Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA CA SERVIKS

DISUSUN OLEH :

UMI RAHAYU WIDYASMARA (B2001034)

RINI YUNI ASTUTI (B2001026)

ENI SUSILOWATI (B2001012)

BAYU KRISNANTA (B2001006)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JALUR


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepaa Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SERVIKS”ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kelompok dalam
Mata kuliah Maternitas. Makalah ini diharapkan bisa dipahami bagi Mahasiswa dalam
Seminar Perkuliahan Komunikasi.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan.Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.,sehingga memberikan manfaat lebih banyak.

Klaten, 01 Oktober 2021

Kelompok IX

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................................................1
TUJUAN PENULISAN.........................................................................................................2
SISTEMATIKA PENULISAN..............................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
KONSEP DASAR......................................................................................................................3
1.      Pengertian......................................................................................................................3
2.      Anatomi dan Fisiologi...................................................................................................3
3.      Etiologi..........................................................................................................................4
4.      Patofisiologi...................................................................................................................5
5.      Manifestasi Klinik.........................................................................................................6
6.     Test Diagnostik...............................................................................................................7
7.      Penatalaksanaan.............................................................................................................9
8. Penatalaksanaan Keperawatan.......................................................................................13
9. Pencegahan....................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................20
KONSEP KEPERAWATAN...................................................................................................20
Pengkajian keperawatan.......................................................................................................20
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul...................................................................22
Intervensi Keperawatan........................................................................................................23
BAB IV....................................................................................................................................35
PENUTUP................................................................................................................................35
A. Kesimpulan......................................................................................................................35
B. Saran................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH


Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus.
Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan
data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari
kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan
sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita
usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang.
Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan
urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke-5 secara global. Di Indonesia kanker
serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi
Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen
Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100
kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.
Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker serviks di
Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani
sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang
ada.
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama
dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang
terlibat.Informasi mengenai kanker serviks masih kurang dipahami oleh sebagian
besar wanita usia produktif di Indonesia. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat
kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat dicegah sejak dini.
Rendahnya pengetahuan mengenai kanker serviks secara umum berhubungan
dengan masih tingginya angka kejadian kanker serviks di Indonesia. Pencegahan dan
deteksi dini merupakan hal yang krusial dalam penatalaksaan kanker serviks
secara menyeluruh mengingat dampak kanker serviks pada penderita, keluarga, serta
pemerintah

4
TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah keperawatan maternitas bagi kami selaku mahasiswa s1
alih jalur Stikes Muhammadiyah Klaten
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan ca serviks.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan ca serviks.
c. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada klien
dengan ca serviks.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada klien dengan ca
serviks.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien dengan ca serviks.

SISTEMATIKA PENULISAN
Pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran kepustakaan yang kami lakukan
secara manual dan secara elektronik

5
BAB II

KONSEP DASAR
1.      Pengertian
Carsinoma atau kanker adalah pertumbuhan ganas berasal dari jaringan epitel
sedangkan serviks itu merupakan bagian dari rahim sebagai jalan lahir yang berbentuk
silinder. Serviks uteri : leher rahim.
Carsinoma serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks,
dimana pada keadaan ini terdapat kelompok sel yang abnormal yang terbentuk oleh
jaringan yang tumbuh secara terus menerus dan tidak terbatas, tidak terkoordinasi, tidak
berguna bagi tubuh sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi
sebagaimana mestinya dan penyakit ini dapat terjadi berulang.
2.      Anatomi dan Fisiologi
Serviks merupakan segmen uterus berada bagian bawah yang dilapisi epitel torak
pensekresi mukus dalam kesinambungan langsung dengan epitel vagina, yang befungsi
sebagai jalan lahir.
Ekstoserviks merupakan epitel berlapis yang gepeng serupa dengan vagina, dengan
peralihan agak mendadak diantara keduanya, sambungan skuamakolumnar. Serviks
mengalami perubahan/dramatis selama masa usia reproduktif maupun dalam siklus
menstruasi. Sambungan skuamakolumnar normalnya terletak dalam kanalis
endoservikalis, tetapi dapat berada jauh di luar pada ektoserviks, baik pasca persalinan
atau atas dasar kongenital.
Mukus serviks dihasilkan sebagai respon terhadap estrogen dan dengan eversi sel
torak pensekresi mucus pada ektoserviks, suatu sekret mukoid dan kadang-kadang
purulen bisa dialami. Walaupun ini bisa menyebabkan secret yang berbau busuk, tetapi
tidak ada makna patologi dan tampaknya tidak mengubah kapasitas reproduksi.
Mukus memberikan sawar bakteri diantara traktus genitalis atas yang steril dan
vagina yang mengandung bakteri dan memudahkan sperma berjalan pada saat ovulasi.
Arsitektur endoserviks mempunyai beberapa kripta yang memberikan penampungan
untuk sperma, tempat sperma bertahan sampai beberapa hari setelah koitus.
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai
saluran lonjongan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks,
berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu
saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum (OUI) dan pintu vagina

6
(OUE) ostium uteri eksternum. Kedua pintu ini penting dalam klinik misalnya pada
penilaian jalannya persalinan, abortus dan sebagainya.

3.      Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa faktor
resiko tertentu yang lebih besar kemungkinannya untuk menderita kanker serviks
menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) sebagai berikut :
1. Usia
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia 35-
50 tahun, terutama yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun.
Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan resiko terserang
kanker serviks sebesar dua kali dibanding perempuan yang melakukan hubungan
seksual setelah usia 20 tahun.
2. Sering berganti pasangan
Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi. Hal ini disebabkan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang
mempuanyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang
berbeda-beda pada multi-patner sehingga dapat merangsang terjadinya perubahan
ke arah displasia.
3. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks
adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen
infeksi virus.
4. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan- kumpulan smegma.

7
5. Status sosial ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
dan kemungkinan faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas
dan kebersihan perorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini yang mempengaruhi imunitas
tubuh.
6. Terpapar virus
Human immunodeficiency virus (HIV) atau penyebab AIDS merusak sistem
kekebalan tubuh pada perempuan. Hal ini dapat menjelaskan peningkatan risiko
kanker serviks bagi perempuan dengan AIDS. Para ilmuwan percaya bahwa
sistem kekebalan tubuh adalah penting dalam menghancurkan sel-sel kanker dan
memperlambat pertumbuhan serta penyebaran. Pada perempuan HIV, kanker
pra serviks bisa berkembang menjadi kanker yang invasif lebih cepat dari
biasanya.
7. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat diturunkan melalui kombinasi
genetik dari orang tua ke anaknya.
4.      Patofisiologi
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali dengan adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia tidak melibatkan
seluruh lapisan epitel serviks, yang dibagi menjadi displasia ringan, sedang dan berat.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regresi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Displasia adalah neoplasma serviks intraepitel (CIN). Tingkatan
adalah CIN 1 (displasia ringan), CIN 2 (displasia sedang), CIN 3 (displasia berat dan
insitu).

8
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun, perkembangan tersebut menjadi bentuk invasi
pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif, carsinoma insitu
yang diawali fase statis dalam waktu 10 – 12 bulan berkembang menjadi bentuk invasi
pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofilik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks. Para metrium dan pada
akhirnya dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan cavum uterus. Penyebab kanker
ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke
pembuluh darah, anemis, hipertensi dan adanya demam.

5.      Manifestasi Klinik


Pada tahap awal terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya
timbul gejala berupa ketidakteraturan siklus haid (irregularitas), amenorrhe,
hiperamenorrhe, juga adanya pengeluaran sekret vagina yang sering atau perdarahan
intermenstrual dan pada post koitus dan latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada
penyakit yaitu darah yang keluar berbentuk makoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bawah dari daerah lumbal.
Pada tahap lanjut gejala yang mungkin dan bisa timbul lebih bervariasi. Sekret dari
vagina berwarna kuning, berbau, dan terjadinya instansi vagina serta mukosa vulva.
Perdarahan pervagina akan semakin sering terjadi pada nyeri semakin progresif.
Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi komplikasi fistulvesika vagina. Sehingga
urine dan faeces dapat keluar melalui vagina. Gejala lain yang dapat terjadi adalah
nausea, muntah, demam, dan anemia.
Tahap klinis
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit,
membantu prognosis dan rencana tindakan dan memberikan arti perbandingan dan
metode therapy.
Tahapan stadium klinik yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan
oleh International Federation of Gynecologi and Obstetrics (FIGO) tahun 1976.
pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiology, kinetase endoserviks, dan
biopsy.
Tahapan-tahapan tersebut yaitu :
-   Karsinoma pre invasive.

9
Karsinoma insitu, karsinoma intra epitel.
-   Karsinoma invasive
1) Stadium I: Karsinoma terbatas pada serviks
a. Karsinoma mikro invasive (invasi stoma awal).
b. Stadium I lainnya, karsinoma invasive yang terbatas pada serviks.
2) Stadium II : Karsinoma meluas keluar serviks, tetapi tidak mencapai dinding
panggul
a. Para metrium masih bebas.
b. Para metrium sudah terkena.
3) Stadium III : Karsinoma sudah mencapai dinding panggul pada pemeriksaan
rectal tidak ada celah antara tumor mencapai 1/3 distal vagina,
dengan komplikasi hidronefrosis dan afungsi ginjal.
a. Belum mencapai dinding panggul.
b. Sudah mencapai dinding panggul dan atau ada hidronefrosis atau afungsi ginjal.
4) Stadium IV : Karsinoma sudah meluas keluar pelvik kecil (true pelvic atau secara
klinik sudah mengenai mukosa veksika urinaria dan rectum).
a. Menyebar ke organ sekitarnya.
b. Menyebar ke organ yang jauh.

6.     Test Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a. Sitologi
Keuntungan :
1) Murah.
2) Dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat kelemahan.
3) Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
Kelemahan :
1) Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
b. Sciller Test
Dasarnya : epitel Ca. tidak mengandung glikogen, karena itu dapat mengikat jodium.
Kalau portio diberi jodium, maka epitel yang normal akan berwarna coklat tua,
sedang yang Ca tidak berwarna, sayangnya bahwa trauma dan infeksi juga dapat
memberikan tes positif.

10
c. Pap Smear
Pap smear (tes Papanicolau) adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap
sel-sel yang diperoleh dari apusan serviks. Pada pemeriksaan Pap smear, contoh sel
serviks diperoleh dengan bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik
(yang dioleskan bagian luar serviks) dan sebuah sikat kecil (yang dimasukkan ke
dalam saluran servikal). Sel-sel serviks lalu dioleskan pada kaca obyek lalu diberi
pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa. 24 jam sebelum
menjalani Pap smear, sebaiknya tidak melakukan pencucian atau pembilasan vagina,
tidak melakukan hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan tampon.
Pap smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prekanker pada serviks.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
1. Normal
2. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
3. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
4. Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
5. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau
ke organ tubuh lainnya).
d. Kolposkopi
Kolposkopi : alat untuk melihat cerviks dengan lampu dan dibesarkan 10 – 40 kali.
Serviks mula – mula dibersihkan dengan kapas, kemudian dengan acidum aceticum 3
% hasil pemeriksaan kalposkopi dapat sebagai berikut :
a) Benigna
1.      Epitel gepeng yang normal.
2.      Ectodi
3.      Zone transforman
4.      Perubahan peradangan
b) Suspek
1.      Lekoplakia
2.      Punctation : daerah bertitik merah
3.      Papillary punctation
4.      Mozaik
5.      Transformasi yang atypis
Keuntungan : Dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah
melakukan biopsi.
11
Kelemahan : Hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu portio,
selain kelainan pada skuamous columner dan intraservikal tidak
terlihat.
e. Kolpomikroskopi
Pembesaran 200 kali. Sebelum dilihat dengan kolpokop diwarnai dulu
dengan Maiyer emaktocylin atau tolvidine blue. Dykaryose dan sel-sel atypis dari
carcinoma dapat dilihat tidak begitu populer.
f. Biopsi
Sebagai suplemen terhadap sitologi. Daerah tempat diadakan biopsi,
berdasarkan hasil pemeriksaan kolposkopi. Kalau perlu diadakan multiple punch
biopsi atau kuretasi serviks, dengan biopsi dapat ditentukan jenis Ca – nya.
g.   Konisasi
Dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak
kelainan – kelainan yang jelas.Untuk pemeriksaan Ca diperlukan konisasi dengan
pisau (Cold Conization)
7.      Penatalaksanaan
Makin tinggi diagnosis makin baik hasil terapi., dan terapi karsinoma serviks
dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan direncanakan
dengan matang oleh suatu tim.
Disamping terapi karsinoma serviks didasarkan atas stadium juga didasarkan
keinginan dan mempertahankan fungsi reproduksi (hanya pada stadium Ia). Pada stadium
0 dapat dilakukan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik, dapat juga
terapeutik. Bila penderita cukup tua atau sudah punya anak, uterus dapat diangkat, agar
penyakit tidak kambuh dapat dilakukan histerektomi sederhana (simple vagina
hysterectomy).
Staidum Ia bila masih ingin punya anak dilakukan amputasi kerucut secara radikal,
bila tidak ingin punya anak lagi dilakukan histerektomi total. Stadium IB dan Ia
dilakukan histerektomi radikal + anjuran therapy. Stadium IIB sampai IVA dilakukan
kemoterapi dan atau radioterapi. Sedangkan bila sudah sampai stadium IVB dilakukan
radioterapi saja.
Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut:
a. Tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
b. Rencana penderita untuk hamil lagi
c. Usia dan keadaan umum penderita.

12
d. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika
daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi.
Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul
secara rutin.

Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:


a. Kriosurgeri (pembekuan)
b. Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi)
c. Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai
jaringan yang sehat di sekitarnya
d. LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri
lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.

Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran
tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk
hamil lagi.

Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui
LEEP.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan
Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.
1. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya
(prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak
diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi
13
untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam
radioterapi:
Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung
ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama
itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah:
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani
kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.
Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi
dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan,
begitu seterusnya.
Adapun obat-obat yang dipakai sebagai kemoterapi diberikan 5 seri selang 3-4
minggu.
Premedikasi :
 Antalgin injeksi.
 Dipenhydramine injeksi.
 Dexamethason injeksi.
 Metochlorpropamide injeksi.
 Furosemide injeksi.
Sitostatika :
 Ciplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh per infus hari I).
 Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh intraevenous hari I).
 Bleomisin (30 mg) per infus hari II.
 Mitomicin (40 mg dosis tunggal, dianjurkan dengan radioterapi).

14
4. Terapi Biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan
tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon,
yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Efek Samping Pengobatan


Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan kerusakan pada
sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping yang tidak
menyenangkan. Efek samping dari pengobatankanker sangat tergantung kepada jenis dan
luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap penderita juga berbeda-beda. Metoda
untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada permukaan serviks sama
dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi prekanker.
Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan atau keluar
cairan encer dari vagina. Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa
mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda
nyeri.
Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air
besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat
setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan
lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan
dalam waktu 4-8 minggu.
Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi.
Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk
melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan
emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa
berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi. Selama
menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama
seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter
biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.
Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan
kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap.
Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung

15
dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa
mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan
seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur,
sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi
hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis obat yang
digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan. Biasanya obat
anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan cepat, termasuk sel
darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan darah atau mengangkut
oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh obat anti-kanker, penderita
akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan serta
kekurangan tenaga. Sel-sel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran
pencernaan juga membelah dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh
kemoterapi, penderita akan mengalami kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang,
mual, muntah atau luka terbuka di mulut.
Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu menggigil,
demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Kadang
timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan.

8. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan pasien.
Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk meningkatkan
kesetahan dan mencegah komlipakai. Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana pasien
dan pasangannya memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap
hal yang berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita,
masalah harga diri dan citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak
dapat lagi mempunyai anak. Pasangan mereka sering sekali menunjukkan sikap yang
sama, yang merendahkan wanita yang tidak dapat memberikan keturunan.
Intervensi berfokus pada upaya membantu pasien dan pasangannya untuk
menerima berbagai perubahan fisik dan psikologis akibat masalah tersebut serta
menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia dapat di hargai. Bahkan,

16
sekalipun kehilangan uterus dan kemampuan reproduksi tidak terlalu mempengaruhi
harga diri dan citra tubuhnya, wanita tetap memerlukan penguatan atas peran
lainnya yang berharga sebagai seorang manusia. Wanita yang mengalami nyeri hebat
ketika menstruasi dan sangat mengganggu aktivitas rutinnya menganggap
penanggulanagn seperti histerektomi, sebagai pemecahan masalah.
Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita merasa hidupnya
lebih terancam dan perasan ini jauh lebih penting dibandingkan kehilangan kemampuan
reprpduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk membantu pasien
mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang realistis,
memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber daya keluarga
dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah (Reeder, dkk,
2013).

9. Pencegahan
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks:
a. Mencegah terjadinya infeksi HPV
b. Melakukan pemeriksaan Pap smear secara teratur .
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan
dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker
serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara
seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara
teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang
normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Anjuran untuk melakukan Pap smear secara teratur:
a. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun
b. Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HPV atau kutil kelamin,
c. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
d. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali Pap smear
berturut-turut menunjukkan hasil negatif atau untuk wanita yang telah menjalani
histerektomi bukan karena kanker.
e. Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal
f. Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun kanker
serviks.

17
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya:
a. Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan hubungan
seksual, jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kutil kelamin
atau gunakan kondom untuk mencegah penularan kutil kelamin
b. Jangan berganti-ganti pasangan seksual
c. Berhenti merokok.
d. Pemeriksaan panggul setiap tahun (termasuk Pap smear) harus dimulai ketika
seorang wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual atau pada usia 20
tahun. Setiap hasil yang abnormal harus diikuti dengan pemeriksaan kolposkopi
dan biopsi.

18
Faktor Predisposisi :
Faktor Presipitasi :
 Aktivitas seksual usia
muda Virus HPV 16.18
 Kurang vulva Hygine

s
Merokok
Ca. Serviks
 Keturunan
 Gangguan system
imunitas
 Multi patner Menekan Serviks kontriksi Iskemik jar . menyebar
seksual jar. sekitar pada organ sekitar

ulkus jar.
Hambatan aliran Gesekan saat
sekitar rapuh Rektum Ureter
Masuknya Mutagen darah pada koitus
pembuluh darah
Metaplasia epitel serviks Pengeluaran Infiltrasi
mukosa endoserviks Laserasi bradikidin &
histamin ureter
Tekanan pembuluh darah vagina
Pendarahan
serviks Inflamasi
Neoplasma Maligna
Ketidakpuasan Penekanan
Rupturnya pembuluh darah saat berhubungan syaraf simpatik
Type equation here . Hb
Anemia Pendarahan
MK : Nyeri MK :
MK :
MK : Disfungsi Seksual Akut/Nyeri Gangguan
Kerusakan
MK : Ketidakefektifan TD, Nadi, turgor kulit Kronis Eliminasi Urin
Integritas NOC : Sexual
perfusi jaringan perifer Functioning NOC : Urinary
NOC : Tissue NOC : Pain
NOC : Circulation status MK : Kekurangan Elimination
Integrity : Control ;
Skin & & tissue perfussion Volume Cairan NIC : Sexual
Pain Level NIC : Urinary
Mucous Counseling
NIC : Peripheral NOC : Fluid Balance NIC : Pain Elimination
Menbranes
NIC : Skin sensation management Management
NIC : Fluid Management; Management;
Surveilance Hipovolemic Management Analgesic
Shock : Volume Administration 19
Perubahan status kesehatan, Hospitalisasi
Pembedahan Non Pembedahan

MK : NOC : Anxiety level NIC :Anxiety reduction,


Histerektomi Ansietas sosial relakxation therapi Kemoterapi

Luka pendarahan
Neuron di medulla Depresi sumsum Rusaknya jar. normal tubuh Rusaknya folikel
berinteraksi tulang belakang rambut
Jaringan terbuka
Kulit Kering
Gangguan pembentukan Rambut rontok
Merangasang
MK : Resiko Infeksi darah (Hematopoises)
N. Vagus
MK : Kerusakan
NOC : Infection Integritas Kulit
Severity Mengkoordinasi reflek
emetik Leukosit Trombosit NOC : Tissue
eritrosit
Integrity : Skin &
NIC : Infection Mucous,
Control Mual muntah Eritrositopenia Leukopenia menbranes
Trombosito-
 penia
Tubuh lemas, Mudah NIC : Skin
MK : Nutrisi kurang dari pusing terinfeksi Surveilance
kebutuhan tubuh Darah sukar
NIC : Nausea membeku
MK : Intoleransi
Management
Aktivitas
MK : Gangguan citra
: Nausea and MK : Resiko Perdarahan
NOC : Activity Tolerance tubuh
Vomiting Control
Fatigue Level NOC : Blood Loss Severity NIC::Body
BodyImage
Image
NOC
MK : Mual Enhancement
NIC : Activity Therapy; NIC : Bleeding Precation
Energy Management

Referensi :

20
Maysaroh, Hanik.2013. Kupas Tuntas Kanker. Trimedia Pustaka:Klaten
Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta
Tilong, Adi. 2012. Bebas dari Kanker Serviks. Flashbooks: Yogjakarta
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.

21
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan
a. Anamnesis
1) Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
2) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, , agama,
alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
no medical record (MR), nama orang tua, dan pekerjaan orang tua.
3) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
4) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
tpendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, anemia.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Diananda (2008) biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk,
perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar
vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu
makan, dan anemia.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan
dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit

22
HIV/AIDS (Ariani, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya ada riwayat penyakit keputihan dan riwayat penyakit
HIV/AIDS.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih
berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluraga yang tidak ada
riwayat didalam keluarganya (Diananda, 2008).
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker serviks
yang perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker serviks
tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche dan mengalami atropi
pada masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi
pendarahan diantara siklus haid adalah salah tanda gejala kanker serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks terbanyak
pada wanita yang sering partus, semakin sering partus semakin besar
kemungkinan resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
6) Riwayat psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta harapan
terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga
terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien meliputi
gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang
murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau
menyusahkan orang lain (Reeder, dkk, 2013). Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan.
7) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi, aktivitas
pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur (Padila,
2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
keluhan tidak nafsu makan, kelehan, gangguan pola tidur.
23
8) Pemeriksaan fisik, meliputi :
a) Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi sadar,
lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).
b) Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
c) Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
d) Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
e) Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
f) Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
g) Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner &
suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami perdarahan pervaginam.
h) Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium lanjut
mengalami udema dan nyeri (Brunner & suddarth, 2015). Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami kesemutan atau kebas
pada tangan dan kaki.

Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


Menurut NANDA (2015-2017), kemungkinan masalah yang muncul adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel syaraf)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia sekunder, mual muntah.
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan menurun
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
e. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh

24
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
h. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan syaraf simpatis,
penyebaran jaringan kanker ke tractus urinarius
i. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerapuhan jaringan,
efek kemotherapi.
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan anemia
k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel syaraf)
Defenisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan.
Batasan Karaktreristik :
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar periksa nyeri untuk pasien yang
tidak mengungkapkannya
2) Fokus menyempit
3) Fokus pada diri sendiri
4) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
5) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
6) Mengekspresikan perilaku(mis., gelisah, merengek, menangis, waspada)
7) Perubahan selera makan
8) Putus asa
9) Sikap melindungi area nyeri
10) Sikap tubuh melindungi

NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengontrol nyeri dengan
kriteria hasil :
a. Tingkat nyeri
1) Mengenali kapan nyeri terjadi
2) Menggambarkan faktor penyebab
3) Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan
4) Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri

25
5) Melaporkan nyeri yang terkontrol

b. Pengetahuan: manajemen nyeri


1) Mengetahui faktor penyebab
2) Mengetahui tanda dan gejala
3) Mengetahi efek samping terapeutik obat
c. Respon pengobatan
1) Pasien mengetahui efek sampingnya
2) Tidak ada reaksi alergi
3) Tidak ada efek prilaku dari pengobatan

NIC
Manajemen Nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
3) Gunakan strategi komunikasi terapeutik
4) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
5) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
6) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
7) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (terapi relaksasi)
9) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri yang dipakai selama
pengkajian nyeri dilakukan
10)Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
Pemberian Analgesik
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik
yang diresepkan
26
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi analgesik yang sesuai ketika lebih dari satu
diberikan
5) Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik, non narkotik atau NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
6) Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian atau perubahan
interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik
7) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya
8) Berikan analgesik tambahan dan atau pengobatan jika diperlukan untuk
mengingkatkan efek pengurangan nyeri
9) Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek samping analgesik
(misalnya: konstipasi dan iritasi lambung)
10)Evaluasi kefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada setiap
setelah pemberian khususnya setelah pemberian pertama kali, juga
observasi adanya tanda dan gejala efek samping (misalnya: depresi
pernafasan, mual dan muntah, mulut kering dan konstipasi)
11) Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek samping
12) Evaluasi dan dokumentasi tingkat sedasi dari pasien yang menerima opioid
Manajemen Obat
1) Tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut resep atau protokol
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
3) Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
4) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
5) Monitor level serum darah ( misalnya: elektrolit, protrombin, obat-obatan)
yang sesuai
6) Monitor interaksi obat yang non terpeutik
7) Monitor respon terhadap perubahan pengobatan dengan cara yang tepat
Manajemen Energi
1) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kekelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
2) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai
keterbatasan yang dialami
27
3) Tentukan persepsi pasien atau orang terdekat dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
4) Perbaiki defisit status pisiologis (misalnya, kemoterapi yang
menyebabkan anemia) sebagai prioritas pertama
5) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat
6) Monitor waktu dan lama istirahat pasien
7) Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami pasien yang bisa
mempengaruhi fungsi kognitif, pemantauan diri dan pengaturan aktivitas
pasien
8) Bantu pasien untuk mengidentifikasi kegiatan rumah yang bisa dilakukan
oleh keluarga dan teman dirumah untuk mencegah/mengatasi kelelahan
9) Instrusikan pasien atau keluarga mengenali tanda dan gejala kelelahan yang
memerlukan pengurangan aktivitas
10)Instruksikan pasien atau keluarga mengenai stres dan koping intervensi untuk
mengurangi kelelahan
11)Ajarkan pasien atau keluarga untuk menghubungi tenaga
kesehatan jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan makanan
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan Karakteristik :
1) Berat badan 20 % atau lebih dari bawah rentang berat badan ideal
2) Bising usus hiperaktif
3) Cepat kenyang setelah makan
4) Diare
5) Gangguan sensasi rasa
6) Kehilangan rambut berlebihan
7) Kelemahan otot pengunyah
8) Kelemahan otot untuk menelan
9) Kerapuhan kapiler
10) Kesalahan informasi
11) Kesalahan persepsi
12) Ketidakmampuan memakan makanan
28
13) Kram abdomen
14) Kurang berminat pada makanan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nafsu makan pasien baik dengan kriteria
hasil :
a. Status nutrisi : asupan makanan dan cairan
1) Asupan makanan secara oral adekuat
2) Asupan cairan secara oral adekuat
3) Asupan cairan IV adekuat
4) Asupan nutrisi parenteral adekuat
5) Tidak ada mual dan muntah
b. Nafsu makan
1) Peningkatan keinginan untuk makan
2) Peningkatan rangsangan untuk makan
3) Intake makanan adekuat
NIC
Manajemen Gangguan Makan
1) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana
perawatan dengan melibatkan pasien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
2) Kolaborasi dengan tim dan pasien untuk mengatur target pencapaian berat badan
jika berat badan pasien tidak berada dalam rentang normal
3) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang
diperlukan
4) Dorong pasien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama ahli gizi
5) Timbang berat badan pasien
6) Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
7) Monitor asupan kalori makanan harian
8) Batasi makanan sesuai dengan jadwal
9) Observasi pasien selama dan setelah pemberian makan/makanan ringan untuk
meyakinkan bahwa asupan makanan yang cukup tercapai dan
dipertahankan
10) Beri dulungan misalnya terapi relaksasi
11) Batasi aktivitas fisik sesuai kebutuhan untuk meningkatkan berat badan
12) Monitor berat badan pasien sesuai secara rutin
Manajemen Nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien
2) Identifikasi alergi dan intoleransi terhadap makanan
29
3) Atur diit yang diperlukan (rendah protein, tinggi karbohidrat, rendah natrium)
4) Beri obat-obatan sebelum makan seperti antiemetik
5) Anjurkan diit pasien sesuai kebutuhan
6) Monitor kalori dan asupan nutrisi
Monitor Nutrisi
1) Timbang berat badan pasien
2) Identifikasi adanya penurunan berat badan
3) Monitor turgor kulit
4) Monitor adanya mual muntah
5) Identifikasi perubahan nafsu makan
6) Monitor pucat pada konjungtiva
7) Lakukan kemampuan menelan
8) Tentukan faktor yang mempengaruhi nutrisi

c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan menurun


Defenisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidk diketahui oleh individu) perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasiterhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
tidak menghadapi ancaman
Batasan Karakteristik :
1) Agitasi
2) Gelisah
3) Gerakan ekstra
4) Insomnia
5) Kontak mata buruk
6) Melihat sepintas
7) Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup
8) Penurunan produktivitas
9) Perilaku mengintai
10) Tampak waspada
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengontrol kecemasan dengan
kriteria hasil :
1) Mengurangi penyebab kecemasan
2) Menggunakan strategi koping yang efektif
3) Menggunakan teknik relaksasi
30
4) Mempertahankan hubungan sosial
5) Mempertahankan tidur adekuat
6) Mengendalikan respon kecemasan
NIC
Pengurangan Kecemasan
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang akan dirasakan yang mungkin
dialami pasien selama prosedur
3) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan, dan prognosis
6) Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada pasien
7) Dorong pengulangan teknik dan praktik-praktik tertentu secara berkala
8) Berikan waktu yang tidak terganggu
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
Defenisi : rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan
Batasan Karakteristik :
1) kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
2) malnutrisi
3) gangguan integritas kulit
4) prosedur invasif
5) perubahan pH sekresi
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mengontrol resiko proses infeksi
dengan kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi
2) Mengenali faktor resiko individu terkait infeksi
3) Mengetahui perilaku yang berhubungan dengan resiko infeksi
4) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
5) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko infeksi
6) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan resiko infeksi
7) Mencuci tangan
8) Mempertahankan lingkungan yang bersih
NIC
Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dilakukan untuk setiap pasien
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
31
4) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat
5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun antimikroba
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
8) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal
9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
11) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
12) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
13) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi
Perlindungan Infeksi
1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik atau lokal
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
3) Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil-hasil diferensial
4) Batasi jumlah pengunjung
5) Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema
6) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7) Anjurkan asupan cairan yang tepat
8) Anjurkan istirahat
9) Ajarkan pasien atau keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada petugas kesetahan
10) Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara menghindari infeksi
e. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
Defenisi : suatu kondisi ketika individu mengalami suatu perubahan fungsi seksual
selama fase respons seksual berupa hasrat, terangsang, dan atau orgasme, yang
dipandang tidak memuaskan, tidak bermakna, atau tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
1) Gangguan aktivitas seksual
2) Gangguan eksitasi seksual
3) Gangguan kepuasan seksual
4) Merasakan keterbatasan seksual
5) Penurunan hasrat seksual
6) Perubahan minat terhadap diri sendiri
7) Perubahan minat terhadap orang lain
8) Perubahan peran seksual
NOC
32
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, status kesehatan baik dengan kriteria hasil :
1) Mengenali realita situasi kesehatan
2) Melaporkan harga diri yang positif
3) Mempertahankan hubungan
4) Menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan
5) Mencari informasi tentang kesehatan
6) Melaporkan perasaan berharga dalam hidup
NIC
Pengurangan Kecemasan
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
3) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang akan dirasakan yang mungkin
dialami pasien selama prosedur
4) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan, dan prognosis
5) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien dengan cara yang tepat
6) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
7) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi yang memicu kecemasan
Peningkatan Peran
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasanya dalam keluarga
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan peran khusus yang diperlukan
terkait dengan sakit
3) Dukung pasien untuk mengidentifikasi gambaran realistik dari adanya perubahan
peran
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi- strategi positif unutk
memanajemen perubahan-perubahan peran
5) Fasilitasi diskusi mengenai bagaimana adaptasi peran keluarga untuk dapat
mengkompensasiperan anggota yang sakit
Peningkatan Harga Diri
1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2) Bantu pasien untuk penerimaan diri
3) Jangan mengkritisi pasien secara negatif
4) Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi situasi
5) Berikan hadiah atau pujian
6) Fasilitas lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
7) Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
Definisi : konfunsi dalam gambaran mental lantang diri-fisik individu

33
Batasan Karakteristik :
1) Berfokus pada fungsi masa lalu
2) Berfokus pada penampilan masa lalu
3) Menekankan pencapaian
4) Personalisasi bagian tubuh dengan nama
5) Personalisasi bagian tubuh yang menghilang
6) Menolak menerima perubahan
7) Menghindari menyentuh tubuh
8) Menyembunyikan bagian tubuh
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu beradaptasi terhadap disabilitas
fisik dengan kriteria hasil :
1) Menyampaikan secara lisan kemampuan untuk menyesuaikan terhadap disabilitas
2) Menyampaikan secara lisan penyesuaian terhadap disabilitas
3) Beradaptasi terhadap keterbatasan secara fungsional
4) Mengidentifikasi cara-cara untuk beradaptasi dengan perubahan hidup
NIC
Pengurangan Kecemasan
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
3) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang akan dirasakan yang
mungkin dialami pasien selama prosedur
4) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan, dan prognosis
5) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien dengan cara yang tepat
6) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
7) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi yang memicu kecemasan
Peningkatan Citra Tubuh
1) Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan perubahan-perubahan citra
tubuh yang (telah) diprediksikan
2) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan- perubahan (bagian tubuh)
disebabkan adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
3) Bantu pasien untuk menentukan keberlanjutan dari perubahan-perubahan
aktual dari tubuh atau tingkat fungsinya
4) Tentukan perubahan fisik saat ini berkontribusi pada citra diri pasien

34
5) Bantu memisahkan penampilan fisik dari perasaan berharga secara pribadi
dengan cara yang tepat
Peningkatan Harga Diri
1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2) Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri
3) Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain
4) Eksplorasi alasan-alasan untuk mengkritik diri atau rasa bersalah
5) Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
6) Sampaikan atau ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi
situasi
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Defenisi : penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan / atau intraseluler. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja dan tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan Karakteristik :
1) Haus
2) Kelemahan
3) Kulit kering
4) Membran mukosa kering
5) Peningkatan frekuensi nadi
6) Peningkatan hematokrit
7) Peningkatan suhu tubuh
8) Penurunan tekanan darah
9) Penurunan nadi
10) Penurunan turgor kulit
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mempertahankan keseimbangan
volume cairan dengan kriteria hasil :
1) Tekanan darah normal (120/80 mmHg)
2) Nadi normal (60-100 x/menit)
3) Keseimbnagan intake dan output dalam 24 jam
4) Berat badan stabil
5) Turgor kulit lembab
6) Kelembaban membran mukosa
7) Hematokrit normal
NIC
Manajemen Diare

35
1) Evaluasi profil pengobatan terhadap adanya efek samping pada gastrointestinal
2) Ajari pasien cara penggunaan obat antidiare secara tepat
3) Evaluasi kandungan nutrisi dari makanan yang sudah di komsumsi sebelumnya
4) Monitor tanda dan gejala diare
5) Amati turgor kulir secara berkala
6) Intruksikan diet rendah serat, tinggi proteindan tinggi kalori sesuai kebutuhan
7) Ajari pasien cara menurunkan stres sesuai kebutuhan
8) Bantu pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Manajemen cairan
1) Jaga intake dan output pasien
2) Monitor status hidrasi (misalnya : membran mukosa lemban, denyut nadi
adekuat dan tekanan darah ortostatistik)
3) Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya :
peningkatan BUN, penurunan hematokrit dan peningkatan osmolalitas urine)
4) Monitor tanda-tanda vital
5) Monitor makanan/cairan yang dikomsumsi dan hitung asupan kalori harian
6) Berikan cairan IV
7) Atur ketersedian produk darah untuk transfusi, jika perlu.
8) Persiapan pemberian produk darah (misalnya: cek darah dan mempersiapkan
pemasangan infus)
9) Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit dan plasma yang baru)
Monitor Cairan
1) Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi
2) Tentukan faktor-faktor yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan
cairan (misalnya kehilangan albumin, infeksi, muntah dan diare)
3) Monitor berat badan
4) Monitor asupan dan pengeluaran
5) Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urine
6) Monitor kadar serum albumin dan protein total
7) Monitor kadar serum dan osmolalitas urine
8) Monitor tekanan darah, denyut nadi dan status pernafsan
9) Monitor tekanan darah ortostatik dan perubahan irama jantung dengan tepat
10)Monitor menbran mukosa, turgor kulit dan respon haus
11) Berikan cairan yang tepat

36
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mempelajari dan menyusun makalah ini, maka pada


kesempatan ini kami mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi mahasiswa ketika praktek, terutama saat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca serviks
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1. Pentingnya pemahaman teori dalam melakukan praktek pemberian asuhan
keperawatan untuk mencapai tujuan dari asuhan keperawatan tersebut.
2. Pemberian asuhan keperawatan wajib secara menyeluruh, bio psiko sosial dan
spiritual.

B. Saran

1. Bagi klien
Dengan pemahaman perawat yang baik tentang ca serviks, baik secara teori
maupun praktek pemberian asuhan keperawatan, diharapakan transfer of
knowledge kepada pasien dapat berjalan dengan optimal. Pasien menjadi
paham dan mampu untuk berperan aktif dalam mencapai keberhasilan
asuhan keperawatan untuk dirinya.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan perawat dapat mempertahankan dan meningkatkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca serviks baik sehingga dapat
memberikan Asuhan Keperawatan yang berkualitas.
3. Bagi institusi Pendidikan
Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan terus meningkatkan kualitas
dan kuantitas dalam pembekalan, pengetahuan, dan keterampilan terutama
dalam pemberian asuhan keperawatan denganca serviks, serta tindakan-
tindakan yang diambil dalam membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan ca serviks.
37
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, Jakarta. EGC, 2004.


Hanifa W Prof. DR. R.., Ilmu Kndungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
Jakarta, 2002.
Marilin E. Doenges, Rencana Perawatan Maternal / Bayi-Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, EGC, Jakarta, 2001.
Mochtar Rustam, Prof. Dr MPH, Sinopsis Ostetri, Jilid 2, Edisi 2 , EGC, Jakarta, 2004
Pritehard, Macdonal dan Gant, Obstetri Wiliams, Edisi 17, Airlangga Universiti Press,
Surabaya, 2002.
Saifuddin AB, Prof. Dr. SpOG, MPH. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, edisi 1. YBPSP, Jakarta
Smeltzer SC Dan Bare BG, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2,
EGC, Jakarta, 2002.
Diagnosis Keperawatan, 2015-2017, Nursing Outcomes Classification (NOC) (2016) &
Nursing Interventions classification (NIC) (2016)

38

Anda mungkin juga menyukai