Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN DAN PERAN PERATURAN DESA DALAM DINAMIKA PERMASALAHAN

MASYARAKAT DESA, STUDI KASUS DESA BEJIJONG KECAMATAN TROWULAN


KABUPATEN MOJOKERTO

Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Antroplogi Hukum

Dosen Pengampu : Dr. Muktiono S.H., M.Phil.

Disusun Oleh :

Samuel Reynaldi : 215010100111157

Mas Agung Sulaksono : 215010100111181

Mochamad Akbar Dalil : 215010101111075

Syarifah Maharani : 215010101111107

Ruth Maria Angelina : 215010101111110

Fanesa Permata Dewi : 215010101111111

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
DAFTAR ISI

Contents
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
2.1 Kedudukan Peraturan Desa Dalam Dinamika Permasalahan Masyarakat Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto ..................................................................................... 5
2.2 Peran Peraturan Desa Dalam Dinamika Permasalahan Masyarakat Desa Bejijong, Kecamatan
Trowulan, Kabupaten Mojokerto ........................................................................................................ 6
BAB III ................................................................................................................................................... 9
PENUTUP .............................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................... 9
3.2 Saran ............................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 10
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945.1 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
landasan konstitusional negara Indonesia, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum,
di mana bentuk pemerintahan Republik Indonesia telah diatur dalam konstitusional tersebut. Alinea ke-
4 (empat) pembukaan Undang-Undang Dasar menyebutkan bahwa tujuan negara indonesia ialah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan ini dapat diketahui bahwa
negara Indonesia mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian hukum bagi
jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, yang berlandaskan atas hukum.2
Hukum dalam pandangan Radcliffe-Brown adalah suatu sistem pengendalian sosial yang hanya
muncul dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam suatu bangunan Negara, karena hanya dalam
suatu organisasi sosial seperti Negara terdapat pranata-pranata hukum seperti polisi, pengadilan, penjara
dll. sebagai alat-alat Negara yang mutlak harus ada untuk menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat.
Karena itu, dalam masyarakat-masyarakat bersahaja yang tidak terorganisasi secara politis sebagai
suatu Negara tidak mempunyai hukum. Walaupun tidak mempunyai hukum, ketertiban sosial dalam
masyarakat tersebut diatur dan dijaga oleh tradisi-tradisi yang ditaati oleh warga masyarakat secara
otomatis-spontan (automatic-spontaneous submission to tradition).3
Hukum pada dasarnya adalah suatu aktivitas kebudayaan yang mempunyai fungsi sebagai alat
untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial (social control) dalam
masyarakat. Karena itu, untuk membedakan peraturan hukum dengan norma-norma lain, yang sama-
sama mempunyai fungsi sebagai sarana pengendalian sosial dalam masyarakat, maka peraturan hukum
dicirikan mempunyai 4 atribut hukum (attributes of law), yaitu: Atribut Otoritas (Attribute of Authority),
Atribut dengan Maksud untuk Diaplikasikan secara Universal (Attribut of Intention of Universal
Application), Atribut Obligasio (Attribute of Obligatio), dan Atribut Sanksi (Attribute of Sanction).4
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 12

1
Dasril Rajab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 74
2
Jendi Taraja, 2019, Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Peraturan Perundang Undangan Di
Indonesia, Jurnal Hukum Vol. 08 No.02, PATIK, hal 86.
3
I Nyoman Nurjaya, 2004, Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum, Makalah Konferensi
Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia, hal. 1
4
Ibid, hal 3-4
Tahun 2011 mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 ayat (1) mengatur
tentang jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan
Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, termasuk peraturan
di tingkat desa.
Sebagai ujung tombak pembangunan masyarakat, desa sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut UU
Pemda merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa yang merupakan lingkup organisasi atau
susunan pemerintahan terkecil dan lebih dekat dengan masyarakat, mempunyai peran penting dalam
menjalankan otonomi yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai jalan menuju rakyat yang sejahtera.
Dari sinilah dapat ditentukan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan, baik itu dari tingkat Daerah
maupun Pusat melalui tugas pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Desa, kemudian
menyalurkan program pembangunan tersebut kepada masyarakat.5
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Peraturan
Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa setelah dibahas dan
disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan Desa (Perdes) merupakan kerangka
hukum kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di lingkup desa. Penetapan
Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa dengan mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berangkat dari hal ini kemudian
bagaimana dengan kedudukan dan peran peraturan desa dalam dinamika permasalahan masyarakat
desa, yang dalam hal ini dikhusus pada Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan peraturan desa dalam dinamika permasalahan masyarakat Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto?
2. Bagaimana peran peraturan desa dalam dinamika permasalahan masyarakat Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kedudukan peraturan desa dalam dinamika permasalahan masyarakat Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto;
2. Untuk mengetahui peran peraturan desa dalam dinamika permasalahan masyarakat Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto

5
Ibid, Jendi, hal. 88
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Peraturan Desa Dalam Dinamika Permasalahan Masyarakat Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto

Desa menurut R. Bintarto disebutkan adalah suatu perwujudan geografi yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur geografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di daerah tersebut dan
pengaruh timbal baliknya dengan daerah daerah lain, hal ini menjadikan desa memiliki keanekaragaman
sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda satu sama lain, hal ini menimbulkan ciri khas sehingga setiap
desa memili ciri khas nya masing masing.

Peraturan desa adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala desa yang menjadi landasan
penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan
kewajiban masyarakat, serta menjamin keselamatan dan tata tertib masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa6. Peraturan Desa menjadi aspek penting dalam masyarakat desa untuk menetapkan
aturan yang disesuaikan untuk menangani dan menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh desa,
dalam hal ini kepada desa harus mencari cara untuk merespon permasalahan yang terjadi di desanya
dengan pembentukan Peraturan Desa. Dalam hal pembentukan Peraturan Desa perlu dilakukan kajian
permasalahan dan pembentukan naskah akademik untuk melihat kondisi dan urgensi dari pembentukan
Peraturan Desa.

Permasalahan yang timbul pada masyarakat Bejijong dinilai sudah cukup meresahkan sehingga
pemerintah desa dinilai sudah saatnya mengambil celah untuk dapat mengatur hal tersebut agar tidak
terjadi kesewenang-wenangan, fokus masalah yang diselesaikan adalah pembuatan peraturan desa yang
mengatur tentang Desa Wisata, Peraturan desa tentang retribusi pajak daerah dan peraturan desa tentang
sampah yang cukup menggangu masyarakat. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibuatlah
program PKMM sebagai fasilitator dengan latar belakang instsitusi pendidikan terkait dengan modal
permasalahan yang dialami desa Bejijong, tahap pertama penyusunan perdes dilakukan dengan
sosialisasi dengan perangkat desa terkait penyusunan perdes, survei langsung mengenai kondisi
permasalahan yang dialami, penyusunan dan uji materi terkait perdes, penyampaian uji materi dan
proses pengesahan peraturan desa oleh desa.

Kondisi masyarakat desa Bejijong yang masih banyak tertinggal terkait kondisi pengetahuan
hukum dan pendidikan membuat masyarakat tidak terlalu memperhatikan keberadaan dari perdes,
masyarakat lebih memberi perhatian pada sektor penghasil uang yang mereka kuasai seperti lahan

6
Pasal 19 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa.
parkir di Candi Brahu dan lokasi tennand dekat patung Buddha tidur. Hal ini menimbulkan pekerjaan
baru bagi perangkat desa untuk menyadarkan masyarakat Desa Bejijong terkait keberadaan peraturan
desa yang nanti akan disahkan agar kedudukannya dapat terlihat jelas sebagai fungsi pengatur di dalam
masyarakat

2.2 Peran Peraturan Desa Dalam Dinamika Permasalahan Masyarakat Desa Bejijong, Kecamatan
Trowulan, Kabupaten Mojokerto

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi desa merupakan otonomi asli yang berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi desa
atau dengan sebutan lain disebut otonomi asli karena eksistensi otonomi asli bukan akibat “pemberian”
atau pendelegasian wewenang dari negara (pemerintah pusat). Sedangkan otonomi daerah merupakan
hasil pendelegasian wewenang yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai
konsekuensi dari asas desentralisasi yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Namun demikian yang perlu diperhatikan dan perlu pencermatan lebih mendalam, eksistensi
otonomi asli mesti harus dipahami secara benar, memang dalam otonomi ada kemandirian, ada
kebebasan satuan pemerintahan, baik pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, termasuk di
dalamnya desa, kemandirian dan kebebasan yang dimiliki tidak sampai pada kualitas kemerdekaan. Di
dalam tata pemerintahan, otonomi juga diartikan sebagai mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri,
otonomi juga diartikan sebagai sesuatu yang bermakna kebebasan atau kemandirian (Zelfstandigheid)
tetapi bukan kemerdekaan (Onafhankelijkheid). Dalam otonomi harus tersedia ruang gerak yang cukup
untuk melakukan kebebasan menjalankan pemerintahan, dalam otonomi senantiasa memerlukan
kemandirian atau keleluasaan7
Dalam melaksanakan otonomi desa tersebut peraturan desa memiliki peran strategis
menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan desa. Peran strategis tersebut merupakan cerminan
dari materi muatan peraturan desa itu sendiri yang memuat banyaknya kewenangan desa terutama
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Perubahan fundamental
pengaturan terkait pemerintahan desa ini tentunya memberikan implikasi dalam perkembangan dan
dinamika desa terutama dalam hal tata kelola pemerintahan desa, mulai dari perubahan bentuk desa

7
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (Yogyakarta: PSH Fakultas Hukum UII, 2001), hlm.26
menjadi kelurahan sampai persoalan aturan mengenai hak asal usul dan kewenangan desa yang bisa
saja berbenturan dengan Peraturan Daerah yang telah ada sebelumnya. Perkembangan pengaturan desa
ini juga membawa implikasi pada tingkat kesiapan daerah dalam pembangunan desa dan peningkatan
peran serta masyarakat dalam rangka tata kelola pemerintahan didesa.
Secara khusus untuk kegiatan PKMM Gelombang pertama merupakan kegiatan pengabdian
mahasiswa pada masyarakat yang berfokus pada identifikasi masalah hukum yang ada di Desa Bejijong.
Sehingga selama 3 (tiga) hari di Desa Bejijong bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan adalah: Pertama,
kegiatan dengar pendapat oleh pihak desa mengenai masalah hukum yang ada; Kedua, ada kegiatan
analisis sosial untuk mengetahui lebih luas dan dalam terkait isu-isu yang ada; dan Ketiga, adanya
diskusi dua arah dalam bentuk Focus Group Discussion antara peserta dan perangkat desa. Harapannya
dengan kegiatan-kegiatan tersebut dapat menjadi bekal bagi para peserta dalam menyusun naskah
akademik dan rancangan peraturan desa yang menjadi output kegiatan PKMM gelombang pertama ini.
Program Kolaborasi Mahasiswa-Masyarakat (PKMM) 2023 merupakan salah satu Program
Andalan dari pihak Kemahasiswaan Fakultas Hukum yang berbentuk pengabdian, kegiatan ini akan
dikemas kedalam tiga rangkaian kegiatan (Paralegal, Pengabdian & Gathering Alumni). Adapun yang
menjadi output dalam kegiatan ini yaitu akan menghasilkan sebuah produk nyata, seperti Peraturan
Desa (Perdes). Bahwa dengan terlaksananya kegiatan ini, diharapkan akan memberikan suatu bentuk
pengabdian nyata yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Brawijaya terkhusus Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya kepada Masyarakat. Pada rangkaian PKMM gelombang
pertama kali ini dilaksanakan di Kecamatan Trowulan, khususnya di Desa Bejijong yang juga disinyalir
dulu pernah menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
Diharapkan peraturan desa yang akan dibuat memberikan peranan utama dalam membentuk
negara hukum dalam skala terkecil yaitu desa dapat terwujud sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa
tersebut, sebagai contoh dalam desa bejijong terdapat banyak kekosongan norma hukum yang
menyangkut bidang pariwisata dan lingkungan hidup, Hukum berperan untuk menjadi pedoman
masyarakat dalam menangani masalah tersebut, selama ini banyak tindakan masyarakat yang belum
serasi satu sama lain dan terorganisir yang tentunya akan menambahkan nilai tambah yang akan
menguntungkan secara materiil bagi kemajuan desa, namun dalam memberikan peran yang diharapkan
tersebut peraturan desa itu harus dibuat dengan mengakomodir kepentingan masyarakat desa dan
mendegar pendapat dengan saran dari masyarakat.
Dalam prateknya hukum yang dibentuk dalam bentuk peraturan desa ini akan memberikan
peranan besar bagi kemajuan desa bejijong karena mengingat potensi desa bejijong yang begitu besar
yang dapat digali lebih dalam potensi materiil yang akan didapatkan bila potensi tersebut bisa
dicantumkan dalam regulasi yang mengikat sebagai instrumen pemerintah desa dalam memanfaatkan
potensi tersebut. Sebagai contoh dalam hal teknis seperti parkir, kebersihan lingkungan dan biaya
keamanan serta pungutan iuran pariwisata yang belum tersusun secara sistematis sehingga desa belum
mendapatkan potensi yang maksimal yang bisa di gali lagi dari potensi tersebut, jika peraturan tersebut
belum diatur maka desa akan kehilangan potensi yang akan digapai. Peran peraturan desa ini dalam
jangka singkat ini sangat penting untuk diwujudkan secepatnya dalam mempercepat perkembangan
desa bejijong sebagai percontohan desa wisata majapahit, dengan lahirnya regulasi ini maka desa
bejijong memiliki dasar hukum dalam menjalankan potensinya sebagai desa wisata yang memiliki
regulasi hukum yang jelas bagi seluruh pihak baik wisatawan, warga masyarakat serta institusi yang
terkait.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Setiap desa memiliki ciri khas sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda-beda seperti Desa
Bejijong, sehingga memerlukan aturan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya yang mana
pembentukan Peraturan Desa diperlukan untuk merespon permasalahan yang timbul di desa, seperti
pengaturan Desa Wisata, retribusi pajak daerah, dan pengelolaan sampah. Dan juga keterbatasan
pengetahuan hukum dan pendidikan di masyarakat Desa Bejijong menunjukkan pentingnya peran
pemerintah desa untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya peraturan desa bagi kehidupan
masyarakat setempat. Lanjut, Otonomi desa merupakan otonomi asli yang memberikan kewenangan
kepada desa untuk mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
hak asal usul dan tradisi yang diakui. Maka dari itu perlunya pembentukan peraturan desa menjadi
instrumen utama dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan desa, sekaligus
mencerminkan kewenangan desa dalam skala lokal. Perlu diperhatikan bahwa pembentukan Peraturan
Desa perlu memperhatikan keterkaitannya dengan peraturan daerah yang lebih luas, untuk menghindari
benturan antara peraturan desa dengan regulasi yang sudah ada sebelumnya.
Dan Peran Program Kolaborasi Mahasiswa-Masyarakat (PKMM) dalam Pembentukan
Peraturan Desa dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tahapan seperti pendengaran pendapat,
analisis sosial, dan diskusi yang diharapkan menghasilkan produk nyata berupa Peraturan Desa.
Peraturan Desa yang dihasilkan akan memberikan dasar hukum yang jelas dalam mengelola potensi
desa, termasuk dalam bidang pariwisata dan lingkungan hidup, serta meningkatkan peran serta
masyarakat dalam tata kelola pemerintahan desa.
Akhir kata, secara garis besar pembentukan Peraturan Desa memainkan peran sentral dalam
menyelesaikan permasalahan masyarakat Desa Bejijong, sekaligus meningkatkan otonomi desa dalam
mengatur urusan lokal. Melalui PKMM, diharapkan masyarakat dapat terlibat aktif dalam pembentukan
Peraturan Desa, yang secara konkret akan memberikan dasar hukum yang jelas bagi pengelolaan potensi
desa, terutama dalam bidang pariwisata dan lingkungan hidup di desa itu sendiri.

3.2 Saran

Diperlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah desa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya Peraturan Desa dalam mengatur kehidupan bersama dan pembangunan desa secara
keseluruhan dengan salah satunya yaitu sosialisasi yang intensif dan program edukasi tentang kebijakan
dan manfaat dari Peraturan Desa yang dapat dilakukan melalui pertemuan atau kegiatan lain yang
melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat Desa Bejijong.
Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembentukan Peraturan Desa adalah krusial. Hal
ini dapat dilakukan melalui pembentukan forum diskusi terbuka yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan dalam masyarakat Desa Bejijong. Mendengar dan mengakomodasi aspirasi serta masukan
dari masyarakat akan membantu memastikan bahwa Peraturan Desa yang dihasilkan benar-benar
mencerminkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Dan juga perlu adanya mekanisme
pengawasan dan evaluasi secara teratur terhadap implementasi Peraturan Desa untuk memastikan
kepatuhan dan efektivitasnya.
Saran-saran ini ditujukan kepada pemerintah desa dan masyarakat Desa Bejijong, dengan
harapan bahwa melalui upaya bersama yang terkoordinasi, implementasi Peraturan Desa dapat menjadi
landasan yang kuat untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Desa Bejijong.

DAFTAR PUSTAKA

Dasril Rajab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

Jendi Taraja, 2019, Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Peraturan Perundang Undangan
Di Indonesia, Jurnal Hukum Vol. 08 No.02, PATIK,

I Nyoman Nurjaya, 2004, Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum, Makalah Konferensi
Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia,

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (Yogyakarta: PSH Fakultas Hukum UII, 2001),

Anda mungkin juga menyukai