PRAKTIKUM
FISIKA TEKNIK
Oleh:
<Elvis Newsiya Bong> <242022007>
<Marseligea Dahai> <242022012>
<Ilham Ardiansyah> <242022009>
<Bagas Januari Marbun> <242022005>
FISIKA TEKNIK
Oleh:
<Elvis Newsiya Bong> <242022007>
<Marseligea Dahai> <242022012>
<Ilham Ardiansyah> <242022009>
<Bagas Januari Marbun> <242022005>
Oleh:
<Elvis Newsiya Bong> <242022007>
<Marseligea Dahai> <242022012>
<Ilham Ardiansyah> <242022009>
<Bagas Januari Marbun> <242022005>
Rachmansyah, S. T., M. T
Kepala Laboratorium Teknik Sipil
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menyertai kami sehingga penyusunan Laporan Praktikum Fisika Teknik ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan Praktikum inilah yang akan
digunakan sebagai syarat kelulusan mahasiswa dalam Praktikum Fisika Teknik.
Mengingat banyaknya pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam
pembuatan Laporan Praktikum Fisika Teknik ini, oleh karena itu kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Sdr. Melvin Yeremia dan Sdri. Milka Innocencia, selaku Asisten
Laboratorium Fisika Teknik yang telah memberikan kritik dan saran
kepada kami;
2) Bapak Teguh Parsono dan Ibu Desi Damaris, selaku Laboran
Laboratorium Teknik Sipil Ukrida;
3) Bapak Dr. Usman Wijaya, S.T., M.T. dan Ibu Elly Kusumawati B, S.T.,
M.T., selaku dosen mata kuliah Fisika Teknik;
4) Bapak Rachmansyah, S.T., M.T., selaku Kepala Operasional Laboratorium
Teknik;
5) Bapak Hans Dermawan, S.Pd., M.T., selaku Kepala Jurusan Teknik Sipil
UKRIDA;
6) Teman-teman Jurusan Teknik Sipil Angkatan 2022 yang telah
memberikan kontribusi dalam menyelesaikan laporan.
Semoga Laporan Praktikum Fisika Teknik ini dapat memberikan manfaat bagi
khalayak ramai. Kami juga merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan laporan praktikum ini sehingga kritik dan saran yang berbobot sangat
diharapkan agar laporan praktikum ini ke depannya menjadi lebih baik.
Penulis
∆x = ketidakpastian (m)
NST = Nilai Skala Terkecil
X = Nilai Pembacaan
∑x = Jumlah hasil pengukuran
n = Jumlah data
v = Kecepatan (m/s)
h = Ketinggian (m)
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
t = Waktu (s)
Ek = Energi kinetik (joule)
Ep = Energi potensial (joule)
F = Gaya hooke (N)
m = Massa beban (kg)
a = Percepatan (m/s2)
K = Tetapan Pegas (N/m)
X = Hasil pengukuran panjang akhir (m)
X0 = Hasil pengukuran panjang awal (m)
M = Momentum (kg m/s)
V1 = Kecepatan benda 1
V2 = Kecepatan benda 2
V1’ = Kecepatan benda 1 sesudah tumbukan
V2’ = Kecepatan benda 2 sesudah tumbukan
τ = Torsi (Nm)
I = Momen inersia (kgm 2 ¿
R = jari-jari (m)
T = periode (s)
KR = Kesalahan relatif (%)
T0 = Periode awal (s)
σ = Tegangan (N/m2)
A = Luas penampang (m2)
ℇ = Regangan
1.1 Pendahuluan
dasar, ketelitian suatu alat ukur, dan mampu menentukan ketidakpastian pada
Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu
kuantitas atau variabel fisis. Pada umumnya, alat ukur dasar terbagi menjadi dua
jenis, yaitu alat ukur analog dengan sistem analog dan alat ukur digital dengan
sistem digital.
1.2.2 Ketidakpastian
Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan
demikian, sangat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui
sistematis adalah kesalahan yang sebabnya dapat diidentifikasi dan secara prinsip
1. Kesalahan alat;
2. Kesalahan pengamat;
3. Kesalahan lingkungan;
4. Kesalahan teoritis.
1) Mistar Plastik;
3) Mikrometer Sekrup;
4) Neraca Lengan;
6) Kaca Akrilik;
7) Spidol.
2) Tebal kaca akrilik diukur dengan mistar plastik, jangka sorong, dan
mikrometer sekrup;
mikrometer sekrup;
neraca lengan;
Gambar 0.12 Kaca akrilik, tempat jangka sorong, dan spidol ditimbang
1
∆x = × NST (1.1)
2
X = x ± ∆x (1.2)
1
∆x = × (Xmax - Xmin) (1.3)
2
∑x
X= ± ∆x (1.4)
n
Keterangan:
∆x = Ketidakpastian;
X = Nilai pembacaan;
X = Hasil pengukuran;
N = Jumlah data.
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium UKRIDA Science Center pada hari Kamis, 22 September 2022. Pengukuran ini dilakukan untuk
mengetahui cara pemakaian alat-alat ukur dasar, menetapkan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang serta menguji ketelitian
1
∆x = × NST
2
1
= × 0,001
2
= 0,0005 cm
X = x ± Δx
= 0,247 ± 0,0005 cm
mikrometer sekrup
1
= × (Xmax - Xmin)
2
1
= × (0,250 – 0,247)
2
= 0,0015 cm
∑x
X = ± ∆x
n
0,749
= ± 0,0015
3
= 0,249 ± 0,0015 cm
1
∆x = × NST
2
1
= × 0,1
2
= 0,05 gram
X = x ± ∆x
1
∆x = × (Xmax - Xmin)
2
1
= × (100,5 – 100,4)
2
= 0,05 gram
∑x
X = ± ∆x
n
100,4 +100,5+100,5
= ± 0,05
3
301,4
= ± 0,05
3
dari tiga barang uji coba secara tunggal dan berulang. Dan dari ketiga alat ukur
0,001 cm untuk alat mikrometer sekrup; 0,01 cm untuk jangka sorong, dan 0,1 cm
untuk mistar plastik. Dengan alat ukur mikrometer sekrup menggunakan objek
kaca akrilik dengan rata-rata sebesar 0,249 cm; tempat jangka sorong dengan
rata-rata sebesar 1,525 cm; spidol dengan rata-rata sebesar 1,525 cm. Dengan alat
ukur mistar menggunakan objek kaca akrilik dengan rata-rata sebesar 0,25 cm;
tempat jangka sorong dengan rata-rata sebesar 2 cm; spidol dengan rata-rata
sebesar 1,5 cm. Dengan alat ukur mistar menggunakan objek kaca akrilik dengan
spidol dengan rata-rata sebesar 1,53 cm. Sedangkan hasil pengukuran masa
menggunakan neraca lengan secara tunggal dan berulang didapatkan nilai skala
terkecil sebesar 0,1 gram. Oleh karena itu rata-rata pengukuran berulang neraca
lengan dengan objek kaca akrilik rata-rata sebesar 93,6 g ± 0,05; tempat jangka
sorong dengan rata-rata sebesar 100,5 g ± 0,05; spidol dengan rata-rata sebesar
9,3 g ± 0,05. Nilai ± 0,05 merupakan nilai ketidakpastian pada pengukuran secara
yang lebih akurat. Dikarenakan pada pengukuran secara berulang hasil data yang
didapat dari nilai rata-rata pengukuran tunggal yang belum pasti dengan ketentuan
BAB 2
gerak jatuh bebas dan membandingkan kecepatan serta energi pada gerak jatuh
bebas yang diukur dengan alat simulasi dan secara perhitungan teoritis.
Gerak jatuh bebas merupakan gerak melalui lintasan lurus dengan kecepatan
(g = 9,81 m/s 2 ¿ . Benda dengan jarak jatuh bebas mengalami perubahan energi,
yaitu energi potensial menjadi energi kinetik. Pada posisi awal benda tidak
energi potensial yang tersimpan pada benda berubah menjadi energi kinetik
2) Beban 80gr;
3) Mistar Plastik.
2) Tinggi alat simulasi gerak jatuh bebas diukur dengan mistar plastik;
beban ditaruh pada alat simulasi gerak jatuh bebas. Pada alat simulasi gerak jatuh
7) Dianalisanya kecepatan pada benda yang dikenai gerak jatuh bebas dan
teori hukum kekekalan energi pada gerak jatuh bebas dengan cara
dibandingkannya nilai energi kinetik yang diperoleh dari alat simulasi dengan
1 2
h= × g × t (2.1)
2
v = √ 2× g× h (2.2)
energi
1
Ek= × m×v2 (2.3)
2
Ep = m × g × h (2.4)
Keterangan:
v = Kecepatan (m/s);
h = Ketinggian (m);
t = Waktu (s);
n = Jumlah data.
saat gerak jatuh bebas, dengan menggunakan alat simulasi gerak jatuh bebas yang
Massa = 80 gr
1
Ketinggian (h1) = × g × t12
2
1 437
= × 9,81 × ( )2
2 1.000
= 0,936 m
= √ 2 × 9.81 × 0,936
= √ 18,36
= 4,286 m/s
Kecepatan (v) = √2 × g × h
= √ 2 × 9,81 × 1
= √ 19,62
= 4,42 m/s
1
Energi kinetik = × m × v2
2
1
= × 0,08 × 4,286
2
= 0,735 J
= 0,735 J
∑EK
Rata-rata EK =
n
7,403
=
10
= 0,740 J
∑EP
Rata-rata EP =
n
= 0,740 J
1
Energi kinetik = × m × v2
2
1
= × 0,08 × (4,42 )2
2
= 0,781 J
= 0,08 × 9,81 × 1
= 0,780 J
Berdasarkan Tabel 2.1 dalam percobaan pertama dengan hasil kecepatan sebesar
4,286 m/s dari ketinggian 0,936 m. Besarnya kecepatan berpengaruh dalam energi
kinetik dan besarnya ketinggian berpengaruh dalam energi potensial. Saat posisi
benda berada diatas nilai kecepatanya adalah 0 dan ketika benda dijatuhkan benda
memiliki kecepatan sehingga memiliki hukum kekekalan energi.
Dari hasil data yang diperoleh hasil kecepatan rata-rata simulasi kecepatan
sebesar 4,303 m/s sedangkan secara teoritis sebesar 4,42 m/s. Hasil rata-rata
simulasi energi potensial sebesar 0,740 J secara teoritis sebesar 0,780. Berbanding
dengan nilai rata-rata simulasi energi kinetik didapat dengan nilai yang sama
sebesar 0,740 J sedangkan hasil secara teoritis energi kinetik didapat sebesar
0,781 J.
Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil data berupa eneergi yang
berbeda, karena adanya kehilangan energi, kehilangan energi disebabkan oleh
pengaruh penempatan beban pada alat simulasi, perbedaan posisi jatuh pada
beban, perbedaan waktu ketika benda dijatuhkan, dan pengaruh angin saat beban
jatuh.
3.1 Pendahuluan
Praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui tetapan pegas, periode getaran dan
Setiap sistem yang memenuhi hükum Hooke akan bergetar dengan cara yang
unik dan sederhana, yang disebut gerak harmonik sederhana. Sebagai contoh bila
ada benda yang dihubungkan dengan pegas dan ditarik sejauh X dengan gaya
sebesar F, maka benda akan ditarik oleh pegas sejauh X dengan gaya sebesar F'.
Jika tidak ada gaya gesek yang bekerja maka benda ini akan terus menerus
bergerak ke kiri kanan sejauh X dari posisi semula, dan F adalah gaya Hooke.
Hükum II Newton dapat diterapkan pada benda yang mengalami gerak harmonik
3.1
3.2
1) Statif;
2) Pegas Spiral;
5) Stopwatch;
6) Penggaris;
7) Timbangan;
dilepaskan dan diukur banyak getaran dalam waktu 5 detik, 10 detik, dan
15 detik;
3.5. Perhitungan
F=m×a (3.1)
∆x = X – X0 (3.2)
K × ∆x = m × a (3.3)
t
T= (3.4)
n
T = 2π
√ m
K
(3.5)
Keterangan:
A = Percepatan (m/s2);
29 September 2022 dengan tujuan untuk mencari nilai tetapan pegas dan periode
getaran pada pegas serta menganalisa grafik hubungan beban dengan periode.
F =m×a
= 0,45 × 9,81
= 4,41 N
Δx = X0 – X
= 23,2 – 19,5
= 3,7 cm
m×a = K × Δx
4,41 = K × 0,037
K = 119,27 N/m
t5
T5 =
n5
5
=
10
= 0,5 s
t 10
T10 =
n 10
= 0,45 s
t1 5
T15 =n 1 5
15
¿
31
¿0,48 s
∑T
Rata-rata T =
n
T + T +T
= 5 10 15
n
= 0,476 ± 0,05 s
T ¿ 2π
√ m
K
= 2(3,14)
= 0,38 s
√ 0,45
119,29
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0,40 0,45 0,50
Beban
Dari praktikum yang telah dilakukan, data yang didapat bahwa ketetapan pegas,
dengan beban 0,40 kg; 0,45 kg; dan 0,45 kg. Memperoleh periode pengamatan
pada getaran sebesar 0,41 s; 0,50 s; 0,45 s; dengan total getaran secara berturut-
turut 12 getaran, 10 getaran, dan 11 getaran dalam waktu 5 detik. Namun dalam
kesamaan, dengan total getaran sebanyak 22 getaran untuk 0,40 kg; 22 getaran
untuk 0,45 kg; dan 21 getaran untuk 0,50 kg. Berdasarkan data tersebut terlihat
hasil periode pengamatan yang hampir mirip sebesar 0,45 s; 0,45 s; 0,47 s.
semakin berbeda juga nilai ketetapan pegas dengan periodenya. Dari data grafik
gambar 3.8 dapat dilihat dari beban terberat yang digunakan seberat 0,50 kg
memiliki nilai periode sebesar 0,41 s. Dibandingkan dengan data beban terringan
seberat 0,40 kg memiliki nilai periode sebesar 0,30 s. Sehingga didapat, bahwa
hubungan beban dengan nilai periode pada grafik yaitu berbanding lurus. Karena
Untuk beban uji seberat 0,40 kg adalah 0,41 s; 0,45 s; dan 0,45 s. Untuk beban uji
seberat 0,45 kg adalah 0,50 s; 0,45 s; dan 0,48 s. Untuk beban uji seberat 0,50 kg
adalah 0,45 s; 0,47 s; dan 0,50 s. Dapat dilihat bahwa kesalahan relatif dari beban
uji 0,40 kg sebesar 30%, dari beban uji 0,45 kg sebesar 19%, dan untuk beban uji
0,50 kg sebesar 12%. Karena hasil persentase yang berselisih jauh maka didapat
pada pengisian data pada tabel perhitungan, ketidak ketelitian pengamat dalam uji
ENERGI
4.1 Pendahuluan
Praktikun ini dimaksudkan untuk menghitung energi potensial dan energi kinetik
Misalnya seperti energi potensial berubah menjadi energi listrik, energi listrik
s
v= (4.1)
t
Keterangan:
V = kecepatan (m/s);
s = jarak (m);
t = waktu (s).
4.2
1
EK = × m × v2 (4.3)
2
Keterangan:
K = massa (kg)
M = kecepatan (m/s).
4.2
Ep = m × g × h (4.4)
Keterangan:
m = massa (kg);
g = gravitasi (m/s²);
h = ketinggan (m)
2) Bola pejal.
1.4
2.4
3.4
3) Panjang lintasan 0-1, 0-2, dan 0-3 untuk masing-masing lintasan diukur;
perubahan energi kinetik dan energi potensial pada benda dengan menggunakan
h0 0,340 0.340
h1 0,265 0,220
Ketinggian
(m) h2 0,160 0,085
h3 0 0
Lintasan A B
Titik 0 1 2 3 0 1 2 3
v (m/s) 0 1,225 1,871 2,598 0 1,581 2,236 2,598
Ek (joule) 0 0,006 0,014 0,027 0 0,010 0,020 0,027
Ep (joule) 0,027 0,021 0,013 0 0,027 0,017 0,007 0
Em (joule) 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027 0,027
Em0 = Em1
Ek0 + Ep0 = Ek1 + Ep1
0 + m x g x h0 = Ek1 + m x g x h1
0 + 0,027 = Ek1 + 0,021
Ek1 = 0,006 joule
V1 =
√ 2Ek
m
=
√ 2x 0,006
0,008
= 1,225 m/s
Lin tasan A B
Titik 0-1 0-2 0-3 0-1 0-2 0-3
v (m/s) 0,385 1,346 1,783 1,384 1,440 1,215
ΔEk (Joule) 0,006 0,008 0,013 0,010 0,001 0,007
ΔEp (Joule) 0,006 0,035 0,061 0,010 0,037 0,051
S0-2
V2 =
t 0-2
= 1,346 m/s
= 0,014 – 0,006
= 0,008 joule
= 0,035 joule
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.3 kecepatan
lintasan A pada titik 0-2 sebesar 1,871 m/s dan lintasan B pada titik 0-2 sebesar
2,236 m/s. Sedangkan untuk energi kinetik pada lintasan A pada titik 0-2 sebesar
0,014 joule dan pada lintasan B pada titik 0-2 sebesar 0,020 joule. Jika
diperhatikan kecepatan lintasan B pada titik 0-2 lebih besar dari A dikarenakan
energi kinetik yang dimiliki oleh lintasan B lebih besar dari lintasan A. Energi
kinetik tersebut di pengaruhi oleh kecepatan lintasan serta massa benda yang
digunakan, sehingga jika lintasan curam dan massa bendanya berat maka energi
berkurang. Pada tabel 4.2 didapatkan hasil perolehan data kecepatan pada lintasan
A yaitu pada titik 0 sebesar 0 m/s; titik 1 sebesar 1,871; dan titik 3 sebesar 2,598
m/s lalu pada lintasan B didapatkan hasil yaitu pada titik 0 sebesar 0 m/s; titik 1
sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan pada lintasan A yang awalnya lebih
lambat dari lintasan B namun pada titik akhir lintasan kecepatan A lebih cepat dari
lintasan B. hal ini dipengaruhi oleh curamnya bentuk pada lintasan titik terakhir
sebesar 0,385 m/s sedangkan pada lintasan B titik 0-1 sebesar 1,834 m/s. pada
lintasan A, didapatkan hasil perhitungan energi kinetik pada titik 0-1 sebesar
0,006 joule dan energi potensial sebesar 0,006 joule sedangkan lintasan B
memiliki energi kinetik pada titik 0-1 sebesar 1,384 joule dan energi potensial
sebesar 0,010 joule. Ketinggian lintasan pada titik 0-1 di lintasan A sendiri
sebesar 0,265 cm dan lintasan B sebesar 0,220 cm. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semakin cepat suatu benda bergerak maka energi kinetiknya pun semakin
besar karena energi kinetik di pengaruhi oleh kecepatan dan massa suatu benda.
dikarenakan semakin tinggi suatu benda pada lintasannya maka semakin besar
MOMENTUM
5.1 Pendahuluan
Praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui elastisitas tumbukan pada saat dua
Hukum kekekalan momentum adalah hukum yang berkonsep seperti pada hukum
suatu benda tidak akan berubah selama tidak ada gaya luar yang memengaruhi
benda tersebut”. Jadi ketika dua benda bertabrakan, selama tidak ada gaya luar
yang memengaruhi benda tersebut (ideal), jumlah momentum pada awal sebelum
terjadi tumbukan dan sesudah terjadi tumbukan akan sama. Berikut adalah
benda
uji 2;
Gambar 0.40 Beban Dipasang Pada Benda Uji 1 dan Benda Uji 2
5.2;
5.5 Perhitungan
M=mxv (5.1)
Keterangan:
m = Massa (kg)
E = Elastisitas
V1 = Kecepatan benda 1;
V2 = Kecepatan benda 2;
pada saat dua benda yang bertabrakan dengan menggunakan hukum kekekalan
berikut:
V1 = 0,327
V2 = 0,100
V1’ = 0,402
V2’ = 0,100
( V 2 '- V 1 ')
E = −¿
V2 - V1
( 0,100 - 0,402 )
= −¿
0,100-0,327
0,302
=
0,227
= 1,330
V1 =0
V2 = 0,667
V1’ = 0,270
V2’ =0
(0 - 0,270)
= −¿
0,667 - 0
0,270
=
0,667
= 0,404
V1 = 0,283
V2 = 0,100
V1’ =0
V2’ =0
( V2 '- V1 ')
E = −¿
V2 - V1
0
=
0,183
=0
V1 =0
V2 = 0,667
V2’ =0
V2’ =0
( V 2 '- V 1 ')
E = −¿
V2 - V1
(0 - 0)
= −¿
0,667 - 0
=0
Berdasarkan data didapatkan nilai negatif (-) yang menunjukkan berlawanan dari
arah awal lajur gerak benda. Didapatkan contoh perhitungan sebagai berikut:
V1 = 0,398
V2 = −¿0,222
V1’ = −¿0,100
V2’ = 0,433
( V 2 '- V 1 ')
E = −¿
V2 - V1
(0,433 -(-0,100) )
= −¿
-0,222 - 0,398
0,533
= −¿
0,176
Berdasarkan data didapatkan nilai negatif (-) yang menunjukkan berlawanan dari
arah awal lajur gerak benda. Didapatkan contoh perhitungan sebagai berikut:
V1 = 0,658
V2 = −¿0,162
V1’ =0
V2’ =0
−( V 2 '- V 1 ')
E =
V2 - V1
( 0-0 )
= −¿
-0,162 -0.6 58
0
= −¿
-0,82
=0
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh data nilai elastisitas pada
tabel 5.8 dengan 6 variasi yang berbeda nilai. Pada beban 0 gram variasi 1
dipengaruhi oleh gaya luar. Gaya tersebut bisa berupa gaya gesek benda terhadap
permukaaan maupun gaya dorong yang diberikan pada benda. Sehingga dapatkan
Masa benda pada keenam variasi akan tetap sama karena pengaruh massa
Ketika kecepatan benda sebelum dan sesudah tumbukan nilai elastisitasnya sama
dengan satu nilai elastisitasnya bersifat lenting sempurna, dan kecepatan benda
sebelum dan sesudah tumbukan nilai elastisitasnya sama dengan nol dimana nilai
tumbukan tidak sama dengan nol, tetapi kecepatan benda sebelum tumbukan tidak
sama dengan kecepatan benda sesudah tumbukan maka elastisitasnya adalah 0 < e
MOMEN INERSIA
6.1 Pendahuluan
Praktikum ini dimaksud untuk menentukan besar momen inersia dari benda tegar
secara teori dan eksperimen dan menentukan pengaruh momen inersia pada gerak
Gambar 6.1 memperlihatkan dua titik massa dengan massa m1 dan m2 yang
membentuk suatu benda tegar. Ujung kiri batang di titik O diberi sumbu yang
tegak lurus pada bidang gambar sehingga batang dapat berotasi pada sumbu
tersebut.
Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi terhadap
porosnya.
6.1
6.2
2) Jangka sorong;
3) Silinder pejal;
4) Kerucut pejal;
5) Penggaris;
6) Stopwatch;
7) Timbangan.
3) Pegas sebesar 270° disimpangkan lalu catat waktu yang dibutuhkan untuk
4) Semua benda momen inersia ditimbang dengan timbangan lalu catat pada
Tabel 6.2;
Gambar 0.56 Momen Inersia Ditimbang dan Dicatat Pada Tabel 6.2
7) Sudut 270° diputar lalu dicatat waktu yang dibutuhkan untuk 3 getaran dan
1 getaran;
6.5 Perhitungan
τ=F×r (6.1)
r
K= (6.2)
ϴ
K
Io= (6.3)
4π 2
T
I=( 2
−1 ¿ × I o (6.4)
To
1 2
I= × m×r (6.5)
2
t
T0 = (6.7)
n
Keterangan:
τ = Torsi (Nm);
F = Gaya (N);
R = Jari-jari (m);
M = Massa (kg);
T = Periode (s);
t = Waktu (s);
n = Banyak getaran.
dari benda tegar secara teori dan eksperimen serta menganalisa kesalahan
Saat alat momen inersia belum diberi beban, alat membutuhkan waktu 4,24 detik
Secara Teori
1 2
I = ×m× r
2
1
= × 0,521 × 0,04052
2
= 0,0004 kgm2
Secara Praktikum
t
T0 ¿
n
4,24
¿
10
¿ 0,424 s
τ ¿F×r
τ
K ¿
θ
0,022
¿
0,785
¿ 0,0283 kgm2
K
I0 = 4 π 2 × T02
0.0283
= 4 ×3,14
2 × 0,4242
= 0,0001 kgm2
I = ( T
T02 )
- 1 × I0
= (0,7466
0,424
2
-1
) × 0,0001
= ( 4,15332 -1 ) × 0,0001
= 0,0004 kgm2
KR = ( I Teori )
I Teori - I Praktikum
×100 %
= (0,0004
0,0004
- 0,0004
) ×100%
benda uji. Hasil perhitungan pada silinder pejal secara teori sebesar 0,0004 kgm 2,
sedangkan secara praktikum sebesar 0,0004 kgm 2. Adapun hasil perhitungan pada
kerucut pejal secara teori sebesar 0,0011 kgm2; sedangkan praktikum sebesar
teori dan secara praktikum yaitu, pada secara teori membutuhkan data beban pada
benda uji dan diameter pada benda uji. Dan perhitungan secara praktikum
membutuhkan data nilai periode, torsi, dan konstanta. Maka dari kedua
Selain itu, didapatkan nilai kesalahan relatif dari dua benda uji yaitu, Silinder
pejal dengan kesalahan relatif sebesar 4,6177%, dan kesalahan relatif pada
kerucut pejal, sebesar 56,1517%. Kedua kesalahan relatif berbanding jauh, karena
kecepatan getaran, dan waktu yang terbatas pada masing-masing benda uji , dan
peletakan posisi titik berat pada benda uji yang tidak beraturan.
MODULUS YOUNG
7.1 Pendahuluan
7.1
7.2
7.2.1 Tegangan
Tegangan (stress) pada sebuah benda didefinisikan sebagai gaya per satuan luas
penampang benda tersebut. Bila dua buah kawat dari bahan yang sama namun
F
σ= (7.1)
A
Keterangan:
σ = Tegangan (N/m2)
F = Gaya (N);
Regangan (strain) adalah perubahan bentuk yang dialami oleh sebuah benda
dimana dua buah gaya yang berlawanan arah (menjadi pusat benda) dikenakan
∆L
ℇ= (7.2)
L₀
Keterangan:
ℇ = Regangan;
Modulus young adalah perbandingan antara tegangan yang dialami oleh suatu
suatu material. Material elastis memiliki nilai E konstan, pada kondisi tersebut
hubungan σ dan ℇ bersifat linier. Pada batas tertentu, elastisitas material akan
berkurang dan menjadi plastis. Pada kondisi plastis hubungan σ dan ℇ tidak lagi
Keterangan:
ɛ = Regangan;
σ = Tegangan (N/m2).
1) Statif;
2) Pegas;
3) Penggaris;
4) Beban.
dan modulus young suatu bahan serta memahami hubungan pertambahan panjang
Panjang Perubahan
Beban Jari- σ E
awal Panjang ɛ
(kg) jari (m) (N/m2) (N/m2)
(m) (m)
0,01 0,009 0,191 0,233 3,385 0,219 15,456
0,02 0,009 0,191 0,245 7,714 0,282 27,354
0,03 0,009 0,191 0,254 11,571 0,329 35,170
0,04 0,009 0,191 0,265 15,428 0,387 39,865
0,05 0,009 0,191 0,271 19,285 0,418 46,136
Contoh Perhitungan:
M×g
= π × r2
0,01 × 9,81
= 3,14 × 0,009
0,098
= 0,028
= 3,385nN/m2
∆L
ℇ = L₀
(0,233 - 0,191)
= 0,191
0,042
= 0,191
= 0,219
σ
E =ℇ
3,385
= 0,219
= 15,456 N/m2
F
σ =
A
0,05 × 9,81
=
3,14 × 0,009
0,490
=
0,028
∆L
ℇ =
L₀
(0,271 - 0,191)
=
0,191
0,080
=
0,191
= 0,418
σ
E =
ℇ
17,517
=
0,418
= 42,035 N/m2
Tegangan (N/m2)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan data yang telah diolah. Didapat
hasil grafik pada gambar 7.10 yang menunjukan peningkatan grafik yang
berbanding lurus. Pada beban 0,01 kg didapat nilai renggangan sebesar 0,219 dan
tegangan sebesar 3,385 N/m2; pada beban 0,02 kg didapat nilai renggangan
sebesar 0,219 dan tegangan sebesar 7,714 N/m2; pada beban 0,03 kg didapat nilai
renggangan sebesar 0,329 dan tegangan sebesar 11,571 N/m2; pada beban 0,04 kg
didapat nilai renggangan sebesar 0,387 dan tegangan sebesar 15,428 N/m2; dan
pada beban 0,05 kg didapat nilai renggangan sebesar 0,418 dan tegangan sebesar
19,285 N/m2. Berdasar data tersebut menunjukan semakin besar massa yang
digunakan makan semakin besar juga nilai renggangan dan tegangan yang
diperoleh.
Dengan panjang awal pegas sebelum diberi beban sepanjang 19,1 cm. Dan
Panjang pegas bertambah ketika ditambahkan beban. Pada beban 0,01 kg didapat
panjang pegas sepanjang 23,3 cm; pada beban 0,02 kg didapat panjang pegas
pada beban 0,04 kg didapat panjang pegas sepanjang 26,5 cm; pada beban 0,05 kg
didapat panjang pegas sepanjang 27,1 cm. Dan diperolehnya nilai tegangan yang
semakin besar terhadap penambahan beban uji. Maka dapat disimpulkan bahwa
pertambahan panjang pegas dan nilai tegangan dipengaruhi oleh berat beban yang
digunakan. Yang bersifat berbanding lurus, semakin besar beban uji maka
MODULUS PUNTIR
8.1 Pendahuluan
Praktikum ini dimaksudkan untuk menguji sifat elastis bahan di bawah pengaruh
(twisting stress).
Gambar 0.70 Tipe-tipe tegangan (a) merenggang (b) menekan (c) memuntir
F×L
∆L = (8.1)
G×A
Keterangan:
F = Gaya (N);
Jika suatu batang silinder yang salah satu ujungnya dijepit tetap, sedangkan ujung
lainnya dipuntir dengan torsi, maka modulus geser/ modulus puntir batang
2×L×T
G= 4 (8.2)
π× R ×a
Dengan R adalah jari-jari batang silinder dan L adalah jarak antara ujung tetap ke
tempat sudut puntir Gaya torsi dihasilkan dari beban yang digantungkan pada
adalah sebesar
T = r × m × g (8.3
3) Meteran;
5) Mikrometer sekrup;
Gambar 0.79 Salah satu ujung batang dimasukkan ke dalam penjepit diam
4) Jarum pengamat sudut puntir dipasang pada jarak tertentu dari penjepit
diam. Catat jarak tersebut dari ujung penjepit diam ke jarum pengamat;
Gambar 0.80 Jarum pengamat sudut puntir dipasang pada jarak tertentu
setiap penambahan beban untuk al dan a2. Nilai al dan a2 dibaca dengan
derajat;
dicatat
Beban a1 a2 al a2 G1 G2
(Kg) (◦) (◦) (rad) (rad) (N/m2) (N/m2)
1
2
3
Rata-rata
Beban a1 a2 al a2 G1 G2
(Kg) (◦) (◦) (rad) (rad) (N/m2) (N/m2)
1
2
3
Rata-rata
Beban a1 a2 al a2 G1 G2
(Kg) (◦) (◦) (rad) (rad) (N/m2) (N/m2)
1
2
3
Rata-rata
Diketahui:
L1 = m
L2 = m
α1 = rad
α2 = rad
r = m
R = m
2 x L1 × r × m × g
G1 = 4
π× R ×a
2× × × ×
= 4
3,14 × ( ) ×
❑
=
= N/m2
2 x L1 × r × m × g
G2 = 4
π× R ×a
2× × × ×
= 4
3,14 × ( ) ×
❑
=
= N/m2
Kesimpulan:
tembaga.