Anda di halaman 1dari 10

JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

POLA RETAK PADA STRUKTUR PELAT JEMBATAN BETON


BERTULANG

Soelarso
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jenderal Sudirman Km.3 Cilegon 42435
Email :soelarso_civiluntirta@yahoo.com

ABSTRAK
Pelat merupakan struktur yang menahan beban lentur dan diteruskan ke balok, sehingga pelat merupakan
struktur yang menerima beban awal sebelum ke balok. Struktur pelat yang tipis harus cukup kaku menerima
beban sehingga tidak terjadi kegagalan seperti hal nya retak.
Penelitian ini berisikan pola retak yang terjadi pada pelat beton bertulang dimana dibandingkan hasil dari
eksperimen dan penyelesaian secara numerik. Hasil dari perbandingan tersebut menunjukan retak yang
terjadi pada pelat merupakan retak lentur dengan lebar retak awal 0,05 mm dan terjadi pada beban 16 KN
Kata kunci : Pelat beton bertulang, retak, atena

ABSTRACT
Plates are structures that resist bending loads and forward it to beam, so the plate is a structure that
receives the initial load before the beam A thin plate structure has to be quite stiff so it does not accept the
burden of failure such as cracks.
This research examined a pattern of cracks that occur in reinforced concrete slab and compared the results
from experimental works and numerical resolution. The results of this comparison show that the cracks that
occur on the plates are the flexural cracks (bending cracks) with the initial crack width 0.05 mm and occur
at the load 16 KN
Keywords : Reinforced concrete alab, crack, atena

1. PENDAHULUAN
Struktur beton bertulang didesain untuk
memenuhi criteria keamanan (safety) dan
layak pakai (serviceability). Untuk memenuhi
criteria keamanan dan layak pakai, maka
besarnya retak dan lendutan struktur pada
kondisi beban kerja harus dapat diestimasi dan
memenuhi kriteria tersebut. Dalam mendesain Daerah I : Elastik
struktur beton bertulang, perkiraan besarnya Daerah II : Retak
beban runtuh (batas) sangat penting. Selain Daerah III : Baja leleh atau beton
pecah
nilai absolute beban yang yang menyebabkan
keruntuhan, maka perilaku struktur saat
runtuh juga perlu diketahui. Perilaku struktur
tersebut diantaranya pola retak dan lebar retak
beton bertulang pada saat menerima beban Gambar 1. Perilaku Beban-Lendutan Struktur
sampai dengan beban runtuh. Beton Bertulang

2. TINJAUAN PUSTAKA Perilaku keruntuhan dapat dibagi dalam


Beton bertulang merupakan material tiga tahapan, yaitu : elastis penuh (belum
heterogen yang disusun oleh semen, agregat retak), tahapan mulai terjadi retak-retak dan
halus dan agregat kasar yang mempunyai tahapan plastis (leleh pada baja atau beton
propertis mekaniknya bervariasi dan dan sulit pecah). Respons non-linier disebabkan dua hal
terdefinisi dengan pasti. Sehingga untuk utama yaitu : keretakan beton didaerah tarik
memudahkannya dalam menganalisis maka dan tulangan mengalami leleh atau beton
umumnya dianggap sebagai material yang pecah (crushing) pada daerah desak. Selain itu
homogen. juga disebabkan perilaku lain yang terkait,
misalnya bond-slip antara tulangan baja dan

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 90


JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

beton disekitarnya, aksi penguncian agregat Dimana kenaikan regangan plastis  ij


p

pada daerah retak dan akhirnya aksi angkur


f
(dowel action) dari tulangan yang melintas dan regangan retak  ij harus dievaluasi
disekitar retak. Perilaku sebagai fungsi waktu, berdasarkan pada model material yang
misalnya creep, shrinkage dan variasi dipakai.
temperatur juga menyumbang perilaku non- 2) Model Retak Rankine untuk Retak Beton
linier. Kecuali itu, hubungan tegangan- Kriteria Rankine dipakai untuk retak
regangan beton tidak hanya bersifat non- beton Fi f   ii't  f ti'  0 . Ini
linier, tetapi juga berbeda antara beban tekan
dan tarik, sifat mekaniknya tergantung dari diasumsikan bahwa regangan dan
umur waktu dibebani, kondisi lingkungan tegangan dikonversi ke dalam arah
(suhu sekeliling dan kelembaban). material yang dalam kasus model retak
a. Model Konstitutif Retak-Plastis rotasi/puntir berhubungan dengan arah
Model Retak-Plastis mengkombinasikan prinsipal, dan dalam kasus model retak
perilaku model konstitutif untuk tarik tetap, diberikan bahwa arah prinsipal
(pematahan atau peretakan) dan tekan pada serangan retak. Oleh karena itu,  ii't
(plastik). Model retak ini berdasar pada menunjukkan tegangan percobaan dan
classical orthotropic smeared crack f ti' adalah kekuatan tarik material pada
formulation dan crack bend model. Model ini
arah i. Simbol utama menunjukkan
memakai kriteria keruntuhan Rankine,
kwantitas pada arah material. Status
exponential softening, dan model ini dapat
tegangan percobaan dihitung
digunakan sebagai model retak putar/rotasi
menggunakan elastic predictor.
atau tetap. Model plastis hardening/softening
adalah didasarkan Menetrey-Willam atau  ii't   ii'n 1  Eijkl  kl (3)
kegagalan permukaan Drucker-Prager. Kedua Jika tegangan percobaan tidak memenuhi
model memakai algoritma balik untuk persamaan 3, kenaikan regangan retak
pengintegrasian persamaan konstitutif. pada arah i dapat dihitung memakai
Perhatian khusus diberikan kepada asumsi bahwa pernyataan tegangan final
pengembangan dari suatu algoritma untuk harus memenuhi persamaan 4.
kombinasi dari dua model. Algoritma yang Fi f   ii't  f ti'   ii't  Eijkl  kl' f  f ti'  0
dikombinasikan adalah didasarkan pada suatu
penggantian berulang, dan hal ini mengijinkan (4)
kedua model untuk dikembangkan dan Persamaan ini dapat disederhanakan
dirumuskan secara terpisah. Algoritma dengan asumsi bahwa kenaikan regangan
mampu menangani kasus ketika kegagalan retak adalah searah dengan kegagalan
permukaan kedua model aktif tetapi juga permukaan, dan bahwa selalu hanya satu
ketika perubahan fisik seperti terjadi retak kegagalan permukaan yang dipilih.
penutup. Model ini dapat digunakan untuk Untuk kegagalan permukaan k, kenaikan
mensimulasi retak beton, kehancuran beton regangan retak harus mempunyai bentuk
akibat pengekangan yang tinggi, dan retak Fk f
penutup dalam kaitan dengan kehancuran
 ij' f     ik (5)
 ij
1) Formulasi Model Material
Formulasi model material didasarkan Setelah dimasukkan kedalam persamaan5
pada dekomposisi regangan kedalam sebuah formula untuk kenaikan pengali
e p keretakan  didapatkan.
komponen elasitis eij , plastis eij dan retak
 kk't  f tk'  kk't  f t ' wkmax 
f
e (De Borst 1986).    dan
ij E kkkk E kkkk
eij  eije  eijp  eijf (1)   't 
wkmax  Lt   kk    (6)
Hubungan tegangan yang baru kemudian
 
dapat dirumuskan menjadi:
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan
= + ∆ −∆ −∆ iterasi karena untuk material softening
(2)

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 91


JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012


nilai kekuatan tarik tertentu f t ' w kmax 
adalah fungsi dari terbukanya retak w. Jumlah bagian-bagian diagram pada
gambar 3 (material state number) adalah
dipakai dalam hasil analisis untuk
menandai status kerusakan beton.
Unloading adalah fungsi linier sampai
dengan origin. Sebuah contoh titik
unloading U diperlihatkan pada gambar
3. Karena itu hubungan tegangan  cef
eq
dan regangan  tidak unik dan
tergantung dari sejarah pembebanan.
Perubahan dari pembebanan hingga tidak
Gambar 2. Softening tarik dan panjang dibebani terjadi ketika kenaikan regangan
karakteristik efektif mengubah tanda. Jika
pembebanan ulang yang berikutnya
b. Hubungan Regangan–Tegangan Beton terjadi aliran tidak terbebani linier terjadi
1) Hukum Uniaksial Ekivalen hingga titik akhir pembebanan U tercapai
Perilaku nonlinier beton pada pernyataan lagi. Kemudian fungsi pembebanan
tegangan biaksial diuraikan dengan cara dilanjutkan.
Hukum regangan-tegangan uniaksial
tegangan efektif  cef , dan regangan
ekivalen mewakili pernyataan tegangan
eq
uniaksial ekivalen  . Tegangan efektif biaksial.
adalah umumnya dalam tegangan Modulus secant dihitung sebagai berikut :
prinsipal. Regangan ekivalen uniaksial = (8)
diperkenalkan untuk menghilangkan efek Modulus tangen E ct dipakai dalam
poisson pada pernyataan tegangan
bidang. matrik material Dc untuk pembentukan
matrik kekakuan elemen untuk solusi
= (7)
iterasi. Modulus tangen adalah
Regangan uniaksial ekivalen dapat kemiringan kurva regangan tegangan
dianggap sebagai regangan yang akan pada regangan yang diberikan. Nilai ini
dihasilkan oleh tegangan σci dalam selalu positif. Untuk kasus ketika
pengujian uniaksial dengan modulus Eci kemiringan kurva kurang dari nilai
dengan arah i. Dalam asumsi ini, t
minimum E min nilai modulus tangen
nonlinier mewakili kerusakan yang
disebabkan hanya governing stress σci. ditetapkan sebesar E ct  E min t . Hal ini
Diagram regangan tegangan uniaksial terjadi pada bagian softening dan dekat
ekivalen yang lengkap untuk beton dapat dengan puncak tekan.
dilihat pada gambar 3. 2) Tarik Sebelum Retak
Perilaku beton pada tarik tanpa retak
diasumsikan elastik linier, Ec adalah
modulus elastis awal beton, f ' tef adalah
kuat tarik yang diperoleh dari fungsi
kegagalan biaksial,
 cef  E c  eq ,0   c  f ' eft (9)
3) Tarik Setelah Retak
Dua tipe rumus dipakai untuk pembukaan
retak:
a) Model retak fiksi berdasarkan pada
hukum pembukaan retak dan energi
Gambar 3. Hukum regangan tegangan retak. Rumus ini cocok untuk
uniaksial untuk beton memodelkan pertumbuhan retak pada
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 92
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

beton. Rumus ini dipakai dengan seharusnya dipakai pada kasus-kasus


kombinasi dengan retak band. tertentu.
b) Hubungan regangan tegangan dalam 4) Hukum Pembukaan Retak Eksponensial
titik material. Formula ini tidak Fungsi pembukaan retak diperoleh secara
cocok untuk kasus pertumbuhan percobaan oleh Hordijk (1991).
retak normal pada beton dan
   w  3   w w Gf
ef
f 't
 1   c1
w
  exp  c2
w

 
w

1  c1 exp c2 , wc  5.14 ef
3

f 't
  c  
  c  c
(10)

dimana w adalah pembukaan retak, wc Lebar retak w dihitung sebagai lendutan


adalah pembukaan retak pada pelepasan yang membuka retak total dalam band
seluruhnya tegangan, σ adalah tegangan retak. w   cr L't dimana εcr adalah
normal pada retak (kohesi retak). Nilai
regangan pembuka retak yang nilainya
dari konstanta c1 = 3, c2 = 6.93. Gf adalah
sama dengan regangan yang searah
energi retak yang diperlukan untuk
dengan arah retak pada pernyataan retak
menciptakan unit luas retak tegangan
setelah pelepasan tegangan berakhir.
bebas, f ' tef adalah kekuatan tarik efektif
yang diperoleh dari fungsi keruntuhan.

Gambar 4. Hukum pembukaan retak eksponensial

c. ModelSmeared Cracks Arah tegangan dan regangan prinsipal


1. Fixed Crack Model berhimpit dalam beton tak retak karena
Pada model fixed cracks (Cervenka asumsi isotropis pada komponen beton.
1985, Darwin 1974) arah retak diberikan Setelah retak, orthotropis muncul. Sumbu
oleh arah tegangan principal pada saat lemah material m1 adalah tidak sejajar
permulaan retak. dengan arah retak, sumbu kuat m2 sejajar
Selama pembebanan selanjutnya arah ini dengan retak.
adalah tetap dan mewakili sumbu 2. Rotated Crack Model
orthotropis material. Pada model rotated crack (Crisfield
1989), arah tegangan principal berhimpit
dengan arah regangan prinsipal maka
regangan geser tidak terjadi pada
permukaan retak dan hanya dua
komponen tegangan normal harus
didefinisikan, seperti terlihat pada
gambar 6.

Gambar 5. Model fixed crack.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 93


JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

dari konstanta elastis untuk material


orthotropis dalam pernyataan tegangan
bidang mengikuti hubungan fleksibilitas:
1 v 
E  21 0
E2
 1   1   1 
   v12 1  
 2    0   2 
   E1 E 2   
 3   
1
Gambar 6. Model rotated crack  0 0 
 G (13)
Jika sumbu regangan principal berputar Pertama-tama kita eliminasi rasio
selama pembebanan arah retak akan Poisson orthotropik untuk beton retak karena
berputar juga. Untuk menjamin co- mereka umumnya tidak diketahui. Untuk itu
axiality regangan principal dengan kita memakai hubungan simetris
sumbu material maka modulus geser v12 E2  v21 E1 . Oleh karena itu hanya ada
tangent Gt dihitung sesuai dengan
Crisfield 1989 sebagai berikut konstanta elastis independent E1 , E2 , v21 .
 c1   c 2 Asumsikan bahwa v21  v adalah rasio
Gt 
2 1   2  (11)
Poisson untuk beton tidak retak dan memakai
hubungan simetri, kita memperoleh:
d. Matrik Kekakuan Material E12
v12  v
1. Beton Belum Retak E2 (14)
Matriks kekakuan material untuk beton L
Matriks kekakuan D dianggap sebagai
yang belum retak mempunyai bentuk c

sebuah matrik material isotropis. Matriks matriks flexibilitas invers dari persamaan 15
ini dapat ditulis dalam sistem koordinat  v 0 
global x dan y. D  H v 1 0 
L
c
  0 0 G 
1 v 0  (15)
E   E
Dc  2 
1 v 
v 1 0  
  1 , H  E1 1  v 2
E2

1 v (16)
0 0 
 0  Pada hubungan diatas E2 harus bukan nol. Jika
(12)
E2 sama dengan nol dan E1 tidak sama dengan
Pada persamaan diatas E adalah modulus
nol maka formula alternatif dipakai dengan
elastis beton yang diperoleh dari hukum
uniaksial ekivalen. Poisson’s rasio v 1 E2
memakai parameter invers  . Pada
adalah konstan.  E1
2. Beton Retak kasus bahwa modulus elastik sama dengan
Untuk beton retak matriks mempunyai nol, matrik D cL tertulis sama dengan matrik
bentuk matriks elastis untuk material
orthotropis. Matriks dirumuskan dalam nol.Matriks D cL ditransformasikan ke dalam
sistem koordinat m1,m2 seperti pada sistem koordinat global memakai matriks
gambar 5 dan 6 yang berhimpit dengan transformasi T
arah retak. Sistem koordinat lokal
mengacu pada superkrips L. Arah 1 D c  TT DcL T (17)
adalah searah dengan retak dan arah 2
adalah sejajar dengan arah retak. Definisi

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 90


94
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

cos  sin   2 cos  sin   


2 2

 2 2

dimana T   sin   cos   2 cos  sin   
 2
  cos  sin   cos  sin   cos   sin   
2

(18)
Sudut α adalah antara sumbu global x dan sumbu material pertama m1.

3. METODOLOGI PENELITIAN sampai kuat batas pelat jembatan tersebut.


Pengujian benda uji pelat diletakkan pada Kondisi tersebut ditandai dengan tidak adanya
loading frame dengan tumpuan sendi dan rol peningkatan beban meskipun hidraulic jack
pada kedua ujungnya. Pembebanan dilakukan terus dipompa, sedangkan lendutan terus
dengan menggunakan hidraulic jack yang bertambah. Set up alat dan pembebanan dari
berada ditengah bentang pelat jembatan. benda uji plat jembatan dapat dilihat pada
Pembebanan dilakukan secara bertahap gambar 7.
dengan interval kenaikan sebesar 2 KN

3
4
5
100 mm
7
6 8

1600 mm

Keterangan :
1. Loading Frame 6. Tumpuan sendi
2. Load Cell 7. Tumpuan rol
3. Hiidraulic jack 8. LVDT
4. Pembebanan 9. Data logger
5. Benda uji pelat jembatan

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 91


95
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

Gambar 7. Set up pengujian benda uji

Mulai

Input Data

Pengujian Simulasi
Eksperimen Numerik

Pola dan lebar retak


pada struktur pelat

Selesai

Gambar 8. Bagan alir penelitian

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 92


96
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

 10-165  10-80 4  6 -75


16,67
80 100
1000 100

 10-165

 10-200

 1 0-80
1800

4  6-75

Gambar 9. Benda Uji Pelat Beton Bertulang

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN penandaan dilakukan terhadap letak


Pada pengujian lentur ini diukur lebar danpenomoran crack menunjukkan step
retak yang terjadi pada setiap peningkatan beban.
beban dimulai dengan retak awal hingga Retak pertama terjadi pada saat beban 16
sampai pada beban maksimum benda uji. KN dimana lebar retak sebesar 0,05 mm.
Pengamatan lebar retak dilakukan Ketika benda uji mencapai kondisi ultimit
menggunakan penggaris pembaca crack, yang lebar retak berkisar 1,663 mm. Untuk lebih
mana nilainya mendekati ketelitian jelasnya pola retak dan grafik hubungan beban
microcrack. Pengukuran lebar retak dilakukan dengan lebar retak dapat dilihat pada gambar
pada retak terbesar dibagian tarik beton 10, gambar 11 dan Gambar 12.
didaerah lapangan. Pada setiap crack baru,

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 93


97
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

39 47 69

fcr=20

25

74

65

40 49

80 57 43 43 43 66 76 70 48 48 88
52 48 82 45 97
77
88 88 93 88 95 78

Gambar 10. Pola Retak Pengujian Eksperimen

Gambar 11. Pola Retak Simulasi Numerik

Pemodelan numerik juga memberikan pola merupakan kerusakan lentur, dimana retak
retak yang terjadi selama iterasi berlangsung. terjadi pada arah lentur yaitu daerah lapangan
Hasil pola retak dari pemodelan numerik dengan lebar maksimum retak sebesar 1,663
untuk pelat dapat dilihat pada gambar 11, dan mm.
pola retak pemodelan numerik dapat Hubungan lebar retak dan beban dapat dilihat
dibandingkan dengan hasil eksperimen yang pada gambar 12, dimana hasil eksperimen dan
ada pada gambar 10. Pada pola retak dibawah hasil dari pemodelan numerik memiliki hasil
dapat dilihat bahwa retak yang terjadi yang sama.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 94


98
JURNAL FONDASI, Volume 1 Nomor 1 2012

120

100

Beban (KN)
80

60

40 Numerik Atena
Eksperimen
20

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Lebar retak (mm)
Gambar 12. Hubungan beban dengan lebar retak pelat

5. KESIMPULAN DAN SARAN ICCE-96, The International Conference


Berdasarkan hasil pembahasan in Civil Engineering on Computer
disimpulkan bahwa : Applications, Research and Practice, 6-8
1. Hasil pola dan lebar retak eksperimen April 1996, Bahrain
dan pemodelan numerik memiliki hasil Cervenka&Niewald, 2003, ATENA Program
yang hampir sama Documentation: User’s Manual for
2. Retak awal terjadi pada beban 16 KN ATENA – GID interface, Cervenka
dimana lebar retaknya sebesar 0,05 mm Consulting, Prague
3. Pola retak merupakan retak lentur yang Cervenka, 2007, ATENA Program
terjadi pada tengah bentang Documentation :Cervenka Consulting
Foley, C.M. danBuckhouse, E.R., 1998,
6. DAFTAR PUSTAKA Strengthening Existing Reinforced
Cervenka, Computer Simulation of Failure of Concrete Beams or Flexure Using Bolted
Concrete Strukture for Practice, E-328, External Structural Stell Channels,
Prague College of Engineering Departement of
Cervenka, 1996, Computer Simulation as Civil & Environmental Engineering
Design Tool for Concrete Structures, Marquette University.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa | 95


99

Anda mungkin juga menyukai