Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL SKRIPSI

MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOLAAN


KEUANGAN DESA

YUNUS BONGGAPAILLIN

I0118021

Diajukan Sebagai Syarat untuk Mengikuti Seminar Proposal Skripsi

Pada Program Studi Ilmu Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

MAJENE

2022
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL : Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi

Pengelolaan Keungan Desa

NAMA : Yunus Bonggapaillin

NIM : I0118021

PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada seminar proposal Skripsi.

Majene, 28 Maret 2022

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.PUTERA ASTOMO,S.H.,M.H. ASRULLAH,S.H.,M.H.


NIP. 198711102015041003 NIP. 19861013 2018031001

Mengesahkan :
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dr.BURHANUDDIN.M.,Si
NIP.196209191989031003

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Yunus Bonggapaillin

Nim : I0118021

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyatakan bahwa karya ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan

merupakan karya plagiasi atau karya orang lain. Jika di kemudian hari di temukan

bahwa saya terbukti plagiat atau membuat karya ini bukan hasil usaha saya

sendiri, maka saya bersedia menerima konsekuensi yang telah di tentukan,

termasuk di cabut gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh dan ajukan kemuka

hukum.

Majene. 28 Maret 2022

YUNUS BONGGAPAILLIN
NIM.I0118021

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar.1. Alokasi Dana Desa 2015-2020

Gambar.2. Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Gambar.3. Korupsi yang terjadi di Desa sejak 2015-2019

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. I

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. II

HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. III

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ IV

DAFTAR ISI ...........................................................................................................V

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1

B. RUMUSAN MASALAH........................................................................ 5

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .......................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6

A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI ..................................... 6

a. Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi ......................................... 8

b. Macam Delik Tindak Pidana Korupsi ............................................... 9

B. PENGELOLAAN KEUANGAN DESA .............................................. 10

C. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN

KEUANGAN DESA ............................................................................ 14

a. Fenomena Tindak Pidana Korupsi Pengelolahan Keuangan Desa .. 15

b. Dampak Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan Desa ....... 17

D. MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA .............................................. 19

v
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 24

A. JENIS PENELITIAN............................................................................ 24

B. JENIS PENDEKATAN ........................................................................ 25

C. LOKASI PENELITIAN ....................................................................... 26

D. JENIS DAN SUMBER DATA ............................................................. 26

a. Data Primer ................................................................................. 26

b. Data Sekunder ............................................................................. 26

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .................................................... 28

F. TEKNIK ANALISIS DATA ................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

vi
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dalam pelaksanaannya, pemerintahan Indonesia terbagi menjadi dua

bagian yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Luasnya wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian berakibat pada

minimnya pelayanan publik di daerah-daerah pinnggiran atau daerah yang

jauh dari pusat pemerintahan, sehingga untuk menjawab permasalahan

tersebut di berlakukanlah kebijakan otonomi daerah, dimana pemerintahan

daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan dan mengatur

pemerintahannya sendiri guna peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan,

peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Moh. Hatta

mengatakan bahwa “berdasarkan kedaulatan, hak rakyat untuk menentukan

nasibnya tidak hanya pada pucuk pemerintahan negeri, tetapi juga pada tiap

tempat di kota, di desa dan di daerah. Tiap-tiap golongan persekutuan itu

mempunyai badan perwakilan sendiri, seperti Gementeraad, Provinciale Raad

dan lain-lainnya.

Dengan keadaan demikian, maka tiap-tiap bagian atau golongan

rakyat mendapat otonomi (membuat dan menjalankan peraturan-peraturan

sendiri) dan Zelfbestuur (menjalankan peraturan-peraturan yang di buat oleh

dewan yang lebih tinggi). Jadinya, bukan persekutuan yang besar, rakyat

umumnya mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan juga tiap-

tiap bagian dari negeri atau bagian dari rakyat yang banyak. Keadaan seperti
itu penting sekali, karena keperluan tiap-tiap tempat dalam satu negeri tidak

sama tetapi berlain-lainan”1.

Sesuai dengan ketentuan pasal 18 Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945, penyelenggaraan pemerintahan bersifat

desentralisasi dan bukan sentralisasi yang mengisyaratkan bahwa

pemerintahan bersifat pemerataan daerah secara vertikal yang melahirkan

pemerintahan daerah. Kebijakan Desentralisasi yang efektif dilaksanakan

sejak tahun 2001 pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan bagi

Pemerintahan Daerah untuk memberikan alternatif pemecahan secara inovatif

dalam menghadapi tantangan yang dihadapi. Pemerintah Daerah dituntut

untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kualitas

penyelenggaraan pelayanan publik serta meningkatkan kemandirian dalam

melaksanakan pembangunan.2

Berbicara persoalan otonomi daerah, pemerintah desa merupakan

pemerintahan dengan skala terkecil yang ada di Indonesia. Desa terdiri atas

luas wilayah kecil dan jumlah penduduk yang sedikit dan di huni oleh

sekumpulan keluarga. Desa yang di huni oleh penduduk yang masih memiliki

hubungan kekerabatan yang erat, umumnya bekerja di bidang agraris dan

kebanyakan memiliki angka pendidikan yang rendah, sehingga membutuhkan

pelayanan-pelayanan dan bantuan dari pemerintah secara menyeluruh.

Keadaan desa yang demikian membutuhkan aparatur pemerintahan desa yang

1
Moenta, A. P & Pradana, S. A. (2018). Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Depok: PT.
Rajagrafindo Persada. Hal 18
2
Yulianah, Y. (2015). Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal
Mimbar Justitia, Vol. I No. 02Edisi Juli-Desember 2015. Hal 609

2
berkompeten untuk mengelolah desa secara berkeadilan khusunya di dalam

pengelolaan keuangan desa. Berbicara penyelenggaraan pemerintahan,

otonomi desa tidak akan berjalan secara maksimal tanpa adanya bantuan dana

(finansial) dari pemerintah pusat. Pembiayaan pemerintah desa merupakan

suatu hal yang sangat esensial dalam penyelenggaraan desa layaknya

pemerintah daerah.

Untuk menguatkan kedudukan desa, sesuai Undang-Undang Nomor

6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka desa mendapatkan tambahan pendapatan

sesuai dengan pasal 72 yaitu alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) yang disebut Dana Desa3, dimana dalam hal ini ruang lingkup

dari pengelolaan keuangan negara bukan lagi hanya sebatas pada

pemerintahan dan kementrian serta pemerintahan provinsi dan kabupaten saja

melaikan ruang lingkup pengelolaan keuangan bertamabah pada sektor desa.

Dengan adanya ruang pengelolaan keuangan dana desa menjadi pusat

perhatian saat ini, karena hal ini akan menjadi tantangan baru bagi

pemerintahan dan khususnya KPK dalam memberantas korupsi.4 Karena dana

desa menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan bagi semua orang untuk

melakukan tindakan korupsi, apalagi ranahnya yang ada pada daerah kecil dan

pelosok menjadikan dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya. Hal ini

sejalan dengan himbauan KPK, Masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai

3
Hariyati, Dkk. (2022, 03, 25). Kesiapan Aparatur Desa Dalam Pengelolaan Dana Desa. Ikatan
Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur:
https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/17
4
Djasuli, M. (2022, 03, 25) Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa. . Ikatan
Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur:
https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/20

3
dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan dana desa. Koordinasi dan

pengawalan terkait dana desa ini penting mengingat besarnya anggaran yang

dikucurkan untuk program ini. Pada tahun 2016 pemerintah pusat

mengucurkan dana hingga Rp 46,9 triliun untuk 74,7 ribu desa.5 Besarnya

anggaran yang di kucurkan pemerintah pusat harus menjadi perhatian semua

pihak untuk mengawasi bersama-sama agar di kelola sesuai perundang-

undangan yang berlaku, mengingat setelah meningkatnya anggaran desa juga

berbanding lurus dengan meningkatnya kasus korupsi oleh aparatur

pemerintah desa.

Pada tahun 2015 korupsi dana desa mencapai 22 kasus, dan

meningkat sampai 96 kasus pada 2018 (CNN Indonesia, 2019). Pelaku

korupsi dana desa tersebut mayoritas dilakukan oleh Kepala Desa sebanyak

214 orang, dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp. 107,7 Miliar

(CNN Indonesia, 2019). Adanya korupsi dana desa tersebut berdampak pada

tidak optimalnya pelayanan publik yang ada di desa (Sigit, 2013). Olehnya itu,

maka perlu dilakukan pencegahan korupsi dana desa, dengan meningkatkan

partisipasi masyarakat, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di

desa.6 Dari meningkatnya kasus korupsi oleh aparatur pemerintah tersebut

menjadi alasan penelitian ini di lakukan, dan akan mengkaji dari sisi modus

operandi tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan desa tersebut.

5
Ibid, https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/20
6
Zakariya, R. Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi Dana Desa: Mengenali Modus
Operandi. Jurnal Antikorupsi: 6 (2) 263-282. Hal 264

4
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di buatkan rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana modus operandi pelaku tindak pidana korupsi

pengelolaan keuangan desa ?

2. Faktor apa yang menyebabkan banyaknya kasus korupsi pengelolaan

keuangan desa ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka yang menjadi

tujuan dalam pembuatan proposal skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum pengelolaan keuangan desa

2. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum tindak pidana

korupsi pengelolaan keuangan desa

3. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana korupsi

pengelolaan keuangan desa

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah wawasan penulis terkait ketentuan hukum

pengelolaan keuangan desa dan tindak pidana korupsi pengelolaan

keuangan desa

2. Untuk menambah referensi perpustakaan dan sebagai sumbangsi

penulis terhadap almamater Universitas Sulawesi Barat khusunya

prodi Ilmu Hukum dan bagi seluruh pembaca.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Wartawan terkenal, almarhum Mukhtar Lubis pernah mengatakan

pada tahun tujuh puluhan bahwa “korupsi telah menjadi budaya bangsa

Indonesia. Sebuah pernyataan yang menggelitik dan menyinggung banyak

orang, tetapi susah untuk diingkari”.7 Pernyataan tersebut bukan tanpa sebab,

melaikan kritikan dan gambaran kondisi Indonesia, dimana korupsi telah

menggerogoti serta menjadi kebiasaan (budaya) pejabat negara dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan Indonesia.

Korupsi berasal dari bahasa latin: Corruption atau Corruptus, yang

artinya buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina dan

memfitnah.8 Korupsi yang berasal dari kata corruptus berarti perubahan

tingkah laku dari baik menjadi buruk (to change from good to bad in moral,

Manners, or actions): rot, Spoil (rontok, rusak); dan lain-lain. Secara hukum,

korupsi adalah "sebuah perbuatan yang dilakukan dengan maksud

memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengau tugas resmi dan hak orang

lain" (an act done with an intent to give sume advantage inconsistent with

official duty and the right of orthers)9. Pendapat ahli terkait korupsi berbeda-

beda. Seperti “corruptie adalah korupsi, perbuatan curang. Perbuatan curang,

tindak pidana yang merugikan keuangan Negara”. (Subekti dan

7
Rifyal Ka'bahl. (2007). Korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan Ke-37, No 1
Januari-Maret 2007. Hal 77
8
Surachmin & Cahaya, S. (2011). Strategi dan teknik korupsi :Mengetahui Untuk Mencegah.
Jakarta: Sinar Grafika. Hal 10
9
Rifyal Ka'bahl., Op.cit., Hal 78

6
Citrisoedibio). Kemudian Menguraikan istilah “korupsi dalam berbagai

bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan

dengan manipulasi dibidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang

kepentingan umum”. Hal ini diambil dari definisi “financial” manipulations

and deliction injurious to the economy are often labelet corrupt”. (Baharudin

Lopa-mengutip pendapat Dafid M. Chalmers)10.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang adalah

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara”. Kemudian di jelaskan lebih

lanjut dalam 13 buah Pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang

telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi11. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,

korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.

10
Mudemar A. Rasyidi. Korupsi Adalah Suatu Perbuatan Tindak Pidana Yang Merugikan Negara
Dan Rakyat Serta Melanggar Ajaran Agama. Hal 37
11
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7
a. Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi

Landasan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia di atur

dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

2. Kitap Undang-Undang Hukum Pidana

3. Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tanggal 19 Maret 1971

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupi (Telah dicabut

dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

Khusus berlaku untuk kasus-kasus lama sebelum berlakunya

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tanggal 16 Agustus

1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Telah

8
diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

b. Macam Delik Tindak Pidana Korupsi

Definisi korupsi menurut perpektif hukum secara gamblang

telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana dari 13

buah pasal tersebut membagi jenis tindak pidana korupsi menjadi 30

jenis yang kemudian di kelompokan menjadi 7 Kategori yaitu, sebagai

berikut:

1. Kerugian keuangan negara

2. Suap-menyuap

3. Penggelapan dalam jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan curang

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

7. Gratifikasi

9
B. PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Desa sebagai unit pemerintahan terkecil yang langsung berhadapan

dengan masyarakat umum, menghadapi berbagai bentuk dan kondisi

permasalahan bangsa, khsusnya kemisikinan. Masyarakat desa umumnya

memiliki pendidikan yang rendah, mengantungkan kehidupan pada sektor

agraria serta tidak ada/sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu,

kondisi dan situasi lain yang di hadapi masyarakat seperti minimnya

pelayanan publik, sulitnya mengakses fasilitas kesehatan serta pendidikan dan

sampai pada kondisi infrastruktur yang belum memadai. Menurut data

Kementrian Keuangan, Jumlah desa meningkat dari 74.093 pada 2014

menjadi 74.754 pada 2015. Dan untuk melihat kondisi desa saat ini kita

melihat fenomena kemiskinan di pedesaan. Data Badan Pusat Statistik

Nasional (BPS) menunjukan, jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat

dari 27,73 juta orang (10,96 %) pada semtember 2014 menjadi 28,59 juta

orang (11,22 %) dari total penduduk miskin Indonesia, 62,75 % berada di

pedesaan.12

Kondisi desa demikian membutuhkan bantuan pemerintah pusat

dalam bentuk alokasi anggaran yang besar dan harus di sertai manajemen

pengelolaan anggaran secara profesional sehingga pengelolaan anggaran desa

tepat sasaran dan terhindar dari praktek-praktek korupsi. Sehingga dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diharapkan

hadir sebagai jalan baru bagi pembangunan harkat dan martabat desa.

12
Sri Palupi,. Dkk. (2016). Buku Panduan : Pelaksanaan Undang-Undang Desa Berbasis Hak.
Jakarta: Lekpesdem PBNU. Hal 13

10
Banyaknya simpul regulasi, kebijakan, dan kultur yang harus diretasnya agar

ia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan cita-citanya, dengan adanya

Undang-Undang Desa, akan menjadi payung keragaman desa di Tanah air

dengan segala kekhususannya.13 Lahirnya Undang-Undang desa kiranya

dapat meningkatkan pelayanan publik serta pembangunan ekonomi

masyarakat desa dengan modal kekuatan dan modal peluang yang dimiliki.

Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa

menyebutkan, "Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang

dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Sedangkan

pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung

jawaban keuangan desa." Di samping itu, Permendagri No. 20 Tahun 2018 ini

diekspektasikan bisa diimplentasikan secara terbuka, akuntabel, partisipatif,

tertib dan disiplin anggaran.14 Pelaksanaaan pengeloloaan keuangan desa

sangat di harapkan tepat sasaran dengan mendasarkan pada prioritas

pengimplementasian dana desa. Olehnya itu di perlukan sumber daya

manusia sebagai perangkat desa yang profesional pada bidangnya dan peran

serta masyarakat dalam mengawal proses pengelolaan keuangan desa.

13
Meutia,. I & Liliana. (2017).Pengelolaan keuangan desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma
Jamal Volume 8 Nomor 2 Halaman 227-429
14
Basri,M.Y. Dkk. (2021). Pengelolaan Keuangan Desa : Analisis Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi, Vol 8 No. 1, Januari 2021. Hal 35

11
Pasal 72 Undang-Undang Desa menjelaskan, pendapatan keuangan

desa berasal dari berbagai sumber :

1. Dari APBN disebut Dana Desa (DD) yang alokasinya 10% dari dana

transfer daerah

2. Dari APBD di sebut dengan Alokasi Dana Desa (ADD) yang

alokasinya adalah 10% dari dana perimbangan yang di terima

kabupaten/kota setelah di kurangi dengan dana alokasi khusus

3. Dari APBD yang alokasinya adalah 10% dari hasil pajak dan

retribusi daerah kabupaten/kota

4. Dari bantuan keuangan yang berasal dari APBD provinsi dan ABPD

kabupaten/kota

5. Hibah dan summbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga

6. Pendapatan asli desa, yang terdiri atas hasil usaha, hasil aset,

swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan

asli desa

7. Lain-lain pendapatan asli desa yang sah

Gambar.1. Alokasi Dana Desa 2015-2020

12
Kemudian perbicara pengelolaan keuangan desa yang terdiri

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung

jawaban keuangan desa dapat di deskripsikan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar.2. Siklus Pengelolaan Keuangan Desa


(Sumber : desabulakkidul.wordpress.com)

Sistem pengelolaan keuangan desa mengikuti sistem anggaran

nasional dan daerah; yaitu mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Kepala Desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan

kekayaan desa yang dipisahkan15. Oleh karena itu, kepala desa mempunyai

kewenangan.

1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes.

2. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa.

3. Menetapkan bendahara desa.

4. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa.

15
Betha Rahmasari. (2020). Pengelolaan Keuangan Desa Ditinjau Dari UndangUndang Desa
Menuju Masyarakat Yang Mandiri. LEX Renaissance No. 2 Vol. 5 April 2020: 488-507. Hal 496

13
5. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik

desa.

C. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN

DESA

Sesuai yang telah di jelaskan sebelumnya tentang tindak pidana

korupsi beserta pengelolaan keuangan desa. Sehingga dapat kita jabarkan

bahwa tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan negara merupakan segala

bentuk tindakan melawan hukum yang dapat mengakibatkan kerugian

kuangan negara, kerugian keuangan desa beserta aset desa. Bahkan

pengelolaan keuangan desa yang tidak tepat sasaran juga dapat katakan

sebagian dari perbuatan merugikan keuangan negara, keuangan desa dan aset

desa.

Tindak pidana korupsi yang terjadi di desa pada dasarnya sama

dengan tindak pidana korupsi pada umumnya. Namun, perbuatan korupsi di

desa biasanya di lakukan oleh pejabat desa aktif maupun tidak aktif dan

terjadi secara terang-terangan. Modus penyelewengan yang umumnya

dilakukan oleh aparat pemerintah desa, terhadap Alokasi Dana Desa (ADD)

yang umumnya terjadi antara lain: 1) Menggunakan ADD untuk kepentingan

pribadi; 2) Mengalihkan dana untuk program lain; 3) Memasukan kegiatan

baru yang sebelumnya tidak direncanakan; 4) Memanipulasi laporan

penggunaan ADD; 5) Dana ADD digunakan untuk menutupi setoran PBB; 5)

Pembelian barang inventaris desa; 6) Pengalokasian ADD yang tidak sesuai

14
dengan ketentuan; 7) Kepala Desa tidak mengalokasikan dana untuk kegiatan

kemasyarakatan yang seharusnya di biayai oleh ADD.16

Selain itu, menurut Muhammad Djasuli “Tindakan pidana korupsi

yang sangat jelas dalam pengelolaan keuangan desa misalnya, adanya suap

menyuap di lingkungan pemerintah desa, adanya gratifikasi yang diterima

oleh oknum desa, penggelapan dana desa, dan tindakan lainnya yang dapat

merugikan desa, daerah, dan negara. Namun bukan berarti karena faktor

secara sengaja, melainkan tindakan tanpa sengaja pun bisa juga menyeret

para aparatur desa untuk mendekap dibalik jeruji sebagai tahanan”.17

a. Fenomena Tindak Pidana Korupsi Pengelolahan Keuangan Desa

Maraknya perbuatan tindak pidana korupsi di hampir segala

lini bidang pemerintahan Indonesia yang setiap tahun pasti ada oknum

pejabat pemerintahan yang di jerumuskan ke jeruji besi atas

perbuatannya yang mengakibatkan kegurian keuangan negara. Dewasa

ini, perbuatan tindak pidana korupsi telah menjadi budaya dan seakan

menjadi kebiasaan wajib para pejabat yang masuk dalam pemerintahan.

Sejak di berlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, dimana pemerintah pusat mengucurkan dana yang cukup besar

untuk di kelola di pemerintahan desa telah menjadi sasaran utama tindak

pidana korupsi di desa.

16
Yulianah, Y. (2015). Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal
Mimbar Justitia, Vol. I No. 02Edisi Juli-Desember 2015. Hal 618-619
17
Djasuli, M. (2022, 03, 26) Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Ikatan
Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur:
https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/20

15
Seperti beberapa fenomena kasus tindak pidana korupsi

keuangan desa yang terjadi di Mamasa. (Merdeka.com : 2020) Kejari

Mamasa menahan seorang kepala desa bernama Cakrabuana. Penahanan

dilakukan setelah penyidik dari Kejari Mamasa melakukan pemeriksaan

terhadap tersangka kasus korupsi dana desa tahun 2018 itu terbukti

melakukan perbuatan kerugian negara kurang lebih Rp500 juta.

Penahanan itu akibat dugaan penggunaan ADD dan DD tahun 2018

yang diduga dimainkan oleh tersangka oknum Kades, seperti pengadaan

kendaraan, proyek rabat beton, pipanisasi air bersih dan talud fiktif.

Kamudian (Liputan6.com : 2020) Inspektorat Kabupaten Mamasa

merekomendasikan agar Kades Salurindu, Kecamatan Buntu Malangka

dinonaktifkan. Sang kades diduga korupsi anggaran penanganan Covid-

19 yang berasal dari APBDes tahun 2019 dan 2020 senilai Rp191 juta.

Inpektur Inspektorat Kabupaten Mamasa, Yohanis mengatakan, “karena

dugaan itu masih berproses maka kades dinonaktifkan selama 14 hari.

Inspektorat masih menunggu pengembalian kerugian negara sembari

melakukan pembinaan sesuai aturan yang berlaku”. Selanjutnya, (Sulbar

Kini : 2020) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mamasa, menahan

seorang oknum kepala desa di daerah tersebut atas dugaan korupsi.

Tersangka inisial CB merupakan Kepala Desa Tamalantik, Kecamatan

Tandukkalua, Kabupaten Mamasa. Kepala Seksi Intelijen Kejari

Mamasa, Andi Dharman, “mengatakan penahanan terhadap tersangka

setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan. Hasil pemeriksaan

16
tersebut, tersangka diduga melakukan penyalahgunaan dana desa tahun

anggaran 2019 dengan kerugian negara sebesar Rp 454 juta”. Dan masih

banyak lagi fenomena dugaan tindak pidana korupsi dana desa yang

sementara di proses di Kejaksaan Mamasa.

b. Dampak Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan Desa

Berbicara dampak yang di timbulkan perbuatan korupsi,

khusunya dalam bidang pengelolaan keuangan desa sangat berdampak

buruk terhadap proses penyelenggaraan pemerintah desa. Mulai dari

pelayanan publik yang akan mengalami kemandekan, kurangnya

keterbukaan dari pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan desa

bahkan sampai pada kerugian negara baik dari sisi implementasi dana

desa yang kurang maksimal sampai pada pertumbuhan ekonomi desa

yang akan bermasalah. Mengutip pendapat Robert Klitgaard yang di

kutip oleh Fatur Rahman di dalam jurnalnya “Korupsi yang sudah

memasuki stadium hypercorruption membawa implikasi berbahaya.

Korupsi inilah yang biasanya ditemui dalam lingkup pemerintahan


18
daerah (desa) di berbagai negara”. Korupsi sistematis menimbulkan

kerugian ekonomi karena mengacaukan insentif; kerugian politik karena

meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan; kerugian sosial karena

kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.

Apabila korupsi telah berkembang secara mengakar sedemikian rupa

sehingga hak milik tidak lagi dihormati, aturan hukum dianggap remeh,

18
Fatur Rahman. (2011). Korupsi Di Tingkat Desa. Governance, Vol. 2, No. 1. Hal 11

17
dan insentif untuk investasi kacau, maka akibatnya pembangunan

ekonomi dan politik mengalami kemandegkan.19 Jelas bahwa tindakan

korupsi yang di lakukan oleh penyelenggara pemerintahan desa sangat

berdampak buruk terhadap proses pembangunan desa dan lebih khusunya

terhadap mandegnya pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.

Gambar.3. Korupsi yang terjadi di Desa sejak 2015-2019

19
Ibid. Hal 11

18
D. MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Dari 7 (tujuh) kategori/ macam delik tindak pidana korupsi yang di

atur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi setidaknya ada beberapa modus yang paling sering dilakukan baik

dari perbuatan suap-menyuap, kegiatan fiktif sampai pada pengadaan barang

dan jasa yang di laksanakan secara individu oleh kepala desa. Dalam

perkembangannya, proses tindak pidana korupsi di desa menemukan modus-

modus baru (Modus Operandi) guna terhindar dari jeratan ketentuan hukum

yang berlaku. Olehnya itu, berikut beberapa modus operandi tindak pidana

koruspi pengelolaan keuangan desa (topsatu.com : 2022)20 :

1. Ketekoran Kas. Ketekoran kas adalah suatu kondisi dimana ketika

dilakukan pemeriksaan kas, ternyata saldo kas menurut catatan tidak

sama dengan kas yang ada di bank dan kas tunai yang ada ditangan

Bendahara Desa.

2. Pengeluaran Fiktif. Pengeluaran fiktif adalah pengeluaran kas yang

tidak ada kegiatannya ataupun fisiknya. Kejadian seperti ini biasanya

terjadi pada kegiatan pengadaan alat tulis kantor, perjalanan dinas

ataupun kegiatan dan pengadaannya tidak mudah untuk dipantau

oleh masyarakat desa.

20
Purba,. R. (2022. 03. 27). Modus Operandi Kasus Korupsi di Desa. Top Satu :
https://www.topsatu.com/modus-operandi-kasus-korupsi-di-desa/

19
3. Pengadaan Barang dan Jasa Dikerjakan Sendiri oleh Kepala Desa.

Kejadian seperti ini yang sangat sering terjadi di Desa, yakni untuk

pengadaan baik pengadaan barang dan konstruksi, dilaksanakan

sendiri oleh Kepala Desa, seolah-olah Kepala Desa adalah

rekanannya.

4. Penggelapan Pajak. Dari jumlah pajak yang disetor oleh Kepala

Desa kepada Bendahara Desa (sebesar 11,5%), tentunya nilai

sebenarnya yang dibayarkan oleh Bendahara Desa ke Kas Negara

adalah sesuai dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), dan dapat

dilihat dari Surat Setoran Pajak (SSP). Biasanya dari 11,5% yang

disetorkan oleh Kepala Desa, nilai yang disetorkan ke Kas Negara

oleh Bendahara Desa lebih kecil jumlahnya. Biasanya kelebihan

tersebut dimanfaatkan oleh Bendahara Desa untuk kegiatan-kegiatan

lainnya yang tidak cukup atau tidak tersedia anggarannya, ataupun

untuk kepentingan pribadi dari Bendahara Desa.

5. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk kepentingan Kepala

Desa dan kroninya. Sesuai dengan Permendes dan Transmigrasi

Nomor 4 Tahun 2015 dinyatakan bahwa tujuan BUMDes adalah

untuk meningkatkan perekonomian desa, meningkatakan usaha

masyarakat dan meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan

potensi ekonomi desa.

6. Pendapatan Asli Desa dari Sewa Aset dikuasai oleh Kepala Desa.

Beberapa desa yang telah maju seperti di pulau Jawa telah memiliki

20
aset berupa tanah dan bangunan rumah toko (ruko) yag disewakan

kepada pihak ketiga. Biasanya setelah pelantikan, seorang Kepala

Desa akan menulusuri aset desa berupa tanah dan bangunan yang

disewakan kepada pihak ketiga. Selanjutnya Kepala Desa meminta

agar memperpanjang masa sewa tanah dan ruko tersebut selama 6

tahun sesuai dengan periode jabatannya yang disesuaikan dengan

kontrak sewa sebelumnya. Namun uang sewa tersebut tidak

disetorkan ke Kas Desa, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi

Kepala Desa.

Rizki Zakariya dalam jurnalnya yang berjudul “Partisipasi

Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi Dana Desa: Mengenali Modus

Operandi”21, mengutip modus operandi korupsi dana desa oleh Pemerintah

Desa dari ICW (Indonesian Corruption Watch: 2018) :

1. Penggelembungan Anggaran. Salah satu modus korupsi adalah

penggelembungan anggaran (mark up), khususnya pada pengadaan

barang dan jasa. Sepanjang 2015-2017 ditemukan ada 14 kasus

korupsi dana desa dengan modus mark up.

2. Kegiatan/Proyek Fiktif. Modus korupsi dana desa selanjutnya adalah

kegiatan/proyek fiktif. Dalam modus ini Pemerintah Desa seringkali

membuat proyek/kegiatan fiktif dalam pelaksanaannya, yang

sebenarnya tidak ada (fiktif). Namun seolah-olah benar adanya

kegiatan/proyek tersebut supaya memperoleh pencairan dari dana

21
Zakariya, R. Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi Dana Desa: Mengenali Modus
Operandi. Jurnal Antikorupsi: 6 (2) 263-282. Hal 270-271

21
desa untuk keuntungan pribadi. Sepanjang 2015-2017, ditemukan

ada 15 kasus kegiatan/proyek fiktif yang dilakukan oleh Pemerintah

Desa.

3. Laporan Fiktif. Berbeda dengan kegiatan/proyek fiktif, dalam modus

laporan fiktif, maka laporan yang dibuat tidak sebagaimana kondisi

pelaksanaan kegiatan/proyek dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

yang sebenarnya. Selama tahun 2015- 2017 terdapat 17 kasus

laporan fiktif sebagai modus korupsi dana desa.

4. Penggelapan. Kemudian modus korupsi dana desa adalah

penggelapan. Pada modus ini, serupa dengan konsep penggelapan

dalam KUHP, intinya adalah perolehan barang itu bukan karena

kejahatan melainkan secara sah (Hamzah, 2010). Namun, kemudian

menjadi tindak pidana/tidak sah, karena pemanfaatannya yang tidak

sesuai peraturan perundang-undangan.

5. Penyalahgunaan Anggaran. Penyalahgunaan anggaran merupakan

modus terakhir dalam korupsi dana desa. Bentuk dari

penyalahgunaan anggaran adalah dana yan telah diperuntukan dalam

perencanaan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Selama periode

2015-2017 terdapat 51 kasus penyalahgunaan anggaran Desa.

22
Selain dari beberapa modus operandi tindak pidana korupsi

pengelolaan keuangan desa diatas, pada dasarnya masih banyak modus-

modus korupsi yang sering terjadi di Indonesia. Namun, masih lemahnya

peraturan ketentuan hukum tentang korupsi yang bertolak belakang dengan

perkembangan zaman dan kepentingan politik yang mengikutinya, sehingga

beberapa dari perbuatan tersebut tidak dapat di jerat dengan ketentuan

hukum. Akibat substansi hukum yang longgar tersebut bertaut dengan

komitmen sebagian penegak yang tidak memihak pada agenda pemberantasan

korupsi. Contohnya, seorang Hakim Pengawas PN Jakarta Pusat (Syarifuddin

Umar) telah membebaskan 37 kasus korupsi. Oleh karena itu, tidak

mengherankan apabila upaya memberantas korupsi berpotensi menimbulkan

praktik korupsi baru.22

22
Fatur Rahman. (2011). Korupsi Di Tingkat Desa. Governance, Vol. 2, No. 1. Hal 15

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah yang diambil,

maka penelitian ini dikategorikan sebagai Penelitian Hukum Empiris.

Penelitian Hukum Empiris adalah penelitian hukum terhadap fenomena

hukum masyarakat atau fakta sosial yang terdapat didalam masyarakat23.

Penelitian yang akan dibahas ini dapat dimasukkan ke dalam kategori

penelitian hukum empiris, karena penelitian ini membahas fenomena hukum

dan fakta sosial masyarakat yaitu Modus Operandi tindak pidana Korupsi

pengelolaan keuangan Desa. Sehingga hal tersebut telah sesuai dengan ciri

penilitian hukum empiris yang meliputi 24 :

1. Pendekatannya Pendekatan Empiris

2. Dimulai dengan pengumpulan fakta-fakta sosial/fakta hukum

3. Pada umumnya menggunakan hipotesis untuk di uji

4. Menggunakan instrumen penelitian

5. Analisisnya kualitati, kuantitatif atau penggabungan keduanya

6. Teori kebenarannya korespondensi

7. Bebas nilai

23
Nasution,. B.J. (2016). Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju. Hal 124
24
Ibid. Hal 12-125

24
B. JENIS PENDEKATAN

Adapun jenis pendekatan yang di gunakan dalam penelitiam ini

adalah pendekatan normatif empiris dan bersifat kualitatif. Normatif

merupakan pendekatan suatu masalah berbasis perundang-undangan yang

ada, sedangkan empiris merupakan pendekatan yang menekankan pada data-

data atau fakta yang ada di lapangan yang erat kaitannya dengan kasus tindak

pidana korupsi pengelolaan keuangan desa. Bersifat kualitatif yaitu penelitian

yang pendekatannaya empiris, yang di mulai dengan pengumpulan fakta

hukum/fakta sosial kemudian pendekatan perundang-undangan, analisis data

hukum, dan fenomena hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara yang artinya penelitian ini juga menggunakan pendekatan

kasus (Case Aprroach) yaitu ratio decindendi atau alasan-alasan hukum yang

dapat di temukan dengan memperhatikan fakta materil. Fakta-fakta tersebut

berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya asalkan tidak

terbukti sebaliknya25.

25
Marsuki,. P.M. (2016) Penelitian Hukum : Edisi Revisi. Prenadamedia Group. Hal 158

25
C. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini akan di lakukan di Kabupaten Mamasa,

Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini di lakukan di kabupaten Mamasa

karena kasus yang di angkat berada di kabupaten Mamasa, kemudian

pengambilan datanya akan di lakukan di beberapa Instansi Kabupaten

Mamasa seperti Kejaksaan Negeri Mamasa, Kepolisian Resort Mamasa,

Dinas Pemberdayaan Desa Kabupaten Mamasa, dan Inspektorat Daerah

Kabupaten Mamasa.

D. JENIS DAN SUMBER DATA

Jenis dan sumber-sumber data yang di pakai oleh peneliti dalam

penelitian adalah :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan di peroleh

secara langsung dalam masyarakat terkait dengan permasalahan

yang akan di teliti dengan cara wawancara, observasi dan menelaah

bahan hukum.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di kumpulkan dengan

menggunakan data-data terkait dengan hukum yang telah di

publikasikan seperti undang-undang, buku-buku online, jurnal

hukum, artikel dan lain-lain.

26
Data sekunder terbagi menjadi tiga bahan hukum, yaitu :

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari undang-

undang, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Adapun bahan hukum primer yang di gunakan penulis

dalam penelitian adalah :

1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47

Tahun 2015 Perubahan atas PP 43 Tahun 2014 Tentang

Peraruran Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa

4) Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keungan

Desa

5) Permendagri Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Perubahan

atas Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 tentang

Pengangkatan dan Pemberhentan Kepala Desa

27
b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum dan lain-lain.

Bahan hukum sekunder pada dasarnya digunakan untuk

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

c) Bahan Hukum Tarsier

Bahan hukum tarsier merupakan bahan hukum yang

memberikan penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengmpulan data dalam penelitian ini tidak terlepas dari

metode penelitian empiris, sehingga metode yang penulis gunakan untuk

pengumpulan data adalah wawancara, Observasi, dan dokumentasi.

a. Wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung yang dianggap dapat

memberikan data-data yang di perlukan dalam pembahsan terkait

objek penelitian. Dalam hal ini proses wawancara atau pembicaraan

langsung terhdap instansi-intansi terkait.

b. Observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan pengamatan

sendiri secara langsung dengan pencatatan secara sistematis terhadap

objek yang akan di teliti.

28
c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumbulan data dalam bentuk wujud

tertulis atau gambar. Sumber tertulis dapat berupa dokumen resmi,

majalah, jurnal, buku , ataupun arsip dan foto yang terkait dengan

masalah penelitian.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Setelah penulis mengumpulkan data primer, sekunder dan tarsier

untuk menunjang proses penelitian ini, selanjutnya penulis melakukan

analisis terhadap semua data dengan teknik Kualitatif. Teknik analisis

kualitatif yang di maskud yaitu data yang telah di kumpulkan kemudian di

reduksi data dan penyajian data, kemudian yang terahir adalah penarikan

kesimpulan dan verivikasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Basri,M.Y. Dkk. (2021). Pengelolaan Keuangan Desa : Analisis Faktor Yang

Mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi, Vol 8 No. 1, Januari 2021.

Betha Rahmasari. (2020). Pengelolaan Keuangan Desa Ditinjau Dari

UndangUndang Desa Menuju Masyarakat Yang Mandiri. LEX

Renaissance No. 2 Vol. 5 April 2020: 488-507.

Fatur Rahman. (2011). Korupsi Di Tingkat Desa. Governance, Vol. 2, No. 1.

Purba,. R. (2022. 03. 27). Modus Operandi Kasus Korupsi di Desa. Top Satu :

https://www.topsatu.com/modus-operandi-kasus-korupsi-di-desa/

Djasuli, M. (2022, 03, 25) Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan

Desa. . Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur:

https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/20

Hariyati, Dkk. (2022, 03, 25). Kesiapan Aparatur Desa Dalam Pengelolaan Dana

Desa. Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur:

https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/17

Moenta, A. P & Pradana, S. A. (2018). Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

Mudemar A. Rasyidi. Korupsi Adalah Suatu Perbuatan Tindak Pidana Yang

Merugikan Negara Dan Rakyat Serta Melanggar Ajaran Agama.

Meutia,. I & Liliana. (2017).Pengelolaan keuangan desa. Jurnal Akuntansi

Multiparadigma JAMAL Volume 8 Nomor 2 Halaman 227-429

30
Marsuki,. P.M. (2016) Penelitian Hukum : Edisi Revisi. Prenadamedia Group.

Nasution,. B.J. (2016). Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Rifyal Ka'bahl. (2007). Korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan

Ke-37, No 1 Januari-Maret 2007.

Surachmin & Cahaya, S. (2011). Strategi dan teknik korupsi :Mengetahui Untuk

Mencegah. Jakarta: Sinar Grafika

Yulianah, Y. (2015). Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal Mimbar Justitia, Vol. I No.

02Edisi Juli-Desember 2015.

Sri Palupi,. Dkk. (2016). Buku Panduan : Pelaksanaan Undang-Undang Desa

Berbasis Hak. Jakarta: Lekpesdem PBNU Zakariya, R. Partisipasi

Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi Dana Desa: Mengenali Modus

Operandi. Jurnal Antikorupsi: 6 (2) 263-282

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Perubahan atas

PP 43 Tahun 2014 Tentang Peraruran Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

31
Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018

Tentang Pengelolaan Keungan Desa

Permendagri Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Permendagri Nomor

82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentan Kepala Desa

32

Anda mungkin juga menyukai