Anda di halaman 1dari 4

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Fluoroskopi

Fluoroskopi adalah tindakan pencitraan medis yang digunakan oleh dokter untuk mengambil
gambar dari organ tubuh tertentu dan untuk melihat video pergerakan berbagai bagian tubuh di
layar fluoresen secara langsung. Tindakan ini menggunakan teknologi sinar-X dan bahan
pewarna pembanding, yang membuat bagian tubuh menjadi tidak tembus pandang dan terlihat
dengan lebih jelas. Fluoroskopi umumnya digunakan untuk mendiagnosis penyakit dan juga
sebagai tindakan intervensi dalam bidang ortopedi, gastroenterologi, dan kardiovaskuler.

Fluoroskopi biasanya digunakan untuk mendiagnosis penyakit dalam bidang:

 Gastroenterologi – Fluoroskopi yang dilakukan untuk memantau bagian perut dan usus
biasanya menggunakan barium sebagai agen pembanding untuk menilai kondisi organ
pencernaan dan melihat pergerakannya, yang mencakup kerongkongan, lambung, usus besar, dan
usus kecil untuk menemukan penyebab gejala gangguan pencernaan, seperti muntah, kesulitan
menelan, nyeri perut, atau gangguan pencernaan. Tindakan ini juga dapat digunakan untuk
menemukan polip, tumor, atau untuk memastikan keberadaan sindrom kelainan penyerapan.
 Ortopedi – Fluoroskopi paling umum digunakan dalam bidang ortopedi untuk melihat proses
penyembuhan dari tulang yang rusak untuk memastikan bahwa tulang tersebut telah kembali ke
posisi dan susunan yang benar selama penyembuhan. Fluoroskopi juga digunakan untuk
membantu proses pemasangan implan.
 Perawatan Kardiovaskuler – Fluoroskopi kardiovaskuler biasanya dilakukan ketika diduga ada
penyumbatan pembuluh darah; tindakan ini dapat membantu proses masuknya kateter dan
pergerakannya yang digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit.

Fluoroskopi diharapkan dapat memberikan informasi yang tidak bisa didapatkan oleh dokter
melalui tes lain. Informasi ini digunakan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam
pengobatan atau untuk menentukan apakah perlu dilakukan tindakan lebih lanjut dalam hal
melakukan tindakan yang memakai monitor.
2.2 Cara Kerja Fluoroskopi

Fluorosokopi adalah uji pencitraan rutin yang biasanya membutuhkan waktu 45 menit – 1 jam,
walaupun durasi setiap fluoroskopi dapat beragam, tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa.
Proses fluoroskopi biasanya dimulai dengan pemberian zat warna pembanding. Apabila
fluoroskopi digunakan untuk pencitraan saluran pencernaan, proses ini dapat menyebabkan
sedikit ketidaknyamanan karena pasien harus menelan zat pewarna tersebut. Saat zat pewarna
tersebut mengalir melalui saluran pencernaan, dokter akan mendapatkan gambar yang jelas dari
kerongkongan, perut, usus kecil, dan usus besar. Zat warna pembanding juga dapat digunakan
untuk pemeriksaan rektum, namun zat tersebut tidak ditelan oleh pasien, melainkan dimasukkan
ke tubuh melalui tabung enema.

Fluoroskopi membutuhkan persiapan yang sederhana. Setelah pasien tiba di tempat


pencitraan, ia akan diminta untuk menggunakan pakaian laboratorium. Kemudian, tindakan
dilanjutkan dengan memberikan obat bius atau obat penenang. Ada beberapa aturan yang harus
diikuti mengenai pemberian obat bius dan peraturan ini biasanya dikirim ke pasien beberapa hari
sebelum fluoroskopi. Daftar peraturan ini harus terus ditinjau dan diikuti.

Setelah persiapan selesai dilakukan, pemindaian fluoroskopi akan dimulai. Ada dua jenis
peralatan yang dapat digunakan dalam tindakan ini, yaitu sistem tetap dan alternatif berjalan.
Sistem tetap digunakan dalam laboratorium pencitraan yang tetap, sedangkan unit fluoroskopi C-
arm berjalan memberikan fleksibilitas dalam lokasi pelaksanaan fluoroskopi.

Tindakan fluoroskopi pada dasarnya menggunakan sinar-X, yang menghasilkan gambar


dari lapisan tubuh saat melewati tubuh dengan kecepatan maksimum 25-30 frame setiap
detiknya, sehingga video dari tubuh dapat dibuat. Hasil dari fluoroskopi akan diproses dengan
peralatan khusus yang membantu memperjelas dan mencerahkan gambar sebelum gambar
tersebut dipindahkan ke layar fluoresen. Model peralatan yang lebih baru dapat menghasilkan
gambar digital.

2.3 Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Fluoroskopi


Seperti sebagian besar tindakan medis, fluoroskopi memiliki risiko yang kebanyakan
disebabkan oleh radiasi. Inilah alasan mengapa tindakan ini tidak disarankan bagi wanita hamil,
karena fluoroskopi memiliki efek radiasi yang dapat membahayakan janin. Sebagai peraturan,
tindakan pencitraan ini hanya boleh dilakukan apabila manfaat yang diharapkan melebihi
kemungkinan risikonya.

Sebisa mungkin, ahli medis akan menggunakan radiasi dalam dosis rendah untuk
mengurangi risiko. Namun, dosis radiasi akan bergantung pada kondisi pasien. Dalam kasus di
mana fluoroskopi digunakan untuk membantu tindakan yang membutuhkan waktu yang lama
(misalnya dalam tindakan intervensi yang membutuhkan pemasangan cincin), dosis radiasi akan
disesuaikan, sehingga ada kemungkinan pasien akan mendapatkan radiasi dalam dosis yang
tinggi.

Risiko fluoroskopi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu deterministic dan stochastic. Risiko
ini meliputi:

 Cedera pada kulit dan jaringan, seperti luka bakar


 Katarak akibat radiasi
 Kanker

Selain radiasi, ada juga elemen lain dari tindakan ini yang bisa menyebabkan efek yang tidak
diinginkan, seperti komplikasi yang terjadi akibat obat bius atau obat penenang.

Untuk mengurangi risiko dari fluoroskopi, ahli medis harus memeriksa:

 Jumlah kumulatif dari radiasi yang mengenai pasien


 Ukuran medan sinar-X, yang dapat dikurangi agar sinar-X hanya akan berada dalam area target
gambar dan tidak mengenai bagian tubuh di sekitarnya
 Posisi pasti dari sinar-X agar sinar-X tidak harus dipancarkan lagi
 Filtrasi sinar-X, yang sangat penting terutama dalam tindakan yang lama
 Fitur last-image hold khusus untuk melihat gambar berulang kali tanpa harus terus menerus
memancarkan sinar-X pada pasien
 https://www.docdoc.com/id/info/procedure/fluoroskopi ini sumbernya

Anda mungkin juga menyukai