Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Data

Uji protein menggunkan uji tetes biuret akan berubah menjadi

warna violet yang berarti protein tersebut mengandung protein, sedangkan

apabila tidak terjadi perubahan warna berarti tempe tersebut tidak

mengandung protein. (Lampiran Halaman 44)

Tabel 4.1 Hasil Test Protein

Sampel Perubahan Warna

Tempe yang digoreng

menggunakan minyak goreng Ungu pekat

baru

Tempe yang digoreng

menggunakan minyak bekas Ungu pekat mulai memudar

penggorengan 2x

Tempe yang digoreng

menggunakan minyak bekas Ungu muda

penggorengan 3x

Tempe yang digoreng

menggunakan minyak bekas Ungu muda memudar

penggorengan 4x

25
26

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sampel diatas yang paling

banyak mengandung protein adalah penggorengan dengan menggunakan

minyak goreng baru, bukan berarti penggorengan tempe menggunakan

minyak bekas penggorengan 1x, minyak bekas penggorengan 2x, minyak

bekas penggorengan 3x tidak mengandung protein. Sampel diatas

seluruhnya mengandung protein, namun banyaknya protein yang

dikandung oleh tempe berbeda beda. Semakin pudar warna tempe yang

telah ditetesi larutan biuret itu berarti semakin sedikit kandungan protein

yang dikandung oleh tempe tersebut.

B. Pembahasan

Protein tersusun dari peptida peptida sehingga membentuk suatu

polimer yang disebut polipeptida. Setiap monomer tersusun atas asam

amino. Peranan protein diantaranya sebagai katalisator, pendukung, sistem

imun,dsb. Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai

bahan dasar yang saling berkaitan satu sama lain. Rantai cabang (R) dapat

berupa H pada glisin, metil pada alanin, atau berupa gugus lainnya, baik

gugus alifatik, hidroksil, maupun aromatik. Namun, pada tempe

mengandung delapan asam amino secara seimbang yaitu tryptophan,

phenylalanine, lysine, treonin, methionine, leusin, isoleusin dan valine.

Hampir semua asam amino, kecuali glisin mempunyai atom karbon kiral.

Asam amino memiliki dua bentuk isomer. Protein yang tersusun dari

rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur yang khas pada
27

masing masing protein. Adapun struktur asam amino yang terkandung

pada tempe:

Tryptophan
Gambar 4.1 Phenylalanine Gambar 4.2 Tryptophan

Lysine
Gambar 4.3 Methionine Gambar 4.4 Lysine

Isoleucine Leucine
28

Gambar 4.5 Isoleucine Gambar 4.6 Leucine

Valine Threonine
Gambar 4.7 Valine Gambar 4.8 Threonine

Adapun proses pembentukan protein:

Tryptophan

Gambar 4.9 Tryptophan

+
29

Phenylalanine

Gambar 4.10 Phenylalanine

Methionine

Gambar 4.11 Methionine

+
30

Lysine

Gambar 4.12 Lysine

Isoleusin

Isoleucine

Gambar 4.13 Isoleucine

Leusin

Gambar 4.14 Leusin

+
31

Valine

Gambar 4.15 Valine

Treonine

Gambar 4.16 Treonine

Dan memiliki hasil sebagai berikut:

Gambar 4.17 Hasil Pembentukan Protein

Dapat diketahui bahwa proses pembentukan protein pada tempe

membutuhkan delapan macam asam amino sehingga pembentukan protein

pada tempe memiliki enam ikatan peptida dan enam H2O. Hubungan
32

ikatan peptida pada tempe berpengaruh pada perubahan warna ungu biuret.

Jika ikatan peptida semakin banyak, maka warna ungu yang dihasilkan

biuret akan lebih tua. Dan jika ikatan peptida yang terkandung semakin

banyak maka protein yang dikandung pada tempe juga semakin banyak.

Pada hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa tempe tetap

mengandung protein meskipun digoreng menggunakan minyak goreng

bekas penggorengan sebelumnya. Namun, kadar protein yang dikandung

oleh tempe yang digoreng menggunakan minyak bekas penggorengan

sebelumnya telah berkurang. Pada sampel diatas dapat diketahui kadar

proteinnya karena setelah ditetesi larutan biuret dan didiamkan selama

kurang lebih 5 menit menghasilkan perubahan warna keunguan sehingga

menandakan bahwa tempe mengandung protein. Dengan percobaan ini

dapat diketahui sampel mana yang positif mengandung ikatan peptida.

Percobaan pertama dimulai dengan sampel tempe yang digoreng

menggunakan minyak goreng baru. Pada sampel ini tempe yang digoreng

menggunakan minyak goreng baru menghasilkan warna ungu pekat

setelah ditetesi 16 tetes larutan biuret. Percobaan kedua menggunakan

sampel tempe yang digoreng menggunakan minyak goreng bekas

penggorengan dua kali. Pada sampel kedua, tempe menghasilkan warna

ungu pekat sedikit memudar. Percobaan ketiga menggunakan sampel

tempe yang digoreng menggunakan minyak goreng bekas penggorengan

tiga kali. Pada sampel ketiga, tempe menghasilkan warna ungu muda.

Percobaan terkahir menggunakan sampel tempe yang digoreng


33

menggunakan minyak goreng bekas penggorengan empat kali. Pada

sampel terakhir, tempe menghasilkan ungu muda mulai memudar. Dan

artinya, banyaknya kandungan protein yang dihasilkan oleh tempe

digoreng menggunakan minyak baru lebih baik daripada tempe digoreng

menggunakan minyak bekas penggorengan berulang. Perubahan warna

lebih muda dalam uji tetes biuret pada tempe memiliki penurunan protein

dari pengujian kadar protein sebelumnya sedangkan perubahan warna

ungu pekat dalam uji tetes pada biuret memiliki kandungan kadar protein

lebih banyak.

Prinsip pada metode ini adalah didasarkan pada reaksi atara ion

Cu2+ dengan ikatan peptide dalam suasana basa. Ion Cu 2+ yang terdapat

lapada reagen biuret akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan

peptida penyususn protein dalam keadaan basa. Reaksi antara ion Cu 2+

dengan ikatan-ikatan peptida tersebut menghasilkan warna kompleks

ungu. Warna ungu yang terbentuk tersebut dikarenakan ikatan-ikatan

peptida protein tersebut melarutkan hidroksida tembaga. Reaksi

pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua

gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Jika

warna yang terbentuk mudah pudar, hal ini dikarenakan ion Cu2+ mengikat

dua ikatan peptida dan jika lama dibiarkan ikatan tersebut dibiarkan lemah

(tidak stabil) sehingga itu yang menyebabkan warnanya jika dibiarkan

lama akan memudar (Azhar,2010).


34

Ketika makanan dimasak akan mengalamai denaturasi, seperti

hilangnya aktifitas biokimia yang terjadi pada senyawa protein itu sendiri.

Kebanyakan protein dalam pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada

suhu moderat (60-90oC) selama satu jam atau kurang. Akan tetapi, belum

terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini.

Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang

dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein dan tergantung pada

kelarutannya. Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering

meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang

moderat dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa

menghasilkan senyawa toksik. Disamping itu, dengan pemanasan yang

moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase,

lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan

hidrolotik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan

mengakibatkan off-flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan

warna bahan pangan selama penyimpanan. Sebagai contoh, kacang-

kacangan kaya enzim lipoksigenase. Selama penghancuran bahan, untuk

mengisolasi protein atau lipidnya, dengan adanya oksigen enzim ini

bekerja sehingga dihasilkan senyawa hasil oksidasi lipid yang

menyebabkan off-flavour. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi

enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Sebagai

tambahan, perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk


35

menginaktivasi beberapa faktor antigizi seperti enzim antitripsin dan leptin

(Sholihah Anisfatus L, 2012).

Menurut Winarno (2002:68), bila susunan ruang atau rantai

polipeptida suatu molekul protein berubah, maka dikatakan protein ini

terdenaturasi. Denaturasi Protein adalah proses perubahan struktur lengkap

dan karakteristik bentuk  protein akibat dari gangguan interaksi sekunder,

tersier, dan kuaterner struktural. Karena fungsi biokimia protein

tergantung pada tiga dimensi bentuknya atau susunan senyawa

yangterdapat pada asam amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas

biokimia yang terjadi di dalam senyawa protein itu sendiri.

Jika ikatan – ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut

rusak, molekul akan mengembang. Ada dua macam denaturasi, yaitu

pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit ysng

lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis

denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi

pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian –

bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan – ikatan

yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah :

1. Ikatan Hidrogen

2. Ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan

yang saling berdekatan membentuk suatu micelle yang tidak terlarut

dalam air.

3. Ikatan ionik antara gugus bermuatan posistif dan negatif.


36

4. Ikatan intra molekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida

dalam sistin.

Ciri - ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari

berbagai hal. Salah satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya,

protein yang terdenaturasi biasanya mengalami pembukaan lipatan pada

bagian – bagian tertentu selain itu, protein yang terdenaturasi akan

berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protain bagian dalam yang

bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat

hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila

larutan protein telah mendekati pH isolistrik, dan akhirnya protein akan

menggumpal dan mengendap.

Penyebab denaturasi protein yaitu :

1. Denaturasi karena panas

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan

interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat

meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein

bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul

tersebut.

Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi – reaksi

baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan reaksi tersebut

diantaranya denaturasi. Kehilangan aktivitas enzim, penambahan kelarutan

dan dehidrasi, dan perubahan warna. Denaturasi , residu asam amino, arus
37

luring, permukaan ikatan peptida dan pembentukan senyawa yang sentri

aktif (Apriyantono,2002).

2. Denaturasi karena asam basa

Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan

garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel

terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan

dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa

yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat

asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.

3. Denaturasi karena tekanan

Perlakuan tekanan dapat menyebabkan denaturasi protein. Pada

dasarnya protein bersifat fleksibel dan dapat dikompresi. Terdapat rongga

dalam protein, bila diberi perlakuan dengan menekan maka terjadi

pengurangan volume dan kehilangan molekul air yang terikat pada

molekul asam amino. Kehilangan air terikat pada protein menyebabkan

struktur protein berubah dan terjadi denaturasi. Denaturasi akibat tekanan

biasanya terjadi pada suhu 25oC. denaturasi protein akibat tekanan bersifat

reversible.

4. Pengadukan

Pengadukan dalam kecepatan tinggi seperti pengocokan,

pengulengan dan pembuihan menyebabkan protein denaturasi. Denaturasi

ini disebabkan inkorporasi udara dan adsorsip molekul protein kedalam


38

antarmuka udara-cairan. Besarnya perubahan disebabkan sifat protein yang

fleksibel.

5. Senyawa Organik

Ada senyawa oraganik seperi urea dan guanidine hidroklorida

dapat mendenaturasi protein. Rusaknya ikatan peptida menjadi putus

menyebabkan struktur protin terbuka.

Nyatanya, semakin sering Anda mengonsumsi tempe yang dimasak

dengan minyak bekas penggorengan sebelumnya, semakin besar pula

bahayanya buat tubuh anda (Anindyaputri I,2017). Jadi, sangat dianjurkan

untuk tidak menggunakan minyak berulang kali apalagi hingga minyak

goreng berubah menjadi warna pekat. Maksimal dalam penggunaan

minyak goreng yang baik adalah tiga kali pemakaian, karena pada

umumnya minyak bekas penggorengan keempat kalinya terdapat

perubahan warna dan aroma yang kurang bagus jika digunakan.

Menurut Prof. Ir. Ahmad Sulaeman (2018:1) saat dipanaskan

berulang kali, minyak goreng akan mengalami oksidasi yang akan

meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Jika tidak ada antioksidan,

maka akan meningkatkan risiko diabetes hingga serangan jantung. Minyak

juga akan mengalami polimerisasi dan menghasilkan zat karsinogen

penyebab kanker. Menurut penelitian oleh para ahli dari University of the

Basque Country di Spanyol, minyak jelantah mengandung senyawa

organik aldehid. Senyawa ini diketahui bisa berubah menjadi karsinogen

dalam tubuh Anda. Selain itu, aldehid juga bisa memicu penyakit
39

degeneratif kronis. Misalnya penyakit Alzheimer, penyakit jantung dan

penyakit Parkinson. Kalori dan lemak trans yang berlebihan akan memicu

kelebihan berat badan, bahkan sampai obesitas. Obesitas sendiri bisa

menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti diabetes dan penyakit

jantung (Anindyaputri I, 2017).

Anda mungkin juga menyukai