Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MATA KULIAH

TATA RUANG DAN TATA GUNA TANAH


“AKIBAT HUKUM DARI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BULELENG”

Oleh :
Kelompok
I

1. Thomas Rahanra 02030038


3. Luh Putu Veny Ekayanthi 02030019
2. Kadek Andi Martana Kurniawan 02130028
4. Putu Andi Permadi Putra 02130035
5. Putu Diah Intan Utari P. 02130052

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANJI
SAKTI SINGARAJA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Akibat
Hukum dari Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di
Kabupaten Buleleng” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat
untuk melengkapi tugas kuliah di jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Panji Sakti. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan
dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang
akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Singaraja,..............2022
Pemakalah

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................3

BAB II KAJIAN PUSTAKA..........................................................................4


2.1 Pengertian Pertanian...................................................................................4
2.2 Pengertian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan...................................5
2.3 Pengertian Alih Fungsi................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................


3.1 Pengertian Alih Fungsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.......6
3.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng.......................................7
3.3 Upaya-upaya dari Pemerintah Kabupaten Buleleng Dalam Mengantisipasi
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan..................................8
3.4 Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Buleleng..........................................10
BAB IV PENUTUP.........................................................................................12
4.1 Kesimpulan.................................................................................................12
4.2 Saran-saran.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara agraris karena penduduknya
sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik
tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Dengan demikian setiap
orang sebagai bagian dari bangsa Indonesia membutuhkan tanah karena tidak ada
aktivitas atau kegiatan orang yang tidak membutuhkan tanah.
Dari segi ekonomi telah terjadi perkembangan nilai ekonomi tanah sejak
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria. Pada saat itu tanah hanya dibutuhkan untuk semata-mata pertanian,
perkebunan, yang oleh warga masyarakat petani dijadikan sumber mata
pencahariannya yang utama. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan hidup
masyarakat, tanah kemudian mengalami kemajuan nilai yang saat ini sering dikenal
dengan tanah sebagai komoditas ekonomi, yaitu tanah dijadikan objek transaksi,
baik yang dikehendaki menjadi tempat hunian, maupun menjadi lahan akomodasi
pariwisata seperti tempat rekreasi, villa, hotel, sebagai fungsi tanah dari social
asset menjadi capital asset, di samping itu juga bisa digunakan untuk membangun
fasilitas-fasilitas seperti swalayan dan yang lain, yang pada dasarnya menjadi status
simbol kemajuan masyarakat.
Dalam kondisi seperti itu, secara ekonomis tanah telah dijadikan komoditas
ekonomi yang dinilai bukan hanya sebagai tanah pertanian akan tetapi telah
berkembang menjadi tanah kawasan perumahan, tanah kawasan industri, tanah
kawasan penunjang pariwisata, dan tanah kawasan pariwisata. Sejalan dengan jiwa
dari UUPA, terutama dalam Pasal 6 UUPA yang menyatakan: ”Semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial”, tanah memiliki fungsi sosial, hal ini berarti bahwa
tanah yang merupakan permukaan bumi dapat dimiliki oleh orang perorangan akan
tetapi dibawah tanah yang disebut dengan perut bumi tetap dikuasai oleh Negara
secara tidak langsung, karena didalam perut bumi itu mengandung kekayaan alam
yang dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Wilayah Bali
utara hamper seluruhnya ditetapkan sebagai aset dari pemerintah Kabupaten

1
Buleleng. Dengan begitu, Buleleng adalah kabupaten yang terluas wilayahnya di
antara kabupaten lain di Bali. Batas pegunungan yang membujur timur-barat
sepanjang pertengahan Bali termasuk ke dalam wilayah Buleleng. Buleleng adalah
wilayah yang lengkap memiliki gunung, daratan, dan laut utara Pulau Bali. Kendati
memiliki wilayah yang terluas di Bali, sebagian wilayah Buleleng adalah daerah
kering terutama di daerah pegunungan Buleleng Barat dan Buleleng Timur.
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan
pertanian yang cukup luas.
Namun dewasa ini lahan pertanian di Kabupaten Buleleng, khususnya di
Kabupaten Buleleng telah mengalami banyak perubahan (alih fungsi lahan) yang
ditandai dengan semakin menyempitnya lahan pertanian dan semakin berkembang
pesatnya pembangunan perumahan. Alih fungsi lahan pertanian merupakan
ancaman terhadap pencapaian ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan. Alih
fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan,
lingkungan fisik serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang
kehidupannya tergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan pertanian subur yang
selama ini terjadi kurang diimbangi dengan upaya-upaya secara terpadu dalam
pengembangan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang
potensial. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan salah satu produk hukum yang
ditujukan untuk menjaga ketersediaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Namun pada kenyataannya lahan pertanian yang dilindungi
oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, banyak yang dialih fungsikan
menjadi lahan perumahan, karena itu terdapat kesenjangan antara das solen dengan
das sein.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan pokok dari Makalah
ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
1. Apa pengertian Alih Fungsi terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan?
2. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Buleleng?

2
3. Bagaimana upaya dari Pemerintah di Kabupaten Buleleng dalam mengantisipasi
alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan?
4. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Buleleng?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian
pangan berkelanjutan di Kabupaten Buleleng Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng.
2. Mengetahui upaya dari Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam mengantisipasi
alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
3. Mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan pertanian
pangan berkelanjutan di Kabupaten Buleleng
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Bagi pemerintah
Meningkatkan upaya-upaya dalam mengantisipasi terjadinya alih fungsi atas
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
2. Bagi Masyarakat
Mendapatkan pengetahuan/ilmu mengenai akibat hukum yang dapat ditimbulkan
dari perbuatan melakukan alih fungsi atas Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
3. Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui secara detail mengenai akibat hukum yang dapat ditimbulkan
dari perbuatan melakukan alih fungsi atas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
melalui penggalian informasi baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pertanian


Menurut A Van Aarsten (1953) pertanian merupakan: “Digunakannya
kegiatan manusia untuk memperoleh hasil dari tumbuhan- tumbuhan dan atau hewan
yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala
kemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangkan tumbuhan atau
hewan tersebut”.
Menurut Mosher (1966) pertanian adalah : “Suatu bentuk produksi yang khas
yang didasarkan oleh proses pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha
tani, dimana kegiatan produksi merupakan bisnis, sehingga pengeluaran dan
pendapatan sangat penting artinya”. Lahan pertanian ditinjau dari ekosistemnya dapat
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu lahan pertanian basah dan lahan
pertanian kering. Adapun ditinjau dari sistem irigasinya lahan pertanian basah
(sawah) dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, diantaranya sawah irigasi teknis,
sawah irigasi setengah teknis, sawah irigasi perdesaan (sawah irigasi sederhana),
sawah tadah hujan, sawah rawa, sawah rawa pasang surut, sawah lebak dan tambak.
Sedangkan lahan pertanian kering dapat dibedakan menjadi beberapa tipe,
diantaranya pekarangan, tegalan, kebun, ladang (perladangan atau shifting
cultivation), penggembalaan ternak (pengangonan) dan hutan.
Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta
untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau
bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak, meskipun cakupannya dapat pula
berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk
lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
2.2 Pengertian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

4
Pangan Berkelanjutan disebutkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
selanjutnya disingkat LP2B adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk
dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok
bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. Tahun 2011 tentang Penetapan Dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disebutkan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan berada di dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan
di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan berada pada kawasan perdesaan dan/atau pada kawasan perkotaan di
wilayah kabupaten/kota. Lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan harus memenuhi beberapa kriteria yaitu berada pada kesatuan
hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi ditentukan
dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial budaya masyarakat, memiliki
potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk
peruntukan pertanian pangan, didukung infrastruktur dasar, telah dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian pangan.
2.3 Pengertian Alih Fungsi
Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya
lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya
lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.
Menurut Lestari (2009) Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai
konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi
dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih
fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Dari kedua pendapat para ahli di atas, para pemakalah dapat menyimpulkan
bahwa pengertian dari alih fungsi lahan yaitu suatu proses perubahan fungsi lahan
atau bidang tanah dari yang semula (kondisi fakta yang ada di lapangan) menjadi
penggunaan lain.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Alih Fungsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 4 Tahun 2021 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, pengertian Alih Fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik
secara tetap maupun sementara.
Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian
ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang
serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat
pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi
lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu
mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang
potensial.
Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin
sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya
tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan
pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah
satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam rangka
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat pada
umumnya.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dialihfungsikan untuk
kepentingan umum. Kepentingan umum itu meliputi: jalan umum, waduk,
bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi,
bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api,
terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam; dan/atau pembangkit dan
jaringan listrik.
Selain kepentingan umum yang disebutkan di atas, alih fungsi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan untuk pengadaan tanah guna
kepentingan umum lainnya yang ditentukan oleh peratuan perundang-undangan.
6
3.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng
Alih fungsi lahan sawah yang cukup banyak terjadi di Kabupaten Buleleng
sangat berdampak pada kuantitas produksi beras selama tahun 2019-2020.
Pembangunan perumahan-perumahan di Kabupaten Buleleng dalam perolehan
tanahnya masih banyak yang berasal dari tanah pertanian. Alih fungsi lahan tersebut
sebagian besar untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik. Bahwa
lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah, faktor utama
penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian ialah:
1. Faktor eksternal
Faktor yang disebabkan oleh :
a. adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi
maupun ekonomi.
b. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan
sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan
kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi.
c. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya.
d. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah
perkotaan.
e. Infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada
wilayah lahan kering
f. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar.
2. Faktor internal
Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh :
a. kondisi sosial ekonomi rumah tangga
b. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak
dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik pertanian pengguna lahan.
c. Nilai Jual Tanah Tinggi
7
d. Debit Air yang menurun
e. Mahalnya Biaya Penyelenggaraan Pertanian.
3. Faktor kebijakan
Alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena peraturan
perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu segi substansi ketentuannya
yang tidak jelas dan tidak tegas, maupun penegaknya yang tidak di dukung oleh
pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin
pemfungsian suatu lahan. Tetapi juga tidak didukung oleh “tidak menarik”nya
sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat produksi
lainnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat dengan
harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan cenderung terus menurun drastis
mengakibatkan minat penduduk (atau pun sekedar mempertahankan fungsinya)
terhadap sektor pertanian pun menurun.
3.3 Upaya-upaya dari Pemerintah Kabupaten Buleleng Dalam Mengantisipasi Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Melihat banyaknya dampak negatif yang diperoleh dari terjadinya Alih
fungsi atas Lahan Pertanian Pangan Kabupaten Buleleng, maka Kantor
Pertanahan Kabupaten Buleleng bersama-sama dengan Pemerintah Daerah
membentuk tim dalam rangka perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Adapun instansi Daerah yang terlibat di dalam tim tersebut yaitu
Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Kabupaten Buleleng. Berdasarkan Aturan Penetapan Lahan Sawah yang
Dilindungi yaitu Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tanggal 16/12/2021,
diperoleh data Lahan Sawah yang Dilindungi awalnya ditetapkan seluas 8579,8
Ha namun yang disepakati yaitu seluas 7963 Ha. Dengan telah disepakatinya luas
lahan sawah yang dilindungi, diharapkan Tim bekerja secara maksimal untuk
meminimalisir terjadinya alih fungsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Misalnya dengan memperketat permohonan pertimbangan Teknis Pertanahan
terutama dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah (Aspek) yang diajukan
pemohon ke Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng yaitu memperhatikan syarat
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Hal tersebut sesuai
dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 12 Tahun 2021 tentang
8
Pertimbangan Teknis Pertanahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dalam
rangka melindungi Lahan Sawah yang Dilindungi, setiap permohonan
Pertimbangan Teknis Pertanahan yang diajukan akan dilakukan ploting pada Peta
LSD dan LP2B, apabila tanah yang dimohon masuk dalam kawasan LSD maka
permohonan tersebut ditolak namun bila tanah yang dimohon tidak masuk dalam
kawasan LSD maka permohonan dilanjutkan dengan pengecekan ke lapangan
oleh Tim PTP Kantor Pertanahan guna memastikan lahan yang dimaksud tidak
produktif serta disekelilingnya terdapat bangunan yang mendukung untuk tanah
tersebut dapat dialihfungsikan. Penerbitan PTP juga harus memperhatikan
kesesuaian Tata Ruang sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Buleleng No. 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2013-
2033, Peraturan Bupati Buleleng No. 5 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Singaraja tahun 2021-2041.
Kabupaten Buleleng  merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki luas
lahan pertanian yang cukup luas, namun dewasa ini hasil panen beberapa tahun
terakhir mengalami penurunan, dikarenakan luas lahan pertanian semakin
berkurang karena di alihfungsikan. Selain adanya tim perlindungan terhadap
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dari Pemerintah Daerah, terdapat
beberapa upaya dalam mengantisipasi alih fungsi lahan pertanian tersebut,
diantaranya:
1. Seminggu sekali mengadakan pertemuan antar petani dan selalu
menghimbau kepada petani agar selalu menjaga lahan pertaniannya, dan
tidak terpengaruh oleh developer yang sering menawarkan harga tinggi.
2. Memberikan insentif agar petani tetap menjadikan lahannya sebagai sawah
abadi serta termasuk dalam peta lahan sawah dilindungi negara yaitu
dengan perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan
varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan
prasarana dan sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah,
penghargaan bagi petani berprestasi, dan keringanan pajak bumi dan
bangunan.
3. Membuat irigasi air pada sawah yang tadah hujan
4. Memberikan sanksi administrasi kepada petani yang mengalihfungsikan
lahan pertaniannya atau yang menjual lahan pertaniannya kepada
9
developer, dalam bentuk tidak dikeluarkannya surat persetujuan dari subak
untuk menjual lahan tersebut.
5. Memberikan sanksi denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta
rupiah) dalam hal ini masih bentuk pararem. Meskipun dendanya
tergolong kecil, namun bagi petani, denda tersebut membuat petani jera
akan mengalihfungsikan lahan pertaniannya
3.4 Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Di Kabupaten Buleleng
Alih fungsi lahan yang terjadi sebenarnya telah menjadi perhatian
pemerintah. Pada tahun 2009, Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5068), berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tersebut di atas, pada huruf (a) menyatakan bahwa lahan pertanian pangan
merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pada huruf (b) menyatakan Indonesia sebagai negara
agraris perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan
sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan
mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan,
kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Pada huruf (c) menyatakan negara
menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara, sehingga negara
berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Pada
huruf (d) menyatakan makin meningkatnya pertambahan penduduk serta
perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi
(penurunan), alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan, yang telah
mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan; Maka dari itu Pembaruan agrarian terkait
dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatannya perlu adanya perlindungan lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan.
10
Alih fungsi penggunaan tanah dari tanah pertanian menjadi non pertanian ini,
erat kaitannya dengan ketentuan pasal 1 Angka 32 Peraturan Daerah No 9 Tahun
2013 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Buleleng 2013-2033
yang menyatakan bahwa : “Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang
dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.” Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No. 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyatakan:
“Lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
dilindungi dan dilarang di alihfungsikan.” Berkaitan dengan pelaksanaan pasal 44
ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tersebut diatas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa ketentuan yang mengatur tentang alih penggunaan tanah
dari tanah pertanian menjadi non pertanian di Wilayah Kabupaten Buleleng
Khususnya, tidak bisa terlaksana sebagaimana mestinya, dalam arti
pelaksanaannya tidak seperti yang maksud, karena masyarakat masih sering
mengabaikan peraturan yang ditetapkan dan prosedur yang ada, di lapangan
terkadang masyarakat masih menyepelehkan dikarenakan tanah yang dirubah itu
merupakan tanah mereka jadi mengapa harus dengan prosedur yang berbelit-belit
untuk merubah penggunaan tanah nya.
Akibat hukum yang timbul dari alih fungsi penggunaan tanah yang masuk
dalam kawasan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) terhadap pemilik
dan penguasa lahan tersebut, bisa dikenai sanksi administrasi, sanksi pidana dan
denda sesuai dengan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B yang
menyatakan bahwa:
1. Pasal 72 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
LP2B “Orang perorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana diimaksud dalam pasal 44 ayat 1 di pidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp,
1000.000.000,- ( satu miliar rupiah).”
2. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B
“Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
11
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab III diatas, para pemakalah dapat menarik
beberapa kesimpulan yaitu :
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara. Alih fungsi lahan pertanian
merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih
fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan,
lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang
kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur
selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan
pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Adapun faktor-
faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian ialah:
1. Faktor eksternal
2. Faktor internal
3. Faktor kebijakan
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi alih fungsi
lahan pertanian tersebut, diantaranya:
1. Seminggu sekali mengadakan pertemuan antar petani dan selalu menghimbau
kepada petani agar selalu menjaga lahan pertaniannya, dan tidak terpengaruh
oleh developer yang sering menawarkan harga tinggi.
2. Memberikan insentif agar petani tetap menjadikan lahannya sebagai sawah
abadi serta termasuk dalam peta lahan sawah dilindungi negara yaitu dengan
perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan varietas
unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan
sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani
berprestasi, dan keringanan pajak bumi dan bangunan.
3. Membuat irigasi air pada sawah yang tadah hujan

12
4. Memberikan sanksi administrasi kepada petani yang mengalihfungsikan lahan
pertaniannya atau yang menjual lahan pertaniannya kepada developer, dalam
bentuk tidak dikeluarkannya surat persetujuan dari subak untuk menjual lahan
tersebut.
5. Memberikan sanksi denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta
rupiah) dalam hal ini masih bentuk pararem. Meskipun dendanya tergolong
kecil, namun bagi petani, denda tersebut membuat petani jera akan
mengalihfungsikan lahan pertaniannya
Akibat hukum yang timbul dari alih fungsi penggunaan tanah yang masuk
dalam kawasan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) terhadap pemilik
dan penguasa lahan tersebut, bisa dikenai sanksi administrasi, sanksi pidana dan
denda sesuai dengan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B yang
menyatakan bahwa:
1. Pasal 72 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
LP2B “Orang perorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana diimaksud dalam pasal 44 ayat 1 di pidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp,
1000.000.000,- ( satu miliar rupiah).”
2. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B
“Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

4.2 Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait pembahasan di atas :
1. Untuk masyarakat yang mengalihfungsikan lahan hendaknya dapat mengambil
keputusan yang matang dan memikirkan ulang untuk menjadikannya bentuk
pemanfaatan lain, misalnya dengan tetap memberikan ruang untuk lahan hijau
disekitar lokasi yang telah dialihfungsikan. Hal tersebut diharapkan agar tidak
mengganggu keseimbangan alam disekitarnya.
13
2. Untuk Pemerintah dan dinas terkait perlu melakukan pencegahan dan menjaga
laju alih fungsi lahan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi
perundang-undangan secara bertahap dan melakukan penindakan secara tegas
terhadap kegiatan alih fungsi lahan yang lemah hukum. Semua itu perlu
dilakukan, karena jika terus dibiarkan dan dianggap sebagai hal biasa, maka
dapat terus berdampak pada stabilitas nasional terkait ketersediaan pangan yang
sifatnya sangat vital.
3. Untuk Pemakalah, hendaknya penulisan makalah ini dapat lebih ditingkatkan
dengan ada pencatatan yang serius dan sistematis melalui perangkat-perangkat
atau aparatur desa mengenai kegiatan alih fungsi lahan yang terjadi. Hal tersebut
dapat mempermudah kita mengetahui seberapa besar kegiatan tersebut telah
terjadi sehingga dapat dilakukan penanggulangan yang tepat dan observatif
terhadap. Sehingga penelitian serupa harapannya dapat terus dikembangkan
khususnya yang berkaitan dengan penyebab dan dampak alih fungsi lahan, agar
diperoleh masukan dan penyelesaian masalah yang tepat bagi pemangku
kebijakan pengaturan dan pengendalian alih fungsi lahan. Sehingga kegiatan
usaha tani dan ketersidaan pangan dapat terus terjaga.

14
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi. 2010. Aspek Hukum Tanah Aset Daerah. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya.
Surata, I Gede. 2016. Landreform: Reformasi Hukum Agraria Bagi Petani Indonesia.
Malang: Media Nusa Ceartive
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-41-2009-perlindungan-lahan-pertanian-pangan-
berkelanjutan
https://kominfosanti.bulelengkab.go.id/informasi/detail/berita/22-cegah-alih- fungsi-
lahan-sawah-pemkab-buleleng-siapkan-perda-lp2b
https://wartabalionline.com/2021/09/06/sorot-alih-fungsi-sawah-di-camplung- dewan-
pertanyakan-perda-lp2b/
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4d46795fea065/peraturan-pemerintah-
nomor-1-tahun 2011?utm_source=website& utm_medium=kamus

15

Anda mungkin juga menyukai