang memang
berkekurangan. Hal ini yang tidak kalah penting adalah kebebasan untuk
menentukan strategi pembangunan social, budaya, ekonomi dan politik yang
sesuai dengan karakteristik dan kekhasan sumber daya manusia serta kondisi alam
dan kebudayaan orang Papua. Hal ini penting sebagai bagian dari pengembangan
jati diri orang Papua yang seutuhnya yang ditunjukkan dengan penegasan identitas
dan harga dirinya.

Istilah “khusus” hendaknya diartikan sebagai perlakuan berbeda yang


diberikan kepada Papua karena kekhususan yang dimilikinya. Kekhususan
tersebut mencakup hal-hal seperti tingkat social ekonomi masyarakat, kebudayaan
dan sejarah politik. Dalam pengertian praktisannya, kekhususan otonomi Papua
berarti bahwa ada hal-hal mendasar yang hanya berlaku di Papua dan mungkin
tidak berlaku di daerah lain di Indonesia, dan ada hal-hal yang berlaku di daerah
lain di Indonesia yang tidak diterapkan di Papua.1

1
Jurnal DINAMIS Vol 17. No. 1. Juli 2020 ( La Achmady 81- 88)

vii
31.1.1. Nilai-nilai Dasar

1. Perlindungan terhadap Hak-Hak Dasar Penduduk Asli Papua

Perlindungan terhadap hak-hak dasar orang Papua mencakup enam


dimensi pokok kehidupannya:

1) Perlindungan hak hidup orang Papua di Tanah Papua yaitu suatu kualitas
kehidupan yang bebas dari rasa takut serta terpenuhi seluruh kebutuhan
jasmani dan rohaninya secara baik dan proporsional.
2) Perlindungan hak-hak orang Papua atas tanah dan air dalam batas-batas
tertentu dengan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
3) Perlindungan hak-hak orang Papua untuk berkumpul dan mengeluarkan
pendapat dan aspirasinya.
4) Perlindungan hak-hak orang Papua untuk terlibat secara nyata dalam
kelembagaan politik dan pemerintahan melalui penerapan kehidupan
berdemokrasi yang sehat.
5) Perlindungan kebebasan orang Papua untuk memilih dan menjalankan ajaran
agama yang diyakininya,tanpa ada penekanan dari pihak manapun; dan
6) Perlindungan kebudayaan dan istiadat orang Papua.

2. Demokrasi dan Kedewasaan Berdemokrasi

Rakyat Papua perlu terus mengembangkan kemampuannya untuk


berdemokrasi secara dewasa yang ditinjukkan dengan kemampuan utnuk
menghargai pluralisme atas dasar suku, agama, dan perbedaan-perbedaan sosial
lainnya. Rakyat Papua juga perlu secara optimal memanfaatkan berbagai
perangkat demokrasi yang tersedia dalam sutau negara modern seperti partai
politik, pemilihan umum dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat agar berbegai
aspirasi yang dimiliki dapat disalurkan secara baik dan memiliki legalitas yang

viii
kuat dan efektif demi tercapainya kehidupan berdemokrasi secara dewasa dan
bertanggung jawab.

3. Penghargaan terhadap Etika dan Moral

Etika dan Moral merupakan tuntutan hidup orang Papua sejak dahulu yang
telah dikembangkan oleh nenek moyang dan merupakan bagian dari adat-istiadat.
Etika dan Moral ini kemudian diperkaya oleh ajaran-ajaran agama Kristen
Protestan, Katolik, Islam, dan agama-agama lain yang dipeluk oleh orang-orang
Papua sejak kurang lebih 200 tahun lalu. Penghargaan etika dan moral inilah yang
memungkinkan Tanah Papua hingga kini masih jauh lebih aman dibandingkan
beberapa daerah tertentu di Indonesia, walaupun ada pihak-pihak yang terus
menerus menyebarluaskan kesan bahwa Papua adalah daerah yang rawan
keamanan. Hubungan sosial yang erat dan saling menghormati antarsesama warga
Tanah Papua yang terus dipertahankan bahkan dikembangkan hingga saat ini
adalah akibat adanya penghargaan terhadap etika dan moral yang telah ada sejak
dahulu.

4. Penghormatan terhadap Hak-hak Asasi Manusia

Pelaksanaan pembangunan melalui Otonomi Khusus di Tanah Papua harus


dapat dilakukan dengan mengubah total semua praktik-praktik pembangunan di
masa lalu, yang mengabaikan bahkan melanggar HAM rakyat Papua. Penggunaan
kekuatan keamanan dan militer yang berlebihan dan melanggar HAM di waktu
lalu, yang mengakibatkan banyak rakyat Papua hidup dalam rasa takut, harus
dihilangkan di dalam era Otonomi Khusus ini. Pelaksanaan Otonomi Khusus
harus mampu mewadahi proses ini secara damai dan bermartabat dan sekaligus
membangun kerangka-kerangka dasar dalam rangka penyelesaian tuntas masalah-
masalah yang terkait dengan pelurusan sejarah ini

ix
5. Penegakan Supremasi Hukum

Rakyat Papua pada dasarnya patuh pada hukum, sepanjang hukum itu
memang berpihak kepada kepentingan orang banyak, diwadahi dalam suatu
sistem yang professional dan bebas dari intervensi pihak manapun, dan para
penegaknya dapat menjadi suri teladan bagi masyarakat. Keadaan yang
disebutkan di atas merupakan salah satu modal dasar yang ampuh dalam rangka
mencapai kesejahteraan rakyat di Tanah Papua. Di dalam Otonomi Khusus Papua,
supremasi hukum harus dapat ditegakkan dan terlihat secara nyata dalam
penyelenggaraan pemerintahan, proses peradilan dan penegakan HAM.

6. Penghargaan terhadap Pluralisme

Penghargaan akan pluralisme yang telah dianut sejak dahulu harus terus
dapat dipelihara dan dimanfaatkan di Tanah Papua dalam era Otonomi Khusus.
Penghargaan akan pluralisme yang dimaksud adalah barang tentu harus diwarnai
dengan keberpihakan secara tegas kepada mereka yang paling menderita, paling
tertinggal, dan berada pada hierarki paling bawah dalam hal akses terhadap
berbagai fasilitas kesejahteraan sosial, ekonomi, dan budaya.

7. Persamaan Kedudukan, Hak dan Kewajiban sebagai Warga


Negara

Penegakan supremasi hukum perlu disebarluaskan kepada seluruh lapisan


masyarakat Papua, termasuk kalangan aparat pemerintah dan keamanan tentang
hak dan kedudukan sebagai warganegara yang sama di depan hukum, dan harus
dilaksanakan secara bijaksana dengan peka terhadap kondisi objektif sebagian
besar penduduk di Papua yang kondisi sosial, ekonomi, dan politiknya
memerlukan perlindungan-perlindungan tertentu. Dengan perkataan lain,
perlindungan yang diberikan itu harus mampu mengembangkan kemampuan diri

x
masyarakat Papua untuk dalam waktu yang secepatnya  dapat terlayani hak-hak
dan memenuhi kewajiban-kewajibannya sama seperti semua warga negara lain.2

1.1.2. Garis-garis Besar pokok pikiran yang dimasukkan ke dalam Undang-


Undang Otonomi Khusus Papua

1. Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Provinsi Papua

Salah satu inti pelaksanaan otonomi khusus di Papua adalah pembagian


kewenangan pemerintahan antara Pusat dan Provinsi Papua. Pembagian
kekuasaan dan kewenangan ini bukan semata-mata senagai konsekuensi
pemberian status otonomi khusus, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah
pelaksanaan prinsip-prinsip demokratisasi penyelenggaraan negara dengan
memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada rakyat dan daerah untuk
mengatur dan mengurus dirinya sendiri secara nyata.

2. Pembagian Kewenangan di dalam Provinsi Papua

Otonomi Khusus Papua berarti bahwa ada hubungan hirarki antara


pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota, namun pada saat yang sama
provinsi, kabupaten/kota dan kampung masing-masing adalah daerah otonom
yang memiliki kewenangannya sendiri-sendiri. Prinsip yang dianut adalah bahwa
kewenangan perlu diberikan secara proporsional ke bawah, terutama untuk
berbagai hal yang langsung berkaitan dengan masyarakat. Hal ini konsisten
dengan salah satu prinsip dasar otonomi yaitu menempatkan sedekat-dekatnya
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan ke subjek, yaitu rakyat. Karena
itu, di dalam konteks Otonomi Khusus Provinsi Papua, fungsi-fungsi pengaturan
berada di tingkat provinsi sedangkan fungsi-fungsi dan kewenangan pelayanan
masyarakat diberikan sebesar-besarnya kepada kabupaten/kota dan kampung.

2
Sumule (edl, Mencari Jalan Tengah, 2004, hal. 53-60)

xi
Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis, profesional dan
bersih, dan sekaligus memiliki ciri-ciri kebudayaan dan jati diri rakyat Papua,
serta mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan penduduk asli Papua, perlu
dibentuk empat badan/ lembaga, yaitu:

 Lembaga Eksekutif, di tingkat Provinsi dipimpin seorang Gubernur dan di


tingkat Kabupaten/ Kota dipimpin oleh Bupati atau Walikota. Gubernur,
Bupati, dan Walikota dipimpin lembaga legislatif. Lembaga eksekutif
berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan Gubernur dipilih
oleh Lembaga Legislatif.
 Lembaga Legislatif, terdiri dari dua badan yaitu Dewan perwakilan Rakyat
Papua dan Majelis Rakyat Papua. Sistem ini lazim dikenal dengan istilah
bikameral. Keanggotaan DPR adalah wakil-wakil partai politik yang dipilih
rakyat melalui Pemilihan Umum. Keanggotaan MPR Papua terdiri dari wakil-
wakil adat, wakil-wakil agama dan wakil-wakil perempuan yang dipilih oleh
rakyat. Selain bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat bertugas
mengawasi pelaksanaan pemerintahan oleh Lembaga Eksekutif, Majelis
Rakyat Papua juga berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan tugas Dewan
perwakilan Rakyat.
 Lembaga Adat, mengatur segala sesuatu yang terkait dengan hak-hak
masyarakat adat di wilayah hukum adat tertentu.

 Lembaga Peradilan, berpedoman pada sistem hukum nasional Indonesia.


Penyelesaian-penyelesaian perkara menurut hukum adat juga diberlakukan di
Papua.

xii
1.1.3. Ekonomi dan Keuangan

Pos Penerimaan Khusus Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus


yang besarnya setara dengan 2,25% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) yang
mencapai 378 triliun. Sebelumnya, besaran dana otsus sebesar 2% dari DAU,
yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan serta Pos
Dana Tambahan Infra Struktur Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus yang
besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi
pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur, penambahan alokasi dana otsus disebabkan besarnya
biaya pembangunan di Papua dan Papua Barat akibat tinggkat Kesulitan geografis
yangc tinggi.

Fokus utama yang ingin dicapai melalui pembangunan ekonomi di Tanah


Papua adalah:

1) Memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada penduduk Papua,


terutama penduduk asli Papua yang selama ini terabaikan atau terpinggirkan
dalam pembangunan ekonomi.
2) Mengembangkan kemampuan diri penduduk Papua, terutama penduduk asli
Papua, untuk terlibat secara nyata dalam semua jenis kegiatan perekonomian.
3) Memastikan bahwa semua kegiatan ekonomi yang dilakukan di masa
sekarang tidak mengabaikan menurunnya kualitas kehidupan generasi Papua
di masa depan.

Karena itu, pembangunan ekonomi di Tanah Papua dilakukan dengan


berpedoman pada hal-hal berikut ini:

1) Semua usaha perekonomian di Provinsi Papua, termasuk pemanfaatan


sumberdaya alamnya, dilakukan untuk memberikan manfaat dan
kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Papua dengan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip keadilan, pemerataan, melindungi hak-hak masyarakat

xiii
adat, memberi kepastian hukum bagi pengusaha, serta pelestarian lingkungan
dan pembangunan yang berkelanjutan.
2) Pengolahan lanjutan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam
sebagaimana yang dimaksud pada butir di atas diupayakan untuk dilakukan
sepenuhnya di Tanah Papua.
3) Perizinan dan perjanjian kerjasama yang telah dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Provinsi dengan pihak lain tetap berlaku dan dihormati
sepanjang tidak merugikan masyarakat asli Papua dan tidak bertentangan
dengan jiwa dan semangat Undang-undang Otonomi Khusus Papua.
4) Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan
atau masyarakat setempat.
5) Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota
dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat.

1.1.4. Pelayanan kesehatan masyarakat

Rendahnya mutu indikator-indikator kependudukan orang-orang asli


Papua sesungguhnya merupakan refleksi dari rendahnya mutu kesehatan dan gizi
penduduk Papua, terutama orang-orang asli Papua. Hal tersebut terefleksi secara
jelas dalam Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus yang mengatur bahwa
Pemerintah Provinsi berkewajiban menetapkan standar mutu dan memberikan
pelayanan kesehatan bermutu bagi penduduk.

Untuk menjamin bahwa pelayanan kesehatan bermutu itu dapat dinikmati


oleh seluruh peduduk Papua, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil,
ditempuh dua pendekatan:

1) Setiap penduduk Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan bermutu


dengan beban biaya yang serendah-rendahnya, dan

xiv
2) Peranan penyelenggaraan pelayanan kesehatan diberikan sebesar-besarnya
kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha
yang memenuhi persyaratan.

Hal yang sama berlaku pula untuk program perbaikan dan peningkatan
gizi penduduk Papua, terutama untuk memenuhi kelompok-kelompok rawan gizi
seperti ibu-ibu hamil dan balita.

1.1.5. Keagamaan

Salah satu realitas terpenting dari kebebasan suara hati nurani adalah
kebebasan beragama. Dalam kebebasan seperti ini, setiap orang berhak untuk
menentukan sendiri bagaimana ia beragama, ia juga berhak untuk hidup sesuai
dengan keyakinan agamanya, ia juga berhak untuk mengkomunikasikan
agamanya kepada orang lain sepanjang orang itu bersedia tanpa paksaan
menerima komunikasi itu, ia juga berhak untuk meninggalkan agamanya dan
memeluk agama baru yang diyakininya, dan bahkan ia pun berhak untuk tidak
didiskriminasikan kaerna agama atau keyakinannya.

Di dalam Otonomi Khusus Papua, dengan berpedoman pada hak-hak


manusia universal, setiap penduduk Papua dijamin hak dan kebebasannya untuk
memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Maka, agar tercipta suasana
yang kondusif bagi pembangunan keagamaan di Papua, Pemerintah Provinsi
berkewajiban untuk:

1) Menjamin kebebasan, membina kerukunan dan melindungi semua umat


beragama di Tanah Papua untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
2) Menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama
3) Mengakui otonomi lembaga keagamaan
4) Memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proposional
berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.

xv
BAB II
UNDANG-UNDANG TENTANG OTONOMI KHUSUS PAPUA

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik


Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Lembaran
Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151 yang
telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 ,Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi
Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. 3

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan kedua atas


Otonomi Khusus Bagi Papua dibuat dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan
pemerataan pembanguan kemajuan sumber daya manusia dan infrastruktur,
melihat kondisi Papua belum maksimalnya penggunaan dana otonomi khusus
adalah bagian penting bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
menciptakan instrumen hukum yang mampu menampung dan menjadi dasar
pijakan untuk mengelola dan memajukan pemerintahan Papua, prinsip "menjaga
hak milik warga negara" merupakan aspek yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah daerah sebagai pemegang pelimpahan kewenangan dan merealisasikan
serta pengalokasian dana otsus agar lebih efektif yang berdampak pada
kesejahteraan hidup, meningkatnya kualitas pelayanan publik, serta pendidikan.

perubahan terhadap tata kelola pemerintahan dalam Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2021 adalah langkah pemerintah pusat dan daerah untuk
mereformulasi fundamental pemerintaha yang dilakukan dalam rangka mencapai
kmaslahahatan bagi masyarakat Papua dengan terciptanya suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi, Pancasila, Undang-Undang Dasar.

3
Kajian, Vol, No.2, Juni 2011

xvi
2.1. Provinsi Papua

Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi


Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah
kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk
provinsi-povinsi hasil pemekaran Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
dan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI menggunakan Sang Merah Putih
sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Provinsi
Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol
kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan
lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.

2.2. Wilayah Papua

Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-
masing sebagai Daerah Otonom. Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah
Distrik. Distrik adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia, terdapat
provinsi Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua
Selatan, yang berada di bawah kabupaten atau kota. Istilah "distrik" menggantikan
"kecamatan" yang sebelumnya digunakan seperti halnya di provinsi-provinsi lain
di Indonesia. Penetapan ini menyusul diterapkannya Undang-undang Nomor 2
Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Distrik merupakan
perangkat Daerah Kabupaten atau Kota di Papua yang mempunyai wilayah kerja
tertentu yang dipimpin oleh seorang Kepala Distrik.

Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain.
Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum

xvii
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota.

Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan untuk kepentingan


khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atas usul Provinsi.
Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi-provinsi yang baru dilakukan atas
persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi
dan perkembangan di masa datang.

2.1.1 Hak dan Kewenangan daerah Otonomi

hakikatnya otonomi daerah adalah sebagai berikut:

1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonomi hak
tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan urusan Pemerintah
(pusat) yang diserahkan kepada Daerah. Istilah sendiri dalam hak
mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu
daerah penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta
pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu
dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi
urusan Pemerintah (pusat).

2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur


rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang
otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya.

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah


tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang
diserahkan kepadanya.

xviii
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur
dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi
hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain

2.1.1 Pemerintahan

Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan


Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai
badan eksekutif. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi
Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi
kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka
perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan
terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan
hidup beragama.

2.1.2 Legislatif

Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. Jumlah


anggota DPRP adalah 1 1/4 (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD
Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota DPRD Papua menurut UU Susduk
MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka jumlah kursi DPRP adalah
125 kursi.

2.1.3 Eksekutif

Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai


Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur. Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala
Daerah yang disebut Wakil Gubernur. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil

xix
Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi lain di Indonesia, yang dapat dipilih
menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua memerlukan syarat khusus,
diantaranya adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:

 orang asli Papua;


 setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada
rakyat Provinsi Papua;
 tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali
dipenjara karena alasan-alasan politik; dan
 tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.

2.1.4. MRP (Majelis Rakyat Papua)

MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil


adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-
masing sepertiga dari total anggota MRP. Keanggotaan dan jumlah anggota MRP
ditetapkan dengan Perdasus. Masa keanggotaan MRP adalah 5 (lima) tahun.
Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.4

MRP mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur dengan Perdasus,


antara lain :

 memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur


dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP;
 memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus
yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur
 Memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rencana
perjanjian kerjasama, baik yang dibuat oleh Pemerintah maupun
Pemerintah Daerah Provinsi Papua dengan pihak ketiga yang berlaku di

4
Indra J. Piliang, Otonomi Khusus Papua dan MRP, Suara Pembaruan, 11 Juli 2003

xx
Provinsi Papua, khususyang menyangkut perlindungan hak Orang Asli
Papua;
 Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat,
umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang
menyangkut hak-hak Orang Asli Papua, serta memfasilitasi tindak lanjut
penyelesaiannya; dan
 memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRK, dan
Bupati/Wali Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-
hak Orang Asli Papua.5

2.1.5. DPRP (Dewan Perwakilan Pemerintah Papua)

DPRP merupakan lembaga perwakilan daerah provinsi yang


berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah
Provinsi Papua

DPRP mempunyai tugas dan wewenang :


A. mengusulkan pengangkatan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur terpilih
kepada Presiden Republik Indonesia;
B. mengusulkan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada
Presiden Republik Indonesia;
C. menyusun dan menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan program pembangunan daerah serta tolok ukur kinerjanya
bersama-sama dengan Gubernur;
D. membahas dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
bersama-sama dengan Gubernur;
E. membahas Rancangan Perdasus dan Rancangan Perdasi bersama-sama
dengan Gubernur;
F. menetapkan Perdasus dan Perdasi;

5
Undang-undang RI No 21 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

xxi
G. menyusun dan menetapkan dokumen perencanaan pembangunan daerah
bersama Gubernur dengan berpedoman pada sistem perencanaan
pembangunan nasional dan memperhatikan kekhususan Provinsi Papua;
H. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi Papua
I. terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan
daerah ;6

2.1.6. Parpol

Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik. Rekrutmen


politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan
masyarakat asli Papua. Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP
dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing.

2.1.7. Peraturan Daerah Khusus

Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) adalah Peraturan Daerah Provinsi


Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam UU 21/2001.
Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan
pertimbangan dan persetujuan MRP. Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) adalah
Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perdasi dibuat dan
ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur.

6
Pasal 73, Peraturan Pemerontah No 54 Tahun 2004

xxii
2.1.8. Keuangan

1. Dana Perimbangan

Dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil


pemekarannya) mendapat bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai
berikut:

1) Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen)


2) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh
persen)
3) Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)
4) Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
5) Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
6) Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
7) Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun
terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh
persen)
8) Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung
dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen).

Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan Pertambangan


minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-
kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi.

2.1.9. Dana lain-lain

Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-


undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua. Penerimaan
khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan
2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama
ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku selama 20

xxiii
(dua puluh) tahun. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus
yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan
Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur.

2.1.10. Perekonomian

Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber


daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat,
memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip
pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan, yang
pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus. Pembangunan perekonomian berbasis
kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat yang dilakukan dalam
kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam
perekonomian seluas-luasnya. Penanam modal yang melakukan investasi di
wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat
adat setempat. Pemberian kesempatan berusaha Perundingan yang dilakukan
antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus
melibatkan masyarakat adat setempat.

1.1.11. Penegakan Hukum

2. Peradilan

Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan


Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di samping kekuasaan
kehakiman tersebut, diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum
adat tertentu. Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan
masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili

xxiv
sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat
masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan


perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Pengadilan adat tidak berwenang memeriksa dan mengadili
sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang bersengketa atau
pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya.

Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam
masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai
sanksi. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak
kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum
adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.

Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara


atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya
tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi
putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap.

2.1.12. Adat Papua dan Perlindungannya

Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta


dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun. Pemerintah
Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan
mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli
Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu
dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.

Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum


adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

xxv
Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat
tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta
isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyediaan tanah ulayat dan
tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun,
dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang
bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang
diperlukan maupun imbalannya.

Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk


mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua
berdasarkan pendidikan dan keahliannya. Dalam hal mendapatkan pekerjaan di
bidang peradilan, orang asli Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat
menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua. Orang asli Papua adalah orang yang
berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi
Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh
masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang
menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi
Papua.

2.1.13. Hak Asasi dan Rekonsiliasi

Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib


menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di
Provinsi Papua. Untuk hal itu Pemerintah membentuk perwakilan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua. Untuk menegakkan Hak Asasi
Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina,
melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan
melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-
laki.

xxvi
Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi
Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tugas Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi adalah melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.

1.1.14. Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan

Setiap penduduk Provinsi Papua memiliki hak dan kebebasan untuk


memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Pemerintah Provinsi Papua
berkewajiban untuk menjamin:

 kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama


untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
 menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama;
 mengakui otonomi lembaga keagamaan; dan
 memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional
berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.

Pemerintah mendelegasikan sebagian kewenangan perizinan penempatan


tenaga asing bidang keagamaan di Provinsi Papua kepada Gubernur Provinsi
Papua.

Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan


pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan
kebudayaan asli Papua. Pemerintah Provinsi berkewajiban membina,
mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna
mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua. Selain bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa kedua di semua

xxvii
jenjang pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di
jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.

2.1.15. Lingkungan Hidup

Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan pengelolaan


lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang,
melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya
buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan
keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak
masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.

xxviii
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasrkan paparan atau penjelasan pada pembahasan makalah ini maka


dapat ditarik kesimpulan bahwa ,pembentukan perdasus papua adalah untuk
pecepatan pembangunan guna meningkatkan perekonomian, kesejahtraan dan
peningkatan sarana prasarana publik khususnya pada bidang kesehatan dan
pendidikan serta pelindungang terhadap Hak Asasi. Serta negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa antara lain,

a. MRP (Majelis Rakyat Papua) mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur
dengan Perdasus
b. DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua)
c. Peraturan daerah khusus dll

Yang berdasar pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang


Perubahan kedua atas Otonomi Khusus Bagi Papua, guna mereformulasi
fundamental pemerintaha yang dilakukan dalam rangka mencapai kemaslahahatan
bagi masyarakat Papua dengan terciptanya suatu penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi, Pancasila, Undang-Undang Dasar.

xxix
3.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang ada pada penelitian ini, beberapa
saran sebagai berikut :

1. Dalam melaksanakan kewenangan Pemerintah provinsi Papua untuk


secara preventif melindungi hak-hak masyarakat asli Papua berdasarkan
Undang-Undang perlu adanya sosialisasi agar terpenuhinya hak dan
kewajiban antara masyarakat asli papua dengan pemerintah

2. Pemerintah Papua dalam menjalankan kekuasaannya perlu mengatur


dengan jelas pembagian kekuasaan di antara berbagai instansi pemerintah
sehingga tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi dapat
dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya, dalam pembentukan Perdasus dan
Perdasi, pengembangan masyarakat asli Papua harus diperhatikan agar
setiap Perdasus dan Perdasi yang dikeluarkan benar-benar terwujud di
masyarakat.

xxx
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi


Provinsi Papua

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-
undang

Peraturan PEnerintah Nomor 54 Tahun 2004 Pasal 73

2. sumber lain:

http://geschidenis01.blogspot.com/2013/03/otonomi-khusus-papua-
dinamika-dan.html

http://pahalajunedipandapotanhutauruk.blogspot.com/p/otonomi-khusu-
papua-dalam-kaitannya.html

.https://journal.uny.ac.id/index.php/mip/article/download/2801/2328

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/download/11474/11076

xxxi
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jhs/article/view/412/353

xxxii

Anda mungkin juga menyukai