Anda di halaman 1dari 43

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.

P Dengan
Masalah Isolasi Sosial

*Leni Suryani Lase1, Mardhianti2, Marisa Juniar Saragih3,


Ririn Sitinjak4

lenisuryani.lase@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Berbagai masalah kesehatan sering muncul karena kondisi kesehatan mental
dan pikiran yang tidak terkendali. Salah satu masalah yang mengancam
kesehatan jiwa adalah Skizofrenia (Silpiah et al., 2021). Skizofrenia
merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area
fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, merasakan dan
menunjukkan emosi serta gangguan otak yang ditandai dengan pikiran
kacau, waham, halusinasi, dan perilaku aneh (Pardede & Ramadia, 2021).
Pasien skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih
besar dari masyarakat sekitarnya dibandingkan individu yang menderita
penyakit medis lainnya. Penderita skizofrenia biasanya timbul pada usia
sekitar 18-45 tahun, dan berusia 11-12 tahun menderita skizofrenia
(Damanik, Pardede & Manalu. 2020).

Skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta orang atau 1 dari 300 orang


(0,32%) di seluruh dunia (WHO, 2022). Sedangkan prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.
Prevalensi Sumatera Utara sebanyak 6,3 per 1000 rumah tangga (Riskesdas,
2018). Skizofrenia ditandai dengan munculnya gejala, gejala ini terdiri dari
gejala positif dan gejala negatif. Gejala negatif dari skizofrenia adalah
isolasi sosial. Isolasi sosial sebagai gejala negatif pada skizofrenia yang
digunakan oleh pasien untuk menghindari orang lain karena pengalaman
yang tidak menyenangkan sehingga tidak berurusan dengan orang lain lagi.
Menarik diri digunakan oleh pasien untuk menghindari 2 orang lain
sehingga pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan
orang lain jangan terjadi lagi (Pardede & Ramadia, 2021).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Klien mungkin merasa di tolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi
sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang
lain maupun berkomunikasi dengan orang lain (Badriah, 2020). Isolasi
sosial yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh
keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam.
Batasan karakteristiknya antara lain tidak menganggap penting dukungan
dari orang lain, afek tumpul, adanya bukti cacat (fisik atau mental), sakit,
tindakan yang tidak berarti, tidak ada kontak mata, dipenuhi oleh pikiran
sendiri, menunjukkan permusuhan, tindakan berulang, sedih, senang sendiri,
tidak komunikatif dan menarik diri (Damanik, Pardede & Manalu, 2020).

Isolasi sosial merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dan


hubungan dengan orang lain. Klien yang mengalami isolasi sosial ditandai
dengan adanya afek datar, afek sedih, tidak bergairah/lesu, tidak ada kontak
mata, tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan, menarik diri, merasa tidak aman di tempat umum, merasa asyik
dengan pikirannya sendiri (Piana, 2022). Gejala isolasi sosial tersebut
dibutuhkan rehabilitative yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik,
membantu menyesuaikan diri, meningkatkan toleransi, dan meningkatkan
kemampuan pasien berisolasi Untuk meminimalkan dampak dari isolasi
sosial dibutuhkan pendekatan dan memberikan penatalaksanaan untuk
mengatasi gejala pasien dengan isolasi sosial. Peran perawat dalam
menangani masalah pasien dengan isolasi sosial antara lain, menerapkan
standar asuhan keperawatan (Apriliani & Herliawati 2020).

Berdasarkan praktik yang dilakukan di Ruang Mawar RSJ Prof, Dr M.


Ildrem terdapat 22 orang dengan skizofrenia dan yang menjadi subjek
adalah Ny.P dengan masalah keperawatan Isolasi Sosial. Hasil wawancara
yang dilakukan pada Ny. P pada tanggal 22 Februari 2022, klien
mengatakan lebih suka menyendiri, tampak diam dan tidak berbaur dengan
orang lain, serta kontak mata kurang.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dan komprehensif pada Ny.P dengan masalah Isolasi Sosial

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda dan gejala, faktor
penyebab, mekanisme koping penatalaksanaan pada Ny. P dengan
masalah Isolasi Sosial
b. melakukan pengkajian pada pasien dengan halusinasi pada Ny.P
dengan Isolasi Sosial
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah
keperawatan pada Ny.P dengan Isolasi Sosial
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada Ny.P
dengan Isolasi Sosial
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
Ny.P dengan Isolasi Sosial
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.P
dengan Isolasi Sosial
g. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada Ny.P dengan Isolasi Sosial
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Halusinasi


2.1.1 Defenisi
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi
yang negatif dan mengancam. Kondisi isolasi sosial seseorang
merupakan ketidakmampuan klien dalam mengungkapkan perasaan
klien yang dapat menimbulkan klien mengungkapkan perasaan klien
dengan kekerasan (Sukaesti, 2018 dalam Putri & Pardede, 2022).
Isolasi sosial adalah kondisi dimana pasien selalu merasa sendiri
dengan merasa kehadiran orang lain sebagai ancaman (Ningsih, 2021).

Isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang yang mengalami


penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu
menjalin hubungan yang baik antar sesama (Lombu, 2021). Isolasi
sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
perilaku menarik diri, serta penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain, terutama untuk
mengungkapkan dan mengonfirmasi perasaan negatif dan positif yang
dialaminya (Harefa, 2021).

Berdasarkan uraian pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penurunan dalam berinterakti dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya, karena pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan, ditolak, tidak diterima, dan kesepian sehingga orang
dengan isolasi sosial lebih suka berdiam diri, mengurung diri dan
menghindar dari orang lain.

2.1.2 Etiologi
Pasien dengan masalah kekurangan keterampilan sosial, tidak biasa
berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, mengalami kesulitan
dalam menjalin pertemanan, mampu memecahkan masalah,
menemukan dan memelihara pekerjaan, yang merupakan alasan
mereka mengisolasi diri masyarakat, keterampilan sosial yang buruk
terkait erat dengan kekambuhan penyakit dan pasien kembali ke
rumah sakit (Pardede & Ramadia, 2021).
a. Predisposisi
Predisposisi adalah ada juga faktor presipitasi yang menjadi
penyebab antara lain adanya stressor sosial budaya serta stressor
psikologis yang dapat menyebabkan klien mengalami kecemasan
(Arisandy, 2017).
1. Aspek Biologis Sebagian besar faktor predisposisi pada klien
yang diberikan terapi latihan ketrampilan sosial adalah adanya
riwayat genetik yaitu sebanyak 66,7%. Faktor genetik memiliki
peran terjadinya gangguan jiwa pada klien yang menderita
skizofrenia
2. Aspek Psikologis Faktor predisposisi pada aspek psikologis
sebagian besar akibat adanya riwayat kegagalan/kehilangan
(77,8%). Pengalaman kehilangan dan kegagalan akan
mempengaruhi respon individu dalam mengatasi stresornya
3. Aspek sosial budaya Dimana pada klien kelolaan didapatkan
aspek sosial budaya sebagian besar adalah pendidikan menengah
dan sosial ekonomi rendah masingmasing
b. Presipitasi Merupakan faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami isolasi sosial: menarik diri adalah adanya tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui dengan
baik, adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu
juga adanya norma-norma yang salah yang dianut dalam keluarga
serta faktor biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga
yang menyebabkan klien menderita gangguan jiwa (Arisandy,
2017).

2.1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala isolasi sosial meliputi : kurang spontan, apatis (acuh
tak acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri
(ekspresi sedih), afek tumpul, tidak merawat dan memperhatikan
kebersihan diri, tidak ada atau kurang terhadap komunikasi verbal,
menolak berhubungan dengan oranglain, mengisolasi diri
(menyendiri), kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, asupan
makan dan minuman terganggu, aktivitas menurun dan rendah diri
(Damanik, Pardede, & Manalu, 2020).

Menurut Sucizti (2019) tanda dan gejala sebagai berikut :


Subjektif
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampun berkonsentrasi
e. Perasaan ditolak

Objektif
a. Banyak diam
b. Tidak mau bicara
c. Menyendiri
d. Tidak mau berinteraksi
e. Tampak sedih
f. Ekspresi datar dan dangkal
g. Kontak mata kurang

2.1.4 Rentang Respon Sosial


Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang
respon adapatif dan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon
yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang
secara umum berlaku. Sedangkan respon maladaptif merupakan
respon yang dilakukan individu untuk menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma sosial dalam budaya setempat.
Berikut rentang respon sosial menurut Stuart (2016) :

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerjasama Ketergantungan Narcisisme
Saling
tergantung

a. Respons adaptif
1. Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk mengendalikan
perilaku mereka sendiri saat menerima dukungan saat bantuan
dari orang yang berarti dan diperlukan (Stuart,2016). Respon
yang dilakukan individu dalam merenungkan hal yang terjadi
atau dilakukan dengan tujuan mengevaluasi diri untuk kemudian
menentukan rencana-rencana (Sutejo, 2019).
2. Otonomi
Kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku mereka
sendiri, membangun ikatan afektif yang kuat untuk kepribadian
yang matang (Stuart,2016).
3. Mutualisme atau bekerja sama
Kemampuan individu untuk menerima,membangun ikatan
afektif yang kuat dengan orang lain (Stuart,2016). Kemampuan
individu untuk saling memberi dan menerima dalam hubungan
sosial (Sutejo, 2019).
4. Interdependen atau saling ketergantungan
Dalam hubungan antara manusia biasanya mengembangkan
keseimbangan perilaku dependen dan independen (Stuart, 2016).

b. Respons maladaptive
1. Merasa sendiri (kesepian) merasa tidak tahan atau yang lain
menganggap bahwa dirinya sendirian dalam menghadapi
masalah, cenderung pemalu, sering merasa tidak percaya diri
dan minder (Muhith, 2015).
2. Menarik diri suatu keadaan di mana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain (Muhith, 2015).
3. Tergantungan (Dependen) Seseorang yang gagal
mengembangkan kemampuannya untuk berfungsi secara sukses,
merasa kesulitan yang beresiko menjadi gangguan depresi dan
gangguan cemas sehingga berkecenderungan berpikiran untuk
bunuh diri (Muhith, 2015).
4. Manipulasi perilaku dimana orang memperlakukan orang lain
sebagai objek dan bentuk hubungan yang berpusat di sekitar isu-
isu kontrol dan perilaku mereka sulit dipahami (Stuart, 2016).
gangguan sosial yang memperlakukan sebagai objek, dimana
hubungan terpusat pada pengendalian masalah orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri, atau sikap
mengontrol yang digunakan sebagai pertahanan terhadap
kegagalan atau frustasi yang dapat digunakan sebagai alat
berkuasa atas orang lain (Sutejo, 2019).
5. Impulsif suatu keadaan marah ketika orang lain tidak
mendukung ketidak mampuan untuk merencanakan sesuatu,
ketidak mampuan belajar dari pengalaman dan tidak dapat
diandalkan (Stuart, 2016). respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat
dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan tidak dapat melakukan penilaian
secara objektif (Sutejo, 2019).
6. Narcisme orang dengan gangguan kepribadian narsistik
memiliki harga diri yang rapuh, mendorong mereka untuk
mencari pujian dan kekaguman secara terus-menerus,
penghargaan, sikap yang egosentrik, iri hati dan marah ketika
orang lain tidak mendukungnya (Stuart, 2016). Respon sosial
ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris,
harga diri rapuh, dan mudah marah-marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain (Sutejo, 2019).

2.1.5 Penilaian Terhadap Stres


Penilaian terhadap stresor dari seseorang sangat penting. Serangkain
kehilangan atau kehilangan tunggal yang berarti dapat meneyebabkan
masalah dalam menjalin hubungan intim di masa depan. Rasa sakit
akibat kehilangan dapat begitu besar ketika orang tersebut
menghindari terlibat dalam hubungan masa depan dan resiko nya akan
lebih menyakitkan. Respons ini lebih mungkin terjadi jiks orang
mengalami kesulitan dengan mencapai tugas perkembangan yang
berkaitan dengan hubungan (Stuart, 2016).

Penilaian terhadap sterssor berada dalam suatu rentang dari adaptif


sampai ke maladaptif. Padakliendenganskizoferniapenilaian stressor
yang adaptif merupakan faktor yang harusselalu di perkuat dalam
pemberian asuhan keperawatan sehingga kemampuan tersebut
membudaya dalam diri klien. Bila penilaian stressor klien maladaptif
maka penilaian tersebut akan menjadi dasar penggunaan terapi
keperawatan dalam melatih disfungsi keterampilan yang dialami klien.
Penilaian terhadap stresor yang di alami klien dengan isolasi social
meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perliaku, dan sosial. (Satrio, dkk,
2015).
a. Respon kognitif
Faktor kognitif mencatat kejadian stresfull dan reaksi yang
ditimbulkan secara emosional, fisiologis, serta perilaku atau reaksi
sosial. Kemampuan klien melakukan penilaian kognitif yang
dipengaruhi oleh persepsi klien, sikap terbuka individu terhadap
adanya perbubahan, kemampuan untuk melakukan kontrol diri
terhadap pengaruh lingkungan dan kemampuan menilai suatu
masalah. Pada klien isolasi sosial kemampuan kognitif klien sangat
terbatas klien lebih berfokus pada masalah bukan bagaimana
mencari alternatie pemecahan masalah yang dihadapi (Stuart,
dalam Satrio, dkk, 2015).
b. Respon afektif
Responafektif terkait dengan ekspresi emosi, mood, dan
sikap.Respon afektif yang ditampilkan dipengaruhi
olehketidakmampuan jangka panjang terhadap situasi
yangmembahayakan sehingga mempengaruhi kecendrungan respon
terhadap ancaman untuk harga diri klien. Respon afektifpada klien
isolasi sosial adalah adanya perasaan putus asa,sedih, kecewa,
merasa tidak berhargadan merasa tidakdiperhatikan (Stuart, dalam
Satrio, dkk. 2015).
c. Respon fisiologis
Responfisiologis terkait dengan bagaimana sistem fisiologis tubuh
berespon terhadap stessor, yang mengakibatkan perubahanterhadap
stressor, sistem neuroendokrin, dan hormonal. Respon
fisiologismerupakan respon neurobiologis yang bertujuan
untukmenyiapkan klien mengatasi bahaya. Perubahan yang
dialamioleh klien akan mempengaruhi neurobiologis untuk
mencegahstimulus yang mengancam (Stuart, 2009 dalamSatrio,
dkk, 2015).
d. Respon perilaku
Hasil dari respon emosional dan fisiologis. Respon perilaku isolasi
sosial teridentifikasi tiga pelaku yang maladaptif yaitu sering
melamun, tidak mau bergaul dengan klien lain atau tidak mau
mengemukakan pendapat, mudah menyerah dan ragu-ragu dalam
mengambil keputusan atau dalam melakukan tindakan (Satrio, dkk,
2015).
e. Respon Sosial
Respon sosial Merupakan hasil dari perpaduan dari respon kognitif,
afektif, fisiologis dan perilaku yang akan mempengaruhi hubungan
atau interaksi dengan orang lain. Respon ini memperlihatkan
bahwa klien dengan isolasi sosial lebih banyak memberikan respon
menghindar terhadap stressor yang dialaminya (Satrio, 2015).

2.1.6 Mekanis Koping


Mekanisme koping adalah usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengacam dirinya, kecemasa
koping yang sering yang digunakan adalah regras dan isolasi
(Fairly,2018). Mekanisme koping yang berhubungan dengan respons
sosial yang maladaptif merupakan upaya untuk mengatasi ansietas
yang berhubungan dengan ancaman atau kesepian yang dialami.
Namun, cara ini tidak sehat dan sering memiliki efek yang tidak
diinginkan mengarahkan orang – orang menjauh. Dengan demikian
orang tersebut selalu terperangkap dalam konflik mendekat dan
menghindar dari dilema membutuhkan dan menakutkan, mencari
hubungan anatara manusia di satu sisi dan mendorong orang – orang
pergi di sisi lain. Orang manipulatif melihat orang lain sebagai objek.
Pertahanan mereka melindungi diri dari rasa sakit psikologis yang
potensial berhubungan dengan hilangnya orang yang penting dalam
hidupnya. Orang dengan ganggua kepribadian antisosial sering
menggunakan pertahanan proyeksi dan pemisahan (Stuart, 2016).
a. Proyeksi
Menempatkan tanggung jawab atas peilaku isolasi sosial diluar diri
sendiri
b. Pemisahan
Karakteristik dari seeseorang isolasi sosial. Pemisahan adalah
ketidakmampuan untuk mengintegrasikan aspek baik dan buruk
dari diri sendiri dan berbagai objek
c. Identifikasi proyektif
Mekanisme pertahanan yang kompleks. Klien memproyeksikan
bagian dari dirinya kepada orang lain, yang sering tidak menyadari
hal tersebut (Stuart, 2016).

2.1.7 Sumber Koping


Ketika seseorang mengalami masalah dengan hubungan, penting
untuk mengkaji sumber koping seseorang. Bagi sebagian besar orang,
ketika salah satu hubungan yang bermasalah atau hilang, yang lain
tersedia untuk menawarkan dukungan dan jaminan. Mereka yang
memiliki jaringan keluarga dan teman – teman yang luas memiliki
banyak sumber daya untuk di manfaatkan. Kadang – kadang mereka
membutuhkan dorongan untuk menjangkau bantuan (Stuart, 2016).

Sumber koping merupakan pilihan atau strategi bantuan untuk


memutuskan mengenai apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi
suatu masalah. Dalam menghadapi stressor klien dapat menggunakan
koping yang dimilikinya baik internal ataupun eksternal (Satrio, dkk,
2015).
a. Kemampuan Personal
Pada klien dengan isolasi sosial sosial kemampuan personal yang
harus dimiliki meliputi kemampuan secara fisik dan mental.
Kemampuan secara fisik teridentifikasi dari kondisi fisik yang
sehat. Kemampuan mental meliputi kemampuan kognitif, afektif,
perilaku sosial. Kemampuan kognitif meliputi kemampuan yang
sudah atau pun yang belum dimiliki klien didalam mengidentifikasi
masalah, menilai dan menyelesaikan masalah, sedangkan
kemempuan afektif meliputi kemampuan untuk meningkatkan
konsep diri kliendan kemampuan perilaku terkait dengan
kemampuan melakukan tindakan yang adekuat dalam
menyelesaikan stressor yang dialami (Satrio, dkk, 2015).
b. Dukungan Sosial
Sumber dukungan isolasi social pada klien dengan isolasi social
meliputi dukungan yang di miliki klien baik yang di
dapatkan dari keluarga, perawat maupun dari lingkungan sekitar
klien. Dukungan yang di berikan dapat berupa dukungan
fisik dan psikologis. Dukungan fisik di peroleh melalui dukungan
dan keterlibatan aktif dari keluarga, perawat, dokter serta tenaga
kesehatan lainnya. Untuk mampu memberikan dukungan sosial
kepada klien dengan isolasi social keluarga harus mengenal
masalah, menentukan masalah, dan menyelesaikan masalah (
Satrio, dkk 2015).
c. Aset material
Aset material yang dapat diperoleh meliputi dukungan financial,
sistem pembiayaan layanan kesehatan seperti asuransi kesehatan
ataupun program layanan kesehatan bagi masyarakat miskin,
kemudahan mendapatkan fasilitas dan layanan kesehatan serta
keterjangkauan pembiayaan pelayanan kesehatan dan ketersediaan
sarana transportasi untuk mencapai layanan kesehatan selama
dirumah sakit maupun setelah pulang (Satrio, dkk. 2015).
d. Keyakinan positif
Keyakinan positif adalah keyakinan diri yang menimbulkan
motivasi dalam menyelesaikan segala stressor yang dihadapi.
Keyakinan positif diperoleh dari keyakinan terhadap kemampuan
diri dalam mengatasi ketidakmampuan klien dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar (Satrio, dkk. 2015).

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut (2015 dalam Syahdi & Pardede, 2022) Penatalakasanaan
pada pasien skizofrenia dapat diberikan dengan pemberian terapi yang
diberikan secara komperehensif sesuai dengan tanda gejala dan
penyebab terjadinya penyakit. Pengalaman terapis akan menentukan
pilihan alternatif yang tepat, dan sering merupakan kombinasi antara
satu terapi dengan lainya. Beberapa alternatif terapi yang dapat
diberikan antara lain dengan pendekatan farmakologi psikososial ,
rehabilitasi dan program intervensi keluarga. (Henry, 2020)

a. Terapi Farmakologi
Pada pendekatan farmakologis, penderita skizofrenia biasanya
diberikan obat anti psikotik. Antipsikotik juga dikenal sebagai
penenang mayor atau neuroleptic. Pengobatan antipsikotik
membantu mengendalikan perilaku skizofrenia yang mencolok dan
mengurangi kebutuhan untuk perawatan rumah sakit jangka
panjang apabila dikonsumsi pada saat pemeliharaanatau secara
teratur setelah episode akut. Prinsip pemberian farmakoterapi pada
skiofrenia adalah “start low, go slow” dimulai dengan dosis rendah
ditingkatkan sampai dosis noptimal kemudian diturunkan perlahan
untuk pemeliharaan. Berikut adalah sediaan antipsikotik yang
sering diberikan. Pemberian antipsikotik dilakukan melalui 3
tahapan dosis, initial, optimal dan maintenance. Dosis optimal
dipertahankan sampai 1-2 tahun. Dosis maintenance diturunkan
perlahan sampai mencapai dosis terkecil.

b. Terapi psikososial Salah satu dampak yang terjadi pada penderita


skiofrenia adalah menjalin hubungan sosial yang sulit. Hal ini
dikarenakan skizofrenia merusak fungsi sosial penderitanya. Untuk
mengatasi hal tersebut, penderita diberikan terapi psikososial yang
bertujuan agar dapat kembali beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya, mampu merawat diri sendiri, tidak bergantung pada
orang lain.

c. Rehabilitasi Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain


rumah sakit jiwa yang dikhususkan untuk rehabilitasi. Terdapat
banyak kegiatan, diantaranya terapi okupasional yang meliputi
kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, dan lain-
lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan

d. Program intervensi keluarga Intervensi keluarga Dapat dikatakan


seperti mempunyai banyak variasi namun pada umumnya
intervensi yang dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari
kehidupan sehari-hari, mendidik anggota keluarga tentang
skizofrenia, mengajarkan bagaimana cara berhubungan dengan cara
yang tidak terlalu frontal terhadap anggota keluarga yang menderita
skiofrenia, meningkatkan komunikasi dalam keluarga, dan memacu
pemecahan masalah dan keterampilan koping yang baik.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahapan awal dan data dasar utama dari proses
keperawatandan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status pasien data yang di kumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual ( Zaini, 2019).
a. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat,
pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin,
nomor rekam medis dan diagnosa medisnya.
b. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis
hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang kerumah sakit, apa
yang sudah dilakukan oleh klien/keluarga sebelumnya atau
dirumah untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini,
penyebab munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga
untuk mengatasi dan bagaimana hasilnya.
d. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya,
adanya trauma masa lalu, faktor genetik dan silsilah orang tuanya
dan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
e. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/
berat badan, ada/tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain-lain.
f. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan
menurunkan gangguan jiwa.
2. Konsep Diri
Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian tubuhnya yang paling/tidak disukai.
a) Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan
posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
suatu/posisi tersebut, kepuasan klien sebagi laki-laki atau
perempuan.
b) Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
posisi, status, tugas/peran yang harapannya dalam
keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran
tersebut.
c) Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
posisi, status, tugas/peran dan harapan klien terhadap
lingkungan.
d) Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya
dalam hubungannya dengan orang lain sesuai dengan
kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan orang
lain terhadap diri dan lingkungan klien.
3. Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien,
bagaimana peran serta dalam kegiatan dalam
kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai,
norma, pandangan dan keyakinan diri klien, keluarga dan
masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesui dengan
norma budaya dan agama yang dianut.
5. Status Mental
a) Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan
usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara
berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
b) Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien,
apakah cepat, keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat,
membisu dan lain-lain.
c) Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu
dicacat dalam hal tingkat aktivitas (latergik, tegang,
gelisah, agitasi), jenis (TIK, tremor) dan isyarat tubuh
yang tidak wajar.
d) Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan
berlangsung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik serta bangga, kecewa. Emosi merupakan
manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar,
disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung
relatif lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan,
putus asa, kuatir atau gembira berlebihan.
e) Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara,
kooperatif/tidak, bagaimana kontak mata dengan perawat
dan lain-lain.
f) Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah
anda sering mendengar suara saat tidak ada orang? Apa
anda mendengar suara yang tidak dapat anda lihat? Apa
yang anda lakukan oleh suara itu. Memeriksa ada/ tidak
halusinasi, ilusi.
g) Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya
realitas/tidak.
h) Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau
meninggi.
i) Orientasi.
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan
orang.
j) Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti:
efek samping dari obat dan dari psikologis.
k) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi,
bagaimana kemampuan berhitung klien, seperti: disaat
ditanya apakah klien menjawab pentanyaan sesuai
dengan yang ditanyakan oleh observer.
l) Kemampuan penilaian.
Skor Keterangan Karakteristik
Tidak 1. Tidak cukup informasi.
1 ada. 2. Keputusan yang diambil maladatif
Sangat dan perilakunya berisiko
berat. membahayakan diri sendiri dan
2 orang lain
3 Berat. 3. Penilaian yang dialami maladatif.
Sedang. 4. Tidak mampu membuat penilaian
sederhana (konstruktif) dan adatif
meskipun telah mendapat bantuan
4 orang lain.
Ringan. 5. Mampu membuat penilaian
sederhana dengan bantuan orang
lain

1) Daya tilik diri


Apakah klien mengingakari penyakit yang diderita,
apakah klien menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
2) Kebutuhan persiapan pulang
Apakah dalam melakukan kebutuhan sehari-hari
seperti makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/
berhias, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan didalam
rumah/luar rumah memerlukan bantuan atau
pendampingan dari perawat/keluarga.
3) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya melindungi diri
sendiri dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurobiologik.
4) Masalah Psikososial dan Lingkungan
Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik
yang bersifat psikologis atau social yang
memberikan pengaruh timbale balik dan dianggap
berpotesi cukup besar sebagai faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan
secara nyata atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa
yang berdampak pada lingkungan sosial.
5) Pengaruh kurang pengetahuan
Suatu keadaan dimana seorang individu atau
kelompok mengalami defisiensi pengetahuan
kognitif atau ketrampilan-ketrampilan psikomotor
berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan
dengan keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang
diteliti yakni kemampuan mengontrol halusinasi dengar (Azizah,
Zainuri & Akbar 2016)
1. Harga diri rendah
2. Isolasi social
3. Halusinasi

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Sp1 : Menjelaskan keuntugan dan kerugian mempunyai teman
Sp2 : Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
Sp3 : Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan kegiatan
harian
Sp4 : Melatih berbicara sosial : seperti meminta sesuatu dan
sebagainya
(Stuart, 2016)

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk melakukan spektrum penuh tritmen meliputi
psikoterapi,melibatkan klien sebagai mitra dalam hubungan yang kuat
dalam tritmen,kebutuhan klinisi primer untuk merawat klien,
psikoedukasi, keterlibtan keluarga, dan pembatasan penggunaan obat
(Stuart,2016). Implementasi adalah tahapan ketika perawat
mengaplikasikan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan
yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan utnuk menciptakan
saling percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan teknik,
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi (Anggraini & Maula, 2021).

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.


Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan
berdasarkan Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-
masing masalah utama. Pada saat akan dilaksanakan tindakan
keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan
serta respon klien (Gasril, 2021). Tindakan keperawatan klien isolasi
sosial yaitu dengan cara membantu klien mengidentifikasi penyebab,
manfaat mempunyai teman,kerugian tidak mempunyai teman, latihan
berkenalan dengan orang lain secara bertahap, Beberapa studi telah
dilakukan untuk mengatasi masalah isolasi sosial dengan memberikan
berbagai intervensi keperawatan (Fadly & Hargiana, 2018).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah penilaian keberhasilan tindakan keperawatan yang
sudah diberikan dan fokusnya adalah pada kualitas hubungan
teraupetik. Karena hubungan adalah pusat perawatan yang afektif,
jenis evaluasi harus dilakukan pada dua tingkat. Tingkat evaluasi
pertama berfokus pada perawat dan partisipasi perawat dalam
hubungan. Tingakt evaluasi kedua berfokus pada perilaku klien dan
perubahan perilaku yang harus difasilitasi oleh perawat (Stuart, 2016).

S : Respon subjek klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilakukan
O : Respon objek klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan
A : Analisa terhadap data subjek untuk menyimpulkan apakah
masalah masih ada/tidak teratasi atau muncul masalah baru
P : Perencanaan tindak lanjut berdasarkan analisa respon klien
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien :
Inisial : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Agama : Kristen
Status : Sudah Menikah
Tanggal pengkajian : 21-02-2022
Informan : Status klien dan komunikasi dengan pasien

II. Alasan Masuk Rumah Sakit :


Riwayat masuk rumah sakit pada klien adalah bicara-bicara sendiri,
marah-marah dan suka mengamuk. Pasien mengatakan bahwa ia
mengamuk karena bapak si pasien membangunkan dia saat masih tidur.

III. Faktor Predisposisi


Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ Prof. Dr. M.
Ildren ± 11 tahun yang lalu namun kurang berhasil. Klien tidak memiliki
riwayat penyakit jiwa .Klien tidak teratur minum obat dan tidak rutin kontrol ke
rumah sakit sehingga mengalami kekambuhan lagi.

IV. Fisik
Klien tidak mempunyai keluhan fisik. Pada saat dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital, didapatkan hasil TD : 96/60 mmhg, N: 84x/i, S:
36,20c, P: 21x/i. Klien memiliki TB: 153 cm, BB: 53 cm.

V. Psikososial
1. Genogram
Penjelasan : Klien anak ke 9 dari 9 bersaudara, klien
sudah menikah dan mempunyai 2 orang
anak
Ket :
: perempuan
: laki-laki
: klien
: cerai
: garis keturunan
: garis perkawinan
: tinggal serumah dengan klien
: meninggal

2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Klien menyukai seluruh anggota tubuhnya
b. Identitas : Klien mampu menyebutkan dengan benar
nama, umur dan alamat
c. Peran : Klien berperan sebagai istri bagi suaminya
d. Ideal diri : Klien ingin cepat pulang
e. Harga diri : Klien merasa tidak berguna dan merasa
kesepian, klien merasa malu dengan
penyakitnya sekarang
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah kronik

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : Orang tua klien
b. Peran serta dalam kegiatan
kelompok/masyarakat : Klien tidak pernah serta dalam
kegiatan kelompok/masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain : Klien lebih suka menyendiri
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial

1. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama kristen dan menyakini
adanya Tuhan
b. Kegiatan ibadah : Klien beribadah 2 kali sehari yaitu pukul 5
pagi dan pukul 10 malam
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Klien rapi dan sesuai
2. Pembicaraan
Klien tidak mampu memulai pembicaraan dan menjawab pertanyaan
dengan jelas serta tidak dapat cepat memahami pertanyaan yang
diberikan.
3. Aktivitas motorik
Klien tampak gelisah
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih ketika mendengar suara-suara bisikan
5. Afek
Klien tampak labil dan sering menunduk
6. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara klien mudah beralih, kontak mata kurang, sering
menunduk dan tidak banyak berbicara
7. Persepsi
Klien mengatakan suara bisikan di telinganya seperti suara anaknya
yang memanggil2 dia
8. Proses Pikir
Klien tidak mampu menjawab apa yang ditanya dengan baik
9. Isi Pikir
Klien tidak mengalami gangguan isi pikir
Waham
Klien tidak mengalami gangguan waham
10. Tingkat Kesadaran
Pasien tampak bingung dan mondar-mandir
11. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa
bantuan orang lain
13. Kemampuan penilaian
Klien mampu membedakan hal yang baik dan yang buruk
14. Daya tilik diri
Klien menyadari penyakit yang diderita dan mengetahui bahwa ia
sering medengar suara-suara bisikan

VII. Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping maladaptif yaitu menyendiri dan
tidak mau bercerita dengan orang lain

VIII. Masalah Psikososial Dan Lingkungan


Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan dilingkungan rumah
karena merasa tidak diterima oleh orang lain dan tidak dihargai oleh
keluarganya sehingga klien selalu merasa kesepian

X. Pengetahuan Kurang Tentang


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang dialaminya dan obat
yang dikonsumsinya.

XI. Aspek Medik


Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoit
Terapi Medik : 1. Risperidone 2 mg
2. Clozopine 25 mg
Analisis Data

Data Masalah
DS : Isolasi Sosial
1. Klien mengatakan lebih suka menyendiri
2. Klien mengatakan tidak mempunyai teman dekat
3. Klien mengatakan merasa kesepian
4. Klien mengatakan tidak berguna

DO :
1. Klien tidak mampu memulai pembicaraan
2. Klien tampak labil dan sering menunduk
3. Klien tampak mudah teralih dan kontak mata
kurang
4. Klien tampak tidak banyak berbicara
5. Klien tampak diam dan menyendiri
6. Klien tampak tidak berbaur dengan orang lain
dan hanya diam ditempat tidur
DS : Gangguan Konsep
1. Klien mengatakan malu dengan dengan Diri : Harga Diri
penyakitnya sekarang Rendah
2. Klien mengatakan ingin pulang
3. Klien mengungkapkan dirinya kesepian karna
tidak pernah dijenguk
4. Klien mengatakan dirinya tidak berguna

DO :
1. Klien tampak gelisah dan sering menunduk
2. Kontak mata kurang dan mudah beralih
DS : Gangguan Persepsi
1. Klien mengatakan masih mendengar suara-suara Sensorik : Halusinasi
bisikan seperti suara anaknya yang memanggil- Pendengaran
manggil dia “mama-mama sini peluk aku”
2. Klien mengatakan tidak bisa tidur ketika suara-
suara bisikan itu datang

DO :
1. Klien tampak bicara-bicara dan senyum-senyum
sendiri
2. Klien tampak sulit berkonsentrasi
3. Klien tampak gelisah
4. Klien tampak bingung dan mondar-mandir
5. Klien tampak sedih ketka mendengar suara-
suara bisikan
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Daftar Masalah Keperawatan
1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Halusinasi Pendengaran

b. Pohon Masalah
Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronik

c. Prioritas Diagnosa Keperawatan


Isolasi Sosial

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1 Isolasi Sosial SP 1 :
DS : Menjelaskan keuntungan dan
1. Klien mengatakan kerugian mempunyai teman
lebih suka menyendiri
2. Klien mengatakan SP 2 :
tidak mempunyai Melatih klien berkenalan dengan dua
teman dekat orang atau lebih
3. Klien mengatakan
merasa kesepian SP 3 :
4. Klien mengatakan Melatih klien bercakap-cakap sambil
tidak berguna melakukan kegiatan hraian

DO : Sp 4 :
1. Klien tidak mampu Melatih berbicara sosial : seperti
memulai pembicaraan meminta sesuatu, dan sebagainya.
2. Klien tampak labil
dan sering menunduk
3. Klien tampak mudah
teralih dan kontak
mata kurang
4. Klien tampak tidak
banyak berbicara
5. Klien tampak diam
dan menyendiri
6. Klien tampak tidak
berbaur dengan orang
lain dan hanya diam
ditempat tidur
2 Gangguan Konsep Diri : SP 1 :
Harga Diri Rendah Mengidentifikasi kemampuan dan
DS : aspek positif yang dimiliki pasien
1. Klien mengatakan
malu dengan dengan SP 2 :
penyakitnya sekarang 1. Menilai kemampuan yang dapat
2. Klien mengatakan digunakan
ingin pulang 2. Menetapkan/memilih kegiatan
3. Klien sesuai kemampuan
mengungkapkan 3. Melatih kegiatan sesuai
dirinya kesepian kemampuan yang dipilih 1
karna tidak pernah
dijenguk SP 3 :
4. Klien mengatakan
Melatih kegiatan sesuai kemampuan
dirinya tidak berguna
yang dipilih 2
DO :
SP 4 :
1. Klien tampak gelisah
Melatih kegiatan sesuai kemampuan
dan sering menunduk
yang dipilih 3
2. Kontak mata kurang
dan mudah beralih
3 Gangguan Persepsi SP 1 :
Sensori : Halusinasi 1. Mengidentifikasi isi, frekuensi,
Pendengaran waktu terjadi, situasi pencetus,
DS : perasaan dan respon halusinasi.
1. Klien mengatakan 2. Mengontrol halusinasi dengan
masih mendengar cara menghardik
suara-suara bisikan
seperti suara anaknya SP 2 :
yang memanggil- Mengontrol halusinasi dengan minum
manggil dia “mama- obat secara teratur
mama sini peluk aku”
2. Klien mengatakan SP 3 :
tidak bisa tidur ketika Mengontrol halusinasi dengan
suara-suara bisikan itu bercakap- cakap dengan orang lain
datang
SP 4 :
DO : Mengontrol halusinasi dengan
1. Klien tampak bicara- melakukan kegiatan terjadwal
bicara dan senyum-
senyum sendiri
2. Klien tampak sulit
berkonsentrasi
3. Klien tampak gelisah
4. Klien tampak bingung
dan mondar-mandir
5. Klien tampak sedih
ketka mendengar
suara-suara bisikan

3.4 Implementasi dan Evaluasi


Hari/Tggl Implementasi Evaluasi
Selasa 1. Data S: Klien mengatakan
22/02/2022 Tanda dan Gejala : senang
- Klien mengatakan lebih suka bersemangat
10:30 WIB menyendiri O:
- Klien mengatakan tidak - Klien mampu
mempunyai teman dekat menjelaskan
- Klien mengatakan merasa keuntungan dan
kesepian kerugian
- Klien mengatakan tidak mempunyai
berguna teman
- Klien tidak mampu memulai - Klien mampu
pembicaraan berkenalan
- Klien tampak labil dan sering dengan dua
menunduk orang atau lebih
- Klien tampak mudah teralih
dan kontak mata kurang A: Isolasi Sosial (+)
- Klien tampak tidak banyak
P:
berbicara
- Latih klien
- Klien tampak diam dan
berkenalan
menyendiri
dengan dua orang
- Klien tampak tidak berbaur
atau lebih 1 x 1
dengan orang lain dan hanya
hari
diam ditempat tidur

2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial

3. Tindakan Keperawatan :
SP 1 :
Menjelaskan keuntungan dan
kerugian mempunyai teman
SP 2 :
Melatih klien berkenalan
dengan dua orang atau lebih

4. Rencana Tindak Lanjut :


SP 3 :
Melatih klien bercakap-cakap
sambil melakukan kegiatan
haian
Rabu 1. Data S: Klien mengatakan
23/02/2022 Tanda dan Gejala : senang
- Klien mengatakan lebih suka dan bersemanga
10.30 WIB menyendiri
- Klien mengatakan tidak O:
mempunyai teman dekat - Klien mampu
- Klien mengatakan merasa menjelaskan
kesepian keuntungan dan
- Klien mengatakan tidak kerugian
berguna mempunyai
- Klien tidak mampu memulai teman
pembicaraan - Klien mampu
- Klien tampak labil dan sering berkenalan
menunduk dengan dua
- Klien tampak mudah teralih orang atau lebih
dan kontak mata kurang - Klien mampu
- Klien tampak tidak banyak bercakap-cakap
berbicara sambil
- Klien tampak diam dan melakukan
menyendiri kegiatan
- Klien tampak tidak berbaur terjadwal
dengan orang lain dan hanya
diam ditempat tidur A: Isolasi Sosial (+)
P:
2. Diagnosa Keperawatan
- Latih klien
Isolasi Sosial
berkenalan
dengan dua orang
3. Tindakan Keperawatan :
atau lebih 1 x 1
SP 3 :
hari
Melatih klien bercakap-cakap
- Latih klien
sambil melakukan kegiatan
bercakap-cakap
haian
sambil
melakukan
4. Rencana Tindak Lanjut :
kegiatan harian
SP 4 :
merapikan tempat
Melatih berbicara sosial : seperti
tidur 2 x 1 hari
meminta sesuatu, dan
sebagainya

Kamis 1. Data S: Klien mengatakan


24/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan
- Klien mengatakan lebih suka bersemanga
10:00 WIB menyendiri
- Klien mengatakan tidak O:
mempunyai teman dekat - Klien mampu
- Klien mengatakan merasa menjelaskan
kesepian keuntungan dan
- Klien mengatakan tidak kerugian
berguna mempunyai
- Klien tidak mampu memulai teman
pembicaraan - Klien mampu
- Klien tampak labil dan sering berkenalan
menunduk dengan dua
- Klien tampak mudah teralih orang atau lebih
dan kontak mata kurang - Klien mampu
- Klien tampak tidak banyak bercakap-cakap
berbicara sambil
- Klien tampak diam dan melakukan
menyendiri kegiatan
- Klien tampak tidak berbaur terjadwal
dengan orang lain dan hanya - Klien mampu
diam ditempat tidur berbicara sosial :
seperti meminta
2. Diagnosa Keperawatan sesuatu dan
Isolasi Sosial sebagainya

3. Tindakan Keperawatan : A: Isolasi Sosial (+)


SP 4 :
P:
Melatih berbicara sosial : seperti
- Latih klien
meminta sesuatu, dan
berkenalan
sebagainya
dengan dua orang
atau lebih 1 x 1
4. Rencana Tindak Lanjut :
hari
Follow up dan Evaluasi SP 1 –
- Latih klien
SP 4 Isolasi Sosial
bercakap-cakap
sambil
melakukan
kegiatan harian
merapikan tempat
tidur 2 x 1 hari
- Latih klien
berbicara sosial
seperti meminta
sampo saat mandi
1 x 1 sehari
-
Jumat 1. Data S: Klien mengatakan
25/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan
- Klien mengatakan lebih suka bersemangat
10:00 WIB menyendiri
- Klien mengatakan tidak O:
mempunyai teman dekat - Klien mampu
- Klien mengatakan merasa menjelaskan
kesepian keuntungan dan
- Klien mengatakan tidak kerugian
berguna mempunyai
- Klien tidak mampu memulai teman
pembicaraan - Klien mampu
- Klien tampak labil dan sering berkenalan
menunduk dengan dua
- Klien tampak mudah teralih orang atau lebih
dan kontak mata kurang - Klien mampu
- Klien tampak tidak banyak bercakap-cakap
berbicara sambil
- Klien tampak diam dan melakukan
menyendiri kegiatan
- Klien tampak tidak berbaur terjadwal
dengan orang lain dan hanya - Klien mampu
diam ditempat tidur berbicara sosial :
seperti meminta
2. Diagnosa Keperawatan sesuatu dan
Isolasi Sosial sebagainya

3. Tindakan Keperawatan : A: Isolasi Sosial (-)


Follow up dan Evaluasi SP 1 –
P:
SP 4 Isolasi Sosial
- Latih klien
berkenalan
dengan dua orang
atau lebih 1 x 1
hari
- Latih klien
bercakap-cakap
sambil
melakukan
kegiatan harian
merapikan tempat
tidur 2 x 1 hari
- Latih klien
berbicara sosial
seperti meminta
sampo saat mandi
1 x 1 sehari
Selasa 1. Data S: Klien mengatakan
01/03/2022 - Klien mengatakan malu senang dan lebih
dengan dengan penyakitnya tenang setelah
15:00 WIB sekarang mengikuti terapi
- Klien mengatakan ingin O:
pulang - Klien mampu
- Klien mengungkapkan mengenali
dirinya kesepian karna tidak kemampuan dan
pernah dijenguk aspek positif
- Klien mengatakan dirinya yang dimiliki
tidak berguna klien dengan
- Klien tampak gelisah dan motivasi.
sering menunduk - Klien mampu
- Kontak mata kurang dan melakukan
mudah beralih kegiatan sesuai
kemampuan yang
2. DiagnosaKeperawatan dipilih 1 yaitu
Gangguan Konsep Diri : Harga menyapu ruang
Diri Rendah Kronik dengan motivasi

3. Tindakan Keperawatan : A: Harga Diri


SP 1: Rendah (+)
Mengidentifikasi kemampuan
P:
dan aspek positif yang dimiliki
SP 2: - Latih
- Menilai kemampuan yang kemampuan yang
dapat digunakan dipilih 1:
- Menetapkan/memilih menyapu
kegiatan sesuai ruangan 1 x 1
kemampuan hari
- Melatih kegiatan
sesuai
kemampuan yang dipilih 1

4. Rencana Tindak Lanjut :


SP 3 :
Melatih kegiatan
sesuai
kemampuan yang dipilih 2
SP 4 :
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
Rabu 1. Data S: Klien mengatakan
02/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan malu tenang setelah
15:00 dengan dengan penyakitnya mengikuti terapi
sekarang O:
- Klien mengatakan ingin - Klien mampu
pulang melakukan
- Klien mengungkapkan kegiatan sesuai
dirinya kesepian karna tidak kemampuan yang
pernah dijenguk dipilih 1 yaitu
- Klien mengatakan dirinya menyapu ruang
tidak berguna dengan motivasi
- Klien tampak gelisah dan - Klien mampu
sering menunduk melakukan
- Kontak mata kurang dan kegiatan sesuai
mudah beralih kemampuan yang
dipilih 2 yaitu
2. Diagnosa
Keperawatan mencuci piring
Gangguan Konsep Diri : Harga setelah makan
Diri Rendah Kronik dengan motivasi

3. Tindakan
Keperawatan : A: Harga Diri
SP 3 : Rendah (+)
Melatih kegiatan sesuai
P:
kemampuan yang dipilih 2
- Latih
kemampuan yang
4. Rencana
Tindak Lanjut :
dipilih 1:
SP 4 :
menyapu ruangan
Melatih kegiatan sesuai
1 x 1 hari
kemampuan yang dipilih 3
- Latih
kemampuan yang
dipilih 2:
mencuci piring
setelah makan 1 x
1 hari
Jumat 1. Data S: Klien mengatakan
04/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan malu tenang setelah
15:00 dengan dengan penyakitnya mengikuti terapi
sekarang O:
- Klien mengatakan ingin - Klien mampu
pulang melakukan
- Klien mengungkapkan kegiatan sesuai
dirinya kesepian karna tidak kemampuan yang
pernah dijenguk dipilih 1 yaitu
- Klien mengatakan dirinya menyapu ruang
tidak berguna dengan motivasi
- Klien tampak gelisah dan - Klien mampu
sering menunduk melakukan
- Kontak mata kurang dan kegiatan sesuai
mudah beralih kemampuan yang
dipilih 2 yaitu
2. DiagnosaKeperawatan mencuci piring
Gangguan Konsep Diri : Harga setelah makan
Diri Rendah Kronik dengan motivasi
- Klien mampu
3. Tindakan Keperawatan : melakukan
SP 4 : kegiatan sesuai
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
kemampuan yang dipilih 3 dipilih 3 yaitu
berolahraga
4. RencanaTindak Lanjut : dipagi hari
Follow up dan Evaluasi SP 1 – dengan motivasi
SP 4 Harga Diri Rendah Kronik
A: Harga Diri
Rendah (+)
P:
- Latih
kemampuan yang
dipilih 1:
menyapu ruangan
1 x 1 hari
- Latih
kemampuan yang
dipilih 2:
mencuci piring
setelah makan 1 x
1 hari
- Latih
kemampuan yang
dipilih 3:
berolahraga
dipagi hari 1 x 1
hari
Senin 1. Data S: Klien mengatakan
07/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan malu tenang setelah
10:00 WIB dengan dengan penyakitnya mengikuti terapi
sekarang O:
- Klien mengatakan ingin - Klien mampu
pulang melakukan
- Klien mengungkapkan kegiatan sesuai
dirinya kesepian karna tidak kemampuan yang
pernah dijenguk dipilih 1 yaitu
- Klien mengatakan dirinya menyapu ruang
tidak berguna dengan motivasi
- Klien tampak gelisah dan - Klien mampu
sering menunduk melakukan
- Kontak mata kurang dan kegiatan sesuai
mudah beralih kemampuan yang
dipilih 2 yaitu
2. DiagnosaKeperawatan mencuci piring
Gangguan Konsep Diri : Harga setelah makan
Diri Rendah Kronik dengan motivasi
- Klien mampu
3. TindakanKeperawatan : melakukan
Follow up dan Evaluasi SP 1 – kegiatan sesuai
SP 4 Harga Diri Rendah Kronik kemampuan yang
dipilih 3 yaitu
berolahraga
dipagi hari
dengan motivasi

A: Harga Diri
Rendah (-)
P:
- Latih
kemampuan yang
dipilih 1:
menyapu ruangan
1 x 1 hari
- Latih
kemampuan yang
dipilih 2:
mencuci piring
setelah makan 1 x
1 hari
- Latih
kemampuan yang
dipilih 3:
berolahraga
dipagi hari 1 x 1
hari
Selasa 1. Data S: Klien mengatakan
08/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan masih tenang setelah
10:00 WIB mendengar suara-suara mengikuti terapi
bisikan seperti suara
anaknya yang memanggil-
manggil dia “mama-mama O:
sini peluk aku” - Klien mampu
- Klien mengatakan tidak mengenali
bisa tidur ketika suara-suara halusinasi nya
bisikan itu datang dengan bantuan
- Klien tampak bicara-bicara perawat
dan senyum-senyum sendiri - Klien mampu
- Klien tampak sulit mengontrol
berkonsentrasi halusinasi nya
- Klien tampak gelisah dengan menghardik
- Klien tampak bingung dan secara mandiri
mondar-mandir
- Klien tampak sedih ketka A: Halusinasi
mendengar suara-suara Pendengaran (+)
bisikan
- P : Latih cara
2. Diagnosa Keperawatan menghardik
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi 3 x 1 hari
Halusinasi Pendengaran

3. Tindakan Keperawatan :
SP 1:
- Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi.
- Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik

4. Rencana Tindak Lanjut :


SP 2:
Mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur
Rabu 1. Data S: Klien mengatakan
09/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan masih tenang setelah
10.00 WIB mendengar suara-suara mengikuti terapi
bisikan seperti suara
anaknya yang memanggil- O:
manggil dia “mama-mama - Klien mampu
sini peluk aku” melakukan cara
- Klien mengatakan tidak menghardik dengan
bisa tidur ketika suara-suara mandiri
bisikan itu datang - Klien mampu
- Klien tampak bicara-bicara menyebutkan nama
dan senyum-senyum sendiri obat, fungsi dan
- Klien tampak sulit jadwal minum obat
berkonsentrasi dengan benar dan
- Klien tampak gelisah mandiri
- Klien tampak bingung dan - Klien mampu
mondar-mandir minum obat secara
- Klien tampak sedih ketka mandiri dengan
mendengar suara-suara bantuan
bisikan
A: Halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan Pendengaran (+)
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran P:
- Latih cara
3. Tindakan Keperawatan : menghardik
SP 2: halusinasi 3 x 1
Mengontrol halusinasi dengan hari
minum obat secara teratur - Latih cara minum
obat secara teratur
4. Rencana Tindak Lanjut : 2 x 1 hari
SP 3:
Mengontrol halusinasi dengan
bercakap- cakap dengan orang
lain
SP 4:
Mengontrol halusinasi
dengan melakukan
kegiatan terjadwal

Kamis 1. Data S: Klien mengatakan


10/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan masih tenang setelah
10:00 WIB mendengar suara-suara mengikuti terapi
bisikan seperti suara
anaknya yang memanggil- O:
manggil dia “mama-mama - Klien mampu
sini peluk aku” melakukan cara
- Klien mengatakan tidak menghardik
bisa tidur ketika suara-suara dengan mandiri
bisikan itu datang - Klien mampu
- Klien tampak bicara-bicara minum obat secara
dan senyum-senyum sendiri teratur dengan
- Klien tampak sulit bantuan
berkonsentrasi - Klien mampu
- Klien tampak gelisah bercakap cakap
- Klien tampak bingung dan dengan orang lain
mondar-mandir dengan mandiri
- Klien tampak sedih ketka - Klien mampu
mendengar suara-suara melakukan
bisikan kegiatan terjadwal
dengan mandiri mampu melakuka
2. DiagnosaKeperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : A: Halusinasi
Halusinasi Pendengaran Pendengaran (+)

3. Tindakan Keperawatan : P:
SP 3: - Latihan cara
Mengontrol halusinasi dengan menghardik
bercakap- cakap dengan orang halusinasi 3 x 1
lain hari
SP 4: - Latihan cara
Mengontrol halusinasi minum obat secara
dengan melakukan teratur 2 x 1 hari
kegiatan terjadwal - Latihan bercakap-
cakap dengan
4. Rencana Tindak Lanjut : orang lain 2 x 1
Follow up dan Evaluasi SP1- hari.
SP4 Perubahan Persepsi Sensori - Latihan
: Halusinasi Pendengaran melakukan
kegiatan terjadwal
2 x 1 hari
Jumat 1. Data S: Klien mengatakan
11/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih
- Klien mengatakan masih tenang setelah
10:00 WIB mendengar suara-suara mengikuti terapi
bisikan seperti suara
anaknya yang memanggil- O:
manggil dia “mama-mama - Klien mampu
sini peluk aku” melakukan cara
- Klien mengatakan tidak menghardik
bisa tidur ketika suara-suara dengan mandiri
bisikan itu datang - Klien mampu
- Klien tampak bicara-bicara minum obat secara
dan senyum-senyum sendiri teratur dengan
- Klien tampak sulit bantuan
berkonsentrasi - Klien mampu
- Klien tampak gelisah bercakap cakap
- Klien tampak bingung dan dengan orang lain
mondar-mandir dengan mandiri
- Klien tampak sedih ketka - Klien mampu
mendengar suara-suara melakukan
bisikan kegiatan terjadwal
dengan mandiri mampu melakuka
2. DiagnosaKeperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : A:Halusinasi
Halusinasi Pendengaran Pendengaran (-)

3. Tindakan Keperawatan : P:
Follow up dan Evaluasi SP1- - Latihan cara
SP4 Perubahan Persepsi Sensori menghardik
: Halusinasi Pendengaran halusinasi 3 x 1
hari
- Latihan cara
minum obat secara
teratur 2 x 1 hari
- Latihan bercakap-
cakap dengan
orang lain 2 x 1
hari.
- Latihan
melakukan
kegiatan terjadwal
2 x 1 hari
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah kelompok melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. P dengan


masalah Isolasi Sosial di RSJ Prof. M. Illdrem, maka penulis pada BAB ini akan
membahasan kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan
dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu
dari pasien dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan
dalam menyimpulkan data kerena keluarga pasien jarang mengkunjungi
pasien di yayasan pemenang jiwa. Maka mahasiwa melakukan pendekatan
pada pasien melalui komunikasi terapautik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi
kepada pasien.

Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan


keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien isolasi sosial.
Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan terapi generalis terhadap
masalah keperawatan isolasi sosial. Tindakan keperawatan didasarkan pada
pengkajian dan diagnosis keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis
yang dijabarkan sebagai berikut.

Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien


melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi
tentang status kesehatan klien. Pada tahap ini terjadi proses interaksi
manusia, komunikasi, transaksi dengan peran yang ada pada perawat
sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya
proses interpersonal.

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber,


yaitu dari pasien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit
kesulitan dalam menyimpulkan data karena keluarga pasien jarang
mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis melakukan
pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka
membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan
observasi kepada pasien.

Adapun upaya tersebut yaitu :


a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada
pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara
c. Melakukan pengkajian pasien dengan membaca status pasien, melihat
buku rawatan dan bertanya kepada pegawai raang mawar.

Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan


pada kasus Ny.P dimana klien lebih suka menyendiri dan banyak berdiam
diri, kontak matu kurang, sering menunduk, gelisa dan merasa sedih dan
lain-lain. Gejala-gejala yang muncul tersebut tidak semua mencangkup
dengan yang ada di teori klinis dari isolasi sosial (Ni'mah & Lailatun, 2019).
Akan tetapi terdapat faktor predisposisi maupun presipitasi yang
menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh Ny. P.

Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pad Ny. P adalah


strategi pertemuan pertama sampai pertemuan keempat. Stategi pertemuan
pertama yaitu menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunyai teman.
Strategi kedua yaitu melatih berkenalan dengan dua orang atau lebih.
Strategi ketiga yaitu melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian. Strategi keempat yaitu melatih berbicara sosial: seperti
meminta sesuatu dan sebagainya.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada Teori menurut NANDA 2015-2017 diagnosa keperawatan yang
muncul sebanyak 3 diagnosa keperawatan yang meliputi:
a. Harga diri rendah
b. Isolasi social
c. Halusinasi
d. Defisit perawatan diri

Sedangkan pada kasus Ny. P ditemukan tiga diagnosa keperawatan yang


muncul yang meliputi: isolasi sosial, harga diri rendah, dan halusinasi. Dari
hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi kesamaan antara teori dan kasus.
Dimana tiga dari dua diagnosa pada teori muncul pada kasus Tn.S.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya
menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah
keperawatan yaitu: isolasi sosial. Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan
tinjaun kasus ada kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan
tindakan seoptimal mungkin dan didukung dengan seringnya bimbingan
dengan pembimbing. Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun
upaya yang dilakukan penulis yaitu :
a. Isolasi Sosial
SP 1 : Menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunyai teman
SP 2 : Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
SP 3 : Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan kegiatan harian
Sp 4 : Melatih berbicara sosial : seperti meminta sesuatu, dan sebagainya.
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
SP 1 : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
SP 2 : - Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 1
SP 3 : Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2
SP 4 : Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3
c. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
SP 1 : - Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi.
- Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
SP 2 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur
SP 3 : Mengontrol halusinasi dengan bercakap- cakap dengan orang lain
SP 4 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal

4.4 Tahap Implementasi


Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan
yakni: diagnosa keperawatan Isolasi Sosial dikarenakan masalah utama yang
dialami klien. Pada diagnosa keperawatan Isolasi Sosial dilakukan strategi
pertemuan yaitu menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunyai teman.
Strategi pertemuan yang kedua yaitu melatih klien berkenalan dengan dua
orang atau lebih, strategi pertemuan ketiga yaitu melatih klien bercakap-
cakap sambil melakukan kegiatan harian dan strategi pertemuan keempat
yaitu melatih berbicara sosial: meminta sesuatu dan sebagainya. Tahap
terakhir yaitu mengevaluasi kemampuan pasien melakukan Sp1-Sp4.

4.5 Tahap Evaluasi


Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah pasien mempercayai
perawat sebagai terapis, penurunan tanda-dan gejala isolasi sosial dan
peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri. Pada tinjauan kasus
evaluasi yang didapatkan adalah:
a. Pasien mampu mengetahui keuntungan dan kerugian mempunyai teman
b. Pasien mampu berkenalan dengan dua orang atau lebih
c. Pasien mampu bercakap-cakap sambil melakukan kegiatan harian
d. Pasien mampu berbicara sosial : seperti meminta sesuatu, dan
sebagainya.

Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah pasien mempercayai


perawat sebagai terapis, penurunan tanda-dan gejala harga diri rendah dan
peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri. Pada tinjauan kasus
evaluasi yang didapatkan adalah:
a. Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki dan
membuat daftar kemampuan yang dapat digunakan dengan motivasi
b. Pasien mampu menilai dan melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 1 yaitu menyapu ruangan setiap hari secara mandiri
c. Pasien mampu melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2 yaitu,
mencuci piring selesai makan secara mandiri
d. Pasien mampu melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3 yaitu,
berolahraga dengan motivasi

Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah pasien mempercayai


perawat sebagai terapis, penurunan tanda-dan gejala halusinasi dan
peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri. Pada tinjauan kasus
evaluasi yang didapatkan adalah:
a. Dapat mengidentifikasi dan mengontrol Halusinasi Pendengaran
b. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran melalui latihan
menghardik
c. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan cara minum obat
secara teratur
d. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan cakap-cakap
dengan orang lain
e. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan melakukan
kegiatan terjadwal
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:
a. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung data-data pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat
mengunakan komunikasi terapeutik serta membina hubungan saling
percaya antara perawat-klien. Pada kasus Ny. P, diperoleh bahwa klien
mengalami gejala-gejala isolasi sosial seperti suka mnyendiri, kontak
mata kurang, gelisah, sedih dan sering menunduk, menarik diri dan lain-
lain. Faktor predisposisi pada Ny. P yaitu pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny. P : isolasi sosial,
koping individu inefektif, halusinasi pendengaran, inefektif keluarga
inefektif, harga diri rendah. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus
pada masalah utama yaitu isolasi sosial.
c. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien isolasi sosial, halusinasi pendengaran dan harga
diri.
d. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan isolasi sosial yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.

5.2 Saran
a. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan isolasi sosial
sehingga dapat mempercepat proses pemulihan klien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners
sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami isolasi sosial.
c. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraini, & Maula, (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An S Dengan Gangguan
Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Kusuma
Husada Surakarta.
2. Apriliani, D, & Herliawati H (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Isolasi
Sosial: Menarik Diri Dengan Menerapkan Terapi Social Skill Trainning. Diss. Sriwijaya
university
3. Arisandy, W. (2017). Pengaruh Penerapan Terapi Musikal Pada Pasien Isolasi Sosial
Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Dirumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2017. In Proceeding Seminar Nasional Keperawatan. 3(1), 285-292.
Http://Www.Conference.Unsri.Ac.Id/Index.Php/SNK/Article/View/785
4. Azizah, L., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
5. Badriah. A.R. (2020). Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi Musik
Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Pasien Isolasi Sosial Dengan
Menggunakan Literature Review. KTI., Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
http://repository.umtas.ac.id/id/eprint/82
6. Damanik, R. K., Pardede, J. A., & Manalu, L. W. (2020). Terapi Kognitif Terhadap
Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), 226-235. DOI:
http://dx.doi.org/10.26751/jikk.v11i2.822
7. Fadly, M., & Hargiana, G. (2018). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Klien
Isolasi Sosial Pasca Pasung. Faletehan Health Journal, 5(2), 90-98.
8. Fairly, Gandis Permatasari Purniawan. Asuhan Keperawatan Keluarga NY. W Dan
TN. S Yang Anggota Keluarganya Mengalami Skizofrenia Dengan Masalah
Keperawatan Isolasi Sosial Di Wilayah Puskesmas Rogotrunan Lumajang Tahun
2018. Diss. Https://Doi.Org/10.33746/Fhj.V5i2.14
9. Gasril,Yarnita,Afrilliya,&Devita,(2021) “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) :
Stimulus Persepsi Sesi 1-3 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofernia ”, Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan, 12(1),
19-24. https://doi.org/10.37859/jp.v12i1.3271
10. Harefa, A. R. (2021). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan
Masalah Isolasi Sosial.
11. Pardede, J. A. (2022). Koping Keluarga Tidak Efektif Dengan Pendekatan Terapi
Spesialis Keperawatan Jiwa.
12. Henry Dhany Saputra, Muhammad. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial Di Rsjd Dr. Arif Zainudin
Surakarta. Diss. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2020.
13. Lombu, D. H. (2021). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. M Dengan
Masalah Isolasi Sosial Di Desa Dahana Kec. Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli.
14. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The
Prevention of Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health, 4(1), 31-42.
15. Ni'mah, A. L. (2019). Hubungan Status Mental Dengan Interaksi Sosial Pada Orang
Dengan Isolasi Sosial di Griya Cinta Kasih Jogoroto Jombang (Doctoral dissertation,
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
16. Ningsih, Y. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. K Dengan
Masalah Isolasi Sosial Di Wih Nongkal Toa.
17. Pardede, J. A. (2017). The Implementation of Family Tasks with The Frequency of
Recurrence of Social Isolation Patients. Mental Health, 4(2).
18. Pardede, J. A. (2017). The Implementation of Family Tasks with The Frequency of
Recurrence of Social Isolation Patients. Mental Health, 4(2).
19. Pardede, J. A. (2018). Pelaksanaan Tugas Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan
Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(2)
20. Pardede, J. A., & Ramadia, A. (2021). The Ability to Interact With Schizophrenic
Patients through Socialization Group Activity Therapy. International Journal, 9(1), 7.
21. Pardede, J. A., Hamid, A. Y. S., & Putri, Y. S. E. (2020). Application Of Social Skill
Training Using Hildegard Peplau Theory Approach To Reducing Symptoms And The
Capability Of Social Isolation Patients. Jurnal Keperawatan, 12(3), 327- 340.
Https://Doi.Org/10.32583/Keperawatan.V12i3.78
22. Pardede, J. A., Silitonga, E., & Laia, G. E. H. (2020). The Effects of Cognitive Therapy
on Changes in Symptoms of Hallucinations in Schizophrenic Patients. Indian Journal
of Public Health, 11(10), 257.
23. Manurung, J., & Pardede, J. A. (2022). Mental Nursing Care Management with
Delusion of greatness Problems in Schizophrenic Patients: A Case Study.
24. Piana, E., Hasanah, U., & Inayati, A. (2021). Penerapan Cara Berkenalan Pada
Pasien Isolasi Sosial. Jurnal Cendikia Muda, 2(1), 71-77.
25. Putri, N., & Pardede, J. A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial Menggunakan Terapi Generalis
Sp 1-4: Studi Kasus.
26. Riskesdas (2018) Hasil Utama riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. https://www.kemkes.go.id/resources/
27. Satrio, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: LP2M
28. Silpiah, A., Arisandi, D., & Yulianti, W. (2021). Perancangan Sistem Pakar dalam
Mendiagnosa Penyakit Skizofrenia dengan Metode Dempster-Shafer. Explorer
Journal of Computer Science and Information Technology, 1(1), 14-20.
https://journal.fkpt.org/index.php/Explorer/article/view/37
29. Stuart & Laraia. 2015. Principles & Practice of Psychiatric Nursing 7th edision.
St.louise: Mosby
30. Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
31. Stuart, G., Keliat, A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip Praktek Keperawatan Kesehatan
Jiwa (edisi Indonesia). Singapura: Elsever.
32. Suciati, N. M. A. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Tak Sosialisasi
Sesi 2: Kemampuan Berkenalan Untuk Mengatasi Isolasi Sosial Pada Pasien
Skizofrenia (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan)
33. Pardede, J. A. (2013). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Skizofrenia Di Kecamatan Medan Helvetia. Jurnal Pengmas Mutiara Ners (1)1.
34. Sutejo (2019). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
35. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
36. WHO (2022) https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/schizophrenia
37. Zaini, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan Klinis
dan Komunitas. Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai