Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEINDAHAN AKHLAQ DALAM


PERADABAN ISLAM

Disusun Oleh:
Adiartha Mahendra (30902000008)
Risna Rahmawati (30902000189)
Khasful Muna (30902000267)

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Akhlak merupakan sesuatu yang tidak pernah habis-habisnya untuk dibicarakan.
Karena akhlak termasuk salah satu pokok ajaran agama Islam dan merupakan aspek
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya Nabi Muhammad
Saw., ke muka Bumi ini tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal
tersebut dapat dilihat dalam hadis Nabi yaitu :

Pada hakekatnya dalam diri manusia terdapat dua potensi, yaitu potensi
berkelakuan baik dan potensi berkelakuan buruk. Walaupun kedua potensi itu ada
pada diri manusia namun ditemukan isyarat dalam Al-Quran maupun hadis Nabi
bahwa kebaikan lebih dahulu menghiasi diri manusia dari pada kejahatan.
Menurut pendapat Quraish Shihab yaitu,”secara fitrah manusia lebih cenderung
kepada kebaikan. Dengan begitu akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan, karena
keimanan adalah pengakuan hati dan akhlak adalah perbuatan.”
Peradaban islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika berhasil
merumuskan masyarakat Madani dan piagam Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh
Khulafa Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khatab, Ustman Ibn Affan dan Ali Ibn
Thalib) sistem yang dikembangkan pada saat itu adalah sistem demokrasi di mana
pucuk pimpinan di pilih mulai musyawarah oleh beberapa orang yang di tunjuk oleh
kaum muslimin atau khalifah sebelumnya.
Pada masa itu umat islam telah mencapai pusat kemuliaan. Baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah brkembang berbagai macam
cabang ilmu pengetahuan pasca meninggalnya Ali dan naiknya Muawiyah, sistem
pemerintahan dalam Islam berubah dratis dari sistem kekhilafahan ke Monarkhi
Absolut. Monarkhi Absolut di buktikan dengan di pilihnya Yazid sebagai putra
mahkota, kemudian mengangkat dirinya sebagai Kholifah fi Allah, mulailah babak
baru dalam pemerintahan Islam dan berlangsung terus menerus sampai kepada
Khalifah Turki Usmani sebagai konsep pemerintahan Khalifah (penguasa dan
pemimpin tertinggi rakyat) terakhir dalam dunia Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Keindahan Akhlaq dalam
Peradaban Islam
II. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keindahan Akhlaq pada masa Peradaban Islam?
2. Bagaimanan Kedudukan akhlak dalam Syariah Islam?
III. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Keidahan Akhlaq dalam masa Peradaban Islam
2. Untuk mengetahui Kedudukan akhlak dalam Syariah Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Peradaban Islam dan Keindahan Akhlaq


1. Sejarah Peradaban Islam
Namun pada dasarnya, sejarah peradaban Islam dibagi menjadi
tiga periode. Yaitu, periode klasik, periode pertengahan (jatuhnya
Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M), dan periode modern.
Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Syamruddin Nasution
dalam buku "Sejarah Peradaban Islam" yang diterbitkan tahun 2013
menjelaskan tiga periode ini dengan cukup rinci.
a. Periode Klasik
"Ini merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam
dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi
dan pusat kemajuan (650 – 1000 M). Kedua, fase disintegrasi (1000 –
1250 M)," menurut Syamruddin.
Pada masa inilah daerah Islam meluas dari Afrika utara sampai
ke Spanyol di belahan Barat dan melalui Persia hingga ke India di
belahan Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam.
Sejumlah ulama besar bermunculan di fase ini. Seperti Imam
Malik, Imam Abu anifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam
bidang Fiqh. Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’, Abu
Huzail, Al-Nazzam dan Al-Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun al-
Misri, Abu Yazid al-Bustami dan alHallaj dalam bidang Tasawuf. Al-
Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam bidang Falsafat.
Ibn Hayyam, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang
Ilmu Pengetahuan, dan lain-lainnya.
Ilmu pengetahuan baik dalam bidang agama, umum dan
kebudayaan juga ikut berkembang. Namun pada fase disintegrasi,
keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah.
"Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad
dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun
1258 M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam
hilang," ungkap Syamruddin
b. Periode Pertengahan
Syamruddin juga membagi periode pertengahan sejarah
peradaban Islam dengan dua fase yaitu fase kemunduran dan fase tiga
kerajaan besar.
Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini
desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara
Sunni dan Syi’ah dan juga antara Arab dan Persia bertambah nyata
kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian Arab yang berpusat di
Mesir terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara.
Bagian Persia yang berpusat di Iran terdiri dari Balkan, Asia kecil,
Persia dan Asia tengah. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan
Arab.
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa
kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah
kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan
Mughal di India. Sama seperti fase sebelumnya, perhatian pada ilmu
pengetahuan kurang sekali di masa ini. Ujungnya adalah umat Islam
semakin mundur dan statis saat tiga kerajaan mendapat banyak
tekanan."Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh
serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh
pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa,"
tulis Syamruddin.
c. Periode Modern
Syamruddin menyebutkan, "Periode modern (1800 - sekarang)
merupakan zaman kebangkitan umat Islam."
Umat Islam mulai sadar bahwa di Barat telah timbul peradaban
baru yang lebih tinggi dan menjadi ancaman. Itu dimulai sejak
jatuhnya Mesir ke tangan Barat. Pada periode modern umat Islam
heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat. Raja-raja dan para
pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan
kekuatan umat Islam kembali.
"Karena umat Islam heran melihat alat-alat ilmiah seperti
teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan dua set
alat percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani yang dibawa
serta oleh Napoleon. Jadi, di periode modern ini, timbullah pemikiran-
pemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan
bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan dalam
Islam," ungkap Syamruddin.
2. Keindahan Akhlaq dalam Peradaban Islam
Keberhasilan suatu peradaban bangsa dalam memperoleh tujuannya
tidak hanya sekedar ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam,
tetapi lebih dari itu sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya.
Bahkan dalam beberapa literatur dikatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat
dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.” Memahami sejarah
sebuah konsep sungguh sangat penting untuk dapat memahami dalam konteks
apa konsep itu lahir, dan untuk apa konsep itu diperjuangkan. Merujuk pada
pendapat para tokoh , pemimpin, dan pakar pendidikan dunia yang
menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan, maka sejarah
pendidikan karakter sama tuanya dengan itu sendiri. Namun, dalam
perjalanannya, pendidikan karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari
dunia pendidikan , terutama sekolah.
Dalam sejarah Islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad
Saw. Sang Nabi dan Rasul terakhir dalam Islam, juga menegaskan bahwa misi
utama beliau dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak
dan mengupayakan pembentukan karakter manusia yang baik (good
character). Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama
pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan kepribadian
manusia yang baik.
a) Pendidikan Akhlaq
Perkataan “Akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari “khuluqun”
yang menurut tata bahasa dan logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat (Ya’kub, 1983:11). Rumusan pengertian akhlak timbul
sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan
makhluk, serta antara makhluk dan makhluk. Perkataan ini bersumber dari
kalimat yang tercantum dalam Al-Qur’an surah al-Qalam ayat 4 :
“Sesungguhnya Engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur.”
Demikian juga hadits Rasulullah Saw: “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan kemuliaan budi pekerti manusia”. (HR. Ahmad).
Atas dasar itu, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dengan
sang Penciptanya dan sesama umat manusia yang lain, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh umat manusia dalam perbuatan mereka dan menunjuk-
kan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Ahmad Amin, dalam
bukunya Akhlak).
Sedangkan pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibn
Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya ke arah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya
perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan
akhlak ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul
merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam.
Dengan demikian dapatlah ditarik pemahaman, bahwa pendidikan
akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan moral dalam diskursus pendidikan
Islam. Telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak telah dirumuskan oleh para
tokoh tokoh pendidikan Islam terdahulu seperti Ibn Maskawaih, Ibn Sina, Al-
Ghazali, dan Al-Zamuji, menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan
akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik.
Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat sifat mulia Tuhan dalam
kehidupan umat manusia.
Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika
Islam. Dan pentingnya komparasi (perbandingan) antara akal dan wahyu
dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi
kebanyakan muslim segala hal yang dianggap halal dan haram dalam Islam,
dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam ter-
dapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, serta keteladanan.
Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan
ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang
dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Terkahir, keteladanan merujuk
kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang Muslim yang baik
yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga nilai inilah yang
sejatinya adalah pengejawantahan pilar-pilar pendidikan karakter dalam
Islam.
Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi
Rasulullah Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia
lagi agung. Baik Al-Qur’an maupun Sunnah telah menjelaskan bahwa dalam
diri Rasul tersimpan dan terpancar suri tauladan yang baik (Al-Ahzab: 21).
Perjalanan dakwah Islam yang spektakuler dapat diraih pada masa Rasul,
dikarenakan adalah pancaran akhlak beliau yang berisi keteladanan. Sahabat
terlebih musuh Islampun mengagumi akhlak Rasulullah Saw.
Pembinaan sekaligus penerapan akhlak sebagai basis pendidikan
karakter dimulai dari sebuah gerakan individual, kemudian diproyeksikan
menyebar ke individu-individu yang lain. Dengan demikian secara sendirinya
mewarnai kehidupan bermasyarakat. Pembinaan akhlak selanjutnya dilakukan
dalam lingkungan keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
b) Agama dan pembentukan karakter
Negara kita berlandaskan Pancasila dimana sila pertama adalah
menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Inilah
yang menjadi bahan rujukan bahwa negara kita tidak atheis namun ber-
Ketuhanan dengan nilai-nilai ajaran agama yang melahirkan tata prilaku yang
baik bagi setiap pemeluk agama-agama di Indonesia. Presiden Soekarno beru-
lang ulang menegaskan : “Agama adalah unsur mutlak dalam pembangunan
nasional dan karakter masyarakat”. Tanpa landasan yang jelas, karakter akan
hilang, mengambang, sehingga tidak berarti apa-apa. Oleh karenanya, fun-
damen atau landasan dari pendidikan karakter itu tidak lain haruslah agama.
Kehidupan rohani (kejiwaan) yang matang akan membuat manusia
semakin manusiawi, dan membuatnya semakin dapat melengkapi fitrahnya
sebagai manusia, yaitu manusia yang senantiasa ada bersama orang lain. Jika
pendidikan agama itu malah menjadi penghambat integrasi bagi pelaksanaan
nilai-nilai moral, maka yang keliru bukanlah ajaran agamanya, melainkan
cara menafsirkan ajaran agama itu dalam tatanan praktis.
Oleh sebabnya, cara penafsiran atas ajaran agama inilah yang perlu
diperbaiki. Keenam agama resmi yang diakui di negeri ini tidak satu pun
memiliki ajaran agama yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Untuk
inilah, tidak ada alasan bahwa agama menjadi sumber perpecahan dalam
kehidupan bersama. Sebaliknya, praksis kehidupan bermoral warga negara se-
makin kokoh dengan adanya pendasaran dari keyakinan tersebut. Hal lain
yang perlu diperhatikan bagi integrasi pendidikan agama dan pendidikan
karakter adalah kaitan antara keyakinan agama dan kebersamaan hidup dalam
masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Akhirnya, pendidikan karakter yang dalam Islam dikenal juga sebagai
pendidikan Akhlak mutlak diperlukan dan dibumikan dalam kehidupan
bermasyarakat. Akhlak merupakan identitas penting manusia. Baik dan buruk
akhlaknya menunjukkan bahwa ia manusia apa bukan. Sekali lagi, kita
diingatkan bahwa para Nabi dan Rasul diutus Tuhan untuk menyempurnakan
akhlak manusia, supaya manusia itu dapat melaksanakan tugasnya; tugas
manusia ialah menjadi manusia seutuhnya. Sekelompok umat, bahkan negara
akan mengalami kehancuran oleh buruknya akhlak. Baik buruk suatu
peradaban ditentukan oleh akhlak masyarakatnya. Semoga kelak pendidikan
karakter yang jauh sudah dikenal dan digaungkan dalam ajaran Islam
menuntun dan mengubah pola pikir kita, bahwa akhlak menjadi garda
terdepan untuk kemajuan suatu identitas kaum serta bangsa.

3. Kedudukan Akhlak dalam Islam


Islam sangat menjunjung tinggi akhlak dan menyeru seluruh manusia
kepadanya. Demikian tingginya kedudukan akhlak dalam Islam hingga ia
menjadi barometer keimanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
menegaskan bahwa tujuan diutusnya beliau tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga
menginformasikan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih berat pada mîzân
(timbangan amal) seorang hamba pada hari kiamat kelak selain dari akhlak
yang baik. Ini menunjukkan betapa urgennya akhlak dalam pandangan Islam.
(Bafadhol, 2017)
Abû Hurairah radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki
yang berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Fulanah itu sering disebut-sebut tentang banyaknya
shalat, puasa dan sedekahnya, hanya saja ia menyakiti para tetangganya
dengan lisannya. Maka beliau bersabda, “Dia di neraka.” Kemudian orang itu
bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah itu sering disebut-
sebut tentang sedikit-nya puasa, sedekah dan shalatnya, ia bersedekah hanya
dengan beberapa potong keju saja. Akan tetapi ia tidak menyakiti para
tetangganya dengan lisannya.” Maka beliau bersabda, “Dia di surga.” (HR.
Bukhâri dan Ahmad)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangat, karakter manusia
yang baik maupun buruk dalam hubungannya dengan khaliq atau dengan
sesama makhluk. Akhlak ini menrupakan hal yang paling penting dalam
pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia paling baik
budi pekertinya adalah Rasulullah SAW
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.


Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005.
Tim Penyusun MUI. Sejarah Sosial Umat Islam Indonesia. Jakarta: Dewan Pimpinan MUI,
1991.
Vlekke, Bernard H.M. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2008.
Woodward, Mark.R; Salim H, Hairus. Islam Jawa: Kesalehan Normativ Versus Kebatinan.
Yogyakarta: LKIS, 2004.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010.
Bafadhol, I. (2017). Pendidikan Akhlak dalam Persfektif Islam. Jurnal Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam, 06(12), 45–61.

Anda mungkin juga menyukai