“selanjutnya, mauidzah hasanah tentang hikmah isra dan
mi’raj yang disampikan oleh al ustadz…” pada kesempatan yang lain, kita juga mendengar istilah ustadz, sebagai nama panggilan untuk pengajar di Lembaga pendidikan Islam. Secara umum, istilah ustadz adalah disebut untuk memanggil orang yang setiap hari berinteraksi dengan dunia dakwah, tarbiyah dan pendidikan. Meskipun ada juga sering kali kita mendengar istilah ustadz untuk menyebut orang yang berilmu dan berwawasan luas. Tapi juga ada semacam persepsi bahwa istilah ustadz itu untuk kalangan menengah atau aktivis dakwah saja? Seperti apa sesungguhnya? Mari simak tulisan ini. Merujuk pada al mursal.com bahwa lafaz ustadz berasal dari bahasa Persia. Istilah ustadz juga tidak dijumpai pada syiir Jahili kuno. Dengan ini, maka menjadi bukti bahwa istilah ustadz bukan berasal dari Bahasa Arab. Meskipun demikian, bukan berarti para ulama dahulu kala tidal menggunakan istilah ini. Imam Muslim (204-261 H) pernah memanggil Imam Bukhari (194-256 H) dengan sebutan ustadz. “biarkan saya mencium kakimu wahai ustadznya para ustadz, dan dokternya penyakit hadits”. Al Imam Ad Dzahabi (673-748 H) juga memberikan julukan al ustadz kepada al Imam Abi Thali al Makki (355-437 H), sang peyusun kitab Qut al Qulub, kitab tashawuf yang Banyak menjadi inspirasi penulisan kitab ihya ulumuddin. Kalau demikian istilah ustadz itu dipakai orang yang utama untuk menyebut kepada orang yang lebih utama. Lantas, apa sih sesungguhnya makna ustadz itu? Sebagimana disebut di awal bahwa lafaz ustadz berasal dari Bahasa Persia, yang memiliki makna orang yang pandai dalam suatu pekerjaan, orang yang paling mengetahui kn suatu bidang. Syihab AL Fayumi mengatakan bahwa lafaz ustadz adalah berasal ‘ajam, dsn memiliki arti orang yang padai dalam sesuatu yang sangat besar. Ada juga yang mengemukakan bahwa lafaz ustdz dulu dipakai di kalangan Utsmanjyah untuk menyebut orang yang memberikn pendidikan, pengajaran, pembinaan di Lembaga pendidikan. Ada pula yang mengartikan bahwa sematan ustaz harus memiliki atau menguasai 18 ilmu, seperti; nahwu, sharaf, bayan, badi’, ma’ni, adab, mathiq, kalam, haiat, usul, fiqih, usul fiqih, usul tafsir, hadits, dan sebagainya.