Anda di halaman 1dari 4

Kebudayaan atau adat istiadat,agama,pakaian,dan norma – norma di gorontalo ..

tentang agama,masyarakat
Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam (99 %). Islam masuk ke daerah gorontalo sekitar abad
ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad XV), jauh sebelum wali songo
di Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam seorang wali yang bernama ‘Ju Panggola’ di Kelurahan Dembe
I, Kota Barat, tepatnya di wilayah perbatasan Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo. Pada waktu dulu di wilayah
Gorontalo terdapat pemerintahan kerajaan yang bernapaskan Islam. Raja Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama
Islam adalah Sultan Amai (1550—1585), yang kemudiannya namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi
agama Islam di Provinsi Gorontalo, STAIN Sultan Amai Gorontalo, yang kelak diharapkan menjadi UIN (Universitas
Islam Negeri) di Gorontalo.
Tentang seni dan budaya, Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam
kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian
adat.. Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan
Tari Langga.
Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu
(Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo
Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung). Dan Alat musik tradisional yang dikenal di daerah
Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab)..
Warna Masyarakat Gorontalo
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu. Karena itu, dalam upacara
pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan
ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna ‘ keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna
‘kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan’; kuning emas bermakna ‘kemuliaan, kesetian, kebesaran,
dan kejujuran’; sedangkan warna ungu bermakna ‘keanggunanan dan kewibawaan’.
Kepercayaan masyarakat gorontalo
Di seantero dunia terdapat bermacam-macam kepercayaan, mitos, dan legenda, yang tidak terhitung banyaknya.
Bagi kaum rasionalis, kepercayaan-kepercayaan orang-orang tua ini seharusnya ikut mati sejalan dengan
modernisasi yang merambah seluruh sisi kehidupan manusia. Namun demikiankah yang terjadi? Ternyata tidak.
Di dalam tatanan masyarakat gorontalo, kepercayaan-kepercayaan tahayul ini ternyata tetap eksis dan bahkan
berkembang dan merasuk ke dalam banyak segi kehidupan masyarakatnya. Kepercayaan-kepercayaan ini bahkan
ikut mewarnai arsitektural kota dan juga gedung-gedung pencakar langit.
Sebagai contoh kecil, di berbagai gedung tinggi di China, tidak ada yang namanya lantai 13 dan 14. Menurut
kepercayaan mereka, kedua angka tersebut tidak membawa hoki. Di Barat, angka 13 juga dianggap angka sial.
Demikian pula di berbagai belahan dunia lainnya. Kalau kita perhatikan nomor-nomor di dalam lift gedung-gedung
tinggi dunia, Anda tidak akan jumpai lantai 13. Biasanya, setelah angka 12 maka langsung ‘loncat’ ke angka 14. Atau
dari angka 12 maka 12a dulu baru 14. Fenomena ini terdapat di banyak negara dunia, termasuk Indonesia.
Mengapa angka 13 dianggap angka yang membawa kekurang-beruntungan? Sebenarnya, kepecayaan tahayul dan
aneka mitos yang ada berasal dari pengetahuan kuno bernama Kabbalah. Kabalah merupakan sebuah ajaran mistis
kuno, yang telah dirapalkan oleh Dewan Penyihir tertinggi rezim Fir’aun yang kemudian diteruskan oleh para
penyihir, pesulap, peramal, paranormal, dan sebagainya—terlebih oleh kaum Zionis-Yahudi yang kemudian
mengangkatnya menjadi satu gerakan politis—dan sekarang ini, ajaran Kabbalah telah menjadi tren baru di kalangan
selebritis dunia.
Bangsa Yahudi sejak dahulu merupakan kaum yang secara ketat memelihara Kabbalah. Di Marseilles, Perancis
Selatan, bangsa Yahudi ini membukukan ajaran Kabbalah yang sebelumnya hanya diturunkan lewat lisan dan secara
sembunyi-sembunyi. Mereka juga dikenal sebagai kaum yang gemar mengutak-atik angka-angka (numerologi),
sehingga mereka dikenal pula sebagai sebagai kaum Geometrian.
Menurut mereka, angka 13 merupakan salah satu angka suci yang mengandung berbagai daya magis dan sisi
religius, bersama-sama dengan angka 11 dan 666. Sebab itu, dalam berbagai simbol terkait Kabbalisme, mereka
selalu menyusupkan unsur angka 13 ke dalamnya. Kartu Tarot misalnya, itu jumlahnya 13. Juga Kartu Remi,
jumlahnya 13 (As, 2-9, Jack, Queen, King).
Penyisipan simbol angka 13 terbesar sepanjang sejarah manusia dilakukan kaum ini ke dalam lambang negara
Amerika Serikat. The Seal of United States of America yang terdiri dari dua sisi (Burung Elang dan Piramida
Illuminati) sarat dengan angka 13. Inilah buktinya:
-13 bintang di atas kepala Elang membentuk Bintang David.
-13 garis di perisai atau tameng burung.
-13 daun zaitun di kaki kanan burung.
-13 butir zaitun yang tersembul di sela-sela daun zaitun.
-13 anak panah.
-13 bulu di ujung anak panah.
-13 huruf yang membentuk kalimat ‘Annuit Coeptis’
-13 huruf yang membentuk kalimat ‘E Pluribus Unum’
-13 lapisan batu yang membentuk piramida.
-13 X 9 titik yang mengitari Bintang David di atas kepala Elang.
Selain menyisipkan angka 13 ke dalam lambang negara, logo-logo perusahaan besar Amerika Serikat juga demikian
seperti logo McDonalds, Arbyss, Startrek. Com, Westel, dan sebagainya. Angka 13 bisa dilihat jika logo-logo ini
diputar secara vertikal. Demikian pula, markas besar Micosoft disebut sebagai The Double Thirteen atau Double-13,
sesuai dengan logo Microsoft yang dibuat menyerupai sebuah jendela (Windows), padahal sesungguhnya itu
merupakan angka 1313.
Uniknya, walau angka 13 bertebaran dalam berbagai rupa, bangsa Amerika rupa-rupanya juga menganggap angka
13 sebagai angka yang harus dihindari. Bangunan-bangunan tinggi di Amerika jarang yang menggunakan angka 13
sebagai angka lantainya. Bahkan dalam kandang-kandang kuda pacuan demikian pula adanya, dari kandang
bernomor 12, lalu 12a, langsung ke nomor 14. Tidak ada angka 13.
Kaum Kabbalis sangat mengagungkan angka 13, selain tentu saja angka-angka lainnya seperti angka 11 dan 666.
Angka ini dipakai dalam berbagai ritual setan mereka. Bahkan simbol Baphomet atau Kepala Kambing Mendez
(Mendez Goat) pun dihiasi simbol 13. Itulah sebabnya angka 13 dianggap sebagai angka sial karena menjadi bagian
utama dari ritual setan
 

KERAGAMAN budaya Indonesia salah satunya terlihat pada prosesi atau adat


pernikahan yang berbeda-beda. Provinsi Gorontalo sendiri memegang tradisi yang
bernapaskan ajaran Islam.
Penduduk Gorontalo sebagian besar memeluk agama Islam. Adat istiadatnya sangat
dipengaruhi ajaran dan kaidah Islam. Oleh karenanya, masyarakat Gorontalo
memegang teguh semboyan adapt “Adati hula hula Sareati - Sareati hula hula to
Kitabullah” yang artinya,” Adat bersendikan syara, syara bersendikan Kitabullah”.
Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo yang turut mengatur segala
kehidupan masyarakatnya, termasuk adat pernikahan. Prosesi pernikahan
dilaksanakan menurut upacara adat yang sesuai tahapan atau lenggota lo nikah.
Tahapan pertama disebut mopoloduwo rahasia, di mana orangtua dari calon pengantin
pria mendatangi kediaman orangtua calon pengantin wanita untuk memeroleh restu
menikahkan anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu
untuk melangsungkan tolobalango  atau peminangan.
Tolobalango  adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat
pembesar negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria (Lundthu
Dulango Layio) dan juru bicara utusan keluarga wanita (Lundthu Dulango Walato).
Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah.
Dalam peminangan adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya pernikahan ( tonelo) oleh
pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan
mahar (maharu) dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.
Pada waktu yang telah disepakati dalam acara tolobalango, maka prosesi selanjutnya
adalah depito dutu  (antar mahar) maupun antar harta yang terdiri dari satu paket mahar,
sebuah paket lengkap kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah
seperangkat busana pengantin wanita, sirih, dan buah-buahan dan bumbu dapur
(dilonggato).
Semua hantaran ini dimuat ke dalam sebuah kendaraan yang dihias menyerupai
perahu yang disebut kola-kola. Arak-arakan hantaran dibawa dari
rumah yiladiya  (kediaman/rumah raja) calon pengantin pria menuju
rumah yiladiya  pengantin wanita diringi dengan genderang adat dan
kelompok tinilo  diiringi tabuhan rebana melantunkan lagu tradisional Gorontalo yang
sudah turun-temurun, yang berisi sanjungan, himbauan, dan doa keselamatan dalam
hidup berumah tangga dunia dan akhirat.
Pada malam sehari sebelum akad nikah, digelar serangkaian
acara mopotilandthu  (malam pertunangan) yang diawali khatam  Alquran. Proses ini
bermakna bahwa calon mempelai wanita telah menamatkan atau menyelesaikan
ngajinya dengan membaca “Wadhuha” sampai surat Al-Lahab. Dilanjutkan dengan
molapi saronde yaitu tarian yang dibawakan oleh calon mempelai pria dan ayah atau
wali laki-laki.
Tarian ini menggunakan sehelai selendang. Ayah dan calon mempelai pria secara
bergantian menarikannya, sedangkan sang calon mempelai wanita memerhatikan dari
kejauhan atau dari kamar.
Bagi calon mempelai pria, ini merupakan sarana molile huali  (menengok atau
mengintip calon istrinya). Dengan tarian ini, calon mempelai pria mencuri-curi
pandang untuk melihat calonnya. Saronde dimulai ditandai dengan pemukulan rebana
diiringi lagu Tulunani yang disusun syair-syairnya dalam bahasa Arab yang juga
merupakan lantunan doa-doa untuk keselamatan.
Lalu, sang calon mempelai wanita ditemani pendamping menampilkan tarian
tradisional Tidi Daa tau Tidi Loilodiya. Tarian ini menggambarkan keberanian dan
keyakinan menghadapi badai yang akan terjadi kelak bila berumah tangga. Usai
menarikan tarian Tidi, calon mempelai wanita duduk kembali ke pelaminan dan calon
mempelai pria dan rombongan pemangku adat beserta keluarga kembali ke rumahnya.
Keesokan harinya, pemangku adat melaksanakan akad nikah sebagai acara puncak di
mana kedua mempelai akan disatukan dalan ikatan pernikahan yang sah menurut
syariat Islam. Dengan cara setengah berjongkok, mempelai pria dan penghulu
mengikrarkan ijab kabul dan mas kawin yang telah disepakati kedua belah pihak
keluarga. Acara ini selanjutnya ditutup dengan doa sebagai tanda syukur atas
kelancaran acara penikahan.

Sejarah Suku Gorontalo ~ Jumlah populasi suku Gorontalo lebih kurang 300.000 jiwa.


Bahasa Gorontalo sendiri terbagi menjadi beberapa dialek, seperti dialek Limboto, Tilamuta,
Kwandang, Sumalata, dan Suwawa.
Bahasa Gorontalo menjadi dominan ketika wilayah ini pernah berdiri kerajaan Gorontalo. Menurut mitologi
rakyat Gorontalo leluhur mereka adalah keturunan dari Hulontalangi (orang yang turun dari langit) yang
berdiam di Gunung Tilongkabila. Bagian lain daerah Gorontalo pada masa itu masih berupa laut. Nama
hulontolangi kemudian berubah menjadi hulontalo, dan akhirnya menjadi Gorontalo. Pada zaman dulu di
daerah ini pernah berkembang enam buah kerajaan, yakni Gorontalo, Limboto, Suwawa, Tapa, Atinggola
dan Boalemo.
Bahasa Suku Gorontalo
Bahasa Gorontalo terbagi menjadi tiga dialek, yaitu dialek Gorontalo, Bolango dan Suwawa. Nampaknya
dialek Gorontalo lebih banyak digunakan sebagai bahasa perantara. Bahasa Gorontalo bagian timur
terbagi pula menjadi dua dialek, yaitu dialek Bolaang Uki dan dialek Kaidipang. Sedangkan
bahasa Gorontalo di bagian barat terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek Gorontalo, Bone, dan Buol.
Sementara itu dialek Gorontalo masih terbagi lagi menjadi logat Gorontalo, Limboto, Tilamuta, sumalata,
dan Kwandang.
Mata Pencaharian Suku Gorontalo
Penduduk Gorontalo mata pencahariannya umumnya dari bertani di sawah dan ladang. Tanaman yang
umum mereka kembangkan adalah padi, jagung, Ubi, sayur-sayuran, kelapa, dan buah-buahan.
Penduduk yang berdiam di tepi Danau Gorontalo atau di pesisir pantai mengutamakan mata pencaharian
sebagai nelayan. Sementara itu orang Gorontalo banyak pula yang bergerak di bidang perdagangan,
pegawai negeri swasta, dan lain-lain.

Masyarakat Suku Gorontalo


Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak sekandung disebut dengan istilah ngala'i.
Kelompok kekerabatan yang terpenting zaman dulu adalah keluarga luas yang disebut ungala'a. Peranan
keluarga luas tersebut terutama sekali di berbagai kegiatan upacara lingkaran hidup. Keluarga-keluarga
inti yang menjadi bagian dari sebuah ungala'a berdiam di rumah-rumah yang dibangun berderet-deret.
Prinsip keturunan orang Gorontalo umumnya parental dan sistem kekerabatannya bersifat bilateral. Desa
tradisional di Gorontalo disebut kambungu. Penduduk petani ini biasanya memiliki sebuah rumah (bele) di
kambungu, dan sebuah lagi di ladang untuk musim tanam. Rumah di perladangan disebut wombohe.
Setiap kambungu memiliki sebuah balai musyawarah adat yang disebut bandayo.

Struktur pemerintahan tradisional Gorontalo disebut Buatula Toulongo. Sistemnya terbagi atas tiga


bidang, yaitu bidang pemerintahan (buatula-bantayo), keamanan (buatulapabuwa), dan keagamaan
(buatula syara'). Bidang pemerintahan dan keamanan biasanya ditunjuk dan diangkat  oleh raja.
walaupun pada masa sekarang struktur tersebut tidak ada lagi, tetapi pemuka agama dan pemuka adat
tersebut tetap dibutuhkan dalam lembaga musyawarah masyarakat desa setempat. Pada zaman
kerajaan Gorontalo dulu sistem pelapisan sosial masyarakatnya cukup tajam, karena ada golongan raja-
raja dan keturunannya yang disebut olongiva. Golongan bangsawan pembantu raja yang disebut wali-
wali. Lalu golongan rakyat biasa yang disebut tuwangolipu. Kemudian ada pula golongan budak atau
hamba sahaya yang disebut wato.
Agama Dan Kepercayaan Suku Gorontalo
Agama Islam masuk ke wilayah Gorontalo sejak tahun 1566 dan menjadi agama resmi kerajaan-kerajaan
yang ada pada masa itu. Sampai sekarang orang Gorontalo umumnya memeluk agama Islam. [Suku
Dunia]

Anda mungkin juga menyukai