Anda di halaman 1dari 57

“ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS DAN

TINDAKAN KOMPLEMENTER”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif yang diampuh oleh Jamal Bahua, S.Kep, Ns

Oleh :
Kelompok 4
Non-Reguler Semester II

Herlina S. Bagu 841420145


Sitti Miftah Rivai 841420154
Intan Hardiyanti Madina 841420155
Aldita Nur Mohamad 841420156
Nisa Alvionita Lasanudin 841420158
Abdul Rahmat R. Yalini 841420164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala ra
hmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini selesai berkat partisispasi dari berbagai pihak. Oleh Karena itu,
kami menyampaikan terima kasih kepada teman-teman dan kepada dosen mata
kuliah Keperawatan menjelang ajal dan Paliatif.
Kami menyadari Makalah ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasanya, sistem penulisan maupun isinya.
Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun sehingga dalam makalah berikutnya dapat kami perbaiki serta
ditingkatkan kualitasnya. 
Adapun harapan kami semoga makalah ini dapat diterima dengan semestin
ya dan bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT meridhai kita semua .
Aamiin.

Gorontalo, Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................2
1.1 Latar Belakang................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................4
2.1 Konsep Medis.................................................................................................4
2.2 Konsep Keperawatan......................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................49
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................49
3.2 Saran...............................................................................................................49
Daftar Pustaka.......................................................................................................50
Tugas II Tindakan Komplementer........................................................................52
Daftar Pustaka.......................................................................................................57

ii
Tugas I

Asuhan Keperawatan Kanker Seviks

Disusun Oleh:
Kelas A Kelompok 4
2018

BAB I

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker servik adalah proses keganasan dimana sel-sel normal di daerah
serviks mengalami pertumbuhan yang abnormal dan menyebabkan jaringan di
tubuh tidak bisa berfungsi dengan baik (Rahayu, 2015). Hal ini disebabkan oleh
virus bernama Human Papilloma Virus (HPV) yang berada di area leher rahim
(Meihartati, 2019).
WHO (2018) menyatakan bahwa kanker serviks menjadi urutan keempat
penyebab kematian pada wanita di seluruh dunia, diperkiraan sebanyak 570.000
kasus baru pada 2018 atau sekitar 6,6% dari semua kanker yang terjadi pada
wanita. Sekitar 90% kematian akibat kanker serviks terjadi di Negara
berpenghasilan rendah dan menengah.
Angka kematian kanker serviks di dunia tahun 2012 mencapai 8,2 juta
(Adhizty, 2019). Prevalensi di Indonesia pada 31 januari 2019 terhitung sekitar
23,4 per 100.000 penduduk terkena kanker serviks (Meihartanti, 2019). Provinsi
Jawa Tengah menduduki peringkat ke-13 terbanyak di Indonesia dengan jumlah
estimasi 68.638 (Kemenkes, 2015). Tahun 2015 di Surakarta dalam deteksi dini
kanker serviks, sebanyak 551 perempuan di periksa dengan metode IVA dan 40
orang (7,26%) diantaranya mendapatkan hasil positif (Septiana, 2018).
Kanker serviks tergolong penyakit kronis karena, sel abnormal sudah ada
di daerah serviks dalam jangka waktu yang lama dan mengalami pertumbuhan.
Namun, penderita baru menyadarinya ketika sudah bersifat ganas (Adhisty, 2019).
Kanker serviks ditandai dengan terjadinya pendarahan dan keputihan melalui jalan
lahir, diagnosa ini dapat ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan pap smear
(Rahayu, 2015). Perkembangan kanker di awali pertumbuhan sel/jaringan baru
yang abnormal tidak bisa dikontrol oleh tubuh dan tumbuh di epitel serviks. Pada
tahap lanjut, sel kanker muncul dipermukaan serviks dengan bentuk dan ukuran
yang abnormal, dan mulai menyebar ke pelvis. (Februanti, 2019)

2
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana konsep medis dari Kanker Servik?
1.2.2 Bagaimana konsep keperawatan dari Kanker Servik?
1.2.3 Bagaimana Tindakan Komplementer Untuk Penyakit Ca Serviks?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis dari Kanker Servik
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dari Kanker Servik
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui Tindakan Komplementer Untuk Penyakit Ca
Servik

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS

2.1.1 Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke
arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Sebanyak
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
ke rahim. (Depkes, 2016)

Menurut Ghofar (2015), kanker adalah terjadinya pembelahan sel yang tidak
terkendali. Sel-sel tersebut kemudian menyerang dan merusak jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi)
atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).

Kanker serviks adalah penyakit keganasan pada serviks yang dapat


disembuhkan dan dicegah ketika telah didiagnosis lebih awal (WHO, 2016). Kanker
serviks yang biasa disebut dengan kanker leher rahim adalah suatu proses keganasan
yang terjadi pada serviks, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat melaksanakan
fungsi sebagaimana mestinya (Sukaca, 2016).

2.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
serviks yaitu :

1. Infeksi Virus HPV (Human papilloma virus)


HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV
tipe 16, 18, 45, dan 56.

4
2. Merokok Dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh
untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
4. Berganti-ganti pasangan seksual.
5. Umur
6. Jumlah kehamilan dan partus
7. Riwayat kanker serviks pada keluarga
8. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di
bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita
yang menderita kanker serviks.
9. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
(banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
10. Gangguan sistem kekebalan
11. Pemakaian Pil KB.
12. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
13. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara
rutin). (Amin Huda Nurarif dan H. K. 2016)

2.1.3 Patofisiologi
Puncak terjadinya karsinoma in situ adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor
risiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus (HPV)
yang ditularkan secara seksual. Faktor risiko lain perkembangan kanker serviks
adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang
meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan merokok (Price, 2017).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan epitel
kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona tranformasi).
Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang
berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ
atau High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului karsinoma

5
invasif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam
stroma serviks. Kanker servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah
bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh
(Price, 2017)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut (Endang Purwoastuti dan E. S. M. 2015), Gejala klinis dari Kanker
Serviks ini bisa berupa :

1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.


2. Perdarahan pervagina abnormal
3. Nyeri panggul dan nyeri saat berkemih
4. Pada fase infasif, dapat keluar cairan kekuningan, berbau dan bercampur darah
5. Anemia
6. Nafsu makan berkurang, menurunnya berat badan dan kelelahan
7. Keluar air kemih tanpa tinja dari vagina
8. Salah satu kaki mengalami pembengkakan
9. Sakit waktu hubungan seks
10. Sering pusing dan sinkope
11. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.

2.1.5 Komplikasi
1. Berkaitan dengan intervensi pembedahan
a) Vistula Uretra
b) Disfungsi bladder
c) Emboli Pulmonal
d) Infeksi pelvis

6
e) Obstruksi usus
2. Berkaitan dengan kemoterapi
a) Sistitis radiasi enteritis
b) Supresi sumsum tulang
c) Mual muntah akibat penggunaan obat kemoterapi yang mengandung sisplatin
d) Kerusakan membrane mukosa GI. (Padila, 2015)

2.1.6 Klasifikasi

Menurut Prawirohardjo (2015), Klasifikasi stadium TNM (Tumor Node


Metastases) dan FIGO (The Internasional Federationof Gynecology and obstetrics)
sebagai berikut :
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel
Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah serviks (penyebaran ke
korpus uteri diabaikan)
Stadium I A Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau
dengan invasi yang superficial dikelompokkan pada stadium IB
Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3 mm dan lebar
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
perluasan horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik
lesi lebih dari stadium I A2
Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai
dinding panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina
Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium
Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai
sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal
Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah vagina dan tidak

7
menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul
Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium IV Tumor telah meluas ke luar organ reproduksi
Stadium IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/
atau keluar rongga panggul minor
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh darah/ limfe atau melekat dengan lesi
kanker serviks. (Prawirohardjo, 2015)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)
dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi
perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada
kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2016).
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling disarankan
oleh Departemen Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena biayanya yang
sangat murah. Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk
deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya
yang lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2016).

2. Tes Pap Smear


Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini
munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak
sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya,
2010).

8
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa
menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari
setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kira-kira dua hari sebelum
pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau penggunaan
pembersih vagina, karena bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau
menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya, 2016).

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya, 2016) ada berbagai tindakan klinis yang bisa dipilih untuk
mengobati kanker serviks sesuai dengan tahap perkembangannya masing-masing,
yaitu:
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0 antara lain:
1) Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu presedur eksisi
dengan menggunakan arus listrik bertegangan rendah untuk menghilangkan
jaringan abnormal serviks,
2) Pembedahan Laser,
3) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks
dan epitel serta kelenjarnya,
4) Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk
menghancurkan sel abnormal atau mengalami kelainan,
5) Total histerektomi ( untuk wanita yang tidak bisa atau tidak menginginkan
anak lagi),
6) Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan pembedahan)
b. Stadium I A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
1) Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral salpingoophorectomy,
2) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks
dan epitel serta kelenjarnya,

9
3) Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan penghilangan kelenjar getah
bening,
4) Terapi radiasi internal.
c. Stadium I B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
1) Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal,
2) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening,
3) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi
radiasi dan kemoterapi,
4) Terapi radiasi dan kemoterapi.
d. Stadium II
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
1) Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal serta kemoterapi,
2) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening,
3) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi
radiasi dan kemoterapi,
e. Stadium II B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi terapi radiasi
internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.
f. Stadium III
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi terapi radiasi internal
dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
g. Stadium IV A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi terapi radiasi
internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
h. Stadium IV B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
1) Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk mengatasi gejala-gejala yang
disebabkan oleh kanker dan untuk meningkatkan kualitas hidup,
2) Kemoterapi,

10
3) Tindakan klinis dengan obat-obatan anti kanker baru atau obat kombinasi.
(Wijaya, 2016)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks meliputi pemberian
edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan klien dan mengurangi
kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung kemampuan klien dalam
perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah komplikasi. (Reeder,
2016)
Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana klien dan pasangannya
memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang
berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Apabila terdiagnosis kanker,
banyak wanita merasa hidupnya lebih terancam. Perasaan ini jauh lebih penting
dibandingkan kehilangan kemampuan reproduksi. Intervensi keperawatan
kemudian difokuskan untuk membantu klien mengekspresikan rasa takut,
membuat parameter harapan yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan
spiritual, meningkatkan kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan
menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah. (Reeder, 2016)

11
Pathway

Coitus pertama kali Jarak kehamilan Penularan penyakit -Hygiene jelek


merokok genetik
v <16 tahun yang dekat seksual -Berganti-ganti pasangan

HPV Kuman pada gland penis Sekresi serviks


Pematangan serviks
tertinggal dalam sistem mengandung nikotin
belum sempurna
reproduksi wanita
Defisiensi Imun

Timbul keganasan Kuman hidup dan Menurunkan daya


berkembang tahan serviks
Keganasan oportunistik

G3 proliferasi sel Rentang terhadap


Infeksi sel epitel
epitel serviks invasi virus

Kerusakan struktur
jaringan serviks CA SERVIKS Terapi

Menekan jaringan sekitar


Sekresi serviks Penekanan kanker pada
jaringan serviks pembedahan Non bedah
berlebih

Kemoterapi
Histerektomi Radioterapi

12
Sistem perkemihan

v Keputihan dan Pengeluaran bradikinin


bakteri Kandung kemih Penyumbatan dan histamin
penuh ureter
Luka operasi Mual & Kerusakan
muntah jaringan
Bau khas Ca serviks Penekanan ujung saraf
Kandung kemih Kandung kemih histamin
penuh penuh
O2 ke sel Nafsu makan Turgor kulit
Harga Diri Rendah berkurang buruk
Mengaktifkan respon
situasional G3 eliminasi urin nyeri

Kerusakan
Resiko infeksi
Ulserasi Nyeri di persepsikan integritas kulit
Metabolisme &
energi
Perdarahan spontan Nyeri akut Berat badan
saat coitus
Kelemahan fisik
Defisit nutrisi
Ansietas

G3 mobilitas fisik

13
2.2 KONSEP KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
1. Data Dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang.
2. Data pasien
a. Nama: untuk mengidentifkasi pasien
b. Umur : Menentukan faktor resiko terjadi pada wanita usia muda
sebelum umur 20 tahun dan wanita umur >10tahun.
c. Suku bangsa : mengetahui pola kehidupan pasien.
d. Agama : untuk mengetahui agama yang dianut agar lebih mudah
dalam melakukanpendekatan.
e. Pendidikan : mengetahui tingkat pengetahuan ibu.
f. Alamat : mengetahui tempat tinggal pasien yang namanya sama.
3. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan menyerupai air.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Menceritakan kronologi pasien, sejak kapan pasien merasakan
tanda dan gejala kanker serviks sehingga pasien dirawat.Biasanya pada
stadium 3 dan 4 pasien baru merasakan tanda dan gejala seperti
perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra karnial.
5. Riwayat penyakit sebelumnya
Menanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit ginekologi,
keturunan seperti hipertensi dan jantung, riwayat abortus, infeksi pasca
arbotus, infeksi masa nifas, riwayat operasi kandungan, serta adanya
tumor.Riwayat keluarga yang menderita kanker.
6. Keadaan bio-psiko-sosial-spiritual-ekonomi dan budaya
Kanker serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi
rendah, berkaitan erat dengan biologis pasien yaitu kualitas dan kuantitas
makanan yang dokunsumsi untuk tubuh mempengaruhi imunitas

14
tubuh.Keadaan sosial biasanya pasien cenderung mengurangi aktivitas
sosial karena keadaan penyakitnya.
7. Riwayat kebidanan
a. Kelainan menstruasi: lama menstruasi, jumlah dan warna darah.
b. Riwayat pernikahan :Untuk mengetahui suami, umur nikah dan berapa
lama.
c. Riwayat kehamilan :Persalinan nifas, kehamilan yang lalu ditolong
siapa dengan usia kehamilan berapa minggu, melahiran spontan atau
tidak, perdarahan atau tidak.
d. Riwayat Kontrasepsi :Alat kontrasepsi yang digunakan, lamanya, dan
alasan menggunakan alat kontrasepsi.
8. Pemeriksaan Penunjang
Biasanya dengan pap smear, koloskopi, servikografi, gineskopi, dll.
a. Riwayat Kesehatan
1) Patologis Klinis
Gejala khas yang dirasakan oleh penderita kanker serviks yaitu
perdarahan hebat pada vagina, perdarahan setelah bersenggama
ataupun perdarahan setelah menoupouse, dan keputihan.Pada fase
invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning- kuningan, berbau,
dan dapat bercampur dengan darah. Penderita akan merasakan.
nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul.
2) Prognosis
Kanker serviks atau kanker pada leher rahim adalah suatu
keganasan yang terjadi pada serviks, sehingga jaringan
disekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana
mestinya.Serviks yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara
rahim dengan vagina.Kanker serviks biasanya disertai dengan
adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal,
tanda gejala ini dapat terjadi berulang- ulang.

15
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif
hampir 100%.Relative 1 dan 5 years survival masing-masing
sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi padastadium awal, kanker
serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi,
dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. Keterlambatan
diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status
sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat
pendidikanikut serta dalam menentukan prognosis dari
penderita.Para ahli menemukan hubungan adenokarsinoma serviks
dengan prognosis yang lebih buruk daripada karsinoma sel
skuamous, khususnya pada pasien dengan limfonodus positif dan
mempunyai interval rekurensi yang lebih pendek daripada
karsinoma sel skuamous.Adenoma maligna, yaitu subtipe
adenokarsinoma yang jarang dan berdiferensiasi jelek, diketahui
berhubungan dengan prognosis yang jelek. Pada penelitian
ditemukan bahwa hanya 25% pasien adenoma maligna stadium I
dan II yang survive selama 3 tahun.
3) System Terminasi/Kritis
Kanker serviks dapat mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker,
sehingga perlu mendapatkan terapi nutrisi adekuat, dimulai dari
skrining gizi, dan apabila hasil skrining abnormal dilanjutkan
dengan diagnosa nutrisi umum dan khusus.Serta mengalami
gangguan cerna berupa diare, konstipasi, atau mual muntah akibat
tindakan pembedahan serta kemo atau radioterapi.
9. Pemeriksaan Head To Toe
a. Respon Pasien
1) Penurunaan Faal
2) Gangguan Eliminasi
Pada pasien kanker serviks biasanya muncul gangguan
eliminasi seperti kebocoran urin atau feses dari kemaluan, air seni

16
berwarna keruh, serta sekresi vagina yang berbau tidak sedap dan
berwarna kemerahan
3) Rahang
b. Dekompensasi System Respirasi
1) Kegagalan Sirkulasi
Pasien dengan penyakit kanker serviks mengalami kegagalan
sirkulasi karena menekan pembuluh darah di panggul sehingga
menghambat sirkulasi ke ekstremitas bawah.Akibatnya terajdi
penumpukan cairan sehingga terjadi edema.
2) Gangguan Perfusi
Gangguan perfusi pada pasien kanker serviks ditandai dengan
anemia, edema.
3) Tanda-tanda MBO
- Dilihat dari refleks pupil
- Hilang kesadaran
- Tidak menunjukan reaksi terhadapa rangsangan
- Tidak bernapas atau bernapas menggunakan ventilator
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi
2. Gangguan Eliminasi Urin
3. Gangguan Mobilitas Fisik
4. Nyeri Akut
5. Ansietas
6. Harga Diri Situasional
7. Kerusakan Integritas Kulit
8. Resiko Infeksi

17
2.2.3 Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi : Setelah melakukan pengkajian selama 1 × 24 Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk jam status nutrisi membaik, dengan kriteria Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolisme. hasil : yang seimbang.
Penyebab 1. Porsi makanan yang dihabiskan cukup Tindakan :
1. Kurangnya asupan makanan meningkat Observasi :
2. Ketidakmampuan menelan 2. Kekuatan otot pengunyah cukup 1. Identifikasi status nutrisi
makanan meningkat 1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Ketidakmampuan mencerna 3. Kekuatan otot menelan cukup 2. Identifikasi makanan yang disukai
makanan meningkat 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
4. Ketidakmampuan mengabsorbsi 4. Serum albumin cukup meningkat nutrien
nutrient 5. Verbalisasi keinginan untuk 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang
5. Peningkatan kebutuhan meningkatkan nutrisis cukup meningkat nasogastrik
metabolisme 6. Pengetahuan tentang pilihan makanan 5. Monitor asupan makanan
6. Faktor ekonomi (mis. financial yang sehat cukup meningkat 6. Monitor berat badan
tidak mencukupi) 7. Pengetahuan tentang pilihan minuman 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
7. Faktor psikologis (mis. stress, yang sehat cukup meningkat Terapeutik :

18
keengganan makan) 8. Pengetahuan tentang standar asupan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
Gejala dan Tanda Mayor nutrisi cukup meningkat perlu
Subjektif : 9. Penyiapan dan penyimpanan makanan 2. Fasilitas menentukan pedoman (mis.
(tidak tersedia) yang aman cukup meningkat Piramida mkanan)
Objektif : 10. Penyiapan dan penyimpanan minuman 3. Sajikan mkananan secara menarik dan suhu
1. Berat badan menurun minimal yang aman cukup meningkat yang sesuai
10% di bawah rentang ideal 11. Sikap terhadap makanan/minuman 4. Berikan makanan tinggi serat untuk
Gejala dan Tanda Minor sesuai dengan tujuan kesehatan cukup mencegah konstipasi
Subjektif : meningkat 5. Berikan makanan tingi kalori dan tinggi
1. Cepat kenyang setelah makan 12. Perasaan cepat kenyang cukup menurun protein
2. Kram/nyeri abdomen 13. Nyeri abdomen cukup menurun 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
3. Nafsu makan menurun 14. Sariawan cukup menurun 7. Hentikan pemberian makan melalui selang
Objektif : 15. Rambut rontok cukup menurun nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
1. Bising usus hiperaktif 16. Diare cukup menurun Edukasi :
2. Otot pengunyah lemah 17. Berat badan cukup membaik 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
3. Otot menelan lemah 18. Indeks massa tubuh (IMT) cukup 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Membrane mukosa pucat membaik Kolaborasi :
5. Sariawan 19. Frekuensi napas cukup membaik 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
6. Serum albumin turun 20. Nafsu makan cukup membaik makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika

19
7. Rambut rontok berlebihan 21. Bising usus cukup membaik perlu
8. Diare 22. Tebal lipatan kulit riset trisep cukup 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membaik menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
2. Gangguan Eliminasi Urin (D.0040) Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine ( I.04152)
Kategori : Fisiologis Setelah melakukan Asuhan Keperawatan Definisi :
Subkategori : Eliminasi Selama 3 x 24 Jam, maka eliminasi urine Mengidentifikasi dan mengola gangguan pola
Definisi : pasien membaik, dengan kriteria : eliminasi urine
Disfungsi eliminasi urin 1. Sensasi berkemih meningkat Tindakan :
2. Desakan berkemih (urgensi) menurun Observasi
Penyebab : 3. Distensi kandung kemih menurun 1. Identifikasi tanda gejala retensi atau
1. Penurunan kapasitas kandung 4. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) inkontinensia urine
kemih menurun 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
2. Iritasi kandung kemih 5. Volume residu urine menurun retensi atau Inkontinensia urine
3. Penurunan kemampuan 6. Urin menetes (dribbling) menurun 3. Monitor eliminasi Urine
menyadari tanda-tanda gangguan 7. Nokturia menurun Terapeutik
kandung kemih 8. Mengompol menurun 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
4. Efek tindakan medis diagnostic 9. Enuresis menurun 2. Batasi asupan cairan,jika perlu
(mis. operasi ginjal, operasi 10. Disuria menurun 3. Ambil sampel urine tengah (mid stream)

20
saluran kemih, anastesi, dan obat- 11. Anuria menurun atau kultur
obatan) 12. Frekuensi BAK membaik Edukasi
5. Kelemahan otot pelvis 13. Karakteristik urine membaik 1. Ajarkan tanda dan gejal infeksi saluran
6. Ketidakmampuan mengakses kemih
toilet (mis. imobilisasi) 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
7. Hambatan lingkungan haluaran urine
8. Ketidakmampuan 3. Ajarkan mengambil spesimen urine mid
mengkomunikasikan kebutuhan stream
eliminasi 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
9. Outlet kandung kemih tidak waktu yang tepat untuk berkemih
lengkap (mis. anomaly saluran 5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
kemih congenital) panggul/berkemihan
10. Imaturitas (pada anak usia <3 6. Anjurkan minumyang cukup, jikat tidak ada
tahun) kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang
Gejala dan Tanda Mayor tidur
Subjektif : Kolaborasi
1. Desakan berkemih (Urgensi) 1. Pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
2. Urin menetes (dribbling)

21
3. Sering buang air kecil
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
Objektif :
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3. Volume residu urin meningkat

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif : -
Objektif : -

Kondisi Klinis Terkait


1. Infeksi ginjal dan saluran kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medulla

22
spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkinson
10. Skeloris multiple
11. Obat alpha adrenergic
3. Gangguan Mobilitas Fisik (D. 0054) Mobilitas Fisik (l. 05042) Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
Kategori : Fisiologis
Kemampuan untuk gerakan fisik dari satu atau Definisi : Memfasilitasi pasien untuk
Subkategori : Aktiviats atau Istirahat
lebih ekstremitas secara mandiri. meningkatkan aktiviats pergerakan fisik
Definisi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Tindakan
Keterbatasan dalam gerak fisik dari satu
1x24 jam masalah mobilitas fisik anak teratasi Observasi :
atau lebih ekstremitas secara amndiri
dengan indikator : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
Penyebab
lainnya
1. Kerusakan integritas struktur tulang
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Perubahan metabolisme
1. Pergerakan ekstremitas meningkat pergerakan
3. Ketidakbugaran fisik
2. Kekuatan otot meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
4. Pneurunan kendali otot
3. Rentang gerak sebelum memulai mobilisasi
5. Penurunan massa otot
(ROM) meningkat 4. Monitor kondisi umum Selma amelkukan
6. Penurunan kekuatan otoot

23
7. Keterlambatan perkembangan 4. Nyeri menurun mobilsiasi
8. Kekkakuan sendi 5. Kaku sendi menurun Terapeutik
9. Kontraktur 6. Gerakan tidak berkoordinasi menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengna alat
10. Malnutrisi 7. Kelemahan fisik menurun bantu mis. Oagar temoat tidur
11. Gangguan musculoskeletal 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
12. Gangguan neuromuscular 3. Libatkan keluarga untik membantu pasien
13. Indeks massa tubuh diatas persentil dalam meningkatkan pergerakan
ke 75 sesuai usia Edukasi :
14. Efek agen farmakologis 1. Jelasan tujuan dan prosedur mobilisasi
15. Program pembatasan 2. Anjurkan melkuakn mobilisais dini
16. Nyeri 3. Ajarkan mobilisais sederhana yang harus di
17. Kurang etrapapr informasitentng lakukan is. Duduk di tempat tidur, di sisi
aktivitas fisik tempat tidur, pindah dari tempat tidur
18. Kecemasan Edukasi latihan fisik (I.12389)
19. Gangguan kognitif Definisi :
20. Keengganana melakukan mengajarkan aktivitas fisik reguler untuk
pergerakan mempertahankan atau meningkatkan kebugaran
21. Gangguan sensori persepsi dan kesehatan
Gejala dan Tanda Mayor : Tindakan

24
DS Observasi :
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
ekstremitas menerima informasi
DO Terapeutik
1. Kekuatan otot 2. Sediakan materi dan media pendidikan
Menurun kesehatan
2. Rentang gerak (ROM) mneurun 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
Gejalan dan tanda Minor : kesepakatan
DS 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
1. Nyeri saat bergerak Edukasi :
2. Enggan melakukan pergerakan 5. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan
3. Merasa cemas saat bergerak kondisi kesehatan
DO 6. Ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk
1. Sendi kaku memaksimalkan penyerapan oksigen selama
2. Gerakan tidak terkooordinasi latihan fisik
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis terkat :
1. Stroke

25
2. Cedera Medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoartritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

4. Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri


Kategori : psikologis
Definisi :pengalman sensori atau emosional Definisi :
Subkategori: nyeri dan kenyamanan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
Definisi :pengalaman sensorik atau
aktual atau fungsional dengan onset mendadak sensori atau emosional yang berkaitan dengan
emosional yang berkaitan dengan
atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
kerusasakan jaringan aktual atau
dan konstan. mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
fungsional, dengan onset mendadak atau
Kriteria hasil : hingga berat dan konstan
lambat dan berintensitas ringan hingga
1. keluhan nyeri menurun Tindakan
berat yang berlangsung kurang dari 3
meringis menurun Observasi
bulan.
2. Frekuensi nadi membaik 1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Penyebab :
3. Nafsu makan membaik frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
1. Agen pencedera fisiologis(mis,
Terapeutik
inflamasi, iskemia,neoplasma)

26
2. Agen pencedera kimiawi(mis, 1. Berikan tehnik non farmakologis untuk
terbakar, bahan kimia iritan) mengurangi rasa nyeri( mis, TENS,
3. Agen pencedera fisik(mis. Abses, hipnosis, akupresure, terapi musik,
amputasi, terbakar, terpotong, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
mengangkat berat, prosedur operasi, tehnik imajinasi terbimbing, kompres
trauma, latihan fisik berlebihan) hangat/dingin, terapi bermain)
Gejala dan tanda mayor 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Subjektif : nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan ,
1. Mengeluh nyeri kebisingan)
Objektif : Edukasi
1. Tampak meringis 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
2. Bersikap protektif (misalnya . nyeri
waspada, posisi menghindari 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
nyeri) 3. Ajarkan tehnik non farmakologis untuk
3. Gelisah mengurangi rasa nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat Kolaborasi
5. Sulit tidur Kolaborasi pemberian analgesik,jika perlu
Gejala dan tanda minor
Subjektif (tidak tersedia)

27
Objektif :
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Syndrom koroner akut
5. Glaukoma
5. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (I.09314)
Definisi : Setelah melakukan pengkajian selama 1 × 24 Definisi :
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif jam tingkat ansietas menurun, dengan kriteria Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman
individu terhadap objek yang tidak jelas hasil : subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan
dan spesifik akibat antisipasi bahaya 1. Verbalisasi kebingungan cukup spesifik akibat antisipasi bahaya yang

28
yang memungkinkan individu lakukan menurun memungkingkan individu melakukan tindakan
tindakan untuk mengahadapi ancaman. 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi untuk menghadapi ancaman.
Penyebab : yang dihadapi cukup menurun Tindakan :
1. Krisis situasional 3. Perilaku gelisah cukup menurun Observasi :
2. Kebutuhan tidak terpenuhi 4. Perilaku tegang cukup menurun 1. Identifikasi sangat singkat ansietas berubah
3. Krisis maturasional 5. Keluhan pusing cukup menurun (mis. Kondisi, waktu, stresor)
4. Ancaman terhadap konsep diri 6. Anoreksia cukup menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
5. Ancaman terhadap kematian 7. Palpitasi cukup menurun keputusan
6. Kekhawatiran mengalami 8. Diaphoresis cukup menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
kegagalan 9. Tremor cukup menurun nonverbal)
7. Disfungsi sistem keluarga 10. Pucat cukup menurun Terapeutik :
8. Hubungan orang tua-anak tidak 11. Konsentrasi cukup membaik 1. Ciptakan suasana terapeutik utuk
memuaskan 12. Pola tidur cukup membaik menumbuhkan kepercayaan
9. Faktor keturunan (temperamen 13. Frekuensi napas cukup membaik 2. Temani pasien untuk mengurangi
mudah teragitasi sejal lahir) 14. Frekuensi nadi cukup membaik kecemasan, jika memungkinan
10. Penyalahgunaan zat 15. Tekanan darah cukup membaik 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
11. Terpapar bahaya lingkungan 16. Kontak mata cukup membaik 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
(mis. toksin,volutan, dan lain- 17. Pola berkemih cukup membaik 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
lain) 18. Orientasi cukup membaik meyakinkan

29
12. Kurang terpapar informasi 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
Gejala dan Tanda Mayor kenyamanan
Subjektif : 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
1. Merasa bingung memicu kecemasan
2. Merasa khawatir dengan akibat 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang
dari kondisi yang dihadapi peristiwa yang akan datang
3. Sulit berkonsentrasi Edukasi :
Objektif 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
1. Tampak gelisah mungkin dialami
Objektif : 2. Informasikan secara faktual mengenai
1. Tampak gelisah diagnosis, pengobatan, dan prognosis
2. Tampak tegang 3. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
3. Sulit tidur kompetitif, sesuai kebutuhan
Gejala dan Tanda Minor 4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
Subjektif : persepsi
1. Mengeluh pusing 5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
2. Anoreksia ketegangan
3. Palpitasi 6. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
4. Merasa tidak berdaya yang tepat

30
Objektif : 7. Latih teknik relaksasi
1. Frekuensi napas meningkat Kolaborasi :
2. Frekuensi nadi meningkat 1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
3. Tekanan darah meningkat perlu
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
6. Harga Diri Situasional (D.0087) Harga Diri (L.09069) Promosi Harga Diri
Kategori : Psikologis Setelah melakukan pengkajian selama 1 × 24 Definisi :
Subkategori : Integritas Ego jam tingkat ansietas menurun, dengan kriteria Meningkatkan penilaian perasaan/persepsi terhadap
Definisi hasil : diri sendiri atau kemampuan diri
Evaluasi atau perasaan negatif terhadap 1. Penilaian diri positif meningkat
diri sendiri atau kemampuan klien 2. Perasaan memiliki kelebihan atau Observasi
sebagai respon terhadap situasi saat ini. kemampuan positif meningkat 1. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
Penyebab 3. Penerimaan penilaian postif terhadap kelamin, dan usia terhadap harga diri

31
1. Perubahan pada citra tubuh diri sendiri meningkat 2. Monitor verbalisasi yang merendahkan diri
2. Perubahan peran sosial 4. Minat mencoba hal baru meningkat sendiri
3. Ketidakadekuatan pemahaman 5. Berjalan menampakkan wajah 3. Monitor tingkat harga diri setiap waktu,
4. Perilaku tidak konsisten dengan meningkat sesuai kebutuhan
nilai 6. Postur tubuh menanmpakkan wajah
5. Kegagalan hidup berulang meningkat Terapeutik
6. Riwayat kehilangan 7. Perasaan malu menurun 1. Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif
7. Riwayat penolakan 8. Perasaan bersalah menurun untuk diri sendiri
8. Transisi perkembangan 9. Perasaan tidak mampu melakukan 2. Motivasi menerima tantangan atau hal baru
Gejala dan Tanda Mayor apapun menurun 3. Diskusikan pernyataan tentang harga diri
Subjektif 10. Meremehkan kemampuan mengatasi 4. Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian
1. Menilai diri negatif (mis.tidak masalah menurun diri
berguna, tidak tertolong) 5. Diskusikan pengalaman yang meningkatkan
2. Merasa malu/bersalah harga diri
3. Melebih-lebihkan penilaian 6. Diskusikan persepsi negatif diri
negatif tentang diri sendiri 7. Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa
4. Menolak penilaian positif tentang bersalah
diri sendiri 8. Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk
Objektif mencapai harga diri yang lebih tinggi

32
1. Berbicara pelan dan lirih 9. Diskusikan bersama keluarga untuk
2. Menolak berinteraksi dengan menetapkan harapan dan batasan yang jelas
orang lain 10. Berikan umpan balik positif atas
3. Berjalan menunduk peningkatan mencapai tujuan
4. Postur tubuh menunduk 11. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang
Gejala dan Tanda Minor meningkatkan harga diri
Subjektif
1. Sulit berkomunikasi Edukasi
Objektif 1. Jelaskan kepada keluarga pentingnya
1. Kontak mata berkurang dukungan dalam perkembangan konsep
2. Lesu dan tidak bergairah positif diri pasien
3. Pasif 2. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang
4. Tidak mampu membuat dimiliki
keputusan 3. Anjurkan mempertahankan kontak mata saat
Kondisi Klinis Terkait berkomunikasi dengan orang lain
1. Cedera traumatis 4. Anjurkan membuka diri terhadap kritik
2. Pembedahan negatif
3. Kehamilan 5. Anjurkan mengevaluasi perilaku
4. Kondisi baru terdiagnosis (mis. 6. Ajarkan cara mengatasi bullyng

33
Diabetes melitus) 7. Latih peningkatan tanggung jawab untuk
5. Stroke diri sendiri
6. Penyalahgunaan zat 8. Latih pernyataan/kemampuan positif diri
7. Demensia 9. Latih cara berfikir dan berperilaku positif
8. Pengalaman tidak menyenangkan 10. Latih meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan dalam menangani situasi
7. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan 4.Integritas Kulit / Jaringan (L.14125) Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
(D.0129) Kriteria Hasil Definisi :
Kategori : Lingkungan Setelah melakukan pengkajian selama 3 Mengidentifkasi dan merawat kulit untuk menjaga
Subkategori : Keamanan dan × 24 jam integritas kulit / jaringan meningkat, keutuhan, kelembaban dan mencegah
Lingkungan dengan indikator : perkembangan mikrogranisme.
Definisi : 1. Elastisitas dari skala 1 (menurun) menjadi Tindakan :
Kerusakan kulit (dermis dan / atau skala 4 (cukup meningkat) Observasi :
epidermis) atau jaringan (membrane 2. Hidrasi dari skala 1 (menurun) menjadi 1. Identifkasi penyebab gangguan integritas kulit
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, skala 4 (cukup meningkat) (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan statu
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau 3. Perfusi jaringan dari skala 1 (menuurun) nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ligament). menjadi skala 4 (cukup meningkat) ektrem, penurunan mobilitas)
Penyebab: 4. Kerusakan jaringan dari skala 1 (meningkat) Terapeutik :
1. Perubahan sirkulasi menjadi skala 4 (cukup menurun) 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

34
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan 5. Kerusakan lapisan kulit dari skala 1 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan
atau kekurangan) (meningkat) menjadi skala 4 (cukup tulang , jika perlu
3. Kekurangan/kelebihan volume menurun) 4. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
cairan 6. Nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi selama periode diare
4. Penurunan mobilitas skala 4 (cukup menurun) 5. Gunakan produk berbahan petrolium atau
5. Bahan kimia iritatif 7. Perdarahan dari skala 1 (meningkat) minyak pada kulit kering
6. Suhu lingkungan yang ekstrim menjadi skala 4 (cukup menurun) 6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
7. Faktor mekanisme (mis. penekanan 8. Kemerahan dari skala 1 (meningkat) hipoalergik pada kulit sensitif
pada tonjolan tulang, gesekan) atau menjadi skala 4 (cukup menurun) 7. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
faktor elektris (elektrodiatermi, 9. Hematoma dari skala 1 (meningkat) menjadi kulit kering
energi listrik bertegangan tinggi) skala 4 (cukup menurun) Edukasi :
8. Efek samping terapi radiasi 10.Pigmentasi abnormal dari skala 1 8. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion,
9. Kelembaban (meningkat) menjadi skala 4 (cukup serum)
10. Proses penuaan menurun) 9. Anjurkan minum air yang cukup
11. Neuropati perifer 11.Jaringan parut dari skala 1 (meningkat) 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
12. Perubahan pigmentasi menjadi skala 4 (cukup menurun) 11. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
13. Perubahan hormonal 12.Nekrosis dari skala 1 (meningkat) menjadi 12. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
14. Kurang terpapar informasi skala 4 (cukup menurun) 13. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
tentang upaya mempertahankan/meli 13.Abrasi kornea dari skala 1 (meningkat) minimal 30 berada di luar rumah

35
ndungi integritas kulit. menjadi skala 4 (cukup menurun) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
Gejala dan Tanda Mayor 14.Suhu kulit dari skala 1 (memburuk) menjadi secukupnya
Subjektif : skal 4 (cukup membaik)
(tidak tersedia) 15.Sensasi dari skala 1 (memburuk) menjadi
Objektif : skal 4 (cukup membaik)
1. Kerusakan jaringan dan /atau 16.Tekstur dari skala 1 (memburuk) menjadi
lapisan kulit. skal 4 (cukup membaik)
Gejala dan Tanda Minor Pertumbuhan rambut dari skala 1 (memburuk)
Subjektif : menjadi skal 4 (cukup membaik)
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Nyeri
2. Perderahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi klinis terkait


1. Imobilisasi
2. Gagal ginjal

36
3. DM
4. Imodefisiensi
Gagal jantung kongestif
8. Risiko Infeksi (D.0142) 1. Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Pencegahan infeksi
Kategori : lingkungan
Setelah dilakukan Tindakan Observasi
Subkategori : keamanandanproteksi
keperawatan 3 x 24 jam masalah risiko - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Definisi:
infeksi pada klien teratasi dengan sistemik
Beresiko mengalami peningkatan
kriteria hasil : Terapeutik
terserang organisme patogenik
- Demam menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Faktor resiko
- Kadar sel darah putih membaik dengan pasien dan lingkungan pasien
1. Penyakit kronis( mis. Diabetes
2. Status Imun (L. 14133) - Pertahankan tehnik aseptik pada pasien
militus)
Setelah dilakukan Tindakan beresiko tinggi
2. Efek prosedur infasif
keperawatan 3 x 24 jam masalah risiko Kolaborasi
3. Malnutrisi
infeksi pada klien teratasi dengan - Kolaborasi pemberian imunisasi , jika perlu
4. Peningkatan paparan organisme
kriteria hasil :
patogen lingkungan
- Infeksi berulang menurun
5. Ketidak adekuatan pertahanan
- Penurunan berat badan menurun
tubuh primer :
- Integritas mukosa meningkat
a. Gangguan peristaltik
b. Kerusakan integritas kulit

37
c. Perubahan sekresi pH
d. Penurunan kerja siliaris
e. Ketuban pecah lama
f. Ketuban pecah sebelum
waktunnya
g. Merokok
h. Statis cairan tubuh
6. ketidak adekuatan pertahanan
tubuh sekunder:
a. Penurunan Hb
b. Imununosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi respon inflamasi
e. Vaksinisasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif kronik
4. Diabetes mielitus

38
5. Tindakan infasif
6. Kondisi penggunaan terapi
steroid
7. Penyalah gunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum
waktunya
9. Kanker
10. Leukimia
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati

39
2.2.4 Implementasi dan Evaluasi
Implementasi kepeawata disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah disusun dan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan
instansi/ ruangan/ tempat dilakukan perawatan.
Akhir dari proses keperawata adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Evaluasi meliputi evaluasi formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan. Sedangkan evaluasi
sumatif adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien yang
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.

40
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada kasus kanker serviks perawat dalam melakukan pengkajian
dituntut harus teliti dan kompherensif, sehingga mudal dalam mengeakkan
diagnosis keperawatan. Yang harus diperhatikan adalah pengkajian pada
genetalia, sirkulasi perifer, kenyamana/ nyeri, nutrisi, psikologis, aktivitas
dan hasil pemeriksaan penunjang.
Terdapat delapan kesenjangan diagnosis menurut para ahli yaitu,
Defisit Nutrisi, Perfusi perifer tidak efektif, disfungsi seksual, defisit
pengetahuan, harga diri rendah, risiko perdarahan, dan risiko infeksi.

3.2 Saran
Saran yang bisa kami berikan dalam Asuhan Keperawatan pada pasien
Kanker serviks yaitu Perawat perlu untuk memotivasi pasien yang menjalani
perawatan di ruang rawat inap.
Menjadi bahan perbandingan untuk menambah ilmu keperawatan
khususnya dalam Asuhan Keperawatan Kanker serviks.

41
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, and H. K. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Edisi revisi jilid 1. Yogyakarta:
MediAction.
Depkes. (2016). Pekan Deteksi Dini Kanker pada Perempuan Di DKI Jakarta.
Dinas kesehatan DKI Jakarta
Endang Purwoastuti, and E. S. M. (2015). Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial
Bagi Kebidanan. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.
Ghofar, A. (2015). Cara Mudah Mengenal Dan Mengobati Kanker. Yogyakarta :
Flaminggo
Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, S. (2015). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Price, and W. (2017). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Reeder, D. (2016). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi &
Keluarga, Edisi 18 Volume 1. Jakarta: EGC.
Sukaca, Beriani E. (2015). Cara cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Yogyakarta :
Penerbit Genius.
Wijaya, D. (2010). Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks.
Yogyakarta:Sinar Kejora.
World Health Organization (WHO). (2016). WHO guidance note :
Comprehensive Cervical Cancer Prevention and Control: A Heathier
Future for Girls and Women. Geneva, Switzerland: WHO Press, World
Health Organization; 2016

42
Tugas II

Tindakan Komplementer Untuk Penyakit Ca Serviks

Disusun Oleh:

Kelas Non Reguler Kelompok 4


2021

43
1. Hubungan antara spiritual coping dengan tingkat stres pada pasien kanker
serviks yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr Kariadi Semarang.
Menurut (Koenig, 2012), spiritual coping merupakan penggunaan
keyakinan agama dalam memecahkan masalah, mencegah dan mengurangi akibat
negatif dari keadaan emosional kehidupan yang penuh stres. Sedangkan menurut
Pargament, spiritual coping didefinisikan sebagai upaya untuk memahami dan
mengatasi sumber-sumber stres dalam kehidupan dengan melakukan berbagai
cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan (Matos, Meneguin,
Ferreira, & Miot, 2017). Spiritual coping merupakan salah satu strategi untuk
mengurangi atau mengatasi stres yang muncul akibat suatu keadaan yang
menekan melalui ibadah dengan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa
(Wahyuningsih et al., 2019). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
spiritual coping merupakan salah satu cara yang dapat digunakan individu
mengatasi permasalahan dengan pendekatan keagamaan.
Strategi spiritual coping menurut Pargament diidentifikasikan menjadi 3
( tiga) yaitu
a. Collaborative
Merupakan strategi koping yang melibatkan Tuhan dengan dirinya untuk
bersama-sama memecahkan masalah yang dialami oleh individu tersebut.
b. Self directing
Individu mempercayai bahwa telah diberi kekuatan dan kemampuan oleh
Tuhan untuk bisa memecahkan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain.
c. Deffering
Individu menyandarkan dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan terhadap
pemecahan masalah yang di hadapinya.(Utami, 2012)

44
Aspek- aspek Spiritual Coping dibagi menjadi dua pola, yakni Positive
Spiritual Coping dan Negative Spiritual Coping. Kedua pola tersebut merupakan
strategi individu dalam mengelola dirinya pada situasi tertentu, yaitu :
a. Positive Spiritual Coping
Pargament mengidentifikasikan positive spiritual coping kedalam
beberapa aspek yang kemudian diterapkan pada pembuatan alat ukur
Religius/Spiritual Coping (Brief RCOPE). Adapun aspek-aspek tersebut antara
lain (Utami, 2012).
1) Search for Spiritual Connection
Merupakan indikator dari positive spiritual coping dimana individu berfikir
bahwa kehidupannya merupakan bagian dari kekuatan spiritual.
2) Collaborative Religius Coping
Merupakan indikator dari positive spiritual coping dimana individu dan
Tuhan bekerjasama secara aktif menyelesaikan masalah.
3) Seeking Spiritual Support
Merupakan indikator dari positive spiritual coping dimana individu
berpaling kepada Tuhan untuk mendapat kekuatan, dukungan dan petunjuk
pada saat menghadapi masalah.
4) Benevolent Religius Appraisal
Merupakan indikator dari positive spiritual coping dimana individu
mendapatkan hikmah dari Tuhan atas masalah yang sedang dialami.
5) Ritual Purification
Merupakan indikator dari positive spiritual coping dimana individu
mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan meminta pengampunan
kepada Tuhan.

b. Negative Spiritual Coping


Negative spiritual coping merupakah sebuah ekspresi dari hubungan
yang kurang nyaman dengan Tuhan, penilaian negatif terhadap agamanya, dan
sikap pasif pada individu ketika menghadapi suatu masalah yakni hanya
menunggu solusi dari Tuhan tanpa melakukan tindakan apapun.

45
Pargament mengidentifikasikan negative spiritual coping kedalam
beberapa aspek yang kemudian diterapkan dalam pembuatan alat ukur
Religius/ Spiritual Coping (Brief RCOPE) dengan aspek-aspek sebagai
berikut :(Utami, 2012).
1) Punishing God Reappraisal
Merupakan indikator dari negative spiritual coping dimana individu
menganggap bahwa keadaan yang di alaminya saat ini merupakan hukuman
dari Tuhan atas kesalahan maupun dosa yang telah dilakukannya.
2) Spiritual Discontent
Merupakan indikator dari negative spiritual coping dimana individu
mengungkapkan ketidakpuasan dan kebingungan hubungannya dengan
Tuhan dalam situasi stres, seperti bertanya- tanya apakah dirinya
ditinggalkan oleh Tuhan ataupun sebaliknya.
3) Self- Directed Religius Coping
Merupakan indikator dari negative spiritual coping dimana individu
mencoba untuk memahami situasi dan memutuskan apa yang harus
dilakukan tanpa bergantung dengan Tuhan.
4) Religius Doubts
Merupakan indikator dari negative spiritual coping dimana individu
meragukan keberadaan Tuhan, apakah benar ada atau tidak
5) Anger at God
Merupakan indikator dari negative spiritual coping dimana individu
mengekspresikan kemarahan kepada Tuhan yang membiarkan situasi yang
tidak menyenangkan terjadi pada dirinya.

Dampak positif dari Spiritual Coping, Individu yang berserah diri dan
memiliki keyakinan kepada Tuhan senantiasa mempunyai sikap optimis yang
tinggi pada dirinya sehingga muncul perasaan bahagia, tenang, aman dan nyaman.
Oleh karena itu spiritual coping sangat efektif dalam memulihkan kondisi mental
seseorang , mengurangi dan bahkan menghilangkan kecemasan. Menurut
Pargament, spiritual coping membantu membangun kedekatan dengan orang lain,

46
mengontrol diri sendiri dan mencari solusi terbaik agar Tuhan selalu bersamanya
(Koenig, 2012). Sedangkan Dampak negatifnya, Individu merasa ditinggalkan
oleh Tuhan merupakan salah satu dampak negatif yang dialami oleh seseorang
dan merasa Tuhan tidak adil pada dirinya. Hal demikian terjadi karena tingkat
spiritual individu kurang kuat sehingga persepsi individu terhadap Tuhan menjadi
negatif yang bisa berakibat buruk pada mental maupun kehidupan sosial yang
lainnya.
2. Penurunan Nyeri Pada Ca Serviks Dengan Kombinasi Teknik Relaksasi
Guided Imagery Dengan Aromaterapi Lavender
Teknik relaksasi guided imagery ini dirancang untuk menggantikan suatu
perasaan yang negatif atau stress dengan menciptakan suasana yang rileks
dansantai dan menyenangkan ini menurut (Sriyani, 2017 (Meihartati Tuti, Dkk.
2019) ). Teknik relaksasi guided imagery ini dikombinasikan dengan aromaterapi
lavender, dengan melakukan teknik relaksasi dan guided imagery tubuh akan
menjadi lebih rileks. Dari prasaan rileks ini akan diteruskan ke salah satu hormon
yaitu hipotalamus dimana hipotalamus ini merupakan hormon endokrin yang
bertugas dari mengontrol dari kerja hormonal, dimana hipotalamus ini akan
menghasilkan corticotropin releasing factor (CRF). Selanjut nya CRF ini akan
merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan proopioidmelano-cortin
(POMC) sehingga produksi enkhepalin oleh medulla adrenal meningkat. Dan
kelenjar pituitary juga akan menghasilkan endophrin sebagai neurotransiter yang
mempengaruhi suasana hati menjadi rileks menurut Guytom & Hall. Dimana
teknik relaksasi guided imagery dapat mennagani kejadian nyeri, deprsi,setres.
Aromaterapi lavender adalah suatu cara perawatan tubuh atau penyembuhan dan
untuk meningkatkan kesejateraan psikologis dan memberikan ketenangan dan
rileks (Meihartati Tuti, Dkk. 2019)
Menangani nyeri pada penderita kanker serviks penangan yang biasa
dilakukan adalah mengkonsumsi obat analgesik sesuai resep yang diberikan
dengan upaya dapat menghilangkan rasa nyeri yang dialami. Saat ini
intervensipenangan nyeri pada nyeri kanker bukan hanya menggunakan
farmakologis namun saat ini dapat menggunakan terapi non farmakologis yaitu

47
kombinasi teknik relaksasi guided imagery dengan aromaterapi lavender. Ketika
telah merasa tenang, kemudian menghirup aroma yang wangi, maka akan tercipta
suasana lebih rileks dan menyenangkan. Menghirup aromaterapi lavender
mempunyai efek rileks pada tubuh sehingga mengurangi nyeri Kushariyadi et al
(Meihartati Tuti, Dkk. 2019)
Teknik relaksasi guided imagery dengan aromaterapi lavender dapat
memberikan pengaruh menurunkan nyeri. Dalam buku Arif Muttaqin (2008),
relaksasi adalah intervensi mandiri untuk mengruangi nyeri, meningkatkan
ventilasi paru, dan meningkatkan oksigen darah. Guided imagery ini
menggunakan imajinasi seseorang dalam satu cara yang dirancang secara khusus
untuk mencapai efek positif, dan aromaterapi lavender dapat memberikan efek
membuat lebih rileks dan tenang. (Meihartati Tuti, Dkk. 2019)

3. Efektivitas Aromaterapi Jahe Terhadap Keluhan Mual dan Muntah Pada


Pasien CA Serviks dan Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Mual
Muntah Pada Pasien Kanker Serviks Pasca Kemoterapi
a) Aromaterapi Jahe
Keluhan mual muntah pasien ca serviks setelah pemberian aromaterapi
jahe mendapatkan hasil yang positif. Apabila kita melihat pada tabel tersebut
pasien yang mengalami keluhan mual sedang menjadi 48.4% sedangkan
sisanya sebanyak 51.6% mengalami mual ringan. Perubahan tersebut bisa
disebabkan karena kandungan dari minyak jahe dan tehnik aromaterapi yang
dapat memberikan kenyamanan pada pasien. Hasil penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Umaroh dan Agustin (2016), bahwa ratarata mual pada
responden post kemoterapi yang diberikan intervensi jahe emprit lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata mual responden post kemoterapi yang tidak
diberikan intervensi jahe emprit Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad (2013),
bahwa aromaterapi jahe dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan
kenyamanan pada pasien yang menjalani kemoterapi dalam mengatasi efek
dari kemoterapi. Adanya kandungan yang sangat baik pada jahe itu sendiri
menyebabkan aromaterapi jahe sebagai pilihan yang baik sebagai terapi

48
suportif pada tindakan keperawatan (Wiryani Okta, Dkk. 2019). Menurut
Budhawar dalam Friska dkk, jahe merupakan bahan yang mampu
mengeluarkan gas dari dalam perut, yang akan meredakan perut kembung. Jahe
juga merupakan stimulan aromatik yang kuat, disamping dapat mengendalikan
muntah dengan meningkatkan gerakan peristaltik usus.Sekitar 6 senyawa di
dalam jahe telahterbukti memiliki aktivitas antiemetik (anti muntah) yang
manjur. Kerja senyawasenyawa tersebut lebih mengarah pada dinding lambung
dari pada system saraf pusat. sehingga tanaman ini sangat cocok sebagai terapi
suportif yang dapat dilakukan secara mandiri. Dari uraian diatas bisa
disimpulkan bahwa dari kandungan minyak jahe sudah memberikan manfaat
yang luar biasa dan ditambahkan penggunaanya sebagai aromaterapi yang
dapat memberikan rasa nyaman, sehingga dapat memberikan perubahan yang
positif.
Salah satu terapi komplementer yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup dari pasien kanker yaitu dengan pemberian aromaterapi.
Aromaterapi jahe merupakan salah satu bagian yang memberikan manfaat bagi
tubuh pasien yang melakukan kemoterapi. Jahe mengandung zat-zat yang
mampu memblok serotonin yang merupakan neurotransmitter dan disintesiskan
pada neuroneuro serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel
enterokromafin yang berguna untuk memberikan perasaan nyaman dan dapat
mengatasi mual muntah. Aromaterapi jahe menggunakan teknik inhalasi yang
dinilai paling efektif, sangat praktis dan memiliki khasiat yang dapat dirasakan
secara langsung dibanding teknik yang lain. (TrisnaPutri AmeinaBila, 2020).
Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan
minyak essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan
psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek
farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik, vasodilator,
penenang, dan merangsang adrenal. Ketika minyak essensial dihirup, molekul
masukke rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak (Wiryani Okta,
Dkk. 2019).

49
Salah satu jenis aromaterapi yang bisa digunakan untuk mengurangi atau
menghilakan mual dan muntah adalah jahe. Jahe adalah tanaman dengan sejuta
khasiat yang telah dikenal sejak lama. Jahe merupakan salah satu rempah
penting. Rimpangnya sangat banyak manfaatnya, antara lain sebagai bumbu
masak, minuman, serta permen dan juga digunakan dalam ramuan obat
tradisiana(Wiryani Okta, Dkk. 2019.)
Keungulan pertama jahe adalah kandungan minyak atsiri yang
mempunyai efek menyegarkan dan memblokir reflek muntah, sedang gingerol
dapat melancarkan darah dan saraf-saraf bekerja dengan baik. Hasilnya
ketegangan bisa dicairkan, kepala jadi segar, mual muntah pun ditekan. Aroma
harum jahe dihasilkan oleh minyak arsiri, sedang oleoresisnya menyebabkan
rasa pedas yang menghangatkan tubuh dan mengeluarkan keringat. (Wiryani
Okta, Dkk. 2019).
Dapat disimpulkan bahwa ada perubahan keluhan mual dan muntah pada
pasien ca serviks yang menjalani kemoterapi setelah pemberian aromaterapi
jahe. Perubahan ini bisa disebabkan karena kandungan dari minyak jahe itu
sendiri yang dapat membantu mengatasi rasa mual akibat efek kemoterapi.
Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Umaroh dan Agustin (2016),
bahwa terdapat perbedaan tingkat mual muntah pada pasien yang diberikan
jahe (Wiryani Okta, Dkk. 2019)

b) Relaksasi otot progresif


Merupakan teknik peregangan dan relaksasi yang sistematis dan
berkelanjutan pada otot hingga seluruh tubuh sampai pada tahap relaks.
“Terapi relaksasi progeresif menjadi salah satu dari teknik relaksasi yang
menggabungkan nafas dalam dan serangkaian gerakan kontraksi dan relaksasi
pada otot tertentu(TrisnaPutri AmeinaBila, 2020). Tujuan dari terapi relaksasi
otot progresif yaitu membuat tubuh dan pikiran tenang, relaks, dan
memudahkan tidur.” Relaksasi menjadi salah satu bentuk mind body therapies
karena pada relaksasi dilakukan intervensi yang menggabungkan berbagai
teknik yang bertujuan untuk mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh.

50
Menurut Virgantari (2013(TrisnaPutri AmeinaBila, 2020).), melalui terapi
relaksasi otot progresif akan menyebabkan terjadinya harmonisasi.
4. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Sebagai Penerapan Palliatif Care
Terhadap Nyeri Dan Kecemasan Pasien Kanker Serviks
Intervensi yang diberikan pada pasien kanker serviks dapat berupa terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologis berupa analgesik yang
dapat menimbulkan efek samping lain dan memperparah kondisi apabila diberikan
terus-menerus. Pengobatan terhadap keluhan penderita kanker serviks juga dapat
dilakukan dengan terapi komplementer. Salah satu terapi komplementer yaitu
Progressive Muscle Relaxation (PMR) yang menggabungkan latihan nafas dalam,
serangkaian seri kontraksi serta relaksasi otot tertentu, dan distraksi. (Rahmania
Eka Nadya, Dkk. 2020)
PMR merupakan salah satu dari teknik relaksasi yang paling mudah
dilakukan, memiliki gerakan sederhana, telah digunakan secara luas, dan dapat
meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatan. PMR
dilakukan dengan cara menegangkan otot secara sementara, kemudian kembali
diregangkan dimulai dari kepala sampai kaki secara bertahap. Teknik relaksasi ini
dapat menimbulkan keselarasan tubuh dan pikiran yang diyakini memfasilitasi
penyembuhan fisik dan psikologis (Rahmania Eka Nadya, Dkk. 2020).
PMR merupakan salah satu bentuk penerapan perawatan paliatif untuk
pasien kanker serviks. Menurut KEPMENKES RI No.812 Tahun 2007, tujuan
perawatan paliatif ialah memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kronik
dengan pencegahan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain meliputi fisik, psikososial dan
spiritual (Rahmania Eka Nadya, Dkk. 2020).
PMR merupakan intervensi perilaku yang dapat mengurangi kecemasan.
Teori ini didukung bahwa kecemasan dan relaksasi otot menghasilkan kondisi
fisiologis yang berlawanan dan tidak dapat timbul bersama-sama. Respon
neurologis terhadap kecemasan berupa ketegangan otot, maka ketegangan ini

51
dapat dipulihkan dengan relaksasi otot dan kecemasan akan berkurang (Rahmania
Eka Nadya, Dkk. 2020).
Rasionalisasi penggunaan PMR untuk mengurangi kecemasan juga
didukung oleh model stress-koping yang menyatakan bahwa individu berhadapan
dengan stressor akan menimbulkan respon afektif dan fisiologis pada aktivitas
neurologis, seperti peningkatan tekanan darah atau denyut jantung pada penilaian
pertama. PMR dapat memberikan manfaat ganda yaitu menimbulkan adaptasi
individu yang lebih positif dalam waktu yang singkat dan penurunan kecemasan
yang tidak bergantung pada proses netralisir stressor (Haryati, 2015). PMR telah
membantu pasien kanker serviks untuk meningkatkan relaksasi terhadap berbagai
gejala dan keluhan yang dirasakan sehingga pasien lebih toleran terhadap berbagai
aktivitas sehari-hari. (Rahmania Eka Nadya, Dkk. 2020)
5. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker Serviks
Angka kematian pada kasus kanker serviks pada tahun 2016 diperkirakan
4120 kasus, meningkat 1,1% per tahun. Reaksi psikologis yang dapat muncul
setelah pasien didiagnosis kanker serviks pada umumnya merasa shock mental,
takut, tidak bisa menerima kenyataan, sampai pada keadaan depresi (Wijayati
Sugih, dkk. 2020). Depresi adalah gangguan mood yang dikarakteristikkan
dengan kesedihan yang intens, berlangsung dalam waktu lama, dan mengganggu
kehidupan normal. Depresi memang berdampak pada gangguan mood yang
dikarakteristikkan dengan kesedihan yang intens, berlangsung dalam waktu lama,
dan mengganggu kehidupan normal. Kondisi depresi ini jika tidak segera
ditangani dapat memperberat kondisi fisik dan psikologis pasien. Salah satu
dampak depresi yang akan muncul adalah lemahnya kondisi fisik yang akan
menghambat proses pengobatan dan mendukung sel kanker servix semakin
berkembang. Kondisi ini terjadi pada pasien kanker serviks. Salah satu terapi
komplementer yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat depresi pada
pasien kanker serviks yaitu terapi Spiritual Emotional Freedom Technique(SEFT).
Penyebab depresi adalah neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi
yaitu serotonin dan epineprin. (Wijayati Sugih, dkk. 2020)

52
Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk menurunkan
tingkat depresi yaitu terapi SEFT. SEFT merupakan teknik penggabungan dari
sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan
metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT adalah gabungan
antara Spiritual Power dengan Energy Psychology. Terapi SEFT terdapat tapping,
yaitu ketukan ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di dalam tubuh
kita. Titik-titik ini adalah titik-titik kunci dari “The Major Energy Meridians”
yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan
emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. (Wijayati Sugih, dkk. 2020)

53
DAFTAR PUSTAKA

Meihartati Tuti, Dkk. 2019. Penurunan Nyeri Pada Ca Serviks Dengan


Kombinasi Teknik Relaksasi Guided Imagery Dengan Aromaterapi
Lavender. Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan. Vol 4 No.2
Rahmania Eka Nadya, Dkk. 2020. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation
Sebagai Penerapan Palliatif Care Terhadap Nyeri Dan Kecemasan
Pasien Kanker Serviks. Bimik. Vol 8 No.1 Hal : 25-32
Syukuriyah Endah. 2020. Hubungan antara spiritual copyng dengan tingkat stres
pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr
Kariadi Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Trisnaputri Ameinabilla Pasa. 2020. Pengaruh Aromaterapi Jahe Dan Relaksasi


Otot Progresif Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Kanker Serviks
Pasca Kemoterapi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Indralaya.
Wijayati Sugih, Dkk. 2020. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien
Kanker Serviks. Medica Hospitalia. Vol 7 No 2. Hal : 398-402
Wiryani Okta, Dkk. 2019. Efektivitas Aromaterapi Jahe Terhadap Keluhan Mual
dan Muntah Pada Pasien CA Serviks dengan Kemoterapi di RSUD Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto. University Research Colloqium.

54

Anda mungkin juga menyukai