Anda di halaman 1dari 33

ILMU REPRODUKSI TERNAK

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
KING HASBI
D1A020081

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
ii

ILMU REPRODUKSI TERNAK

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
KING HASBI
D1A020081
Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kurikuler pada Praktikum
Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021

LEMBAR PENGESAHAN
iii

ILMU REPRODUKSI TERNAK

Oleh:
KING HASBI
D1A020081

Diterima dan disetujui


Pada tanggal : ………………………

Koordinator Asisten Asisten Pendamping

Facmi Annga Permana Salsabila Zaura Subianto

NIM. D1A018171 NIM. D1A019049

PRAKATA
iv

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT. atau limpahan dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan akhir Ilmu Reproduksi Ternak ini dengan tepat waktu.
Penulisan laporan akhir akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pada
praktikum Ilmu Reproduksi Ternak.
Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan akhir ini
hanya bantuan dan bimbingan dari berbeagai pihak sejak penyusunan sampai
terselesaikannya laporan akhir ini. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Orangtua yang senantiasa memberi dukungan moral maupun material
2. Para dosen yang telah membantu dan membimbing dalam proses praktikum
3. Para asisten – asisten yang telah mendampingi para peserta dalam proses
praktikum
4. Teman – teman yang meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner
Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan akhir ini
berguna bagi kalangan Universitas Jenderal Soedirman bahkan masyarakat luas.

Bekasi, Oktober 2021

Penulis
v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................................1
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................iii
PRAKATA.......................................................................................................................iv
DAFTAR ISI......................................................................................................................v
I . PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.........................................................................................................................2
1.3 Waktu dan Tempat..................................................................................................................................... 2
II. MATERI DAN CARA KERJA...........................................................................................3
2.1 Materi.......................................................................................................................3
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas..............................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas....................................................3
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Mamalia...........................................4
2.1.4 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Mamalia.................................................4
2.1.5 uterus bunting dan umur fetus......................................................................................................... 5
2.1.6 Uji Kebuntingan........................................................................................................................................ 6
2.2 Cara Kerja.................................................................................................................6
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas..............................................6
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas....................................................7
2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Mamalia...........................................8
2.2.4 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Mamalia...............................................10
2.2.5 Uterus bunting dan umur fetus...................................................................................................... 12
2.2.6 Uji Kebuntingan..................................................................................................................................... 13
III. PEMBAHASAN.........................................................................................................14
3.1 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Dan Femina Unggas................14
3.1.1 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas...........................................14
3.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas .................................................15
vi

3.2 Anatomi dan Fisiologi Organa Genitalia Maskulina Mamalia ..................................16

3.3 Anatomi dan Fisiologi Organa Genitalia Femina Mamalia .......................................18

3.4 Pengamatan Uterus bunting dan Uji kebuntingan....................................................20


3.4.1 Pengamatan Uterus bunting........................................................................................................... 20
3.4.2 Uji Kebuntingan..................................................................................................................................... 23
IV. PENUTUP.................................................................................................................24
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................................................. 24
4.2 Saran............................................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................26
1

I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu reproduksi ternak merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting
kedudukannya dalam berkaitan dengan peternakan secara umum. Ilmu reproduksi ternak
ini mempelajari berbagai fungsi anatomi dan fisiologi organa maskulina maupun femina
pada hewan unggas dan mamalia. Ilmu reproduksi ini merupakan dasar reproduksi untuk
mengetahui tentang pengertian – pengertian dasar yang dapat memberi pengetahuan
lebih untuk para mahasiswa agar dapat mengetahui lebih dalam. Praktikum ilmu
reproduksi ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi pada hewan unggas atau
mamalia yang akan dijelaskan secara jelas.
Anatomi reproduksi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan tata letak
organ reproduksi. Fisiologi reproduksi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi organ
reproduksi pada hewan. Anatomi dan fisiologi organa genitalia maskulina dan femina
pada unggas terbagi atas beberapa yaitu organ primer dan organ sekunder. Organ primer
genitalia maskulina yaitu testis yang terdapat sel sertoli dan sel leydig sedangkan organ
primer genitalia femina yaitu ovarium yang mempunyai korteks dan medulla. Organ
sekunder genitalia maskulina yaitu vas efferens, epididimis, vas deferens, papilae, dan
kloaka sedangkan organ sekunder genitalia femina yaitu oviduct, uterus dan vagina.
Anatomi dan fisiologi organa genitalia maskulina pada mamalia ini membahas
tentang organ yang terdapat pada jantan mamalia. Organ primer yang terdapat pada
organa maskulina mamalia tidak berbeda jauh dengan organ primer yang ada diorgana
maskulina pada unggas. Perbedaan antara keduanya yaitu terdapat diorgan sekunder
pada jantan mamalia, organ sekunder jantan mamalia terdapat retetestis, kelenjar
prostat, kelenjar cowper dan penis. Tipe-tipe penis pada jantan mamalia terbagi menjadi
dua macam, fibrio elastis yang memiliki bentuk seperti huruf x dan terdapat pada sapi dan
domba, fibiro vaskuler yang terdapat pada manusia, kuda , sapi dan primata dengan
panjang ereksi dan relaksasi perbandingan 2 : 1.
Anatomi dan fisiologi organa genitalia femina pada mamalia terdapat ovarium yang
mempunyai dua kelompok hormon. Kelompok hormon tersebut yaitu steroid yang
menghasilkan hormon estrogen dan progresteron dan peptida yang menghasilkan inhibin,
activin, oksitosin serta selaksin. Siklus estrus yang terjadi pada betina mamalia yaitu
selama 21 hari, dimana terdapat beberapa siklus diantaranya yaitu proestrus, estrus,
2

metestrus dan diestrus. Siklus estrus tersebut mempunyai jangka waktu masing-masing
yang melibatkan peluruhan corpus luteum, hormon estrogen, hormon progesteron dan
betina dapat mengalami kebuntingan.
Kebuntingan merupakan suatu rangkaian proses fisiologis yang dimulai dari fertilisasi
sampai terjadinya partus atau melahirkan. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
kebuntingan antara lain, faktor induk, faktor fetus, segi genetik, faktor lingkungan dan
hormon. Periode kebuntingan terdapat beberapa yaitu periode ovum yang terjadi selama
0 – 15 hari dari fertilisasi hingga tahap implantasi, periode embrio yang terjadi selama 15-
45 hari, dan periode fetus yang terjadi 45 – partus. Pengujian atau pemeriksaan
kebuntingan pada ternak dapat dilakukan dengan uji H₂SO₄, uji testpack, dan uji
punyakoti.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang anatomi reproduksi
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang fisiologi reproduksi
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagian – bagian yang terdapat pada organ genitalia
maskulina (jantan) dan femina (betina) pada unggas dan mamalia
4. Mahasiswa dapat mengetahui siklus estrus pada femina (betina) mamalia
5. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang kebuntingan dan beberapa
faktor – faktor yang mempengaruhi kebuntingan
1.3 Waktu dan Tempat
Serangkaiaan acara praktikum Ilmu Reproduksi Ternak dilaksanakan pada hari Selasa,
tanggal 7 September – 28 September, 2021 secara daring melalui platform whatsapp
group, google meet, dan google classroom.
3

II. MATERI DAN CARA KERJA


2.1 Materi
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas
2.1.1.1 Alat
1. Kaca pembesar
2. Mikroskop
3. Bak lilin
4. Pita ukur
5. Jarum pentul
6. Timbangan skala
7. Cover glass
8. Object glass
9. Kertas tisu
10. Pipet biasa
11. Benang
12. Scalpel
13. Gunting oprasi
2.1.1.2 Bahan
1. NaCl fisiologis 0,9% (fall)
2. Organ seks jantan unggas (organa genitalia maskulina)
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas
2.1.2.1 Alat
1 Kaca pembesar
2 . Mikroskop
3 . Bak lilin
4 . Pita ukur
5 . Jarum pentul
6 . Timbangan skala
7 . Cover glass
8 . Object glass
9 . Kertas tisu
10 . Pipet biasa
4

11 . Benang
12 . Scalpel
13 .Gunting oprasi
2.1.2.2 Bahan
1. NaCl fisiologis 0,9% (fall)
2. Organ seks betina unggas (organa genitalia femina)
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Mamalia
2.1.3.1 Alat
1. Pisau
2. Pinset
3. Scalpel
4. Gunting operasi
5. Bak lilin
6. Pita ukur
7. Jarum pentul
8. Timbangan skala kecil
9. Becker glass
10. Kain kasa
11. Bilik hitung thomas (neubeur)
12. Gelas ukur
13. Pipet erythrocyt
14. Pipet biasa
15. Corong gelas
16. Metline
17. Cover glass
18. Object glass
19. Mikroskop
2.1.3.2 Bahan
1. Organ seks jantan sapi, domba atau kambing
2. NaCl fisiologis 0,9% (faal)
2.1.4 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Mamalia
2.1.4.1 Alat
5

1. Pisau
2. Pinset
3. Scalpel
4. Gunting operasi
5. Bak lilin
6. Pita ukur
7. Jarum pentul
8. Timbangan skala kecil
9. Becker glass
10. Kain kasa
11. Bilik hitung thomas (neubeur)
12. Gelas ukur
13. Pipet erythrocyt
14. Pipet biasa
15. Corong gelas
16. Metline
17. Cover glass
18. Object glass
19. Mikroskop
2.1.4.2 Bahan
1. Organ seks betina sapi, domba atau kambing
2. NaCl fisiologis 0,9% (faal)
2.1.5 uterus bunting dan umur fetus
2.1.5.1 Alat
a. Uji H₂SO₄
1. Becker glass
2. Kertas putih
3. Batang pengaduk
4. Aquadest
5. Asam sulfat/air ACCU
b. Uji Testpack
1. Becker glass
6

2. Testpack
c. Uji Punyakoti
1. Cawan petri
2. Kapas
2.1.5.2 Bahan
a.Uji H2SO4
1. Urin sapi/domba/kambing bunting
2. Urin sapi/domba/kambing tidak bunting
b. Uji Testpack
1. Urin sapi/domba/kambing bunting
2. Uri ibu hamil
c. Uji Punyakoti
1. Urin sapi/domba/kambing bunting
2. Kecambah
2.1.6 Uji Kebuntingan
2.1.6.1 Alat
1. Gunting operasi
2. Jarum pentul
3. Penggaris (metline)
4. Bak lilin
2.1.6.2 Bahan
1. Organ seks betina sapi, domba atau kambing yang sedang bunting
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas
Letakkan organ seks jantan unggas dalam bak lilin.

Organ seks jantan unggas dibersihkan agar tidak menggangu pengamatan anatomi
preparat.
7

Lalu organ seks jantan difiksi dan diamati anatomi disetiap bagian

Kemudian gambar organ tersebut sesuai dengan preparat yang diamati

Tanyakan pada asisten jika mengalami kesulitan

Ukurlah panjang Vas deferens kemudian catat

Ukurlah panjang dan diameter tetes kemudian catat

Kemudian timbanglah testis kiri dan testis kanan

Lalu irislah melintang pada salah satu testis

Gambar dan amati yang sesuai dipreparat

Lalu buatlah irisan membujur pada testis satunya


8

Gambar dan amati yang sesuai dipreparat

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas


Letakkan organ seks betina dalam bak lilin

Organ seks betina unggas dibersihkan agar tidak menggangu pengamatan anatomi
preparat.

Lalu organ seks betina difiksi dan diamati anatomi disetiap bagian

Kemudian gambar organ tersebut sesuai dengan preparat yang diamati

Amatilah dan gambarlah perkembangan folikel dan ovarium

Tuba fallopi, magnum, panjang infundibulum dan isthmus diamati

Lalu ukur panjang uterus

Kemudian amati dan cermati bagian vagina dan bentuk cloaca


9

Tanyakanlah pada asisten jika mengalami kesulitan

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Mamalia


Diamati bagian luar organ seks jantan secara seksama (scrotum), dan bagian anatomi
lainnya.

Dibersihkan sisa lemak dan jaringan yang menempel menggunakan pisau, scalpel,
dan pinset secara hati-hati jangan sampai merusak bagian penting dari organ
tersebut. Setelah itu ikat (fiksir) organ pada bak lilin menggunakan jarum pentul.
Digambar organ seksjantan, dan ditanyakan pada asisten bagian yang kurang atau
tidakan pahami.

Diukur Panjang penis (dariglans penis hingga kepangkal corpus penis).

Diiris corpus penis, perhatikan urethra (saluran penis), dan digambar dari anatomi
organ tersebut.

Bukalah kulit scrotum (kantung buah pelih), diamati secara seksama setiap selaput
atau lapisan yang menutupi organ primer testis (buah pelih). Digambar anatomi
scrotum, selaput (lapisan), hingga testis secara global sesuai dengan preparat yang
dilihat oleh anda. Lalu diberi keterangan dengan mengacu pada buku teks yang
diwajibkan oleh dosen pengampu.
10

Kemudian dilepaskan kedua buah testis dari kantung scrotum, pisahkan dengan
bagian epididymis dan disimpan dalam gelas ukur yang telah diisi NaCl fisiologis dan
timbang testis kiri kemudian testis kanan, dicatat bobot masing-masing testis.
Diambil salah satu testis, belah atau irislah secara melintang menggunakan scalpel,
diamati dan digambar anatominya sesuai dengan preparat yang dilihat oleh anda.

Lalu diiris salah satu testis secara membujur, diamati bagian tengah dan bagian lain
yang tampak lalu digambar.

2.2.4 Anatomi dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Mamalia


Siapkan organ dan alat yang akan digunakan

Membersihkan organ seks betina dari sisa lemak dan jaringan lainnya menggunakan
pisau, pinset dan scalpel.

Merentangkan dan menetapkan organ seks betina menggunakan jarum pentul.

Menggambar penampang anatomi organ seks betina.

Membedah organ seks betina menggunakan scalpel dan pinset (iris pada bagian dorsal
memanjang dari arah posterior ke arah anterior).

Mengamati dan mengukur dengan seksama setiap bagian anatomi.


11

Mengamati perkembangan folikel dan corpus luteum di ovarium.

Mengamati bagian (fimbrae, infundibulum, ampulla, ampullary isthmus junction = AIJ)


dan (isthmus, dan uterotubal junction = AIJ) di tuba Fallopii)

Mengamati bagian uterus dan membandingkan tipe uterus antara saru spesies dengan
lainnya.

Membedah uterus lalu mengamati bagian cervix dan dibandingkan antarspesies.

2.2.4.1 Pengamatan Ovarium

Mengambil ovarium dan membersihkan dari ligamenta atau jaringan lainnya yang
masih menempel.

Memasukkan ovarium ke dalam gelas arloji atau cawan petri yang telah diberi NaCl
fisiologis.

Mengamati tahap perkembangan folikel (folliculogenesis) menggunakan mikroskop


stereo.

Menggambar dan mencatat perkembangan folikel dari preparat.

2.2.4.2 Pengamatan Ovum

Memilih folikel tersier (folikel de Graaf).


12

Mengaspirasi folikel dengan cara menghisap cairan folikel (liquar follicullii)

Jumlah cairan yang terhisap digunakan sebagai standar dalam menentukan


volume NaCl fisiologis yang akan digunakan dalam pembilasan folikel selanjutnya.

Cairan yan diperoleh dari pembilasan ditampung dalam gelas arloji (cawan petri)

Mengamati cairan tersebut menggunakan mikroskop untuk melihat ovum.

2.2.5 Uterus bunting dan umur fetus


1. Uji H₂SO₄
2. Siapkan peralatan yang akan digunakan dan letakkan gelas kaca bening diatas
sehelai kertas putih.

Siapkan wadah bersih untuk menampung urin segar dan ambil urin sebanyak 2 cc,
kemudian masukkan kedalam becker glass

Tambahkan aquadest sebanyak 10 cc kedalam urin dan aduk hingga rata.

Tambahkan asam sulfat/air accu sebanyak 1 cc dan aduk rata, kemudian tunggu 5 – 10
menit. Jika berubah menjadi biru keunguan maka ternak bunting dan sebaliknya
13

3. Uji Testpack
4. Siapkan wadah bersih untuk menampung urin, kemudian keluarkan testpack
dan letakkan table comparasi dipermukaan yang rata agar

Lalu pegang testpack strip secara vertikal dengn tanda panah kearah bawa

Kemudian celupkan testpack kedalam wadah selama 30 detik, lalu angkat dan diamkan
selama kurang lebih 3 menit. Lakukan juga kepada sampel urin sapi, domba, kambing
dengan urin ibu hamil

5. Uji Punyakoti
6. Siapkan urin sapi bunting 1 ml dan encerkan menggunakan 14 ml air didalam
cawan petri yang berisi kertas saring dan biji kecambah

Siapkan control cawan petri berisi air 15 ml, kemudian tunggu sampai 5 hari untuk
dilihat pertumbuhan kecambah yang sudah dalam larutan urin sapi

Percobaan pada urin sapi bunting tidak terjadi pertumbuhan kecambah dan berwarna
coklat ketihatam, sedangkan sapi tidak bunting dan kelompok control maka kecambah
tumbuh

2.2.6 Uji Kebuntingan


Siapkan urin sapi bunting 1 ml dan encerkan menggunakan 14 ml air didalam cawan
petri yang berisi kertas saring dan biji kecambah
14

Lalu belah uterus bunting dengan pisau dan gunting operasi, perhatikan dan kenali
selaput pembungkus embrio, cairan pelindung fetus dan bagian lainnya

Kemudian letakkan fetus diatas bak lilin, serta tentukan umur embrio dengan
mengukur crown rumpth length (CRL) dari dahi hingga pantat. Gambarkan sesuai
dengan hasil yang dipreparat

III. PEMBAHASAN
3.1 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Dan Femina Unggas
3.1.1 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas
Anatomi dan fisiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang struktur
dan tata letak organ tubuh pada hewan. Praktikum ini membahas mengenai organa
genitalia makulina unggas yang memiliki organ primer dan sekunder. Organ primer pada
jantan yaitu testis sedangkan organ sekunder pada jantan terdiri dari epididimis, vas
eferens, vas deferens, papilae dan kloaka. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan
pernyataan Bahmi (2015) yang menyatakan bahwa alat reproduksi unggas jantan terdiri
atas alat kelamin pokok dan alat kelamin pelengkap. Organ primer pada sistem reproduksi
organa genitalia maskulina yaitu testis.
Testis pada unggas jantan memiliki fungsi yang dibagi menjadi dua yaitu, fungsi
endokrin pada unggas jantan untuk menghasilkan hormon testosteron sedangkan fungsi
eksokrin untuk meghasilkan spermatozoa. Hal tersebut sebanding dengan pernyataan
Sutiyono (2011) yang menyatakan bahwa testis adalah organ reproduksi pada ayam yang
berfungsi memproduksi spermatozoa, seminal plasma dan hormon testosteron. Testis
15

terdapat tubulus seminiferus dengan kapasitas 85-90 % yang berfungsi untuk


menghasilkan sel sertoli dan sel seminalis. Sel leydig pada testis memiliki kapasitas 5-15%
yang berfungsi untuk menghasilkan hormon testosteron dan membantu proses
spermatogenesis serta untuk perkembangan organ sekunder. Menurut Isnaeni dkk.,
(2010) menyatakan bahwa testosteron berfungsi dalam proses spermatogenesis, juga
mampu memperpanjang daya hidup spermatozoa didalam epididimis, mempengaruhi
perkembangan alat reproduksi luar, dan memelihara perkembangan alat kelamin
sekunder pada hewan jantan.
Spermatogenesis merupakan suatu proses pembuatan spematozoa didalam organ
jantan pada unggas. Proses spermatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus yang
akan m[=emproduksi sprematozoa. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penyataan
Nita dkk., (2019) yang menyatakan bahwa proses spermatogenesis terjadi dalam tubulus
seminiferus testis, proses ini dalam keadaan normal dapat terjadi setiap saat. Kualitas
spermatozoa dapat dilihat dari berbagai faktor antara lain: morfologi (abnormalitas
sperma), motilitas (gerak cepat) dan kuantitas spermatozoa atau jumlah spermatozoa.
Spermatogenesis terjadi dalam beberapa tahap yaitu spermatosit primer dan spermatosit
sekunder.
Faktor – faktor yang mempengaruhi ukuran testis antara lain umur, pakan, bangsa
dan musim. Umur mempengaruhi ukuran testis dikarenakan semakin tua unggas maka
semakin besar pula ukuran testis pada unggas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Bahmid (2015) yang menyatakan bahwa testis pada usia ayam tua terjadi kerusakan pada
tubulus seminiferus dan jaringan interstitial, mengandung fragmen sel dan bahan
berserat. Tubulus seminiferus memperlihatkan deformasi dengan beberapa Sertoli dan
sel kuman. Pakan pun juga sangat berpengaruh pada ukuran testis sebab jika pakan yang
diberikan berkualitas baik maka kualitas testi pun juga baik dan sebalikanya jika kualitas
pakan tidak baik. Musim juga sangat berpengaruh pada testis, dikarenakan pada unggas
sulit beradaptasi pada suhu lingkungan.
3.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas
Anatomi dan fisiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang struktur
dan tata letak organ tubuh pada hewan. Fisiologi reproduksi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang fungsi organ reproduksi. Organ reproduksi primer yang terdapat
pada betina unggas yaitu ovarium yang didalamnya terbagi atas korteks dan medulla. Hal
16

tersebut sesuai dengan penyataan Salang dkk., (2015) yang menyatakan bahwa organ
reproduksi betina yaitu ovarium memiliki peranan penting dalam proses reproduksi.
Ovarium merupakan organ reproduksi yang berfungsi sebagai penghasil folikel. Ovarium
juga merupakan tempat sintesis hormone steroid seksual, gametosis, dan perkembangan
serta pemasakan kuning telur (folikel).
Organ reproduksi primer pada unggas betina terdiri atas beberapa yaitu oviduct
(Infundibulum, magnum dan isthmus), uterus, vagina, dan kloaka. Hal tersebut tidak jauh
berbeda dengan pernyataan Melia dkk., (2016) menyatakan bahwa tuba Fallopii atau
oviduk merupakan saluran kecil yang berkelok-kelok, menghubungkan ovarium dengan
kornua uterus. Infundibulum, magnum dan isthmus memiliki ukuran panjang yang
berbeda-beda yaitu 9-11 cm, 33 cm dan 10 cm. Infundibulum memerlukan waktu untuk
ovulasi selama 11-20 menit, magnum memerlukan waktu untuk ovulasi selama 3 jam dan
isthmus memerlukan waktu selama 75 menit. Uterus membutuhkan waktu selama 21 jam
dengan panjang 10 cm.
Kloaka merupakan salah satu organ sekunder pada organ reproduksi femina.
Kloaka memiliki saluran yang terbagi menjadi tiga, yaitu ureodeum, coprodeum, dan
proctodeum. Ureodeum merupakan saluran urin, coprodeum merupakan saluran
pencernaan, dan proctodeum merupakan saluran reproduksi. Hal tersebut didukung
dengan pendapat Apriliyani dkk., (2016) menyatakan bahwa saluran pencernaan berfungsi
untuk mengubah nutrisi yang terdapat makanan menjadi monosakarida, asam amino, dan
asam lemak sehingga dapat diabsorbsi oleh instetinum sebagai sumber energi,
membangun senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme. Proses penyerapan
nutrisi juga dapat dipengaruhi oleh tinggi dan luas permukaan vili, duodenum, jejunum,
dan ileum.
Hormon merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh kelenjar dan disekresikan
dalam darah serta bekerja secara spesifik. Hormon pada organ reproduksi betina terbagi
menjadi beberapa yaitu hormon esterogen dan hormon progesteron. Esterogen
merupakan hormon dengan senyawa steroid yang berfungsi sebagai hormon pada betina.
Menurut Kartiko dan Ferbian (2015) menyatakan bahwa estrogen mempunyai peranan
penting dalam pembentukkan tubuh wanita dan mempersiapkan fungsi wanita secara
khusus seperti terjadinya kehamilan, juga pertumbuhan payudara dan panggul. Vagina,
uterus dan organ wanita lainnya sangat bergantung pada keberadaan estrogen sampai
17

usia dewasa. Estrogen merupakan hormon steroid dengan 10 atom C dan dibentuk
terutama dari 17-ketosteroid androstendion. Estrogen alamiah yang terpenting adalah
estradiol (E2), estron (E1), dan estriol (E3). Esterogen berfungsi untuk merangsang
perkembangan oviduct, untuk merangsang pertumbuhan organ sex sekunder.
3.2 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Mamalia
Praktikum kali ini membahas tentang organa genitalia maskulina (jantan) pada
mamalia atau organ seks jantan pada mamalia. Organa seks jantan pada mamalia terdiri
dari organ primer jantan dan organ sekunder jantan. Organ seks primer jantan pada
mamalia terdiri atas testis yang mempunyai sel leydig dan tubulus seminiferus. Organ
seks jantan pada mamalia terdiri atas retetestis, van eferens, epididimis, vas deferens,
ampulla, dan penis. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan Akmal dkk.,
(2014) menyatakan bahwa organ reproduksi jantan terdiri atas testes, epididymis
(membentuk caput, corpus dan cauda), ductus deferens, dan urethra yang terdapat di
dalam penis.
Testis terdiri dari tubulus seminiferus dengan kapasitas 85 – 95% yang berfungsi
sebagai penghasil spermatozoa dan sel leydig dengan kapasitas 5 – 15% berfungsi sebagai
penghasil hormon testosteron. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan Dina
dkk., (2017) yang menyatakan bahwa pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel germinal
dan sel Sertoli, sedangkan pada jaringan stroma terdapat sel interstitial atau Leydig,
jaringan ikat, pembuluh darah dan lain-lain. Hormon lain yang sangat berperan untuk
menstimulasi fungsi fisiologis sel Leydig adalah LH. LH mempunyai fungsi untuk
menstimulasi sel leydig dan berperan untuk memproduksi hormon testosteron. .
Scrotum atau biasa yang disebut dengan pembungkus testis terbagi atas beberapa
bagian testis dari dalam keluar yaitu terdapat tunica dartos, tunica albugenia, tuniga
vaginalis, pembuluh darah dan kelenjar parenkim. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Haviz M. (2013) menyatakan bahwa testis memiliki struktur dari luar yaitu tunika vaginalis
merupakan membran serum luar berlapis dua yang mngelilingi setiap testis, tunika
albugenia yang membagi testis menjadi beberapa ruang yang disebut lobus. Testis
memiliki kelainan yang disebut dengan cryptorchid yang merupakan salah satu dari testis
ada yang berada dalam tubuh dan posisi turun. Menurut Tophianong dan Tri (2019)
menyatakan bahwa Cryptorchid merupakan salah satu defek kongenital yang paling
umum ditemukan pada hewan mamalia tetapi dapat dilakukan tindakan seperti operasi.
18

Orchiectomy adalah tindakan operasi pengambilan testis. Pendekatan orchiectomy


merupakan tindakan medik yang umum dilakukan pada kasus cryptorchid.
Organ sekunder pada jantan mamalia terdiri dari beberapa antara lain retetestis, van
eferent, vas deferent, dan ampulla. Menurut Padmacanty dan Wirdateti (2014)
menyatakan bahwa testis setiap individu memiliki susunan yang sama yaitu tersusun atas
tubulus kontortus seminiferus yang merupakan tempat pembentukan sperma
(spermatogenesis), kemudian dilanjutkan ke tubulus rektus seminiferus, kemudian rete
testis, ductus different dan epididimis. Penis merupakan alat reproduksi jantan organ
sekunder yang mempunyai fungsi sebagai alat kopulasi dan sebagai alat saluran keluarnya
urin. Penis dibungkus dengan preputium dan terdiri dari empat bagian yang terdiri dari
gland penis sebagai perangsang, corpus sebagai batang penis, uretra sebagai saluran dan
orivicium uretra eksternal sebagai lubang penis.
Praktikum kali ini juga mempelajari mengenai cara pengamatan pada spermatozoa.
Pengamatan pada spermatozoa terbagi menjadi dua antara lain yaitu secara makroskopik
dan mikroskopik. Pengamatan secara makroskopik yaitu dari segi volume, konsentrasi,
pH, warna maupun aroma sedangkan pengamatan mikroskopik terdapat viatilitas / gaya
hidup, mortalitas/kematian, konsentrasi spermatozoa sebanyak 800 juta per ml, dan
abnormalitas yang baik. Viatilitas atau gaya hidup merupakan gaya hidup spermatozoa
yang baik harus lebih dari 80% dan motalitas atau kematian merupakan mortalitas pada
spermatozoa. Menurut Indiah dan Sri (2010) menyatakan bahwa adanya nilai persentase
viabilitas spermatozoa yang lebih tinggi setelah perlakuan terjadi karena
prosessentrifugasi berfungsi untuk menghilangkan faktor-faktor yang dapat menghambat
fertilitas, termasuk daya hidup spermatozoa. Jadi dengan adanya perlakuan sentrifugasi,
spermatozoa dapat memperoleh lingkungan yang bebas dari faktor penghambat
tersebut, sehingga daya hidupnya dapat lebih tinggi Supernatan yang dibuang
dimungkinkan mengandung faktor-faktor penghambat tersebut, sehingga viabilitas
spermatozoa setelah perlakuan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
viabilitas spermatozoa awal sedangkan Persentase motilitas individu spermatozoa dapat
dilihat bahwa motilitas tersebut mengalami penurunan antara post thawing dan setelah
perlakuan lapisan atas, namun sedikit mengalami kenaikan pada persentase motilitas
individu spermatozoa lapisan bawah. Adanya kenaikan persentase motilitas individu
setelah perlakuan pada lapisan bawah diduga karena spermatozoa telah terpisah dengan
19

faktor-faktor yang dapat mengganggu fertilisasi yang berasal dari seminal plasma serta
kotoran-kotoran lain yang mungkin mengkontaminasi semen selama perlakuan di dalam
laboratorium. Pada abnormalitas spermatozoa Morfologi spermatozoa diamati dibawah
mikroskop dengan pewarnaan eosin-negrosin. Penilaian dilakukan dengan mengamati
100 spermatozoa, diperiksa jenis abnormalitasnya.
3.3 Anatomi Dan Fisiologi Organa Genitalia Femina Mamalia
Sapi, kambing, dan domba adalah contoh hewan ternak jenis mamalia
yangberkembang biak secara seksual dengan cara beranak atau melahirkan (vivipar).
Organ reproduksi femina mamalia terdiri atas dua, yaitu organ primer dan organ
sekunder. Organ primer terdiri dari ovarium, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu
cortex (bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Hal ini sesuai dengan Febretrisiana dan
FA (2017) yang mengatakan bahwa ovarium terdiri dari dua bagian yaitu bagian lateral
atau korteks dan bagian medial atau medula. Corteks terdiri dari folikel-folikel, pembuluh
limfa, stroma, corpus luteum, dan serabut otot polos. Medulla terdiri dari pembuluh
darah, pembuluh saraf, dan jaringan ikat fibrio elastic. Ovarium berfungsi untuk
menghasilkan ovum, hormon estrogen dan progesteron.
Folikul oogenesis adalah proses pematangan folikel pada korteks ovarium yang
tersusun dari selsomatik padat dan mengandung oosit imatur. Ovum merupakan telur
yang sudah matang dan folikel merupakan cikal bakal pembentukan ovum. Hal tersebut
tidak jauh berbeda dengan pernyataan Panjaitan (2011) yang mengatakan bahwa folikul
ogenesis adalah proses yang bertanggung jawab untuk perkembangan folikel ovulatori
dan pelepasan satu atau lebih oosit matur. Folikul ogenesis terdiri dari 4 tahap, yaitu
folikel primer, sekunder, tersier dan the graff. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Ramadhani dkk., (2017) yang mengatakan bahwa folikel-folikel yang ditemukan adalah
folikel primordial, primer, sekunder dan tersier.
Uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium (bagian dalam), miometrium (bagian
tengah) dan perimetrium (bagian luar). Hal ini sesuai dengan Paulsen dan Waschke (2013)
yang mengatakan bahwa dimulai dari yang terdalam yaitu Tunica mukosa atau
endometrium, kemudian lapisan otot yang kuat disebut dengan Tunica muscularis atau
mimetrium, dan lapisan terluar adalah Tunica sersosa atau perimetrium. Lapisan
endometrium berfungsi sebagai implantasi/penempatan saat sudah terjadi fertilisasi.
Miometrium berfungsi sebagai otot-otot dinding uterus dan perimetrium berfungsi
20

sebagai pembungkus organ selaput serosa. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan
pernyataan Selan dkk., (2019) mengatakan bahwa lapisan perimetrum merupakan lapisan
visceral yang terdiri dari sel-sel mesotelial.
Vagina berfungsi sebagai alat kopulasi, penampungan semen spermatozoa,
transportasi spermatozoa, sebagai saluran pembuangan dan saluran diatasnya dan
sebagai jalannya fetus pada saat akan partus. Vulva terdiri dari dua bagian yaitu Labia
mayora dan Labia minora. Clitoris berfungsi sebagai pusat rangsangan, dan yang
menutupi clitoris disebut dengan comisuradorsalis dan ventralis. Penggantung ovarium
disebut dengan mesovarium, penggantung uterus disebut dengan mesometrium dan
penggantung oviduct disebut dengan mesosalphynx. Hal tersebut sesuai dengan Feradis
(2010) yang mengatakan bahwa oviduct tergantung di dalam mesosalphinx.
Siklus estrus adalah keadaan dimana ternak betina siap dikawini oleh ternak
pejantan. Hal ini sesuai dengan Nurfitriani (2015) yang mengatakan bahwa estrus
merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia dikawini ternak jantan. Siklus estrus
terdiri dari empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Ternak birahi
mempunyai ciri-ciri seperti vulva berwarna merah, bengkak dan hangat, gelisah, diam
saat dinaiki. Hal tersebut sesuai dengan Mardiansyah (2016) yang mengatakan bahwa
tanda-tanda birahi antara lain, sapi keluar lendir bening dari vulva, gelisah, berusaha
menaiki sapi lain, vulva bengkak berwarna merah, berusaha menaiki sapi lain dan
menggosokkan badannya ke sapi lain. Menurut pendapat Widiyono (2012) yang
mengatakan bahwa kondisi fisik yang dialami hewan yang sedang birahi yaitu warna vulva
merah muda hingga merah, bengkak dan berlendir.
3.4 Pengamatan Uterus bunting dan Uji kebuntingan
3.4.1 Pengamatan Uterus bunting
Kebuntingan merupakan suatu rangkaian proses fisiologis yang dimulai dari fertilisasi
sampai terjadinya partu atau melahirkan. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui ternak bunting atau tidak setelah dikawinkan. Hal tersebut tidak
jauh berbeda dengan pernyataan Nova dkk (2014) yang menyatakan bahwa diagnosis
kebuntingan dini dilakukan untuk mengetahui ternak yang bunting ataupun tidak bunting
segera setelah dikawinkan, sehingga waktu produksi yang hilang akibat infertilitas dapat
segera ditangani dengan tepat. Para peternak biasanya menggunakan cara untuk
mendeteksi kebuntingan ternak di lapangan dengan melihat tingkah laku ternak. Jika
21

ternak tidak menunjukkan tanda-tanda berahi kembali setelah perkawinan terakhir, maka
peternak menyimpulkan ternak tersebut bunting, begitupun sebaliknya.
Deteksi kebuntingan dapat dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain
terdapat uji H₂SO₄, uji menggunakan testpack dan uji punyakoti. Uji H₂SO₄ ini
menggunakan bahan asam sulfat atau air accu dalam mendeteksi kebuntingan pada
ternak. Proses deteksi ini menggunakan urin sebanyak 2 cc yang ditambahkan dengan
aquadest sebanyak 10 cc dan diaduk rata, kemudian ditambahkan asam sulfat sebanyak 1
cc dan amati perubahan warna yang terjadi. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan
pernyataan Azmi dkk (2020) yang menyatakan bahwa H2SO4 diencerkan 1: 4 dengan
akuades. Air seni sampel dicampur dengan H2SO4 yang diencerkan dengan a rasio
volume 1: 2 (berdasarkan hasil optimasi). Sampel dari hewan bunting menghasilkan
perubahan pada warna campuran. Pernyataan awal kehamilan itu deteksi dengan metode
H2SO4 memiliki akurasi sebesar 96.96% adalah kesalahan yang tidak dapat diterima
secara ilmiah, baik secara matematis atau dengan definisi diagnostik uji.
Uji testpack dilakukan dengan menggunakan urin sapi, domba atau kambing yang
bunting dan urin ibu hamil dengan umur 1-3 bulan. Uji testpack ini hanya bisa menguji
urin ibu hamil karena didalam urin ibu hamil terdapat Human Chorionic Gornodotropin
(HCG) yang menghasikan haris merah pada testpack sedangkan pada urin sapi tidak dapat
diuji menggunakan testpack karena tidak ada hormon HCG. Menurut pendapat Rofi’ah
dkk (2017) menyatakan bahwa kehamilan merupakan kondisi krisis yang memerlukan
adaptasi psikologis dan fisiologis terhadap hormon kehamilan dan tekanan mekanis
akibat pembesaran uterus dan jaringan lain. Tiga hormon yang berperan pada perubahan
fisiologi gastrointestinal adalah hormon hCG (human chorionic gonadotropin),
progesteron dan estrogen.
Uji punyakoti mempunyai prinsip urin bunting mengandung Abscisic Acid (ABA) yaitu
apabila disiram pada biji kacang hijau maka tidak akan tubuh dan menghambat
pertumbuhan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Syaiful (2018) yang menyatakan
bahwa terganggunya perkembangan perkecambahan pada perlakuan urin sapi bunting ini
membuktikan bahwa metode punyakoti dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi
kebuntingan pada ternak sapi. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan Abscisic acid
(ABA). ABA inilah yang diduga mengakibatkan hambatan pertumbuhan pada biji padi,
kacang hijau dan sebagainya. Metode uji punyakoti ini juga merupakan suatu metode
22

pemeriksaan kebuntingan yang menggunakan urin ternak seperti sapi, domba ataupun
kambing. Uji punyakoti cukup murah, mudah, sederhana, tidak invasif dari sudut pandang
kesejahteraan hewan dan tidak memerlukan bahan kimia atau alat yang canggih.
Macam – macam metode uji kebuntingan yang terdapat dipeternakan yaitu RNE
merupakan metode yang dilakukan untuk melihat siklus birahi. USG (Ultra Sona Grafi)
yang lebih baik dilakukan ketika umur pada kebutingan lebih dari 30 hari. Palpasi rektal
yaitu memasukkan tangan kedalam dubur hewan ternak untuk mengcek uterus pada
ternak. Menurut pendapat Sayuti dkk (2011) yang menyatakan bahwa metode diagnosis
yang populer pada sapi adalah palpasi rektal. Aplikasi metode ini sulit diterapkan karena
butuh keahlian dan pengalaman yang cukup serta risiko yang ditimbulkan jika dilakukan
dengan penanganan yang kurang baik dan jumlah tenaga untuk aplikasi metode ini sangat
terbatas.
3.4.2 Uji Kebuntingan
Fetus merupakan sebuah janin pada mamalia yang berkembang setelah fase embrio
dan sebelum partus atau melahirkan. Penentuan umur fetus dilakukan dengan mengukur
menggunakan CRL dan memerhatikan selaput, embrio maupun pembungkus fetus.
Menurut pendapat Astuti dkk (2019), menyatakan bahwa pemeriksaan fetus meliputi
pengukuran bobot dan panjang fetus, serta diamati ada tidaknya kelainan-kelainan
morfologi berupa kelainan kongenital antara lain ada tidaknya hemoragi. Bobot dan
panjang fetus merupakan dua parameter untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan
ransum terhadap induk.
Kelainan yang juga dapat terjadi pada fetus yang biasanya disebut dengan Fetus in
fetu. Fetus in fetu merupakan suatu kelainan yang terjadi pada janin dimana janin
terjebak didalam saudara kembarnya tetapi kelainan ini sangat jarang terjadi. Hal
tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan Manangka dkk (2013) yang menyatakan
bahwa fetus in fetu (FIF) adalah kelainan kongenital yang jarang ditemukan, bentuk
kelainannya berupa malformed fetus-like structure yang berada di dalam tubuh fetus
sebenarnya. FIF merupakan kembaran janin dan FIF dibedakan dengan teratoma
berdasarkan keberadaan struktur vertebra, organogenesis atau keduanya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebuntingan antara lain yaitu induk, fetus, segi
genetik, lingkungan dan hormon. Faktor fetus yaitu dari jenis kelamin fetus, dimana fetus
pada jantan akan lebih lama keluar dibandingkan dengan betina. Hal tersebut tidak jauh
23

berbeda dengan pernyataan Febrianila dkk (2018) yang menyatakan bahwa fetus jantan
juga mengalami masa kelahiran lebih panjang sekitar satu sampai dua hari dibanding
dengan fetus betina. Distokia adalah kesukaran dalam proses kelahiran yang diakibatkan
oleh faktor induk atau fetus, sehingga untuk terjadinya kelahiran diperlukan bantuan
manusia. Penyebab kesukaran dalam proses kelahiran pada sapi meliputi tiga faktor
utama yaitu kekurangan tenaga pada induk untuk mengeluarkan fetus, adanya gangguan
pada jalan kelahiran induk, dan adanya kelainan pada fetusnya.
Periode kebuntingan terbagi atas beberapa yaitu periode ovum, periode embrio
dan periode fetus. Periode ovum terjadi 0-15 hari dari fertilisasi sampai tahap implantasi,
kemudian terjadi pembelahan sel dari satu menjadi enam belas dan menjadi morula lalu
menjadi blastura. Menurut pendapat Suryaningsih Y (2018) yang menyatakan bahwa
selama proses pembuahan terjadi genetik dari keduanya (ovum dan sperma) bergabung
untuk menentukan ciri fisik dari calon bayi tersebut. Terdapat beribu-ribu gen dan
mempunyai fungsi masing-masing. Gen-gen inilah yang akan menentukan warna rambut
dan mata, tinggi, srtuktur wajah dan berbagai fungsi organ dalam, otak, saraf, dan otot
bayi yang akan dilahirkan.
Periode embrio merupakan proses yang terjadi selama 15-45 hari dari implantasi
sampai terbentuknya embrio. Periode embrio terdiri dari beberapa selaput antara lain
yaitu amnion berfungsi untuk melindungi bagian luar, chorion yang didalamnya terdapat
sirkulasi darah dan alantois berfungsi untuk pemberi nutrisi untuk embrio dan sisa
metabolisme. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pernyataan Rusidah dkk (2017)
yang menyatakan bahwa amnion (embrio ini terbentuk sekitar 4 hari inkubasi) dan korion
(terbentuk dari korionalantois dan terbentuk sempurna pada waktu 11 hari inkubasi), an
vitelin dari membran vasculosa), allantois (perkembangan lambung atau hindgut primitif
terbentuk saat embrio 2 hari inkubasi). Membran dan kompartemennya digunakan untuk
melindungi embrio selama perkembangan dan memberi nutrisi.
24

IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Anatomi reproduksi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan tata letak
organ reproduksi.
2. Fisiologi reproduksi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsi organ reproduksi
pada hewan.
3. Organ primer pada jantan yaitu testis sedangkan organ sekunder jantan yaitu
terdapat vas federens, epididimis, vas eferens. Organ primer pada betina yaitu
ovarium sedangkan organ sekunder yaitu oviduct,uterus dan vagina
4. Siklus estrus yang terjadi pada betina mamalia yaitu selama 21 hari, dimana
terdapat beberapa siklus diantaranya yaitu proestrus, estrus, metestrus dan
diestrus.
5. Kebuntingan merupakan suatu rangkaian proses fisiologis yang dimulai dari
fertilisasi sampai terjadinya partus atau melahirkan. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi kebuntingan antara lain, faktor induk, faktor fetus, segi genetik,
faktor lingkungan dan hormon. Periode kebuntingan terdapat beberapa yaitu
periode ovum yang terjadi selama 0 – 15 hari dari fertilisasi hingga tahap
implantasi, periode embrio yang terjadi selama 15-45 hari, dan periode fetus yang
terjadi 45 – partus. Pengujian atau pemeriksaan kebuntingan pada ternak dapat
dilakukan dengan uji H₂SO₄, uji testpack, dan uji punyakoti.
4.2 Saran
Saran pada praktikum selanjutnya diharapkan semakin semangat, lebih baik dari yang
sebelumnya dan penjelasannya lebih diperjelas lagi.
25

DAFTAR PUSTAKA
Akmal Y., Chairun N., Savitri Novelina.2014. Anatomi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling
(Manis javanica).Acta Veterinaria Indonesiana.2(2):74-81.
Apriliyani, N. I, Djaelani. M. A., dan Tana S.2016.Profil Histologi Duodenum Berbagai Itik
Lokasi Di Kabupaten Semarang.Bioma.18(2):144-150.
Astuti Ni K. F., Iriani S., Inna N. 2019. Morfologi dan Perkembangan Skeleton Fetus Tikus
(Rattus norvegicus L.) yang Diberi Pakan Mengandung Kulit Nanas (Ananas
comosus Merr.) selama Kebuntingan. Jurnal Metamorfosa. 6(1) : 123-130.
Azmi Z., Muhammad I. D., Hastuti Handayani S. P., Dwi E., Faidah R., Eni K., dan Didik T.
Subekti. 2020. Evalution Of Sulfuric Acid, Barium Chloride, And Seed Germination
Assay Methods As Early Pregnancy Detection Instruments In Cattle. Jurnal
Kedokteran Hewan. 14(2) : 29-33.
Bahmid. 2015. Studi Morfologi dan Histomorfometrik Testis Ayam Ketawa Usia 1 sampai 4
bulan. SKRIPSI. Program Studi Kedokteran Hewan.
Dina M.S., Dasrul , Sugito, Sri Wahyuni , T. Armansyah TR., Ismail.2017.Penurunan Jumlah
Sel Leydig Dan Sel Sertoli Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar Setelah
Pemberian Formalin.JIMVET.1(2):203-209.
Febretrisiana, Arie dan FA Pamungkas. 2017. Pemanfaatan Ovarium yang Berasal dari
Rumah Potong Hewan sebagai Sumber Materi Genetik. Wartazoa. 27(4):159-166.
Febrianila R.,Widya P. L., Tjuk Imam R., Imam M., Erma S., Herry Agoes H. 2018. Kasus
Distokia Pada Sapi Potong Di Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang Tahun 2015
Dan 2016. Ovozoa : Journal Unair. 7(2) : 148-151.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.
Haviz M.2013.Dua Sistem Tubuh : Reproduksi dan Endokrin.Jurnal Saintek.5(2):153-168.
Indiah dan Sri Wahjuningsih.2010.Pengaruh Kecepatan Sentrifugasi Terhadap Kualitas
Semen Kambing Peranakan Ettawah (PE) Post Thawing.Jurnal Kedokteran
Hewan.4(2).
Isnaeni, W., A. Fitriyah, dan N. Setiati. 2010. Pengaruh Pemberian Omega-3, Omega-6,
dan Kolesterol Sintetis terhadap Kualitas Reproduksi Burung Puyuh Jantan.
Biosaintifika.2(1): 40-52.
Katiko B.Hadi dan Ferbian Milas S.2015.Hormon Dalam Konsep Anti Aging Medicine.Jurnal
Virgin.1(2):108:122.
26

Manangka Rumuat S. W., Damayanti S., Iskandar R. B. 2013. Fetus in Fetu: Gambaran
Radiografi dan MDCT Scan Rekonstruksi Tiga Dimensi. Jurnal Kedokteran
Indonesia. 1(1) : 58 -64.
Mardiansyah., Enny Yuliani dan Sugdeng Prasetyo. 2016. Respon Tingkah Laku Birahi,
Service Per Conception,Non Return Rate, Conception Rate pada Sapi Bali Dara dan
Induk yang Disinkronisasi Birahi dengan Hormon Progesteron. Jurnal Ilmu dan
Teknologi 4e Peternakan. 2(1):134-143.
Melia J., M.Agil, Imam Supriatna dan Amrozi.2016.Anatomi dan Gambaran Ultrasound
Organ Reproduksi Selama Siklus Estrus Pada Kuda Gayo Betina.Jurnal
Kedokteran Hewan.10(2).
Nita Sri, Lusia Hayati, Subandrate.2019.Mekanisme Antifertilitas Fraksi Biji Pepaya Pada
Tikus Jantan.SJM.2(1):52-58.
Nova M. E., Ginta R., dan Juli Melia. 2014. Diagnosis Kebuntingan Dini Menggunakan Kit
Progesteron Air Susu Pada Kambing Peranakan Ettawah (Capra hircus). Jurnal
Medika Veterinaria. 8(2) : 120-124.
Nurfitriani. I., R.Setiawan, dan Soeparna. 2015. Karakteristik Vulva dan Sitologi Sel Mucus
Dari Vagina Fase Estrus Pada DombaLokal. Jurnal Fakultas Peternakan. Universitas
Padjadjaran. 4 (3): 1-10.
Panjaitan, Budianto. 2011. Folikulogenesis: Bukti Peran Matrix Metaloprteinases (MMPs)
dalam Remodeling Jaringan. Jurnal S. Pertanian. 1(2):110-114
Paulsen, F dan Waschke J. 2013. Sabotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC.
Phadmacanty Ni Luh P.R., dan Wirdateti.2014.Pengamatan Histologi, Anatomi Organ
Reproduksi Jantan Pada Kukang (Nycticebus coucang).Jurnal Fauna
Tropika.23(2):84-91.
Ramadhani, Siska A., Iman S., Ni Wayan K. K., dan Adi Winarto. 2017. Pengendalian
Folikugenesis Ovarium dengan Pemberian Ekstrak Biji Kapas. Jurnal
Sain Veteriner. 35(1):71-80.
Rofi’ah S., Esti H., Tety R. 2017. Efektivitas Konsumsi Jahe Dan Sereh Dalam Mengatasi
Morning Sickness. Jurnal Ilmiah Bidan. 2(2) : 57-63.
Rusidah Y., Yulia S., Ismoyowati. 2017. Fertilitas Dan Viabilitas Embrio Telur Itik Yang
Induknya Diberi Pakan Suplementasi Probiotik. Indonesia Jurnal Perawat. 2(2) :
87-100.
27

Salang F., Lalu Wahyudi, Edwin de Queljoe, Deidy Y. Katili.2015.Kapasitas Ovarium Ayam
Petelur Aktif.Jurnal MIPA Unsrat Online.4(1):99-102.
Sayuti A., Herrialfian, T. Armansyah, Syafruddin, dan Tongku N. S. 2011. Penentuan Waktu
Terbaik Pada Pemeriksaan Kimia Urin Untuk Diagnosis Kebuntingan Dini Pada
Sapi Lokal. Jurnal Kedokteran Hewan. 5(1) : 23-26.
Selan,Y.N., F. A. Amalo.,I. T. Maha., A.Y. N. Widi., C. D. Gaina, dan B. Barut. 2019.
Karakteristik Morfologi Dan Distribusi Karbohidrat Netral Pada Uterus Kelelawar
Buah (Pteropus Vampyrus) Asal Pulau Timor. Jurnal Kajian Veteriner. 7(1): 80-84.
Suryaningsih Y. 2018. Penerapan Pembelajaran Biologi Berbasis Al-Qur’an Sebagai
Metode Untuk Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal Bio Educatio. 3(1) : 22-33.
Sutiyono. 2011. Pengenal Organ Reproduksi Ayam Kerjasama antara PT.PERHUTANI
(PERSERO) ,KPH Kendal dengan Forum Kelompok Sumber Daya Alam Jawa Tengah
Pelestari . Skripsi. Semarang.
Syaiful Ferry L. 2018. Optimalisas Inseminasi Buatan Sapi Potong Melalui Akurasi
Kebuntingan Dini Terhadap Uji Punyakoti Dan Palpasi Rektal. Jurnal Embrio. 10(2) :
41-48.
Tophianong T.C., dan Tri Utami.2019.Laporan Kasus: Orchirtomy Pada Anjing Penderita
Cryptorchid Bilateral.Jurnal Kajian Veteriner.7 (1):62-69.
Widiyono, I., P.P. Putro, Sarmin, P. Astuti, C. M. Airin. 2012. Kadar Estradiol dan
progesteron serum, tampilan vulva dan sitologi apus vagina kambing bligon
selama siklus birahi. Jurnal Veteriner 12(4): 63–68.

Anda mungkin juga menyukai