HINDU-BUDDHA
1.PRASASTI CIDANGHIANG (LEBAK)
2. PRASASTI TUGU
Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan
Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian
Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai
Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang
sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan
kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam
bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang
terdiri dari lima baris melingkar mengikuti bentuk permukaan
batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa
Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan
pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis gaya dan
bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis
tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan
abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti
Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang
pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah
orang yang sama.
Teks:pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim
prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa
narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla
trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya
gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo
sahasrena prayati krtadaksina//
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah
dibentuk sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi
118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat hiasan 7 (tujuh)
ekor kepala ular kobra (Ludai), dan di bagian bawah tengah terdapat
semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pemandian. Tulisan
pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa Melayu, dan
berbahasa Melayu Kuno.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Telaga_Batu
4. PRASASTI SOJOMERTO
Prasasti Sojomerto merupakan batu bertulis peninggalan Wangsa
Sailendra yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban,
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan
berbahasa Melayu Kuno. Meskipun prasasti ini tidak
menyebutkan angka tahun, berdasarkan taksiran analisis
paleografi oleh Boechari (1966) diperkirakan berasal dari kurun
akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi[1]. Kronologi
menurut Boechari ini disanggah oleh Damais, yang menyatakan
bahwa usia penulisan prasasti lebih muda (l.k. abad ke-10).
Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 45 cm,
tebal 30 cm, dan tinggi 80 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang
sebagian barisnya rusak terkikis usia. Posisinya sampai tahun 2021
berada di halaman rumah warga dan dipagari
Alih aksara prasasti:
... _ â kotî
... namah ççîvaya
bhatâra parameçva
ra sarvva daiva ku samvah hiya
– mih inan –is-ânda dapû
nta selendra namah santanû
namânda bâpanda bhadravati
namanda ayanda sampûla
namanda vininda selendra namah
mamâgappâsar lempewângih
Terjemahan:
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-
dewa
... dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya,
Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Sojomerto
5. PRASASTI NGANTANG
Prasasti Hantang, atau biasa disebut Prasasti Ngantang, adalah
sebuah prasasti batu yang ditemukan di wilayah Ngantang,
Malang, Jawa Timur. Prasasti ini memiliki candrasengkala tahun
1057 Saka (atau 1135 M). Prasasti ini ditulis menggunakan aksara
dan bahasa Kawi atau Jawa kuno. Di dalam prasasti Ngantang
terdapat keistimewaan, yaitu adanya tulisan dengan huruf
kuadrat yang besar melintang di tengah cap kerajaan bergambar
Narasingha berupa sebuah semboyan Panjalu Jayati, yang berarti
Kadiri Menang.
Isi prasasti memuat perincian anugerah hak-hak istimewa kepada
penduduk Desa Hantang. Pemberian prasasti ini karena penduduk
Desa Hantang dengan 12 dukuh yang masuk dalam wilayahnya
datang menghadap raja dengan perantara Mpu Naiyayikarsana,
dengan memohon agar prasasti yang ada pada mereka sebagai
anugerah raja yang didharmakan di Gajapada dan di Nagapuspa
yang ditulis di atas daun lontar (ripta) dapat dipindahkan ke atas
batu (linggapala), dan ditambahkan dengan anugerah Raja
Jayabaya sendiri.
Permohonan tersebut dikabulkan oleh Raja Jayabaya, mengingat
bahwa penduduk Hantang telah memperlihatkan kebaktian yang
bersungguh-sungguh kepada raja, yang dibuktikan dengan telah
diserahkannya cancu tan pamusuh dan cancu ragadaha, serta
pada waktu ada usaha memisahkan diri (perang perebutan tahta)
mereka tetap setia memihak kepada raja.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Ngantang