Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan dunia bisnis kini semakin dinamis seiring dengan meningkatnya permintaan
massyarakat terhadap produk dan jasa untuk memenuhi segala kebutuhannya. Demi menjaga
kelangsungan usaha di tengah-tengah persaingan bisnis yang sangat kompetitif, suatu perusahaan
harus memberikan kepuasan terhadap pelanggannya. Kotler (2002) mengemukakan bahwa
kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Engel et
al. (1990) dalam Tjiptono (2000) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi
purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang tidak terpemenuhinya pada suatu harapan.
Kepuasan/ketidakpuasan terjadi ketika pelanggan melakukan evaluasi atas harapan dengan
kinerja/ hasil yang diterimanya. Beberapa pakar dan hasil penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa faktor penentu kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan dan harga. Tjiptono (2002)
mengungkapkan bahwa kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu setiap perusahaan wajib merencanakan, mengorganisasikan, mengimplementasikan,
dan mengendalikan sistem kualitas pelayanan sedemikian rupa, sehingga pelayanan dapat
memuaskan para pelangganya.

Selain itu terdapat indikator penilaian dalam menjaga keberlangsungan pelanggaan dalam
menjaga agar tetap dan berkelanjutan. Peningkatan kelangsungan hubungan dengan pelanggan
lama dan terus mengakuisisi pelanggan baru dengan konsep kepuasan pelanggan, akan
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap bagian pasar (market share) dalam menjaga
pelanggannya. Salah satu faktor kunci keberhasilan perusahaan dalam menjaga persaingan antar
perusahaan adalah dengan meningkatkan kemampuan suatu layananan kepada pelanggan untuk
memanjakan kepentingan para pelanggannya. Salah satu keinginan perusahaan dalam
menyelesaikan masalah sekaligus memuaskan pelanggan adalah bagian dari komitmen
karyawan. Kepedulian terhadap konsumen merupakan hal yang penting. Untuk meningkatkan
kemampuan para karyawan dilakukan pelatihan kepada karyawan baru dan karyawan lama
sehingga karyawan akan dapat meningkatkan produktivitasnya dalam menjaga pelanggan dan
memberikan kualitas layanan terbaik. Kualitas pelayanan terhadap kepuasan kons mendalam
pertumbuhan ekonomi pasar di perusahaan merupakan kunci dalam menciptakan loyalitas
pelanggan. Adapun pendekatan yang digunakan guna mengetahui kepuasan konsumen di
perusahaan yaitu metode PIECES, analisis PIECES (Performance, Information, Economy,
Control, Eficiency, and Service) merupakan teknik untuk mengidentifikasi dan memecahkan
permasalahan yang terjadi. Dari analisis ini akan menghasilkan identifikasi masalah utama dari
suatu sistem serta memberikan solusi dari permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas,
analisis sistem dilakukan untuk menghasilkan suatu laporan tertulis yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dari suatu sistem yang diterapkan guna mendapatkan gambaran
tentang keadaan sistem yang akan sedang diterapkan.

Dengan dipenuhinya kebutuhan, keinginan secara tepat maka dapat mendorong pencapaian
kepuasan dalam diri konsumen terhadap suatu produk tersebut. Kepuasan menjadi faktor
penting dalam terciptanya suatu loyalitas, dengan merasa puas terhadap suatu produk maka
secara otomatis konsumen akan kembali lagi untuk membeli dan mengkonsumsi produk
tersebut. Pada akhirnya, hal ini diharapakan dapat menjadi pendorong utama bagi pencapaian
keuntungan perusahaan itu sendiri, dimana ketika konsumen sudah loyalatau setia terhadap
suatu produk secara terus menerus karena keuntungan terbesar diperoleh perusahaan dari
pelanggan setia dimana perusahaan dapat menjual barang atau jasa kepada pelanggan yang
telah mencoba produk, perusahaan harus mampu mempertahankan pelanggan tersebut.
Secara garis besar bagi customer relationship managementdapat membangun loyalitas pelanggan
adalah pertama, adanya perubahan paradigma yaitu product driven companymenjadi
consumer driven company. Alasan kedua, etiap pelanggan memiliki kebutuhan yang
berbeda –beda sehingga perusahaan harus lebih peka terhadap segala keluhan. Ketiga, pelanggan
adalah segalanya karena jika tidak ada pelanggan maka tidak ada bisnis. Keempat, biaya untuk
mendapatkanpelanggan jauh lebih besar dari pada biaya untuk mempertahankan pelanggan
yang ada, karena butuh waktu dan biaya tambahan untuk mencari pelanggan baru. Alasan
kelima yakni dalam customer relationship managementterdapat databaseyang menjadi sebuah
acuan utama untuk mendapat pelayanan dalam penyediaan informasi(Kezia & Nursalin,
2011).Sebuah perusahaan berkomitmen untuk dapat memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggannya. Seperti halnya PT Telkom Witel Sumselpada divisi BGES yang melayani
pelanggan corporate yang terdiri dari Universitas, sekolah, kantor, dan lain –lain, guna
memenuhi kebutuhan internet pelanggan. Jasa layanan internet pelanggan Corporate mempunyai
beberapa macam diantaranya ada ASTINET, VPN IP dan WIFI ID. Pelanggan PT Telkom Witel
Sumselyang tentu saja berhak mendapatkan pelayanan terbaik yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan internet dengan kualitas yang baik. Proses –proses pada PT Telkom Witel
Sumsel memang belum sepenuhnya memanfaatkan dengan teknologi informasi. Dalam sistem
yang berjalan saat ini, setiap calon pelanggan yang akan mendaftarkan diri sebagai pelanggan
masih harus datang langsung ke kantor PT Telkom Witel Sumsel sehingga calon
pelanggan harus meluangkan sedikit waktunya untuk mendaftar.

Ketatnya persaingan membuat perusahaan untuk lebih berfokus kepada apa yang
diinginkan oleh konsumen. Faktor utama yang perlu dipahami oleh perusahaan adalah apakah
produk yang dibuat telah memenuhi standar keinginan konsumen. Untuk memenuhi hal ini maka
perusahaan harus mampu menyediakan produk dengan mutu yang baik, harga yang lebih murah,
informasi produk yang lebih cepat, dan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan para
pesaingnya. Dengan berkembangnya e-bussiness maka perusahaan harus mampu menetapkan
solusi aplikasi sistem yang tepat. Perusahaan mulai mengubah pola pikir dari orientasi
keuntungan (profit oriented) kearah faktor faktor potensial lainnya yang belum diidentifikasi
sebelumnya. Kepentingan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan menjadi faktor utama yang
harus diperhatikan oleh perusahaan.

Unilever Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan,


minuman dan perlengkapan kesehatan. Unilever Indonesia telah dikenal dengan kualitas
produknya yang tinggi. Dengan adanya persaingan saat ini, maka muncul para pesaing yang
membuat produk yang serupa dengan harga yang bersaing. Untuk menciptakan keunggulan
dibandingkan dengan para pesaingnya maka Unilever Indonesia mengaplikasikan program
Customer Relationship Management (CRM) untuk memenangi persaingan yang ada. Tujuan
CRM secara umum adalah menciptakan dan mempertahankan suatu hubungan yang baik
dengan pelanggan dan mengurangi kemungkinan pelanggan berpindah ke produk pesaing.
Dengan pemahaman CRM yang baik maka akan membawa perusahaan untuk mempertahankan
loyalitas pelanggan terutama para pelanggan yang pada umumnya mengambil produk dalam
kuantitas yang besar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manajemen Hubungan Pelanggan


Manajemen hubungan pelanggan adalah proses mengelola informasi rinci tentang
pelanggan perorangan dan semua “titik kontak” pelanggan secara seksama untuk
memaksimalkan loyalitas pelanggan. Titik kontak pelanggan adalah semua kejadian
dimana pelanggan menghadapi merk dan produk dari pengalaman aktual ke komunikasi
pribadi atau massal hingga observasi biasa. Sedangkan menurut Storbacka dan Lehtinen
CRM merupakan hubungan pelanggan yang kooperatif antara provider dengan pelanggan
sehingga kedua pihak sama–sama untung dan akhirnya dapat meningkatkan nilai merek.
Barnes dan Piccoli et.al mengemukakan bahwa CRM adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menjalin hubungan dengan pelanggan secara lebih mendalam dengan
memadukan setiap aspek dari setiap kontak dengan pelanggan, termasuk penjualan,
pemasaran dan pelayanan pelanggan. dengan diterapkannya CRM, memungkinkan
perusahaan untuk memiliki kapabilitas untuk memahami perilaku pembelian pelanggan
dengan lebih baik untuk menentukan tipe komunikasi yang bagaimana yang seharusnya
dijalankan dalam menghadapi pelanggan.
Kotler dan Keller mengemukakan bahwa manajemen hubungan pelanggan adalah
proses hati hati mengelola informasi rinci tentang pelanggan individu dan semua titik
sentuh pelanggan untuk memaksimalkan loyalitas pelanggan.sebuah titik sentuh
pelanggan adalah setiap kesempatan dimana pelanggan menghadapi merk dan produk
dari penngalaman yang sebenarnya untuk komunikasi personal atau masa pengamatan.
Teori ini disimpulkan bahwa CRM adalah suatu informasi pelanggan agar perusahaan
dapat menaikkan tingkat loyalitas pelanggan.
Pemasar jasa telah memahami kekuatan dari manajemen hubungan pelanggan
(CRM-customer relationship management), dan beberapa industri tertentu telah
menerapkannya selama berkade. Saat kata CRM disebut, sistem dan infrastruktur TI yang
kompleks dan mahal beserta Vendor CRM seperti SAP dan Siebel langsung terbesit.
Tetapi CRM sebenarmya menandakan keseluruhan ptroses di mana hubungan pelanggan
dibangun dan dipelihara. Manajemen hubungan pelanggan sebaiknya dipandang sebagai
pencetus keberhasilan implementasi Roda Loyalitas.
Relationship management merupakan pengenalan setiap konsumen secara lebih
dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dan mengelola suatu hubungan yang
saling menguntungkan antara bank syariah dan konsumen. Sesuai dengan namanya CRM
merupakan suatu aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh hubungan dengan
pelanggan hingga dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan. CRM
merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi, memperoleh pelanggan baru,
mempertahankan pelanggan lama, m yakinkan elanggan untuk terus membeli produk dan
layanan yang ditawarkan serta memberikan layanan purna jual yang baik sehingga
pelanggan akan tetap loyal.
Dari pengertian diatas kami menggambarkan bagaimana caranya menggunakan
penetapan biaya berbasis aktivitas untuk menetapkan biaya pabrik, seperti tenaga kerja
tidak langsung dan mesin, ke produk individual. Tapi biaya organisasi tidak terbatas pada
pabriknya. Perusahaan, selain biaya untuk memproduksi produk dan layanan mereka,
juga menimbulkan biaya pemasaran, penjualan, distribusi, dan administrasi (MSDA).
Sebagian besar biaya ini tidak tergantung pada volume dan campuran produk yang
dihasilkan perusahaan, sehingga tidak dapat dilacak melalui hubungan kausal dengan
produk. Banyak dari biaya ini dikeluarkan untuk memasarkan dan menjual produk ke
pelanggan melalui beberapa jalur distribusi. Dan, seperti tuntutan yang berbeda dari
produk untuk sumber daya pabrik, pelanggan dan saluran sangat berbeda dalam
penggunaan sumber daya MSDA mereka.
Pelanggan dan saluran sangat berbeda dalam penggunaan sumber daya MSDA
mereka. Misalnya, pertimbangkan perusahaan reksa dana yang memasarkan produk,
seperti program investasi pensiun, langsung ke perusahaan dan juga memasarkan
program investasi dan pensiun kepada jutaan pelanggan ritel. Biaya untuk mencapai klien
perusahaan jauh lebih rendah daripada biaya pemasaran, penjualan, dan dukungan jutaan
pelanggan ritel kecilnya. Selain itu, ukuran hubungan perusahaan yang khas berkali-kali
lebih besar daripada akun ritel pelanggan individual. Perusahaan perlu memahami biaya
penjualan melalui berbagai saluran ke segmen pelanggan yang beragam. Dalam bab ini,
kami menunjukkan bagaimana memperluas biaya berbasis aktivitas untuk melacak biaya
MSDA secara langsung ke pesanan pelanggan dan kepada pelanggan individual.
Pelanggan juga menghubungkan kita kembali dengan kerangka strategi Balanced
Scorecard yang memungkinkan perusahaan menghitung metrik keuangan yang terkait
dengan biaya produk dan proses. Metrik seperti margin kotor dan profitabilitas lini
produk dapat muncul dalam perspektif keuangan Balanced Scorecard (BSC), sedangkan
perspektif prosesnya dapat mencakup metrik yang terkait dengan biaya proses produksi
dan pembelian. Tetapi jika satu-satunya informasi yang dimiliki manajer mengenai
pelanggan adalah kinerja keuangan mereka, maka mereka mungkin mengambil tindakan
yang memperbaiki kinerja keuangan dalam jangka pendek namun merusak hubungan
pelanggan jangka panjang. Oleh karena itu, para manajer memerlukan metrik keuangan
dan non finansial untuk mengelola kinerjanya dengan pelanggan.
Dalam bab ini, kami memperkenalkan metrik pelanggan nonfinansial yang dapat
muncul dalam perspektif pelanggan BSC. Kami akan menjelaskan beberapa metrik
pelanggan biasa, seperti kepuasan pelanggan, loyalitas, dan kemauan untuk
merekomendasikan, bahwa banyak perusahaan memilih perspektif pelanggan Balanced
Scorecard mereka dan yang menjadi indikator utama pendapatan dan kinerja laba masa
depan dalam perspektif keuangan.
Banyak perusahaan saat ini sudah menghitung hubungan pelanggan mereka
dengan
menggunakan metrik nonfinansial pada kepuasan dan loyalitas, namun tidak melacak
biaya MSDA kepada pelanggan untuk memudahkan pengukuran profitabilitas pelanggan
secara akurat. Meskipun metrik pelanggan non finansial tentu berharga. Fokus yang
berlebihan pada peningkatan kinerja pelanggan hanya dengan metrik ini dapat
menyebabkan kinerja keuangan memburuk. Untuk mencapai tingkat kepuasan dan
loyalitas pelanggan yang tinggi, dapat menawarkan fitur khusus, produk dan layanan
yang sangat disesuaikan, dan layanan pelanggan yang sangat responsif. Perhatian yang
cermat ini menciptakan kepuasan dan kesetiaan. Tapi berapa harganya? Perusahaan
menghadapi risiko melampaui pelanggan yang berfokus pada pelanggan yang terobsesi,
dan ketika ditanya oleh pelanggan untuk "Langsung," mereka hanya menjawab,
"Seberapa tinggi?".
Untuk menyeimbangkan tekanan untuk memenuhi dan melampaui harapan
pelanggan, perusahaan juga harus mengukur biaya untuk melayani setiap pelanggan dan
keuntungan yang diperoleh, pelanggan oleh pelanggan. Ukuran seperti persentase
pelanggan dan dolar yang tidak menguntungkan atau Euro yang hilang dalam hubungan
pelanggan yang tidak menguntungkan memberikan metrik penyeimbang yang berharga
untuk strategi perusahaan dan Balanced Scorecard-nya. Kemampuan untuk menghitung
secara akurat metrik tersebut merupakan peran penting untuk penetapan biaya berbasis
aktivitas di BSC perusahaan.

2.2. Mengukur profitabilitas pelanggan


Dalam menggambarkan penugasan pemasaran, penjualan, distribusi, dan
administrasi biaya untuk pelanggan dengan mempertimbangkan divisi lain dari Madison
Dairy, satu yang memproduksi dan menjual banyak produk susu (termasuk yogurt, krim
asam, susu, dan es krim) ke pedagang grosir besar, distributor, dan pengecer. Saat ini,
divisi ini memiliki pendapatan tahunan sebesar $ 3.000.000; biaya MSDA (Marketing,
Selling, Distribution and Administrative) nya sekitar $ 900.000, atau 30% dari
pendapatan. Divisi ini memiliki dua pelanggan penting, Carver dan Delta, dengan
pendapatan penjualannya hampir sama. Di masa lalu, Gene Dempsey, pengendali divisi,
mengalokasikan biaya MSDA kepada pelanggan sebagai persentase dari pendapatan
penjualan yang mengarah ke pernyataan profitabilitas pelanggan berikut untuk kedua
pelanggan tersebut:

Gambar. 2.1 Alokasi Biaya MSDA

Kedua pelanggan tampak sangat menguntungkan bagi perusahaan. Dempsey,


bagaimanapun, tidak percaya bahwa kedua pelanggan ini sama-sama menguntungkan.
Dia tahu bahwa manajer akun Delta menghabiskan banyak waktu untuk akun itu.
Pelanggan membutuhkan banyak pegangan tangan dan terus bertanya apakah Madison
dapat memodifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan spesifiknya. Banyak sumber
daya teknis, selain sumber pemasaran, diminta untuk melayani akun Delta. Delta juga
cenderung menempatkan banyak pesanan kecil untuk produk khusus, memerlukan
pengiriman yang dipercepat, dan cenderung membayar dengan perlahan, meningkatkan
tuntutan pada proses pemesanan, faktur, dan piutang dari Madison. Carver, di sisi lain,
hanya memesan beberapa produk dan dalam jumlah banyak, menempatkan pesanannya
dengan pasti dan dengan waktu tunggu yang panjang, dan memerlukan sedikit penjualan
dan dukungan teknis. Dempsey percaya bahwa Carver adalah pelanggan yang jauh lebih
menguntungkan bagi Madison daripada yang dilaporkan oleh laporan keuangan saat ini.

Dempsey meluncurkan studi biaya berbasis aktivitas biaya MSDA perusahaan.


Dia membentuk tim proyek multifungsi yang mencakup perwakilan dari departemen
pemasaran, penjualan, teknis, dan administrasi. Tim mengembangkan tingkat biaya
kapasitas untuk semua sumber daya di departemen pendukung ini (seperti departemen
piutang dagang). Kemudian diperkirakan tuntutan waktu pada berbagai sumber daya
untuk mendapatkan dan memproses pesanan pelanggan, untuk mendistribusikan pesanan
ke pelanggan, dan untuk melayani setiap pelanggan. Hal ini memungkinkan mereka
untuk menetapkan biaya MSDA sebesar $ 900.000 ke setiap pelanggan. Gambaran
profitabilitas relatif Carver dan Delta bergeser secara dramatis, seperti yang ditunjukkan
di sini:
Gambar. 2.2 ABC Customer Profitabilitas Analysis

Seperti dugaan Dempsey, Carver Company jauh lebih menguntungkan daripada


yang dihitung dalam laporan sebelumnya, yang telah mengalokasikan biaya MSDA
sebagai persentase pendapatan tetap. Aktivitas pemesanan dan dukungan Carver
menempatkan beberapa permintaan pada sumber daya MSDA perusahaan, sehingga
hampir semua marjin kotor produk yang dijual ke sana turun ke garis dasar operasi. Delta
Company, sebaliknya, sekarang terlihat sebagai pelanggan Madison yang paling tidak
menguntungkan. Sementara Dempsey dan manajer lain di Madison secara intuitif merasa
bahwa Carver adalah pelanggan yang lebih menguntungkan daripada Delta, tidak ada
yang tahu besarnya perbedaannya. Kami merangkum beberapa perbedaan pada pelanggan
dengan biaya tinggi dan murah untuk dilihat pada dibawah ini:

Gambar. 2.3 Perbedaan Biaya MSDA

Seperti yang akan kita pelajari nanti di bab ini, perusahaan masih bisa
menghasilkan uang dengan pelanggan dengan biaya tinggi, dan kehilangan uang
dengan pelanggan berbiaya rendah, namun informasi tentang biaya MSDA yang
dikeluarkan untuk setiap pelanggan sangat penting untuk dilakukan secara
efektif.pengelolaan hubungan pelanggan.

2.3. Melaporkan dan Menampilkan Profitabilitas Pelanggan


Salah satu keteraturan empiris terpenting dalam bisnis dan ekonomi adalah
peraturan 80-20, yang aslinya dirumuskan sekitar 100 tahun yang lalu oleh seorang
ekonom Italia, Vilfredo Pareto. Seperti yang dinyatakan semula, Pareto menemukan
bahwa 80% dari luas wilayahnya dimiliki oleh 20% dari populasi. Kemudian diperluas
untuk menunjukkan bahwa 80% dari pendapatan atau kekayaan daerah diperoleh atau
dipegang oleh 20% teratas. Untuk tujuan kita, Penemuan menarik Pareto berlaku untuk
produk dan pelanggan juga (lihat distribusi yang ditunjukkan pada Tampilan 6-2). Ketika
perusahaan menentukan peringkat produk dan pelanggan dari volume tertinggi hingga
yang terendah, mereka umumnya menemukan bahwa penjualan 20% teratas mereka
produk atau pelanggan menghasilkan 80% dari total penjualan. Menariknya, kurva 80-20
juga menghasilkan aturan 40-1. Dengan mempelajari Gambar 6-2, Anda dapat melihat
bahwa volume terendah 40% produk dan pelanggan menghasilkan hanya 1% dari total
penjualan.
Meskipun undang-undang 80-20 berlaku baik untuk pendapatan penjualan, namun
tidak berlaku untuk keuntungan. Grafik keuntungan kumulatif versus pelanggan, yang
dibangun dari analisis profitabilitas pelanggan ABC, umumnya memiliki bentuk yang
sangat berbeda, yang kita sebut kurva ikan paus. Gambar 6-3 menunjukkan kurva ikan
paus khas dari profitabilitas pelanggan kumulatif. Dalam pameran ini, pelanggan diberi
peringkat pada sumbu horizontal dari yang paling menguntungkan hingga paling tidak
menguntungkan (atau paling tidak menguntungkan). Kurva paus dari profitabilitas
kumulatif pada Tampilan 6-3 menunjukkan bahwa 20% pelanggan paling
menguntungkan menghasilkan sekitar 180% dari total keuntungan; Inilah puncaknya,
atau punuk paus di atas permukaan laut. 60% tengah dari pelanggan tentang impas, dan
paling tidak menguntungkan 20% pelanggan kehilangan 80% dari total keuntungan,
sehingga perusahaan dengan 100% dari total keuntungan ("permukaan laut" dalam kurva
ikan paus mewakili keuntungan aktual yang dilaporkan perusahaan). Bonggol (atau tinggi
maksimum) dari kurva profitabilitas kumulatif umumnya mencapai 150% sampai 250%
dari total keuntungan, dan ketinggian ini biasanya dicapai oleh 20% sampai 40%
pelanggan paling menguntungkan.

Gambar. 2.4 Kurva Profitability MSDA

Gambar. 2.5 Operating Profit Profile MSDA

Temuan menarik lainnya pada kurva paus perusahaan kebanyakan adalah


beberapa pelanggan terbesar, seperti Delta untuk Madison Dairy, jatuh di sisi kanan
kurva. Mereka termasuk di antara perusahaan yang paling tidak menguntungkan. Kalau
dipikir-pikir lagi, temuan ini seharusnya tidak terduga. Sebuah perusahaan tidak bisa
kehilangan sejumlah besar uang dengan pelanggan kecil karena tidak melakukan cukup
bisnis dengan itu untuk menanggung kerugian besar. Hanya pelanggan besar, yang
menuntut diskon tinggi dari harga daftar dan juga membuat banyak permintaan pada
sumber daya teknis, penjualan, distribusi, dan administrasi perusahaan, bisa sangat tidak
menguntungkan. Pelanggan besar biasanya merupakan perusahaan yang paling
menguntungkan atau paling tidak menguntungkan. Mereka jarang berada di tengah kurva
paus.

Pelanggan dengan keuntungan tinggi, seperti Carver, muncul di bagian kiri kurva
paus profitabilitas pada gambar 2.5, Perusahaan bisa merayakan margin tinggi itu
mendapatkan produk dan layanan yang dijual kepada pelanggan tersebut. Pelanggan ini
seharusnya begitu disayangi dan terlindungi. Karena mereka bisa rentan terhadap
terobosan kompetitif, manajer perusahaan yang melayani pelanggan semacam itu harus
siap menawarkan diskon, insentif, dan layanan khusus untuk mempertahankan loyalitas
pelanggan berharga ini, terutama pesaing untuk mulai menjual kepada pelanggan ini.
Pelanggan seperti Delta muncul di sisi kanan kurva paus, menyeret profitabilitas
perusahaan turun ke permukaan laut dengan margin rendah dan biaya tinggi untuk
dilayani. Tingginya biaya melayani pelanggan semacam itu bisa disebabkan karena tidak
dapat diprediksi pola pesanan, jumlah pesanan kecil untuk produk yang disesuaikan,
persyaratan logistik dan pengiriman yang tidak standar, dan tuntutan besar pada tenaga
teknis dan penjualan. Salah satu perusahaan peralatan telekomunikasi, setelah melakukan
studi profitabilitas pelanggan, mengetahui bahwa untuk 20 persen pesanan di tahun
sebelumnya, biaya di muka untuk mendapatkan pesanan (pemasaran, penjualan, dan
sumber daya teknis yang digunakan untuk memenangkan pesanan) melebihi ukuran
pesanan. Sekalipun perusahaan bisa menghasilkan, mengirimkan, dan memasang produk
dengan harga nol, masih akan kehilangan uang dari pesanan. Kesempatan bagi
perusahaan untuk mengidentifikasi pelanggannya yang tidak menguntungkan dan
kemudian mengubahnya menjadi bisnis yang menguntungkan mungkin adalah
keuntungan paling kuat yang dapat diterima oleh manajer perusahaan dari sistem ABC.

2.4. Biaya pelanggan disuatu perusahaan


Perusahaan jasa harus fokus, bahkan lebih dari sekedar perusahaan manufaktur,
pada biaya pelanggan dan profitabilitas karena variasi permintaan untuk organisasi
sumber daya jauh lebih didorong pelanggan daripada di organisasi manufaktur.
Sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi produk standar dapat menghitung
biaya untuk memproduksi produk tanpa memperhatikan bagaimana pelanggan
menggunakannya; biaya produksi adalah pelanggan independen. Hanya biaya pemasaran,
penjualan, penanganan pesanan, pengiriman, dan pelayanan produk mungkin spesifik
pelanggan. Bagi perusahaan jasa, sebaliknya, perilaku pelanggan menentukan jumlah
permintaan sumber daya organisasi yang menghasilkan dan memberikan layanan kepada
konsumen.
Sebagai ilustrasi, pertimbangkan produk standar dari perusahaan jasa, seperti rekening
giro di bank. Hal ini relatif mudah, dengan menggunakan metode ABC, untuk
menghitung semua biaya yang terkait dengan rekening giro. Ini bisa dengan mudah
disesuaikan dengan pendapatan produk, seperti bunga yang diperoleh dari saldo bulanan
dan biaya yang dibebankan kepada pelanggan untuk layanan. Analisis akan
mengungkapkan apakah itu produk adalah, rata-rata, menguntungkan atau tidak
menguntungkan. Namun, rata-rata tampilan produk ini akan menyembunyikan variasi
besar dalam profitabilitas di semua pelanggan yang menggunakan produk ini. Seorang
pelanggan dapat mempertahankan saldo kas yang tinggi di rekening gironya; Lakukan
sedikit deposit, penarikan, pertanyaan saldo, atau permintaan layanan; dan hanya
menggunakan saluran elektronik (yaitu, mesin teller otomatis dan Internet). Pelanggan
lain dapat mengelola saldo rekening gajinya dengan sangat ketat, hanya dengan jumlah
minimum, dan menggunakan akunnya dengan sangat banyak dengan melakukan banyak
penarikan dan deposit kecil melalui transaksi manual dengan teller bank. Akun
pengecekan pelanggan kedua mungkin sangat tidak menguntungkan berdasarkan harga
saat ini pengaturan. Saldo pelanggan atau volume penjualan adalah proxy yang buruk
untuk profitabilitas. Pelanggan kecil dapat menjadi pelanggan yang cukup
menguntungkan dan seimbang sangat tidak menguntungkan.
Sebagai contoh lain, pelanggan sebuah perusahaan telekomunikasi dapat
memesan unit layanan dasar dengan berbagai cara - melalui telepon, surat, atau
kunjungan ke gerai ritel lokal. Pelanggan dapat memesan dua saluran telepon sekaligus
atau hanya satu; insinyur mungkin harus muncul untuk memasang jalur baru, atau mereka
mungkin membuat perubahan di pusat peralihan lokal. Pelanggan hanya bisa mengajukan
satu permintaan atau beberapa dan dapat membayar dengan debit langsung melalui
Internet melalui transfer melalui telepon melalui a cek lewat pos, atau secara langsung.
Biaya masing-masing pilihan sangat berbeda. Oleh karena itu, mengukur pendapatan dan
biaya di tingkat pelanggan memberi perusahaan informasi yang jauh lebih relevan dan
berguna daripada di tingkat produk.

2.5. Meningkatkan profitabilitas pelanggan

Perusahaan manufaktur dan jasa sama memiliki banyak pilihan untuk


mentransformasi produk mereka pelanggan impas atau rugi menjadi orang yang
menguntungkan:

i. Memperbaiki proses yang digunakan untuk memproduksi, menjual,


mengantarkan, dan melayani pelanggan.
ii. Menyebarkan harga berbasis menu untuk memungkinkan pelanggan memilih fitur
dan layanan yang ingin diterimanya dan bayar.
iii. Meningkatkan hubungan pelanggan untuk meningkatkan margin dan menurunkan
biaya melayani pelanggan itu.
iv. Gunakan lebih banyak disiplin dalam memberikan potongan harga dan tunjangan.

Kondisi lingkungan yang baru menyebabkan perusahaan harus berfokus kepada


pelanggan. Pelanggan kini menjadi semakin selektif dalam memilih produk yang akan
dikonsumsinya. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat memenuhi semua keinginan
pelanggan dengan menciptakan nilai bagi pelanggan dan meningkatkan pelayanan agar
dapat memenangkan persaingan dalam lingkungan bisnis global yang kompetitif.
Peningkatan pelayanan bagi pelanggan tentunya akan diiringi dengan peningkatan
aktivitas dan biaya. Kebanyakan perusahaan tidak menyadari bahwa pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan seringkali merugikan perusahaan. Blocher (2010)
mengatakan bahwa pelayanan pelanggan mencakup semua aktivitas untuk mendukung
penjualan dan memuaskan pelanggan, seperti periklanan, penjualan melalui telepon,
pengiriman, penagihan, pelayanan melalui telepon, dan bentuk lain dari pelayanan
pelanggan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan customer cost,
yaitu:

1. Kuantitas pembelian yang kecil

Kuantitas pembelian yang kecil dapat meningkatkan cost karena biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk melakukan pelayanan akan sama besarnya berapapun
kuantitas pembeliannya.

2. Frekuensi pengiriman yang meningkat

Frekuensi pengiriman yang rutin akan meningkatkan cost. Dalam hal ini adalah biaya
pengiriman untuk mengirim produk ke tangan pelanggan yang akan meningkat.

3. Meningkatnya permintaan akan pelayanan purna jual (garansi)

Dengan adanya permintaan pelayanan purna jual (garansi) maka cost yang
dikeluarkan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan ini akan meningkat
apabila ada klaim dari pelanggan atas produk yang dianggap cacat atau rusak.

Menurut Erik et all. (2002), sebagian besar perusahaan mengetahui pendapatan


pelanggan, namun sebagian lainnya tidak menyadari semua biaya yang terkait dengan
hubungan pelanggan. Pelanggan dengan volume penjualan tinggi tidak selalu memiliki
profitabilitas yang tinggi pula, begitu sebaliknya. Pelanggan dengan volume penjualan
rendah tidak selalu memiliki profitabilitas yang rendah pula. Analisis profitabilitas
pelanggan menjadi penting bagi perusahaan agar perusahaan mengetahui kontribusi laba
yang disumbangkan oleh setiap pelanggan dan bagaimana kinerja masing-masing
pelanggan yang dimilikinya. Analisis profitabilitas pelanggan dianggap sebagai praktik
pemasaran industri yang baik untuk membangun dan memelihara hubungan yang
menguntungkan dengan pelanggan. Blocher (2010) mendefinisikan customer profitability
analysis sebagai berikut:

“Customer Profitability Analysis is an approach to cost management that


identifies the costs and benefits of serving specific customers or customer types to
improve an organization’s overall profitability.” Secara sederhana, analisis profitabilitas
pelanggan dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan manajemen biaya yang
mengidentifikasi biaya dan manfaat melayani pelanggan individu atau kelompok
pelanggan untuk meningkatkan profit perusahaan secara keseluruhan. Analisis
profitabilitas pelanggan memiliki manfaat yang memungkinkan manajer untuk:

1. Mengidentifikasi pelanggan yang paling menguntungkan,


2. Mengelola biaya pelayanan dari setiap pelanggan,
3. Memperkenalkan produk atau jasa baru yang menguntungkan,
4. Menghentikan pelanggan atau produk yang tidak menguntungkan,
5. Mengarahkan bauran pembelian pelanggan pada lini produk dan jasa dengan
margin yang tinggi,
6. Menawarkan diskon dengan tujuan memperoleh volume penjualan yang lebih
besar, dan
7. Memilih jenis pelayanan purna jual yang akan diberikan.

2.6. Proses improvement pelanggan

Business Process Improvement (BPI) merupakan metodologi perencanaan dalam


pengoperasian proses bisnis ataupun keterampilan karyawan yang dapat ditingkatkan
agar lebih baik sehingga dapat mendorong prosedur, alur kerja yang lebih efisien dan
efektif bagi pertumbuhan bisnis secara keseluruhan. Proses ini juga dapat disebut sebagai
proses perbaikan fungsional yang dapat membantu meningkatkan proses bisnis dalam
suatu perusahaan. Tujuan dari Business Process Improvement (BPI) adalah untuk
mengeliminasi kesalahan-kesalahan, memberikan perusahan keuntungan yang kompetitif
dengan peningkatan proses bisnis, memenuhi permintaan pelanggan dan tujuan bisnis
yang lebih efektif.

Gambar. 2.5 Fase-fase business process improvement


Langkah ke-1: Mengorganisir Perbaikan Mengorganisir perbaikan adalah
pengorganisir perbaikan yang bertujuan untuk mengelola proses bisnis internal maupun
eskternal untuk menjadi lebih baik dalam suatu organisasi seperti berikut dibawah
ini.Mendefinisikan proses bisnis yang kritis:

1. Pemilihan process owner


2. Mendefinisikan batas-batas awal perbaikan
3. Pembentukan dan pelatihan tim perbaikan proses
4. Mengembangkan model perbaikan
5. Menetapkan ukuran-ukuran keberhasilan

Langkah ke-2: Pemahaman Proses Pemahaman proses dilakukan untuk mencapai


pemahaman seluruh dimensi yang ada di dalam proses bisnis yang berlangsung dalam
organisasi sehingga proses yang berjalan jelas dan di mengerti oleh masing-masing
dimensi fungsional dari bagan arus proses maupun prosedur yang ada didalamnya.

1. Membuat bagan alir proses


2. Hubungan-hubungan dengan sebuah proses yang berjalan
3. Melakukan analisa waktu proses
4. Pelaksanaan perbaikan yang cepat
5. Pengaturan proses dan prosedur

Langkah ke-3: Penyederhanaan Proses Penyederhanaan proses adalah proses


yang dilakukan untuk menyederhanakan proses dengan mengurangi waktu proses,
menstandarisasi maupun memperbaharui proses yang semuanya sbertujuan untuk
memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan adaptabilitas dari proses bisnis yang berjalan.

1. Menyederhanakan proses
2. Pemilihan proses yang dikehendaki
3. Mengurangi birokrasi
4. Meng-upgrade peralatan
5. Standarisasi proses
6. Mengurangi waktu proses
Langkah ke-4: Pengukuran dan Kontrol Pengukuran dan pengontrolan proses
bisnis dilakukan untuk mengontrol jalannya proses bisnis dengan melakukan
pemeriksaaan dan pengukuran terhadap prediksi target yang ingin dicapai oleh
organisasi.

1. Mengembangkan pengukuran proses dan target yang dicapai


2. Menyediakan system umpan balik
3. Melakukan pemeriksaan proses secara berkala

Langkah ke-5: Perbaikan Berkelanjutan perbaikan berkelanjutan dilakukan


dengan tahapan dibawah ini dengan tujuan adalah untuk mencapai pengimplemantasian
proses perbaikan selanjutnya dengan berbagai proses seperti perubahan, menghapus ,
menambahkan proses, dan sebagainya.

1. Mengevaluasi dampak perubahan terhadap bisnis dan pelanggan


2. Mengkualifikasikan proses
3. Mencari dan menghilangkan masalah proses
4. Studi banding proses
5. Melihat kembali kualifikasi secara berkala

Anda mungkin juga menyukai