Anda di halaman 1dari 9

A.

Tinjauan Teori Kasus

1. Diagnosis Medis

a. Defenisi

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut pakaian kotor, bau badan, bau napas,
dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada
pasien gangguan jiwa (Rohima, 2020).

Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannyya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai
dengan kondisi kesehatannya.Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016).

b. Etiologi

1. Mandi/ hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersikan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan pperlengkapan
mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mmandi
2. Berpakaian/bershias
Klienmempunyai kkelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian, serta memperoleh aatau menukar pakaian. Klian juga memiliki
ketidakmapuan untuk pengenakan pakaian dalam, memilih pakain, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarikmelepaskan pakaian, mengguankan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan,
menangani perkakas, mengunya makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan
dalam wadahlalu memasukannya ke mulut, melengkai makan, mencerna makanan menurut,
cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar
kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.

Menurut Depkes (2015) dalam (Yosep, I, H. Sutini, 2016), tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :

1. Fisik

a) Badan bauh, pakaian kotor


b) Rambut dan kulit kotor
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bauh
e) Penampilan tidak rapih

2. Psikologis

a) Malas, tidak ada inisiatif


b) Menarik diri, isolasi diri
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa terhina

3. Sosial

a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
c) Tidak mampu berperilaku sesuai normal
d) Cara makan tidak teratur, Bak dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi
tidak mampu mandiri.

1. Faktor predisposisi

a. Perkembangan

kEluarga terlalu melindungi dan menjalani klien sehingga perkembangan inisiatif


terganggu.

b. Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri

c. Kemampuan realitas turun


Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termauk perwatan diri.

d. Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi


lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri

2. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motifasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yaang dialami iindividu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

MenurutDepkes (2015) dalam (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016), Faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah :

a. Body Image. Gambarann individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b. Praktik Sosial. Pada anak-anak selaluu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personel hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi. Personel hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan. Pengetahuan personel hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkantkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya. Di sebagian masyarakat jika indicidu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis. Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat dirii
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada mmasalah personel hygiene :
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah :
Gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personel hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

c. Patofisiologi

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas diri menurun. Kurang perawatan diri
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara
mandiri, dan toileting (buang air besar/ buang air kecil) secara mandiri. (Yosep, I, H. Sutini,
2016).

Defisit perawatan diri terjadi diawali dengan proses terjadinya gangguan jiwa yang dialami oleh
klien sehingga menyebabkan munculnya gangguan defisit perawatan diri pada klien. Pada klien
skizofrenia dapat mengalami defisit perawatan diri yang signifikan.Tidak memerhatikan
kebutuhan higiene dan berhias biasa terjadi terutama selama episode psikotik. Dampak yang dapat
dinilai sebagai manifestasi adanya gangguan adalah pada perilaku maladaptif pasien Secara
biologi riset neurobiologikal mempunyai fokus pada tiga area otak yang dipercaya dapat
melibatkan perilaku agresi yaitu sistem limbik, lobus frontalis danhypothalamus. Sistem Limbik
merupakan cicin kortek yang berlokasi dipermukaanmedial masing-masing hemisfer dan
mengelilingi pusat kutup serebrum. Fungsinyaadalah mengatur persyarafan otonom dan emosi.
Menyimpan dan menyatukaninformasi berhubungan dengan emosi, tempat penyimpanan memori
danpengolahan informasi. Disfungsi pada sistem ini akan menghadirkan beberapagejala klinik
seperti hambatan emosi dan perubahan kebribadian. Lobus Frontalberperan penting menjadi
media yang sangat berarti dalam perilaku dan berpikirrasional, yang saling berhubungan dengan
sistem limbik Lobus frontal terlibatdalam dua fungsi serebral utama yaitu kontrol motorik gerakan
voluntir termasukfungsi bicara, fungsi fikir dan kontrol berbagai ekspresi emosi. Kerusakan
padadaerah lobus frontal dapat meyebabkan gangguan berfikir, dan gagguan
dalambicara/disorganisasi pembicaraan serta tidak mampu mengontrol emosi sehinggaberperilaku
maladaptif seperti tidak mau merawat diri : mandi, berpakaian/berhias,makan, toileting. Kondisi
ini menunjukkan gejala defisit perawatan diri.Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu
bagian dalam dari serebrum yangmenghubungkan otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi
utamanya adalahsebagai respon tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood
danmotivasi.Kerusakan hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood danmotivasi sehingga
kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisiseperti ini sering kita temui pada klien
dengan defisit perawatan diri , dimana klienbutuh lebih banyak motivasi dan dukungan untuk
dapat merawat dirinya. Ganguandefisit perawatan diri juga dapat terjadi karena
ketidakseimbangan dari beberapaneurotransmitter. misalnya: Dopamine fungsinya mencakup
regulasi gerak dankoordinasi, emosi, kemampuan pemecahan masalah secara volunter.
Transmisidopamin berimplikasi pada penyebab gangguan emosi tertentu. Pada klienskizoprenia
dopamin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif(alam perasaan) dan psikomotor
(perilaku) kondisi ini pada klien dengan defisitperawatan diri memiliki perilaku yang
menyimpang seperti tidak berkeinginanuntuk melakukan perawatan diri.

Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,halusinasi, persepsi
nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam
perasaan) dan psikomotor (perilaku) Jika terjadi penurunan serotonin akan mengakibatkan
kecenderungan perilaku yang kearah maladaptif. Pada klien dengan defisit perawatan diri perilaku
yang maladaptif dapat terlihat dengan tidak adanya aktifitas dalam melakukan perawatan diri
seperti : mandi, berganti pakaian, makan dan toileting.

Norepinephrin berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; proses pembelajaran dan
memori. Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine akan dapat mengakibatkan kelemahan
sehingga perilaku yang ditampilkan klien cendrung negatif seperti tidak mau mandi, tidak mau
makan maupun tidak mau berhias dan toileting. (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016).

d. Fase

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman berhubungan
dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan dimana-mana, tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional, dan hubungan
positif dengan orang lain yang melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia terus berusaha
mendapatkan rasa aman. Begitu menyakitkan sehingga rasa nyaman itu tidak tercapai. Hal ini
menyebabkan ia membayangkan nasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada kenyataan.
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan
dalam mengalami stressor interval atau lingkungan dengan adekuatnya (Badar, 2016).
e. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


seimbang kadang tidak

Penjelasan :

1. Pola perawatan dari seimbang : saat klien mendapat stres dan mampu untuk berprilaku adaptif
maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih malakukan peawatan diri
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stres kadang- kadang klien
tidak memperhatikan perawatan dirinya
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan
perawatan diri saat stressor.

f. Jenis

Menurut Nanda (2020), jenis perawatan diri terdiri dari :

1. Defisit perawatan diri: mandi;


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/ berkativitas perawatan
diri untuk diri sendiri
2. Defisit perawatan diri : berpakaian ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan
beriasuntuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri: makan ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri
4. Defisit perawatan diri: eliminasi ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan elimiinasi sendiri

g. Mekanisme Koping

1. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan menemukan ciri khas sari suatu taraf
perkembangan yang lebih dini.
2. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidak setujuanterhadap realitia dengan mengingkari realitas tersebut.
Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Sikap mengelompokkan orang/ keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk,
kegagalan menandukkan niali-nilai postif dan negatif didalam diri sendiri.
5. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alsan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu (Badar, 2016).

h. Perilaku

Perilaku klien tidak yakin dengan apa yang diharapkan jika perilaku klien tidak lazim atau tidak dapat
diperkirakan keluarga. Juga dapat merasa bersalah atau bertanggung jawab dengan meyakini bahwa
mereka gagal menyediakan kehidupan penuh cinta dan dukungan klien bahwa mereka gagal
menyediakan kehidupan dirumah dan dukungan (Badar, 2016).

i. Dampak

Dampak dari defisit perawatan diri menurut Damaiyanti (2012) sebagai berikut:

a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan kebutuhan aman
nyaman, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.

j. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

1) Obat anti psikosis : Penotizin.


2) Obat anti depresi : Amitripilin.
3) Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
4) Obat anti insomia : phnebarbital.

b. Terapi

1) Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan
perhatian:

(a) Jangan memancing emosi klien.

(b) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.

(c) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.

(d) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialaminya.

2) Terapi Aktivitas Kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas lainnya, dengan
berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena maslah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan:

(a) Manfaat perawatan diri.

(b) Menjaga kebersihan diri.

(c) Tata cara makan dan minum.

(d) Tata cara eliminasi.

(e) Tata cara berhias.

3) Terapi Musik

Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk mengembalikan kesadaran pasien.

Penatalaksanaan menurut Direja (2011) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.


b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
Daftar Pustaka

Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar,A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa – Teori dan
Aplikasi Praktik Klinik

Rohima, D. A. (2020). Karya Tulis Ilmiah Studi Dokumentasi Defisit Perawatan Diri Pada
Pasien Dengan Skizofrenia.

Yosep, I, H. Sutini, (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa

Badar, (2016). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan Masalah Utama
“Isolasi Sosial”.

Febrian, D. A. (2017). Konsep Dasar Keperawatan

Direja, Ade H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa

Damaiyanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa

Anda mungkin juga menyukai