Anda di halaman 1dari 31

Kasih Sayang, Kewibawaan, dan Tanggung Jawab

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogika

Dosen Pengampu:
M. Syahrul Rizal, M.Pd.

Disusun oleh kelompok 8


Kelas 2 D:

NURUL NADIA SUTRA 2186206132


NURUL WAHIDA 2186206133
PUTRI APRIL 2186206139
PUTRI LESTARI 2186206140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya .oleh karena itu, kami berhasil menulis
makalah yang berjudul “Kasih Sayang, Kewibawaan, dan Tanggung Jawab ”
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada baginda junjungan nabi
besar Muhammad SAW. Yang kita nantikan syafaatnya di hari akhir.
Laporan makalah ini disusun dengan segala keterbatasan kami,dan dengan
bantuan beberapa pihak,akhirnya dapat terselesaikan.
Untuk itu pada kesempatan ini kami sampaikan terimahkasih kepada:
1. Ayah dan ibu tercinta yang senantiasa memberi do’a dan motivasi serta
dukungan kepada kami
2. Bapak M. Syahrul Rizal, M.Pd. yang selalu membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa laporan makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun,
kami berharap semoga laporan makalah ini dapat di manfaatkan dengan sebaik –
baiknya. Kritik dan saran pembaca maupun pendengar akan kami sambut dengan
baik, demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkinang,11 Maret 2022

Kelompok 8
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
A. Kasih Sayang...............................................................................................2
B. Kewibawaan................................................................................................9
C. Tanggung Jawab.......................................................................................18
BAB III
A. KESIMPULAN..........................................................................................26
B. SARAN.......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahwa kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab pendidikan,


merupakan ruh dari suatu pendidikan, ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Ketiga hal tersebut dapat dikatakan sebagai prasyarat dalam melaksanakan
pendidikan. Tanpa kasih sayang anak akan berkembang menurut kemauannya sendiri,
karena pendidik sama sekali tidak peduli terhadap perkembangan anak didiknya.
Anak didik bertindak semaunya tanpa peduli terhadap pendidiknya. Semua upaya
pendidik mungkin akan dilecehkan oleh anak didiknya. Kalaupun anak patuh kepada
pendidik, bukan berasal dari hati nuraninya, melainkan mungkin karena paksaan atau
merasa terpaksa. Tanpa tanggung jawab dari pendidik, upaya pendidikan tidak akan
memiliki arah dan tujuan, karena pendidik akan acuh dalam melaksanakan tugasnnya
sebagai orang dewasa yang harus membawa anak didiknya ke arah kedewasaan.
Begitu pula seorang pendidik harus mempunyai kewibawaan tersendiri, Jika
anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka saat itulah dapat dimulai
pendidikan dan pengenalan norma yang sesungguhnya. Anak bukan sekedar harus
berbuat sesuai dengan norma secara paksa tanpa mengetahui normanya, melainkan
norma itu sendirilah yang diperkenalkan kepada peserta didik. Maka dari itu, pendidik
harus menjadikan diri sendiri menjadi perwujudan norma itu sendiri. Selain itu, ada
atau tidaknya pendidik sangat mempengaruhi sifat peserta didik menghadapi norma.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akibat dari kasih sayang yang berlebihan dan hidup tanpa kasih
sayang?
2. Apakah makna kewibawaan dalam pendidikan?
3. Bagaimana tanggung jawab guru dalam mencapai tujuan Pendidikan nasional?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui akibat dari kasih sayang yang berlebihan dan hidup tanpa kasih
sayang.
2. Untuk mengetahui makna kewibawaan dalam Pendidikan.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab guru dalam mencapai tujuan Pendidikan nasional.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia ditakdirkan
oleh Allah memiliki kasih sayang terhadap sesamanya. Dalam hal pendidikan, kasih
sayang harus mendasari semua upaya dalam membunuh anak menuju tujuannya, yaitu
kedewasaan. Orang tua (ayah dan ibu tutup kurung) sudah seharusnya menumpahkan
kasih sayang terhadap anaknya selama mereka membimbingnya sampai dewasa.
Begitu juga guru sebagai pendidik, harus menyadari bahwa kasih sayang merupakan
syarat mutlak dalam melakukan interaksi dengan anak didiknya, baik di dalam kelas,
maupun di luar kelas. Tanpa sayang pendidikan tidak akan bermakna apa-apa.

1. Makna kasih sayang


Kasih sayang merupakan pola hubungan yang unik di antara dua orang
manusia atau lebih. Pola hubungan ini ditandai oleh adanya perasaan sayang, saling
mengasihi, saling mencintai, saling memperhatikan dan saling memberi. Dengan
demikian, mengapa dapat dikatakan bahwa, kasih sayang merupakan kebutuhan asasi
manusia, sehingga akan mempengaruhi kehidupannya. Anak-anak yang besar dalam
limpahan kasih sayang orang tua akan menjadi anak-anak yang memiliki ketajaman
hati nurani. Dengan kasih sayang yang dilimpahkan orangtuanya, anak nantinya akan
mampu memperlakukan orang dengan penuh kecintaan.
Kasih sayang adalah kebutuhan alami manusia. Manusia tidak bisa hidup
tanpa makanan dan minuman, demikian juga manusia tidak bisa hidup tanpa kasih
sayang. Manusia mencintai dirinya dan ingin dicintai oleh orang lain. Anak-anak
lebih membutuhkan kasih sayang daripada orang dewasa. Kasih sayang merupakan
suatu penyerahan diri secara total dari pendidik (orang dewasa) tanpa pamrih kepada
anak dini, dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu kedewasaan.
Dengan kasih sayang seorang pendidik menyerahkan seluruh pribadinya demi
kepentingan anak didik, dengan tanpa memikirkan pembalasan apa yang diharapkan
dari si anak.

Semua orang tua sayang kepada anak-anaknya, mereka tidak mau anak-
anaknya berkarakter buruk. Namun, pada kenyataannya sering terjadi orang tua

2
membiarkan kenakalan anak-anaknya tanpa sedikitpun ditanggapi dengan
kesungguhan. Karena sayang kepada anaknya, banyak orang tua yang tidak
memberikan teguran atau peringatan kalau anaknya melakukan kesalahan karena
takut anaknya tersinggung.
Kadang-kadang ada orang tua melihat anaknya sendiri melakukan kenakalan,
melakukan perilaku yang menyimpang dari kebiasaan anak-anak, misalnya
mengganggu anak-anak lain, merusak dan mengotori dinding rumah orang lain,
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan bahkan mencuri uang orang lain,
namun orang tuanya malah tertawa arti memberi semangat dan bukan menegur. Orang
tua seperti itu sebetulnya telah melakukan penipuan dan penghianatan terhadap anak-
anak mereka. Penghianatan itu tidak terasa karena tertutupi kasih sayang semu,
pemahaman terhadap makna kasih sayang yang keliru, karena kasih sayang itu bukan
berarti membiarkan kesalahan-kesalahan anak titik semua orang tua harus
menyatakan kasih sayang, tetapi jangan sampai tidak mendidiknya. Orang tua yang
membiarkan anak melakukan kesalahan, tanpa menegurnya, tanpa mengarahkannya,
tanpa melarangnya berarti orang tua tersebut tidak memiliki kasih sayang terhadap
anaknya, dan orang tua tadi tidak mampu melaksanakan pendidikan bagi anaknya.
Orang tua tidak boleh berlebihan dalamm memberikan kasih sayang kepada
anak-anaknya, tapi harus bisa menempatkan kasih sayang dan mendidik anak pada
tempatnya yang tepat. Meskipun semua orang tua sangat menyayangi anak-anak
dengan setulusnya, namun mereka juga harus sadar dengan kenyataan yang ada pada
anak-anaknya. Jadi anak tidak boleh kehilangan kasih sayang orang tuanya tapi juga
jangan dibiarkan bebas begitu saja. Anak harus menyadari bahwa, karena kasih
sayang orang tua ingin mendidik anaknya.
Guru sebagai pendidik, sikap dan perilaku orang tua dalam memberikan kasih
sayang seyogianya diterapkan di sekolah, guru menyayangi anak didiknya harus
seperti orang tua menyayangi anaknya. Dalam hal ini sekolah akan menjadi rumah
kedua yang dapat memberikan kasih sayang.
Kasih sayang dapat mempengaruhi kehidupan rohaniah (mental) maupun
jasmaniah (fisik). Secara rohaniah dalam hidupnya akan penuh keceriaan,
kesenangan, dan kebahagiaan titik secara jasmaniah anak-anak yang penuh limpahan
kasih sayang orang tuanya, pertumbuhan jasmaniah yang lebih sehat dari anak-anak
yang kurang mendapat kasih sayang . anak yang besar dalam limpahan kasih sayang
orang tua akan menjadi anak-anak yang memiliki hati yang hangat. Karena sudah

3
merasakan kebahagiaan sayang dari orangtuanya, maka ia juga akan memperlakukan
orang lain dengan penuh kecintaan. Ia akan belajar mencintai istrinya, anak-anaknya,
dan masyarakat sekitarnya secara maksimal.
Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari sifat sifat kerdil.
Anak-anak yang kurang atau tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya akan
tumbuh sebagai anak yang merasa terkucilkan.ia akan membenci orang tua dan orang
lain dan besar kemungkinan akan menjadi anak-anak yang suka melakukan hal-hal
yang berbahaya.
Dalam suatu riwayat, nabi Musa nabi as. Bertanya kepada Allah SWT.,
"Amalan apakah yang paling utama?" " Kasih sayang kepada anak-anak! Karena
fitrah mereka itu atas tauhid dan kangen aku wafatkan anak-anak tersebut, maka
mereka akan kumasukkan ke surga!".

2. Kasih Sayang yang Berlebihan dan Hidup Tanpa Kasih Sayang

a. Kasih Sayang yang Berlebihan

Kasih sayang orang tua emang penting tapi kalau berlebihan akan
mendatangkan akibat yang tidak diharapkan titik kasih sayang itu seperti air atau
makanan, kalau diberikan dengan ukuran yang tepat dan dengan jumlah yang tepat
maka akan memberikan hasil yang optimal, tapi kalau tidak demikian akan berubah
menjadi sesuatu yang tidak baik titik kasih sayang yang berlebihan untuk anak-anak
sangat merugikan bagi perkembangan anak didik dan mungkin dapat dikatakan
sebagai suatu penghianatan.

Sebagai orang tua yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk
masa depan anak-anak mereka titik anak harus di didik supaya menjadi manusia yang
tangguh pada saat ia telah dewasa. Jangan membiarkan mereka menjadi anak yang
tidak berdaya, lemah dan selalu mengharapkan uluran tangan orang lain.

Kasih sayang yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya:

1) akan tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Sifat-sifat
seorang otoriter dalam diri anak semakin berkembang ketika orang tua selalu
memenuhi segala keinginan-keinginannya. Benih-benih kediktatoran semakin bersemi
di dalam dirinya. Ketika hidup di tengah-tengah masyarakat, ia ingin semua orang
memperlakukan dirinya seperti orang tuanya dulu melayani dirinya. Orang seperti itu

4
akan mudah putus asa kalau keinginannya tidak ada yang memperhatikan dan tidak
memperoleh simpati dari orang lain.

2) anak yang selalu dimanja dapat mengalami masalah dalam kehidupan rumah
tangganya di kemudian hari mungkin ia akan meminta dilayani istrinya secara
sempurna titik mungkin yang lebih tidak baik lagi ia suka memperlakukan istrinya
seperti pembantu yang harus tunduk pada perintahnya.

3) anak yang dibesarkan dalam asuhan kasih sayang berlebihan dapat menjadi anak
yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani
mengambil resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu
mengharapkan uluran tangan orang lain.

4) anak tidak mau mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang
diterimanya. Orangtuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya
menjadi gambaran semu dirinya. Si ana jadi kehilangan kenyataan tentang dirinya.

5) anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya
selalu dipenuhi oleh orang tuanya kalau sudah besar mungkin akan tumbuh menjadi
manusia yang sombong kamu suka memaksakan kehendak

b. Hidup Tanpa Kasih Sayang

Menurut Husain Mazhahiri (2002), bahwa kecintaan atau kasih sayang


meninggalkan bekasnya secara positif pada anak, dan menjadikan perilakunya di
masa yang akan datang memiliki sifat kasih sayang dan kecintaan. Sebaliknya,
andaikan suatu kecintaan hilang dari rumah tangga, dan rumah tangga menjadi korban
kebekuan dan kekerasan, maka masa depan anak akan terlempar pada marabahaya,
dan kepribadiannya, di masa datang akan memiliki sifat-sifat kekerasan dan
emosional yang melampaui batas.

Selanjutnya menurut mazhahiri, jika seorang anak lelaki, dengan tabiatnya


yang keras ia akan kehilangan syarat pertama dari kehidupan suami istri yang baik
dan berhasil yang menuntut adanya kecintaan dan kasih sayang yang melimpah.
Apabila seorang anak perempuan, maka ia akan kehilangan kelayakan untuk dipimpin
oleh suami dan keharmonisan bersamanya serta pendidikan anak-anaknya. Ia akan
menampakan kebenciannya kepada masyarakat yang hidup di sekitarnya dan
memperlihatkan ketidakpeduliannya nya terhadap orang lain.

5
Jadi anak yang hidup tanpa kasih sayang orang tuanya, pada masa yang akan
datang setelah ia dewasa akan menampakkan kebenciannya terhadap masyarakat
sekitarnya, dan menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap orang lain. Ia tidak
menunjukkan jual tolong-menolong dan belas kasih sayang terhadap masyarakat
sekitarnya, sehingga ia menjadi manusia yang tidak berperasaan.

3. Kasih Sayang di Sekolah


Dalam proses pendidikan di sekolah dimana peran orang tua digantikan oleh
guru, pola hubungan guru anak perlu dilandasi kasih sayang agar terjalin ikatan
perasaan yang dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Peranan kasih sayang
dalam pendidikan di sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
pembentukan sikap, kepribadian dan perilaku anak di samping peran keluarga dan
masyarakat. Banyak peran yang semestinya dilakukan kan oleh seorang guru dalam
menjalankan proses pendidikan diantaranya:
a. Guru sebagai pembimbing
Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perilaku menyimpang dari anak-
anak seperti kebrutalan, kecanduan narkoba, pemurung, apatis dan sebagainya
muncul karena dilatarbelakangi oleh kondisi di mana anak tumbuh dalam keluarga
yang tidak memberikan kepuasan kasih sayang terhadap dirinya. Hal ini menjadi
tantangan pendidikan manakala kehidupan di kota besar dipenuhi oleh kesibukan
orang tua dengan berbagai aktivitas pekerjaannya.
Dengan kasih sayang yang diberikan oleh guru, anak akan mendapatkan
bimbingan untuk menjalani kehidupan, baik yang sedang dijalani saat ini ini
maupun bekal kehidupan di masa yang akan datang. Guru bagi anak sebagai
tempat bertanya, mengadu, meminta pendapat, berkeluh kesah, curhat, berlindung
dan posisi lainnya dalam diri seorang anak didik.
b. Guru pembentuk kepribadian
Pembentukan kepribadian anak di sekolah merupakan hal yang tidak mudah,
sulit kiranya dilumpuhkan tanpa disertai dengan kasih sayang. Guru di sekolah
bertanggung jawab membimbing anak didik, menjadi manusia bermoral berhati
nurani, kasih sayang terhadap sesama, dan sebagainya. Guru harus menunjukkan
sosok pribadi yang utuh, berpribadi stabil tidak emosional, penghayatan dan
pelaksanaan moral dalam semua aspek kehidupan, sehingga akan menjadi teladan
bagi anak didiknya.

6
Tindakan kriminal seperti mencuri, bunuh diri, atau kejahatan lain bisa
dilakukan seorang anak karena kepribadian yang labil komen karena kehilangan
kasih sayang dari orang tua atau siapa saja. Kata 'siapa saja' mengindikasikan di
samping orang tua ada pihak lain yang dapat menjadi penyebab hancurnya
kepribadian seorang anak. Dalam kehidupan sehari-hari, keterlibatan atau
pergaulan tidak hanya terjadi dalam keluarga atau masyarakat, tetapi juga di
sekolah.
Di sekolah, guru yang baik akan memperhatikan hal ini sebagai bagian dari
perannya dalam menjalankan proses pendidikan. Pembentukan kepribadian anak
di sekolah merupakan hal yang tidak mudah, pernah kita dikejutkan oleh
pemberitaan media massa, seperti media cetak: koran, majalah, juga media
elektronik: radio, televisi, ada anak yang bunuh diri karena ingin menyelamatkan
harga diri dan rasa malu yang dialaminya karena tidak dapat membayar uang
sekolah.
c. Guru sebagai tempat perlindungan
Di sekolahan anak akan minta perlindungan kepada gurunya gurulah yang
menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak tersebut. Pada kondisi ini, buru
semestinya berlaku bijaksana, mendengarkan masalah yang dihadapi anak,
memberikan nasihat dan sebisa mungkin menyadarkan tindakan yang dilakukan
anak atau bahkan berupaya menjembatani permasalahan anak dengan orang
tuanya.
Ada anak yang kabur dari rumah akibat tidak menemukan kasih sayang di
rumahnya titik dalam tindakan ini anak akan menjadi perlindungan kepada siapa
saja yang dianggap dekat atau yang dapat memberikan perhatian, beruntung jika
mereka mendapat tempat berlindung pada orang yang berlatar belakang baik,
misalnya kepada gurunya di sekolah. Tetapi apabila anak bertemu dan bergaul
dengan pemakan atau pengedar narkoba misalnya maka akan berakibat merusak
masa depannya.
Menyikapi kasus ini, selayaknya di sekolah seorang guru dapat memberikan
kasih sayang, maka anak akan merasa diperhatikan dan dilindungi. Pada kondisi
ini, guru semestinya berlaku bijaksana, mendengarkan masalah yang dihadapi
anak, memberikan nasihat dan mungkin menyadarkan tindakan yang dilakukan
anak atau bahkan berupaya menjembatani permasalahan anak dengan orang
tuanya.

7
d. Guru sebagai figur teladan
Kasih sayang harus tergambarkan dalam perilaku ayah ibu mereka, kasih
sayang itu harus terlihat dalam pelukan, senyuman, bahkan dalam nada bicara
orang tua mereka. Kasih sayang harus terwujud melalui perilaku secara konkret
atau tidak hanya bicara "saya menyayangi" atau "saya mencintai". Kasih sayang
yang terwujud melalui perilaku, di samping secara psikologis akan dirasakan
anak, juga perilaku itu akan menjadi contoh atau teladan aku lagi pada anak yang
menginjak remaja titik anak remaja memerlukan Kasih sayang dengan kadar yang
lebih besar dalam bentuk yang konkrit, ia hidup dalam lautan kebimbangan dan
masa-masa yang sangat kritis.
Seorang guru yang ramah, hangat dan selalu tersenyum, tidak memperlihatkan
muka kusam atau kesal, merespon pembicaraan atau pertanyaan anak didik, akan
menumbuhkan kondisi psikologis yang menyenangkan bagi anak. Anak tidak
takut berbicara, dapat mencurahkan isi hatinya saat menghadapi masalah dan anak
akan senang melibatkan diri dalam kegiatan disekolah titik perilaku anak didik
yang terbentuk ini pada dasarnya merupakan hasil dari mencontoh atau
meneladani perilaku yang diperlihatkan pendidik dengan penuh kasih sayang.
Guru sebagai sumber pengetahuan dalam proses pembelajaran dimana terjadi
transformasi pengetahuan, sikap memberi dan melarang semestinya dilakukan
dengan hati-hati terhadap anak didik titik pengetahuan dapat merubah sikap dan
perilaku anak, perubahan dapat positif apabila pengetahuan yang diterima anak
sesuai dengan masanya dan sebaliknya apabila tidak sesuai akan membentuk
perilaku anak yang negatif. Misalnya, pendidikan seks yang diberikan guru
dengan tidak hati-hati akan berdampak pada perilaku aneh yang salah tentang
kehidupan seks titik oleh karena itu, seorang guru dalam menyampaikan
pengetahuan harus disadari oleh kasih sayang.

Beberapa hal yang mungkin terjadi apabila guru tidak berhati-hati dalam
menyampaikan pengetahuan:
1) akan merusak jalinan Kasih sayang di antara guru dan anak didik. Anak mulai
meragukan dan bahkan mungkin menganggap guru tidak dapat mengajar dengan
baik.
2) anak akan belajar pada sumber lain yang apabila tidak dibimbing tidak menutup
kemungkinan menghasilkan perilaku yang tidak diharapkan.

8
3) kurangnya bimbingan dari guru sebagai pendidik akan menumbuhkan perilaku
yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kasih sayang memang memegang peranan
penting tidak hanya di lingkungan keluarga, tetapi sudah seharusnya di sekolah,
guru sebagai pengganti orang tua menumbuhkembangkan hubungan Kasih sayang
dengan anak didiknya. Dengan ketulusan dan rasa kasih sayang guru, anak didik
akan merasa senang mengikuti proses pendidikan di sekolah dan tujuan
pendidikan akan mudah diwujudkan titik di masyarakat, kasih sayang dapat
merupakan cerminan kasih sayang yang diperoleh anak di dalam keluarga dan
sekolah sehingga kelak anak akan berguna dan dapat beradaptasi dalam
masyarakat yang baik.

B. Kewibawaan
Guru sebagai pendidik harus memiliki kewibawaan, baik dalam pembelajaran di
dalam kelas ataupun kegiatan lain di luar kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan
tersebut, biasanya diwarnai oleh adanya aspek pendidikan yang didasari kewibawaan. Hal
ini menunjukkan bahwa ada ikatan hakiki antara pendidikan dan kewibawaan, yakni
kewibawaan yang diperlukan oleh pendidik.kewibawaan mempunyai peranan penting
dalam usaha menentukan dan merumuskan tujuan hakiki dan arti pendidikan.

Kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam pendidikan, artinya jika tidak ada
kewibawaan maka pendidikan itu tidak mungkin terjadi. sebab, dengan adanya
kewibawaan segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh pendidik akan diikuti secara
sukarela oleh anak didik Titiek sebaliknya bila kewibawaan tidak ada, segala bentuk
bimbingan dan pendidikan tidak mungkin dituruti oleh anak didik, sehingga tanpa
kewibawaan, pendidik akan kehilangan predikatnya sebagai pendidik. Tetapi ini bukan
berarti bahwa pendidikan harus melaksanakan kewajiban secara ajeg kepada anak didik
sepanjang masa, melainkan harus selalu disesuaikan dengan keselarasan bertambahnya
kedewasaan anak didik.

1. Makna kewibawaan
Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan yang terpancar dari
dirinya terhadap anak didik titik pendidik harus memiliki kewibawaan (kekuasaan
batin mendidik) menghindari penggunaan kekuatan lahir, yaitu kekuatan yang semata-
mata didasarkan kepada unsur wewenang jabatan. kewibawaan merupakan suatu

9
pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui,
menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh tersebut.
Kewibawaan adalah suatu pengaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya,
bukan sesuatu yang memaksa titik kewibawaan harus berbanding dengan
ketidakberdayaan anak didik, jika pendidik kemampuannya tidak berbeda dengan
anak didik, maka kewibawaan tersebut sukar ditegakkan. dengan demikian
kewibawaan seorang pendidik akan diakui apabila pendidik mempunyai kelebihan
dari anak didiknya baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan nya.
Kewibawaan hanya dimiliki oleh manusia yang sudah dewasa sesuatu
kedewasaan rohaniah yang didukung kedewasaan jasmaniah.kedewasaan jasmaniah
tercapai apabila seseorang telah mencapai puncak perkembangan jasmani yang
optimal. Kedewasaan rohaniah akan tercapai apabila seseorang telah memiliki cita-
cita hidup dan pandangan hidup yang tetap. Cita-cita dan pandangan hidup telah
menjadi milik dirinya, dan sekaligus berusaha untuk melaksanakannya nya dalam
perilaku dan perbuatan kehidupannya. Bagi seorang pendidik melaksanakan cita-cita
dan pandangan hidupnya itu secara nyata berlangsung melalui statusnya sebagai
seorang orang tua maupun sebagai pendidik pengganti orang tua (guru misalnya).
Kewibawaan itu ada pada orang dewasa terutama pada orang tua dan itu
merupakan kewibawaan asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari Allah
untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua mendapatkan haknya untuk mendidik anak-
anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban.
Hak dan kewajiban yang melekat pada orang tua dalam mendidik anak-
anaknya tidak dapat dipisahkan. Pendidik harus memiliki kewibawaan di mata anak
didik, karena anak didik membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan, dan
seterusnya dari pendidik, dan pendidik bersedia untuk memenuhinya. Pendidik dapat
memenuhi kebutuhan anak didik tersebut sepanjang terjadi hubungan harmonis antara
keduanya, sehingga selama itu pula terdapat pengakuan maka nadanya kewibawaan
pendidik oleh anak didik. Kewibawaan adalah suatu daya mempengaruhi yang
terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara
sadar dan sukarela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barangsiapa yang
memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, keinsafan,
tunduk, satu, menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu.
Anak kecil (sampai usia 3 tahun) belum mengenal kewibawaan, artinya anak
kecil belum dapat tunduk kepada suatu pengaruh atas kesadaran dan kerelaan sendiri.

10
Misalnya anak kecil yang menuruti perintah ibunya, bukan karena si kecil tadi sadar
atau akan perlunya menuruti atau mematuhi wibawa dan pengaruh ibunya, tetapi
karena terdorong oleh perasaan takut akan muka yang muram dari ibunya atau karena
ibunya meninggalkan dirinya sehingga dengan begitu anak melakukan segala perintah
ibunya. Pada anak kecil belum ada kesadaran akan kepentingan larangan atau anjuran
dari si ibu, tetapi karena figur atau person ibu tersebut. Pengenalan dan pengakuan
terhadap lingkungan membutuhkan bahasa, sehingga pengenalan dan pengakuan
wibawa itu berjalan sejajar dengan tumbuhnya memahami bahasa pada kanak-kanak
titik bahasa merupakan tempat pertemuan antara pendidik dan anak didik. Dengan
bahasa anak didik dapat mengerti apa arti anjuran dan larangan dari pendidik,
sehingga dengan demikian dapatlah dikenal dan diakui berwibawa.
Apabila orang tua tidak menggunakan kesempatan untuk bertemu dengan anak
di dalam bahasa, artinya bila orang tua tidak pernah memberikan anjuran dan larangan
kepada anak, atau kalau orang tua tidak pernah menggunakan wibawa yang ada
padanya, maka dapat mengakibatkan anak mempunyai sikap yang tidak dapat
didekati, karena akan menjadi asing terhadap kekerasan anak, menjadi tidak dapat lagi
dinasehati atau didekati. Sebaliknya bila orang tua terlalu banyak menggunakan
kesempatan bertemu denganmu dalam bahasa, terlalu banyak memberi nasihat,
anjuran, atau larangan, akan memberi akibat yang dapat merugikan dalam pendidikan.
Hal ini dapat menjadikan anak didik bersikap ragu dalam segala hal, tidak dapat
menentukan jalan mana yang hendak di tempuhnya. Dan dapat pula membuat anak
didik menjadi acuh tak acuh, atau bersikap menggelakkan diri sebagai pernyataan
proses, karena anak merasakan nasihat atau anjuran dan larangan yang berlebihan
sebagai suatu tuntutan yang sukar untuk dilaksanakan nya. Menghadapi situasi di
mana anak didik menunjukkan sikap menentang pada proses sebagai suatu pernyataan
bahwa anak telah menemukan dirinya, telah mempunyai keinginan, telah mempunyai
kemampuan sendiri, seakan-akan orang tua kehilangan kewibawaannya, adalah tidak
bijaksana bila berlaku keras terhadap anak didik. dengan sikap keras hanya akan
menghancurkan benih-benih kesadaran akan kewibawaan yang mulai tumbuh pada
diri anak.
2. Awal penerimaan kewibawaan oleh anak
Kewibawaan itu menentukan bentuk perlakuan yang harus diikuti serta
menghalangi atau menolak yang tidak dikehendaki. Seandainya hal terakhir ini ini
hanya dapat dilakukan dengan pembuktian atau atas dasar keterikatan pada pribadi

11
pendidikan ataupun dengan paksaan, maka si anak akan tetap tinggal tak terdidik.
Sebab itu kewibawaan merupakan syarat mutlak untuk mendidik.
Dari manakah anak didik mendapatkan keberanian moral untuk mencoba
menjalankan dan menuruti kewibawaan? Mereka mendapatkannya dalam rasa kasih
sayang yang menjadi pengikat bagi mereka. Dalam kasih itu anak didik yang tak
berdaya menurut kodratnya itu menaruh (mencurahkan kepercayaannya), yang karena
kemurniannya menjadi pendorong dan pemberi semangat bagi pendidik untuk
melakukan tugasnya serta memberi kepadanya keyakinan akan kesanggupan diri
sendiri. Anak sudah memiliki kontak dengan orang tua tetapi kontak itu bukan
melalui bahasa, melainkan melalui perasaan. Pembentukan tingkah laku anak bukan
hanya dilakukan dengan pendidikan, melainkan dengan pembiasaan. Pembiasaan
adalah pembentukan tingkah laku pada anak, dengan usaha menguasai insting anak,
misalnya melatih anak supaya bangun pagi-pagi, dengan jalan membangunkannya
setiap pagi.
Di dalam arti luas, pendidikan itu mencakup tindakan di atas, tetapi dalam arti
sempit, pendidikan baru dimulai setelah anak menghayati kewibawaan pendidik,
seperti dikemukakan oleh Langeveld (1980), bahwa pendidikan itu baru dapat
dimulai, aku bilang enak sudah mengakui atau menghayati kewibawaan orang tua
atau pendidiknya, dan anak dapat mengakui kewibawaan pendidiknya, apabila anak
sudah memahami (mengerti) bahasa. Anak baru dipandang mengerti bahasa apabila
sudah berumur 3 tahun. Karena itu Langeveld berpendapat bahwa pendidikan anak
yang sesungguhnya baru dimulai pada umur 3 tahun. Kalau Ada usaha pendidikan
yang dimulai atau diberikan sebelum anak berusia 3 tahun ini disebutnya dengan
pendidikan pendahuluan. Dalam pendidikan pendahuluan ini, karena anak belum
mengenal dan mengakui kewibawaan, maka boleh menggunakan rasa takut,
peringatan, agar anak didik mau menuruti apa yang dikehendaki atau dilarang oleh
pendidik.
Seperti telah dikemukakan bahwa anak yang masih kecil belum dapat
dikatakan telah memiliki sifat penurut. Yang terjadi dengan mereka itu ialah
"ketularan". Mereka melakukan sesuatu karena takut akan "muka marah" ayah atau
ibu, yang berarti penjauhan diri oleh ayah atau ibu. Hal demikian menyinggung
sesuatu yang amat halus pada si anak: ketergantungannya dan keinginannya akan
keselamatan terganggu, sekurang-kurangnya ia merasa terancam akan terlepas dari
lingkungan kasih sayang orang tua, yang menurut pengalamannya melindungi dirinya

12
selama ini. Oleh karena itu, pada saat belum adanya penyadaran hubungan
kewibawaan dalam arti anak belum bisa menerima kewibawaan pendidik, upaya
pembiasaan dan kekuatan dapat dilakukan terhadap si anak. Dan keinginannya akan
keselamatan terganggu, sekurang-kurangnya ia merasa terancam akan terlepas dari
lingkungan kasih sayang orang tua, yang menurut pengalamannya melindungi dirinya
selama ini. Oleh karena itu, pada saat belum adanya penyadaran hubungan
kewibawaan dalam arti anak belum bisa menerima kewibawaan pendidik, upaya
pembiasaan dan kekuatan (dressur) dapat dilakukan terhadap diri anak.
3. Kewibawaan dan Penerimaan Norma oleh Anak

Kalau anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka dapat lah
dimulai pendidikan yang sesungguhnya, anak mulai dapat dikenalkan dengan norma
yang sesungguhnya. Anak bukan sekedar harus berbuat yang sesuai dengan norma
secara paksa tanpa mengetahui normanya, melainkan norma itu sendirilah yang
diperkenalkan kepada anak didik. Kepada anak diperkenalkan mana perbuatan yang
baik dan mana perbuatan yang buruk, dengan contoh, larangan, nasihat, dongeng,
teladan, dan lain-lainnya.

Agar anak mengikuti norma tertentu, maka pendidiklah yang harus pertama
kali menjadi perwuju dalam dirinya dari norma tersebut. Apabila pendidik
menginginkan anak didiknya bangun pagi-pagi, maka pendidiknya harus punya
kebiasaan bangun pagi pula, sebab anak itu sifatnya suka meniru, terlebih-lebih
meniru tingkah laku tokoh yang menjadi idolanya, atau siapa yang menjadi
pujaannya. Untuk mendidik anak harus dimulai dari pendidik itu sendiri (ibda
binafsika), untuk mengajarkan pengetahuan, pendidik harus terlebih dahulu
berpengetahuan, untuk mendidik moral/hati nurani pendidik terlebih dahulu harus
bermoral dan berhati nurani. Bagi pendidik harus ada kese suaian antara kata dan
perbuatan, seperti firman Allah: Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu
katakan sesuatu padahal kamu tidak mela kukannya, besar sekali murka di sisi Allah
bagi orang yang mengatakan sesuatu padahal ia sendiri tidak melakukannya (Q.S. As-
Shaf: 2-3).

Sifat anak didik menghadapi norma juga terpengaruh oleh hadir tidaknya
pendidik. Misalnya pendidik (orang tua) memberi peraturan, siang hari harus tidur.
Jika pendidik ada di rumah, maka anak akan tidur siang, tetapi jika pendidik tidak

13
berada di rumah, anak tentu tidak tidur, dan akan bermain-main. Namun gejala
semacam ini lama kelamaan akan hilang, sesuai dengan bertambahnya umur anak.
Semakin dewasa anak, maka subyektivitasnya juga semakin berubah menjadi
obyektivitas, artinya anak akan menjalankan dan patuh kepada norma yang
diajarkannya, dengan hadir atau tidaknya pendidik.

Sehubungan dengan penerima norma itu, kiranya perlu dipaparkan bagaimana


proses penerimaan norma itu oleh anak. Tahap-tahap proses penerimaan norma
adalah, sebagai berikut:

a. Anak menghadapi pendidik sebagai pendukung norma tertentu, yang selalu


dilihatnya melaksanakan norma itu. Pada mulanya anak berpikir, tindakan itu
baik, karena dilakukan oleh pendidiknya, dan tindakan itu adalah tidak baik,
karena dilarang oleh pendidik.
b. Anak kemudian mengerti bahwa tindakan-tindakan itu atau tingkah laku
pendidiknya itu diatur oleh sesuatu yang disebut norma.
c. Setelah anak dapat melihat norma terlepas dari si pendukung norma, maka
tindakan atau tingkah laku pendidik sebagai pendukung norma, selalu
dibandingkan dengan norma yang diketahui anak, juga dengan peraturan atau
norma yang dikatakan oleh pendidiknya itu.
d. Bila ternyata pendidik mempunyai tingkah laku yang cocok dengan norma
yang dikemukakan atau dinasihatkan, maka anak akan menerima norma itu
dengan sukarela.

Tetapi bila anak didik tahu bahwa tindakan atau perbuatan pendidik itu tidak
cocok atau bahkan bertentangan dengan norma yang dinasihatkan, maka anak didik
akan menolaknya, dan tidak akan melaksanakan norma itu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perkembangan kewibawaan anak didik ditandai dengan tumbuhnya
kepercayaan. Dimana hal ini merupakan syarat teknik pergaulan yang juga merupakan
modell kewibawaan dalam berbagai lingkungan. Dalam lingkungan pendidikan,
kepercayaan yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik mempunyai dua arti:

1) Bahwa keinginan pendidik untuk terus mengikat pribadi anak didik pada
dirinya telah dapat diatasi oleh pendidik.
2) Bahwa kepercayaan itu merupakan tempat sumber bagi anak didik untuk
tumbuh dan berkembang.

14
Kepercayaan merupakan sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan
berkembang. Artinya, anak didik yang mendapat kepercayaan itu harus dapat berdiri
sendiri, karena pendidik yakin bahwa ia dapat berdiri sendiri. Kepercayaan itu
memberikan dorongan kepada anak didik agar la berani dan penuh keyakinan dan
keinginan berusaha supaya ia menjadi dewasa .

4. Mempertahankan Kewibawaan
Pendidik harus mempertahankan kewibawaan yang dimilikinya, sehingga
kewibawaan tersebut harus dipelihara dan dibinanya. Langeveld (dalam Umar
Tirtaraharja, dkk, 2000) mengemukakan 3 sendi kewibawaan untuk
memeliharanya, yaitu: kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan mendidik.
Dalam hal kepercayaan, pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa dan mampu
mendidik dan juga harus percaya bahwa anak didik dapat dididik Kasih sayang
mengandung dua makna, yakni penyerahan diri kepada yang dikasihsayangi dan
pengendalian terhadap yang disayang. Dengan penye rahan diri, pada pendidik
timbul kesediaan untuk berkorban berupa peng abdian dalam bekerja.
Pengendalian terhadap yang disayang) bertujuan agar anak didik tidak berbuat
sesuatu yang merugikan dirinya. Kemampuan mendidik dapat dikembangkan
melalui beberapa cara, diantaranya peng kajian terhadap ilmu pengetahuan
khususnya ilmu pendidikan, mengambil manfaat pengalaman kerja, dan lain-lain.
Bagi guru menguasai bahan/maten merupakan suatu keharusan untuk
mempertahankan kewibawaan.
Selain ketiga hal di atas, dalam mempertahankan kewibawaan tersebut perlu
didukung oleh keadaan batin pemilik kewibawaan (orang dewasa: orang tua, guru,
dan yang lainnya), yaitu:
a. Adanya rasa cinta: Kewibawaan itu dapat dimiliki oleh seseorang. apabila
hidupnya penuh kecintaan dengan atau kepada orang lain.
b. Adanya rasa demi kamu: Demi kamu atau you attitude, adalah sikap yang
dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan, perintah atau anjuran bukan untuk
kepentingan orang yang memerintah, tetapi untuk kepen tingan orang yang
diperintah, menganjurkan demi orang yang menerima anjuran, melarang juga
demi orang dilarang. Misalnya seorang guru yang memerintahkan agar anak
didik belajar keras dalam ujian, bukan agar dirinya mendapat nama karena

15
anak didiknya banyak yang lulus, melainkan agar anak didik mendapatkan
nilai yang bagus dan mudah untuk meneruskan sekolahnya.
c. Adanya kelebihan batin: Seorang guru yang menguasai bidang studi yang
menjadi tanggung jawabnya, bisa berlaku adil dan obyektif, bijaksana,
merupakan contoh-contoh yang dapat menimbulkan kewibawaan batin.
d. Adanya ketaatannya kepada norma: Menunjukkan bahwa dalam tingkah
lakunya dia sebagai pendukung norma yang sungguh-sungguh, selalu
menepati janji yang pernah dibuat, disiplin dalam hal-hal yang telah
digariskan.

Selanjutnya dalam melaksanakan kewibawaan, pendidik hendaknya


memperhatikan beberapa faktor berikut:
a. Perkembangan anak sebagai pribadi. Pendidik hendaknya mengabdi kepada
perkembangan anak, mengembangkan seluruh pribadi anak, intelektualnya, emosinya,
dan spiritualnya. Anak yang seluruh potensi dan kemampuannya berkembang secara
optimal akan menjadikan anak tersebut sebagai manusia mandiri.
b. Pendidik memberi kesempatan pada anak untuk berinisiatif, anak melakukan
kegiatan atas inisiatif sendiri. Maki berkembang anak, memberi inisiatif padanya
makin besar dan luas, dan akhirnya diharapkan segala perbuatannya atas dasar
inisiatif sendiri, bukan atas perintah orang lain, dalam hal ini pendidik Anak harus
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk melatih diri bersikap patuh, sehingga
kepatuhan anak terhadap peraturan akan didasarkan atas pertimbangan nuraninya
sendiri, tidak karena paksaan atau pengaruh orang lain.
c. Kewibawaan dilaksanakan atas dasar kasih sayang pada anak. Pendidik
berbuat sesuatu demi kepentingan anak didik, mengabdi kepada anak didik, bukan
untuk kepentingan pendidik.
5. Mengurangi Kewibawaan dalam Pendidikan
Pendidik lama kelamaan harus mengurangi kewibawaannya, hal ini
berarti, bahwa semakin lama anak harus diberi kesempatan untuk berdiri
sendiri. Anak harus semakin diberi kesempatan mengambil keputusan atas
tanggung jawabnya sendiri. Pada akhirnya, bila anak sudah dewasa.
kewibawaan pendidik harus sudah dihilangkan sama sekali. Jika tidak
demikian, justru dapat timbul konflik antara pendidik dan anak didik, sebab

16
anak yang sudah dewasa itu akan merasa diinjak kedewasaannya, merasa
dilanggar pribadinya.
Kewibawaan yang dimiliki pendidik, pada suatu saat akan mengalami
masa-masa krisis, kadang tampak melemah, tampak goyah. Maka, menjadi
tugas pendidik sendiri untuk tetap menegakkan kewibawaannya yang
dimilikinya itu. Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah,
tidak melemah, maka hendaknya pendidik itu selalu:
a. Bersedia memberi alasan.
Pendidik harus siap dengan alasan yang mudah diterima anak,
mengapa pendidik menghendaki anak didik supaya berlaku begini,
mengapa pendidik melarang anak didik, mengapa pendidik
memberikan nasihat begitu, penjelasan hendaknya singkat dan
dapat diterima anak dengan jelas, menggunakan bahasa yang sesuai
dengan perkembangan anak. Dengan adanya kejelasan ini, akan
membuat anak didik menerima semuanya penuh dengan kerelaan
dan kesadaran.
b. Bersikap demi kamu (You Attitude).
Pendidik selalu harus menunjukkan sikap demi kamu (you
attitude). Sikap ini tidak perlu ditonjolkan, tetapi harus dengan
jelas nampak kepada anak, atau mudah diketahui oleh anak
Pendidik menuntut anak didik, menasihati, melarang memerintah
berbuat itu, semuanya demi anak didik sendiri bukan untuk
kepentingan pendidik.
c. Bersikap Sabar.
Pendidik harus selalu bersikap sabar, memberi tenggang waktu
kepada anak didik untuk mau menerima perintah dan nasihat yang
diberikan oleh pendidik. Mungkin pendidik harus memberikan
nasihatnya berkali kali kepada seseorang anak, pendidik dituntut
kesabarannya sungguh sungguh, tidak boleh lekas putus asa. Putus
asa adalah sikap yang salah. d. Bersikap memberi kebebasan.
Semakin bertambah umur anak didik, atau semakin menuju dewasa,
pendidik hendaknya semakin memberi kebebasan, memberi ke sempatan
kepada anak didik, agar belajar berdiri sendiri, belajar bertanggung jawab,
dan belajar mengambil keputusan, sehingga pada akhirnya anak tidak lagi

17
memerlukan nasihat dalam kewibawaan melainkan anak diberi kebebasan
untuk memilih mana yang paling baik sesuai dengan pilihan hati
nuraninya. Pada saat itulah anak mencapai kedewasaannya, dan pada saat
itu pulalah kewibawaan pendidik berakhir.

C. Tanggung Jawab
Di antara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah kelebihan khusus,
yaitu kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain tidak. memiliki
kelayakan ini. Benda mati dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu, pemahaman dan
kehendak, dan mereka tidak memiliki kelayakan untuk menerima kewajiban dan tidak
mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. Hewan pun demikian, meskipun
ia mempunyai kehendak dan hawa nafsu berkaitan dengan perbuatannya, namun
karena hewan tidak mempunyai akal maka tidak mampu berpikir akibat perbuatannya.
sehingga ia mampu mengontrol instingnya. Oleh karena itu, hewan tidak mempunyai
kemampuan untuk menerima kewajiban. Hewan tunduk sepenuhnya kepada kekuatan
syahwat dan kekuatan marah, dan tidak bisa hidup di atas landasan norma dan moral.
Manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban.
Setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap yang lain, terutama terhadap
orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya, pemimpin bertanggung jawab atas
yang dipimpinnya sehingga seorang pemimpin atau penguasa akan ditanya tentang
rakyatnya, seorang laki-laki bertanggung jawab atas keluarganya dan akan ditanya
perihal mereka, seorang istri bertanggung jawab di rumah dan anak suaminya serta
akan ditanya tentang perihal mereka, seorang hamba bertanggung jawab atas harta
tuannya dan akan ditanya tentang perihalnya dan begitu juga dengan pendidik
memiliki tanggung jawab terhadap anak didiknya, orang tua anak didik, masyarakat,
bangsa dan Tuhan, tentang apa yang telah dikerjakan nya.
1. Pengertian Tanggung Jawab
Dalam pergaulan sehari-hari bertanggung jawab pada umumnya
diartikan sebagai "berani menanggung risiko (akibat) dari suatu perbuatan
atau tindakan yang dilakukan". Atau sering pula diartikan sebagai "berani
mengakui suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan". Pengertian
tanggung jawab tersebut belum cukup, karena yang bersangkutan tidak
pernah memikirkan apakah perbuatan atau tindakannya itu sesuai dengan
nilai-nilai hidup yang luhur, apakah sesuai dengan nilai-nilai susila yang
berlaku dalam kehidupan bersama manusia yang sopan beradab, dan
beragama.

18
Untuk memperjelas pengertian bertanggung jawab, mari kita ikuti
contoh cerita berikut ini. Seseorang tanpa sebab apapun tiba-tiba melem
pari kaca-kaca tetangganya hingga hancur berantakan. Penghuni rumah.
tersebut segera ke luar dan memanggil si pelaku pelemparan. Si pelakupun
segera menghampiri si penghuni rumah tersebut dan berkata bahwa dialah
yang melempari kaca-kaca jendela tadi serta berani menanggung risiko
segala perbuatannya baik jika dilaporkan kepada polisi atau diharuskan
mengganti kerugian kaca-kaca yang pecah tadi, dan semuanya akan ia
lakukan. Apakah perbuatan semacam itu merupakan suatu pernyataan dari
bertanggung jawab? Seandainya tindakan melempari kaca-kaca jendela
tadi dilandasi oleh alasan tertentu, misalnya karena si penghuni rumah
suka menghina, apakah perbuatan tersebut dapat digolongkan perbuatan
dengan penuh tanggung jawab? Untuk dapat menggolongkan tindakan atau
perbuatan ke dalam tindakan yang bertanggung jawab atau bukan, terlebih
dahulu harus menentukan apa pengertian "bertanggung jawab" itu.
Bertanggung jawab dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana
semua tindakan atau perbuatan atau sikap merupakan penjelmaan dari
nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kesusilaan dan atau keagamaan.
Bisa juga dikatakan bahwa bertanggung jawab berarti dapat didakwa
berdasar kan nilai-nilai moral dan susila maupun nilai-nilai agama. Dengan
kata lain bertanggung jawab berarti berada dalam tatanan norma, nilai dan
agama, dan tidak di luarnya. Segala tindakan, perbuatan atau sikap yang
berada di luar bidang nilai atau norma kesusilaan dan agama tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan uraian di atas, perbuatan atau tindakan seseorang
melempar kaca tetangganya sehingga pecah berantakan, bukanlah
perbuatan atau tindakan sebagai penjelmaan dari tanggung jawab. Merusak
hak milik orang lain merupakan perbuatan yang bertentangan dengan nilai
atau norma kesusilaan maupun nilai-nilai keagamaan, merupakan
perbuatan tercela.
Dari contoh di atas, bahwa seseorang yang bertanggung jawab tidak
akan melakukan tindakan, perbuatan, atau sikap bertentangan atau
melanggar nilai-nilai susila maupun agama. Sebaliknya seseorang yang
belum atau tidak dapat bertanggung jawab selalu akan melakukan

19
tindakan, perbuatan atau sikap yang bertentangan atau melanggar nilai
nilai susila maupun agama.
2. Tindakan yang Berkaitan dengan Bertanggung Jawab
Untuk membahas tindakan yang bertanggung jawab khususnya di
sekolah, perlu dikemukakan contoh-contoh berikut:
Ada seorang guru sekolah dasar setiap pagi selalu datang setengah jam
sebelum pembelajaran di sekolah dimulai. Hal tersebut selalu dilakukan
baik pada hari hujan maupun tidak. Setibanya di sekolah guru selalu
berkeliling melihat-lihat bagaimana keadaan toilet (WC), air, halaman,
keadaan kelas dan memperhatikan murid-murid yang datang ke kelasnya
dan menyalaminya satu persatu. Bagaimana sibuknya, rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) selalu dibuatnya dan diperiksakan
kepada kepala sekolahnya.
Waktu pulang ia selalu yang terakhir, sebab setelah lonceng tanda
sekolah selesai berbunyi dan setelah murid-muridnya pulang, guru in
terlebih dahulu memeriksa kelasnya, barangkali ada kapur yang tertinggal
di meja. Kapur itu walau hanya sepotong ia masukkan ke dalam lemarinya.
Kemudian diperiksanya semua bangku atau meja murid-muridnya kalau
kalau ada barang-barang muridnya yang tertinggal. Setelah itu ia mulai
berkeliling sekolah melihat-lihat siapa saja yang belum pulang.
Menanyakan kepada murid-murid yang belum pulang sebab-sebab
mengapa mereka masih tinggal di sekolah. Kemudian diberitahukannya
penjaga sekolah agar mengunci dan menutup pintu, jendela sekolah.
Sebelum pulang sebentar ia menghadap kepada kepala sekolah dan mohon
diri memberitahukan bahwa la akan pulang. Setelah itu ia barulah pulang.
Guru semacam ini merupakan contoh dari manusia yang sudah dapat
bertanggung jawab.
Selain hal-hal di atas, sebagai seorang guru ia selalu pergi ke sekolah
dengan berpakaian rapi dan bersih. Buku-buku yang ada di lemari
kelasnya selalu teratur. Jika menulis di papan tulis, ia selalu
menghapusnya dengan penghapus papan tulis yang selalu tersedia bukan
dengan telapak tangan nya secara terbuka. Pekerjaan rumah yang
ditugaskan kepada murid muridnya selalu diperiksanya. Setiap soal
hitungan yang diajarkan terus dibimbingnya. la tidak pernah mengajar

20
sambil merokok karena ia telah menjelaskan dalam pelajaran IPA bahwa
merokok berbahaya bagi kesehatan. Jika ia memungut uang sekolah (dana
pendidikan), selalu disetorkannya semua uang yang telah terkumpul pada
hari itu juga kepada kepala sekolah. Serupiahpun ia tidak mau
menggunakannya untuk kepen tingan pribadi walaupun sesungguhnya ia
sangat membutuhkannya untuk keperluan membeli beras bagi
keluarganya. Dalam memberikan nilai untuk menentukan taraf prestasi
murid-muridnya, ia tidak melakukannya hanya dengan menebak saja. la
tidak mengenal istilah "menebak angka" dalam soal memberikan angka
kepada murid-muridnya dalam buku rapor mereka. Semua nilai yang akan
dicantumkan dalam buku rapor adalah hasil ulangan dan penilaian yang
terus menerus dan teratur dari hari ke hari dan dari ulangan ke ulangan
berikutnya. Semua persiapan dan pengisian buku administrasi kelas
lainnya yang harus ia lakukan sebagai seorang guru, semuanya selalu
dikerjakannya dengan teliti dan benar. Pokoknya semua kewajiban yang
harus dilakukan oleh seorang guru sekolah dasar, semuanya dilakukannya
dengan baik. Itulah contoh dari seorang guru yang sudah memiliki
tanggung jawab dalam menjalani profesinya sebagai seorang pendidik.
Selanjutnya coba simak contoh kehidupan seorang guru yang belum
dapat memikul tanggung jawab sebagai berikut. Guru datang ke sekolah
semaunya, lebih sering datang terlambat setelah pembelajaran sekolah
dimulai. Mengajar tanpa menggunakan persiapan, dan buku persiapannya
dibuat setelah melakukan pembelajaran. Itupun dilakukan kalau ia mende
ngar bahwa pengawas akan datang mengadakan supervisi ke sekolahnya.
Apabila ada bahan pelajaran yang sukar, ia lampaui dan dijadikan bahan
pekerjaan rumah bagi murid-muridnya, tapi hasil pekerjaan rumah tersebut
tidak pernah diperiksa. Di tengah-tengah pelajaran saat murid sedang
mengerjakan latihan ia sering meninggalkan kelas untuk mengobrol
dengan teman guru lainnya yang juga tidak memiliki rasa tanggung jawab.
Bahkan ia sering pulang sebelum sekolah usai dengan berbagai alasan
yang disampaikannya kepada kepala sekolah, padahal ia langsung
nongkrong di pangkalan ojeg, untuk mencari penghasilan tambahan
dengan mengojeg. Apabila ia mengumpulkan uang dana pendidikan, maka
uang itu dipergunakan terlebih dahulu untuk kepentingan pribadinya, dan

21
baru disetorkan kepada kepala sekolah apabila dimintanya. Itupun kadang
kadang dilakukannya dengan dipotong gaji bulan berikutnya. Untuk
menunjukkan bahwa ia memperhatikan murid-muridnya (padahal hanya.
pura-pura saja), ia mengadakan pelajaran tambahan (les) pada jam-jam
tertentu, dengan bayaran tertentu. Jika keesokan harinya akan diadakan
ulangan, maka sebelumnya diajarkan semua soal yang akan diulangkan
kepada murid-murid yang mengikuti pelajaran tambahan saja, sehingga
pada waktu ulangan, murid-murid yang mengikuti pelajaran tambahan
memperoleh nilai baik-baik.
Demikianlah sekelumit gambaran guru yang belum atau tidak.
bertanggung jawab. Dikatakan sekelumit karena kalau diceritakan semua
nya tentunya akan lebih banyak untuk diuraikan satu persatu. Yang
menjadi pertanyaan sekarang masih adakah guru seperti digambarkan di
atas, pada saat pemerintah dengan gencarnya berusaha meningkatkan
kualitas guru. Jawabannya ada guru-guru yang bersangkutan. Mudah-
mudahan guru seperti itu sudah tidak kita temukan lagi..
Di kelas seorang guru harus seorang yang bertanggung jawab. Seorang
guru harus bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai guru, yaitu
mendidik dan mengajar anak-anak yang telah dipercayakan orang tua anak
kepadanya. Sekarang sudah ada Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen yang merupakan suatu landasan moral bagi guru
untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Karena itu guru yang
bertanggung jawab senantiasa akan berbuat dan bertindak tidak keluar dari
undang-undang tersebut. Di luar kelas guru sebagai anggota masyarakat.
memiliki kewajiban dan tugas sebagai anggota masyarakat. Karena itu
sebagai anggota masyarakat guru dituntut juga bertanggung jawab
terhadap kehidupan di masyarakat.
3. Tanggung Jawab dalam Pendidikan
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah: berkem
bangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

22
Di sekolah guru merupakan pendidik yang paling bertanggung jawab
dalam membimbing anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru
bertanggung jawab agar anak menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Guru bertanggung jawab untuk
menjadikan anak didiknya menjadi manusia yang berakhlak mulia,
manusia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Begitu juga di tangan
gurulah anak didiknya diharapkan akan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Bagian akhir dari tujuan pendidikan nasional adalah warga negara
yang bertanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya,
manusia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: 1) manusia sebagai makhluk
Tuhan, dan 2) manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia dan
alam.
a. Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia sebagai makhluk Tuhan berkewajiban untuk
melaksanakan segala perintahnya dan segala larangannya. Dalam
ajaran Islam ada tiga inti ajaran Islam yaitu: Iman, Islam, dan
Ihsan. Dalam hal ini Allah telah memberi petunjuk melalul Al-
Quran dan sunnah, bagaimana manusia harus beriman (ingat rukun
iman) bagaimana manusia harus menjalan kan syariat Islam (ingat
rukun Islam), dan bagaimana manusia harus berbuat baik, dalam
berbuat baik kepada Allah, dan berbuat baik kepada sesama
manusia, maupun berbuat baik kepada makhluk lainnya. (hewan
misalnya), serta berbuat baik kepada alam dan lingkungannya,
manusia sama sekali tidak boleh merusak alam (menjarah hutan,
merusak keseimbangan kehidupan).
Dalam ajaran Islam, "Seluruh makhluk adalah keluarga Allah"
seperti dikatakan dalam Al-Quran, Sesungguhnya orang-orang
mukmin lehernya hingga Allah menghinakannya pada hari kiamat,
kecuali jika dia bertobat. Siapa saja yang menyakiti tetangganya
maka Allah haramkan wangi surga baginya dan tempatnya adalah
neraka Jahanam, dan itulah seburuk-buruknya tempat.
4. Tanggung Jawab terhadap Ayah dan ibu Allah Swt. telah berfirman di
dalam Al-Quran, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

23
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
Ibu bapakmu dengan sebaik baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". (QS. Al-Isra: 23-24).
5. Tanggung Jawab terhadap Anak Kebaikan dan keburukan anak di dunia
ini akan dikaitkan dengan orang tuanya Engkau juga berkewajiban
membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan
ketaatan kepada-Nya. Maka berkenaan dengan anak hendaklah engkau
seperti orang yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan
kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek kepadanya..
Selain itu, masih terdapat berpuluh-puluh tanggung jawab sosial
lainnya, seperti tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat dan tanggung
jawab rakyat terhadap pemerintah, tanggung jawab orang kaya terhadap
orang miskin dan tanggung jawab orang miskin terhadap orang kaya,
tanggung jawab ulama terhadap masyarakat dan tanggung jawab
masyarakat terhadap ulama, tanggung jawab atasan terhadap bawahan dan
tanggung jawab bawahan terhadap atasan, tanggung jawab yang tua
terhadap anak-anak dan para muda dan sebaliknya, tanggung jawab di
antara teman, tanggung jawab kaum Muslim, tanggung jawab terhadap
anak-anak yatim dan para janda, tanggung jawab terhadap orang-orang
cacat dan para lansia dan tanggung jawab guru terhadap murid dan
tanggung jawab murid terhadap guru.
6. Tanggung Jawab Manusia terhadap Alam
Manusia ditakdirkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi.
Sebagai khalifah manusia harus mampu mengelola alam, khususnya bumi
dimana manusia tinggal. Allah Swt.. telah menciptakan alam ini dan telah
memberikan kemampuan kepada manusia untuk menyingkap berbagai
rahasia alam, dan memanfaatkannya untuk membangun alam dan
kehidupannya yang lebih baik.

24
Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran, "Allah-lah yang menundukkan
lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-
Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-
mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir (Q.S. Al-Jatsiyah: 12-13).
Allah Swt. telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
ada padanya, seperti gunung, sungai, berbagai macam bahan tambang dan
benda logam, berbagai jenis pohon dan tumbuhan, dan berbagai jenis
binatang daratan maupun lautan, baik yang jinak maupun yang buas, untuk
dimanfaatkan oleh manusia. Allah Swt. telah menciptakan alam semesta
dengan susunan yang sangat teliti.
Hal tersebut merupakan tanggung jawab besar pada pundak manusia.
Oleh karena itu, manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan
menggunakannya pada tempatnya. Manusia harus menganggap barang
tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah, yang telah diciptakan
untuk dimanfaatkan oleh mereka, bukan untuk dihambur-hamburkan dan
disia-siakan, dan air, udara, tumbuhan dan laut sebagai lingkungan hidup
bagi seluruh manusia dan hewan yang harus dijaga dari segala macam
bentuk perusakan dan pencemaran. Seandainya manusia tidak
memeliharanya, tidak menjaga keseimbangan sistem lingkungan, akan
timbul bencana bagi kehidupan manusia itu sendiri dan segala bencana itu
merupakan peringatan dari Allah kepada manusia. Hal tersebut secara
tertulis dinyatakan dalam Al-Qur'an (Al-Rum: 41):Telah lahirlah bencana
di darat dan di laut, karena usaha tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari balasan perbuatan yang mereka perbuat,
mudah-mudahan mereka Kembali (bertaubat)
.

25
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsep Kasih Sayang Dalam Pendidikan
Kasih sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia
ditakdirkan oleh Allah SWT memiliki kasih sayang terhadap
sesamanya. Dalam hal pendidikan, kasih sayang harus mendasari
semua upaya dalam membawa anak menuju tujuannya, yaitu
kedewasaan. Orang tua (ayah dan ibu) sudah pasti seharusnya mereka
menumpahkan kasih sayang terhadap anak-anaknya selama meraka
membimbingnya sampai mencapai dewasa.
Begitupun juga seorang guru sebagai pendidik, mereka harus
menumpahkan kasih sayang pula terhadap anak didikannya karena
kasih sayang merupakan syarat mutlak dalam melakukan interaksi
dengan anak didiknya, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Tanpa
kasih sayang pendidikan takan bermakna apa-apa.
2. Konsep Kewibawaan dalam Pendidikan
Kewibawaan  adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat
pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia,
secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Guru
sebagai seorang pendidik harus memiliki kewibawaan dalam
pembelajaran didalam kelas maupun kegiatan lain di luar kelas.
Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya diwarnai oleh
adanya aspek pendidikan yang didasari dengan kewibawaan. Hal ini
menunjukan bahwa adanya ikatan hakiki antara pendidikan dan
kewibawaan, yakni kewibawaan yang diperlukan oleh pendidikan.
Kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam pendidikan,
artinya jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan itu tidak mungkin
terjadi. Sebab, dengan adanya kewibawaan segala bentuk bimbingan
yang diberikan oleh pendidik akan diikuti secara suka rela oleh anak
didik. Sebaliknya bila kewibawaan tidak ada, segala bentuk

26
bimbingan dan pendidikan tidak mungkin dituruti oleh anak didik,
sehingga tanpa kewibawaan, pendidik akan kehilanggan predikatnya
sebagai pendidik.
3. Konsep Tanggung Jawab dalam Pendidikan
Manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan
kewajiban. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap
orang lain, terutama terhadap orang-orang yang berada dibawah
kekuasaannya, pemimpin bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya sehingga seorang pemimpin atau penguasa akan ditanya
tentang rakyatnya, seorang laki-laki bertanggung jawab atas
keluarganya, seorang istri akan bertanggung jawab di rumah dan anak
suaminya begitu juga seorang pendidik memiliki tanggung jawab
terhadap anak didiknya, orang tua anak didik, masyarakat, bangsa dan
Tuhan, tentang apa yang telah dikerjakannya.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarnkan sebaiknya :
1. Konsep Kasih Sayang Dalam Pendidikan
Seharusnya sebagai seorang pendidik mereka harus
menumpahkan kasih sayang pula terhadap anak didikannya bukan
hanya sekedar mengajar saja karena kasih sayang merupakan syarat
mutlak dalam melakukan interaksi dengan anak didiknya, karena
tanpa kasih sayang pendidikan takan bermakna apa-apa.
2. Konsep Kewibawaan dalam Pendidikan
Seharusnya sebagai seorang pendidik harus mempunyai
kewibawaan tersendiri bagi para anak didiknya sehingga secara sadar
dan suka rela anak didik akan menjadi tunduk dan patuh kepadanya.
Guru sebagai seorang pendidik harus memiliki kewibawaan dalam
pembelajaran didalam kelas maupun kegiatan lain di luar kelas.
3. Konsep Tanggung Jawab dalam Pendidikan
Seharusnya sebagai seorang pendidik yang baik harus
bertanggung jawab dengan apa tugas yang hendak dilaksanakannya
dalam mendidik anak didiknya karena manusia adalah makhluk yang
mempunyai tanggung jawab dan kewajiban.

27
DAFTAR PUSTAKA

  Sadulloh, U. Dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung : Alfabeta

Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja
  

Rosdakarya

  Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A. (2007). Bandung : Cipta Utama

  Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A. (2009). Bandung : UPI Press

28

Anda mungkin juga menyukai