Anda di halaman 1dari 5

“HAKIKAT BAHASA”

Disusun untuk Memenuhi Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu : Bambang Irawan,M.pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. AHISTA NABILA PUTRI (2285201056)


2. ADITYA ZIKRI (2285201015)
3. NAUFAL DEPARA (2285201065)
4. M FIKRI (2285201015)
5. FAUZAN ARIB (2285201022)
6. AGUSRI WAHYU (2285201016)
7. M BAYU SETIAWAN (2285201032)
8. ALFIN KHAIRI (2285201018)

PROGRAM STUDI PENJASKESREK


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG KOTA
2022/2023
Rumusan tentang hakikat Bahasa Indonesia dikemukakan Machfudz (2000) bahwa,
"Hakikat Bahasa Indonesia adalah: Bahasa sebagai simbol, Bahasa sebagai bunyi
ujaran, bahasa bersifat arbitrer, dan Bahasa bersifat konvensional." Arti kata hakikat
bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali, 1990) memiliki
pengertian intisari atau dasar. Hakikat bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang
mendasar dari bahasa.

Hakikat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Bahasa sebagai Simbol

Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dapat melambangkan dan mewakili
ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara arbitrer, konversional, dan
representatif-interpretatif. tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara yang
menyimbolkan dengan yang disimbolkan. Untuk itu baik yang batiniah (inner) seperti
perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah (outer) seperti benda dan tindakan dapat
dilambangkan atau diwakili simbol.

Manusia senantiasa bergelut dengan simbol. Melalui simbol, manusia


memandang, memahami, dan menghayati alam dan kehidupannya. Simbol itu sendiri
sebenarnya merupakan kenyataan hidup, baik kenyataan lahiriah maupun batiniah
yang disimbolkan, karena di dalam simbol terkandung ide, pikiran, dan perasaan, serta
tindakan manusia.

Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis sehingga dapat
dipergunakan sebagai alat komunikasi. Kata adalah bagian dari simbol yang hidup dan
digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kata bersifat simbolis karena tidak
memiliki hubungan langsung atau hubungan instrinsik dengan kenyataan yang
diacunya, tetapi hanya bersifat arbitrer dan konversional. Misalnya kata /b-u-k-u/ tidak
ada hubungannya dengan benda yang dirujuk yaitu lembaran-lembaran kertas yang
ditulis dan dibaca. Kata /a-p-i/ tidak ada hubungannya dengan sifat kepanasan yang
diacunya sehingga walaupun kita mengucapkan kata api berkali-kali, maka mulut kita
tidak akan terbakar. Hal itu hanya bersifat arbitrer dan kemudian disepakati menjadi
suatu konvensi oleh pemakai bahasa.

Sebuah wacana secara secara totalitas dapat juga berupa simbol. Dalam
masyarakat Batak dikenal wacana berupa ragam bahasa ratapan (wailing language).
Bahasa ratapan adalah syair yang diucapkan oleh seseorang ketika dia menangisi
orang yang meninggal. Bahasa ratapan melambangkan dan mewakili perasaan si
peratap. Bahasa ratapan itu sebagai simbol secara totalitas, tetapi wacana bahasa
ratapan itu juga terdiri dari simbol-simbol yang lebih kecil seperti kata, frase, dan
kalimat.

Bahasa Sebagai Bunyi Ujaran

Telinga kita selalu mendengar bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh benda-benda


tertentu. Hanya bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Human Organs of
Speech) yang disebut sebagai bahasa. Bunyi ujaran merupakan sifat kesemestaan atau
keuniversalan bahasa. Tak satupun bahasa di dunia ini yang tidak terjadi dari bunyi.
Bahasa sebagai ujaran, mengimplikasikan bahwa media komunikasi yang paling
penting adalah bunyi ujaran. Jika kita mempelajari suatu bahasa kita harus belajar
menghasilkan bunyi-bunyi suara.

Bahasa Bersifat Arbitrer

Pengertian arbitrer dalam studi bahasa adalah manasuka, asal bunyi, atau tidak
ada hubungan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan yang dilambangkan.
Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa tidak dapat
diramalkan secara tepat.

Secara leksis, kita dapat melihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan
dalam Bahasa Indonesia, Biang dalam bahasa Batak, Dog dalam bahasa Inggris. hal ini
memiliki kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran bahasa
di dunia ini menyebabkan adanya kedinamisan bahasa.

Bahasa bersifat Konvensional

Konvensional dapat diartikan sebagai satu pandangan atau anggapan bahwa


kata- kata sebagai penanda tidak memiliki hubungan instrinsik dengan objek, tetapi
berdasarkan kebiasaan, kesepakatan atau persetujuan masyarakat yang didahului
pembentukan secara arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka/ arbitrer, hasilnya
disepakati/ dikonvensikan, sehingga menjadi konsep yang terbagi bersama (socially
shared concept).

Konvensi/kesepakatan akan menentukan apakah kata yang dibentuk secara


arbitrer dapat terus berlangsung dalam pemakaian bahasa atau tidak. Suatu bahasa
tidak dapat dipaksakan agar dipakai pada suatu kelompok masyarakat bahasa.
Kelangsungan hidup suatu bahasa ditentukan oleh kemauan, kebiasaan, atau
kesepakatan masyarakat.
Bahasa sebagai Sistem

Setiap bahasa memiliki sistem, aturan, pola, kaidah sehingga memiliki kekuatan
atau alasan ilmiah untuk dipelajari dan diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa
memiliki dua jenis sistem yaitu sistem bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi mencakup
bentuk bahasa dari tataran terendah sampai tertinggi (fonem, morfem, baik morfem
bebas maupun morfem terikat, frase, paragraf, dan wacana). Sistem bunyi suatu
bahasa tidak secara acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah yang dapat
diterangkan secara sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan isi atau pengertian
yang tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi. Sistem bunyi dan sistem arti memang
tidak dapat dipisahkan karena yang pertama merupakan dasar yang kedua dan yang
kedua merupakan wujud yang pertama.

Bahasa Bermakna

Makna adalah arti, maksud atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan untuk menghubungkan bentuk kebahasaan tersebut dengan alam di luar
bahasa atau semua hal yang ditunjuknya.

Machfudz (2000) mengemukakan bahwa macam- macam makna:

1. Makna Leksisi. Makna unsur- unsur bahasa terlepas dari penggunaannya atau
konteksnya. Makna leksis sering disebut makna sebagaimana yang ada di dalam
kamus atau makna sebenarnya. Misalnya kata laki- laki mempunyai makna pria atau
manusia yang berjenis kelamin jantan.
2. Makna Kiasan. Makna unsur- unsur bahasa yang didasarkan pada perasaan atau
pikiran yang berada di luar makna sebenarnya. Misalnya Buah bibir memiliki makna
menjadi pembicaraan orang.
3. Makna Kontekstual. Makna unsur bahasa yang didasarkan pada hubungan antara
ujaran dengan situasi ketika ujaran itu dipergunakan. Misalnya kata bagus dapat berarti
jelek ketika seorang ayah mengejek anaknya yang malas belajar, kalimat yang
digunakan patutlah nilaimu sangat bagus.
4. Makna Gramatis. Makna yang diperoleh berdasarkan hubungan antara unsur- unsur
bahasa dalam satuan- satuan yang lebih besar. Misalnya pada kata dia mencintai
ibunya, bermakna sebutan atau perbuatan aktif.

Bahasa Bersifat Produktif

Hal ini diartikan sebagai kemampuan unsur bahasa untuk menghasilkan terus-
menerus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Prefik /men-/
dan /di-/, misalnya dapat melekat pada setiap kata kerja dan fungsinya masing-masing
membentuk kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam Bahasa Indonesia.

Bahasa Bersifat Universal

Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Pada
sifat internal bahasa, universal adalah kategori linguistik yang berlaku umum untuk
semua bahasa.

Bahasa Bersifat Unik

Hal ini terlihat dari studi bahasa adalah kategori bahasa yang tersendiri bentuk
dan jenisnya dari bahasa lain. Setiap bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain
meskipun termasuk dalam bahasa serumpun.

Bahasa Sebagai Komunikasi

Menjadi penyampai pesan dari penyapa kepada pesapa (penerima). Komunikasi


harus bermakna atau berarti baik bagi penyapa atau pesapa. Komunikasi dapat
bermakna jika sistem tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi dapat informatif.

Anda mungkin juga menyukai