Anda di halaman 1dari 22

NUTRISI DASAR

KAROTENOID

PEMBIMBING
Dr. dr. Gde Indraguna Pinatih, MSc.

Disusun Oleh:
dr. Prisca Angelina Kanggriani 2180711019

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................................i


DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 2
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. A. Struktur Umum Karotenoid dan End Group ............................................3


B. Beberapa Struktur Kelompok Karotenoid ................................................3
Gambar 2. Biosintesis Karotenoid......................................................................................4-5
Gambar 3. Siklus Xantofil ...................................................................................................5
Gambar 4. Jalur Metabolisme Karotenoid .......................................................................12
Gambar 5. Reaksi Astaxanthin dengan Peroxynitrite ....................................................... 15
Gambar 6. Produk Reaksi Astaxanthin dengan Hydroxy Radicals, Superoxide Anion
Radicals, dan Singlet Oxygen .........................................................................16

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sumber Makanan yang Mengandung α-carotene ..............................................8


Tabel 2. Sumber Makanan yang Mengandung β-carotene ..............................................8
Tabel 3. Sumber Makanan yang Mengandung β-cryptoxanthin .....................................9
Tabel 4. Sumber Makanan yang Mengandung Lycopene ................................................9
Tabel 5. Sumber Makanan yang Mengandung Lutein dan Zeaxanthin ......................... 10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Karotenoid merupakan kelas lebih dari 850 pigmen alami yang disintesis oleh bakteri
fotosintetik, alga, jamur, dan tanaman namun tidak diproduksi oleh hewan. Molekul
tetraterpene ini adalah sumber warna kuning, oranye dan merah dari berbagai tanaman.
Karotenoid adalah pigmen penting dalam organ fotosintesis, bersama dengan klorofil.
Karotenoid juga berperan sebagai fotoproteksi, antioksidan, penarik warna, dan prekursor
hormon tanaman pada organ non-fotosintetik tanaman (Maoka, 2020).
Hewan dan manusia tidak dapat mensintesis karotenoid de novo, sehingga karotenoid
yang ditemukan merupakan akumulasi dari makanan yang dikonsumsi atau sebagian
dimodifikasi dari reaksi metabolisme. Jadi, karotenoid pada hewan dan manusia menunjukkan
keragaman struktural. Karotenoid pada hewan dan manusia berperan sebagai prekursor vitamin
A, fotoproteksi, antioksidan, meningkatkan imunitas, dan berkontribusi dalam reproduksi
(Maoka, 2020).
Buah dan sayuran menyediakan sebagian besar 40-50 karotenoid yang ditemukan dalam
makanan manusia. α-carotene, β-carotene, β-cryptoxanthin, lutein, zeaxanthin, dan lycopene
adalah karotenoid yang paling umum terdapat pada makanan. α-carotene, β-carotene, β-
cryptoxanthin adalah karotenoid provitamin A, yang berarti dapat diubah oleh tubuh menjadi
retinol sedangkan lutein, zeaxanthin, dan lycopene adalah karotenoid nonprovitamin A karena
tidak dapat diubah menjadi retinol (Higdon, 2016).
Karotenoid telah dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri seperti produk kosmetik,
suplemen makanan kesehatan, dan zat aditif. Karotenoid dapat berperan sebagai peredam fisik
oksigen singlet dan scavenger spesies oksigen reaktif (ROS) lainnya. Karotenoid juga dapat
bertindak sebagai peredam kimia yang mengalami oksigenasi ireversibel (Eldahshan & Singab,
2013; Fiedor & Burda, 2014).
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang struktur, biosintesis, fungsi, sumber,
metabolisme, dan manfaat karotenoid lebih mendalam.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Struktur Karotenoid


Karotenoid adalah kelompok pigmen tetraterpene yang berwarna kuning, oranye, merah,
dan ungu. Karotenoid membentuk salah satu kelas pigmen tanaman dan memainkan peran
penting dalam menentukan parameter buah dan sayuran. Karotenoid adalah pigmen yang
paling banyak didistribusikan di alam dan ditemukan pada membran fotosintetik kelompok
bakteri fototropik dan cyanobacteria. Selain itu juga ditemukan pada beberapa spesies archaea
dan jamur, lumut, pakis, ganggang, alga, dan tanaman. Karotenoid berperan dalam
menghasilkan warna merah, oranye, dan kuning pada daun tanaman, buah-buahan, bunga, serta
warna beberapa burung, serangga, ikan, dan krustasea. Beberapa contoh pewarnaan karotenoid
adalah warna oranye pada jeruk dan wortel, warna merah pada paprika dan tomat, serta warna
merah muda pada flamingo dan salmon. Meskipun tidak disintesis oleh manusia dan hewan,
karotenoid juga terdapat dalam darah dan jaringan manusia dan hewan. Karotenoid merupakan
prekursor dari retinol (vitamin A), akan tetapi fungsi utama pada organisme non-fotosintetik
adalah sebagai fotoproteksi (Eldahshan & Singab, 2013; Fiedor & Burda, 2014; Maoka, 2020).
Karotenoid secara struktural dan fungsional merupakan kelompok pigmen alami yang
sangat beragam dari jenis polyene. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau
alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprene dengan kerangka 40-karbon.
Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu
terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda
terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang
menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda
terkonjugasi, maka semakin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna
merah (Fiedor & Burda, 2014; Maoka, 2020).
Karotenoid dibentuk oleh penggabungan delapan unit isoprene (C5H8) atau 2-metil-1,3-
butadiena dimana isoprene yang membentuk karotenoid ini berikatan secara “kepala-ekor”
kecuali pada pusat molekul berikatan secara “ekor-ekor” sehingga menjadikan molekul
karotenoid simetris. Struktur umum karotenoid umumnya terdiri dari rantai polyene dengan
sembilan ikatan rangkap terkonjugasi dan end group pada kedua ujung rantai polyene.
Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua kelompok yaitu karoten dan
xantofil. Istilah karoten digunakan untuk beberapa zat yang memiliki rumus molekul C40H56.
Karoten seperti α-carotene, β-carotene, β,ψ-carotene (γ-carotene), dan lycopene adalah
2
molekul hidrokarbon. Sekitar 50 jenis karoten terdapat di alam. Di samping itu, xantofil seperti
β-cryptoxanthin, lutein, zeaxanthin, spirilloxanthin, echinenone, antheraxanthin, astaxanthin,
fucoxanthin, dan peridinin, adalah karotenoid yang mengandung atom oksigen sebagai gugus
hidroksi, karbonil, aldehida, karboksilat, epoksida, dan furanoksida. Beberapa xantofil terdapat
dalam bentuk asam lemak ester, glikosida, sulfat, dan kompleks protein. Sekitar 800 jenis
xantofil terdapat di alam (Eldahshan & Singab, 2013; Fiedor & Burda, 2014; Maoka, 2020).
Kebanyakan karotenoid memiliki kerangka 40-karbon (karotenoid C40). Beberapa
karotenoid memiliki kerangka 45- atau 50-karbon, yang disebut karotenoid lebih tinggi (higher
carotenoids). Sekitar 40 jenis karotenoid lebih tinggi terdapat pada beberapa spesies archaea.
Di sisi lain, karotenoid yang memiliki kerangka karbon kurang dari 40 disebut apokarotenoid.
Sekitar 120 jenis apokarotenoid terdapat pada beberapa jenis tanaman dan hewan sebagai
produk degradasi dari karotenoid C40 (Maoka, 2020).

Gambar 1. A. Struktur Umum Karotenoid dan End Group; B. Beberapa Struktur


Kelompok Karotenoid (Maoka, 2020)

3
Karotenoid mempunyai sifat-sifat tertentu, diantaranya tidak larut dalam air tetapi larut
dalam lemak, larut sedikit dalam minyak, larut dalam hidrokarbon alifatik dan aromatik seperti
heksana dan benzena serta larut dalam kloroform dan metilen klorida. Karotenoid mudah
diisomerisasi dan dioksidasi, menyerap cahaya, menekan oksigen singlet, memblok reaksi
radikal bebas, dan dapat berikatan dengan permukaan hidrofobik. Karotenoid harus selalu
disimpan dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya) dan dalam ruangan vakum, pada suhu -200C.
Karotenoid yang terbaik disimpan dalam bentuk padatan kristal dan di dalamnya terdapat
pelarut hidrokarbon seperti petroleum, heksana atau benzena. Hal ini bertujuan untuk
meminimalkan risiko kontaminasi dengan air (Fiedor & Burda, 2014).

2.2 Biosintesis Karotenoid


Jalur biosintesis karotenoid berawal dari dimethylallyl pyrophosphate yang dibentuk dari
acetyl CoA atau asam piruvat melalui jalur mevalonat atau non-mevalonat. Selanjutnya,
phytoene dengan kerangka karotenoid C40, dibentuk dari dimethylallyl pyrophosphate melalui
geranyl pyrophosphate dan geranylgeranyl pyrophosphate. Phytoene merupakan karotenoid
tidak berwarna dengan tiga ikatan rangkap terkonjugasi. Phytoene secara bertahap didesaturasi
untuk membentuk lycopene melalui phytofluene, ζ-carotene, dan neurosporene oleh phytoene
desaturase. Lycopene cyclase menghasilkan karotenoid dengan cyclic terminal end group
seperti α-carotene dan β-carotene. Beberapa xantofil diproduksi oleh carotene hydroxylases,
ketolase, dan epoxidase (Maoka, 2020).

4
Gambar 2. Biosintesis Karotenoid (Maoka, 2020)

Gambar 3. Siklus Xantofil (Maoka, 2020)

2.3 Fungsi Karotenoid


Karotenoid penting untuk tanaman dan manusia. Pada tanaman, karotenoid menyediakan
fungsi fotoprotektif selama fotosintesis, pencegahan kerusakan foto-oksidatif, dan berfungsi
sebagai prekursor untuk biosintesis phytohormone abscisic acid (ABA) yang berperan untuk

5
daya tarik penyerbuk. Pada manusia, sekitar 50 jenis karotenoid terdapat dalam makanan. Dari
jenis karotenoid tersebut, hanya 20 dan beberapa metabolitnya yang telah diidentifikasi dalam
darah dan jaringan. Dari jumlah tersebut, β-carotene, α-carotene, lycopene, β-cryptoxanthin,
lutein, dan zeaxanthin merupakan komponen utama dan membentuk lebih dari 90% total
karotenoid (Eldahshan & Singab, 2013; Maoka, 2020).
Fungsi karotenoid sebagai antioksidan pada tanaman menunjukkan persamaan dengan
potensi perannya sebagai antioksidan dalam makanan dan manusia. Peranan karotenoid
sebagai antioksidan didasarkan pada sifatnya untuk meredam oksigen singlet dan
memerangkap radikal peroksil. Aksi antioksidan terbaik karotenoid yang tercatat adalah
kemampuannya untuk meredam oksigen singlet. Hal ini akan menghasilkan karotenoid
tereksitasi, yang memiliki kemampuan untuk menghilangkan energi baru yang diperoleh
melalui serangkaian interaksi rotasi dan vibrasi dengan pelarut, sehingga meregenerasi
karotenoid asli yang tidak tereksitasi, yang dapat digunakan kembali untuk siklus peredaman
oksigen singlet lebih lanjut. Aktivitas ini bergantung pada jumlah ikatan rangkap terkonjugasi
pada molekul dan dipengaruhi oleh carotenoid end groups (siklik atau alisiklik) pada tingkat
yang lebih rendah atau sifat pengganti karotenoid yang mengandung cyclic end group. Telah
diketahui selama bertahun-tahun bahwa karotenoid akan kehilangan warnanya ketika terpapar
oleh radikal spesies atau pengoksidasi. Proses ini melibatkan pemutusan ikatan rangkap
terkonjugasi, baik dengan pembelahan atau dengan penambahan salah satu ikatan rangkap.
Pembelahan dapat dideteksi dengan ciri produk yang terbentuk sering berupa karbonil atau
epoksida (Eldahshan & Singab, 2013).
Karena perannya sebagai antioksidan, karotenoid disarankan dikonsumsi untuk
melindungi tubuh terhadap penyakit pembuluh darah koroner. Salah satu kontributor
berkembangnya penyakit pembuluh darah koroner adalah oksidasi low-density lipoprotein
(LDL). Ketika LDL teroksidasi, LDL akan lebih mudah diambil oleh sel busa di endotel
pembuluh darah dimana LDL berkontribusi pada perkembangan lesi aterosklerotik. Hipotesis
ini didukung oleh studi epidemiologi observasional yang melaporkan bahwa makanan kaya
karotenoid dan vitamin antioksidan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Banyak
studi epidemiologi yang menyatakan hubungan asupan karotenoid yang tinggi dengan
penurunan kejadian penyakit kronis, namun mekanisme biologisnya belum diketahui dengan
jelas. Beberapa kemungkinannya karena karotenoid tertentu:
a) Dapat diubah menjadi retinoid (memiliki aktivitas provitamin A)
b) Dapat memodulasi aktivitas enzim lipoksigenase (molekul proinflamasi dan
imunomodulator)
6
c) Memiliki sifat antioksidan
d) Dapat mengaktifkan ekspresi gen yang mengkode sinyal untuk produksi protein,
connexin, yang merupakan komponen integral dari gap junction yang diperlukan untuk
komunikasi antarsel. Aktivasi gen tersebut tidak terkait dengan fungsi antioksidan dan
terlepas dari aktivitas provitamin A.
Manfaat lain dari karotenoid adalah meningkatkan sistem kekebalan tubuh, perlindungan
terhadap sinar matahari, dan menghambat perkembangan beberapa jenis kanker tertentu
(Eldahshan & Singab, 2013).

2.4 Sumber Karotenoid


Karotenoid dapat berasal dari makanan maupun suplemen. Suplemen makanan tersedia
dalam bentuk karotenoid murni atau kombinasi karotenoid dan paling baik diserap ketika
dikonsumsi dengan makanan yang mengandung lemak. Karotenoid yang paling umum dalam
makanan adalah α-carotene, β-carotene, β-cryptoxanthin, lycopene, lutein, dan zeaxanthin.
Sebagian besar karotenoid dalam makanan ditemukan dalam bentuk all-trans. Meski demikian,
pemrosesan buah dan sayur dapat menghasilkan peningkatan cis-isomer hingga 10-39%.
Derajat isomerisasi berkorelasi langsung dengan intensitas dan durasi proses pemanasan.
Namun ketika Rock et al. memberikan sayuran olahan pada subjek penelitian, tidak terdapat
peningkatan konsentrasi plasma 9-cis-β-carotene. Sebaliknya, respon plasma ditandai dengan
peningkatan all trans-β-carotene karena isomerisasi cis-isomer menjadi all trans-β-carotene
atau karena penyerapan jaringan yang cepat (Eldahshan & Singab, 2013; Higdon, 2016).
Bioavailabilitas karotenoid dari sebagian besar makanan lebih rendah dibandingkan
dengan suplemen karena mereka terkait dengan protein dalam matriks tanaman. Pemotongan,
homogenisasi, dan pemasakan dapat mengganggu matriks tanaman dan meningkatkan
bioavailabilitas karotenoid, misalnya bioavailabilitas lycopene dalam tomat dapat meningkat
secara substansial ketika tomat dipanaskan dalam minyak (Higdon, 2016).
α-carotene dan β-carotene adalah karotenoid provitamin A, artinya dapat diubah di
dalam tubuh menjadi vitamin A. Aktivitas vitamin A dari β-carotene dalam makanan adalah
1
⁄12 dari retinol (preformed vitamin A). Jadi, dibutuhkan 12 µg β-carotene dari makanan untuk
menghasilkan setara dengan 1 µg (0.001 mg) retinol. Aktivitas vitamin A dari α-carotene
dalam makanan adalah 1⁄24 dari retinol. Jadi, dibutuhkan 24 µg α-carotene dari makanan untuk
menghasilkan setara dengan 1 µg retinol. Sayuran berwarna oranye dan kuning seperti wortel
dan labu merupakan sumber makanan yang kaya akan α-carotene dan β-carotene. Bayam juga

7
merupakan sumber β-carotene meskipun klorofil dalam daun bayam menyembunyikan pigmen
kuning-oranye (Higdon, 2016).
Tabel 1. Sumber Makanan yang Mengandung α-carotene

Tabel 2. Sumber Makanan yang Mengandung β-carotene

Seperti α-carotene dan β-carotene, β-cryptoxanthin adalah karotenoid provitamin A.


Aktivitas vitamin A dari β-cryptoxanthin dalam makanan adalah 1⁄24 dari retinol. Jadi,
dibutuhkan 24 µg β-cryptoxanthin dari makanan untuk menghasilkan setara dengan 1 µg
retinol. Buah dan sayuran yang berwarna oranye dan merah seperti paprika merah dan jeruk
merupakan sumber yang kaya akan β-cryptoxanthin.

8
Tabel 3. Sumber Makanan yang Mengandung β-cryptoxanthin

Lycopene memberi warna merah pada tomat, jeruk limau gedang merah muda, semangka
dan jambu biji. Lycopene bukan merupakan karotenoid provitamin A karena tidak dapat diubah
menjadi retinol.
Tabel 4. Sumber Makanan yang Mengandung Lycopene

Meskipun lutein dan zeaxanthin adalah senyawa yang berbeda, keduanya


diklasifikasikan sebagai xantofil dan karotenoid nonprovitamin A. Beberapa metode yang
digunakan untuk mengukur kadar lutein dan zeaxanthin dalam makanan tidak memisahkan
kedua senyawa tersebut. Kedua pigmen ini terdapat dalam berbagai buah dan sayuran. Sayuran
berdaun hijau tua seperti bayam dan kangkung kaya akan lutein tapi mengandung sedikit
zeaxanthin. Kuning telur dan alpukat juga merupakan sumber lutein meskipun kadarnya lebih
rendah. Sumber makanan yang mengandung zeaxanthin yang baik adalah jagung, paprika
kuning, jus jeruk, melon, dan mangga.

9
Tabel 5. Sumber Makanan yang Mengandung Lutein dan Zeaxanthin

2.5 Absorpsi, Metabolisme, dan Bioavailabilitas


Selain ditemukan pada darah (plasma dan serum), karotenoid juga terakumulasi dalam
eritrosit manusia. Metabolit oksidatif lycopene, lutein, dan zeaxanthin juga ditemukan dalam
plasma manusia (Maoka, 2020).
Capsanthin, karotenoid utama dalam paprika, juga diserap oleh manusia dan sebagian
dimetabolisme menjadi capsanthone. Namun, karotenoid epoksi seperti antheraxanthin,
violaxanthin, neoxanthin, dan lutein epoxide, yang terdapat dalam sayuran, tidak ditemukan
dalam darah manusia. Karotenoid epoksi ini kemungkinan terdegradasi oleh kondisi asam di
lambung (Maoka, 2020).
Karotenoid yang tertelan dari makanan akan diserap oleh usus kecil. Ester xantofil
dihidrolisis oleh lipase atau esterase dan diabsorpsi. Agar karotenoid makanan dapat diserap
usus, mereka harus dilepaskan dari matriks makanan dan dimasukkan ke dalam misel campuran
(campuran garam empedu dan beberapa jenis lipid). Pengolahan makanan dan proses memasak
dapat membantu melepaskan karotenoid yang tertanam dalam matriks makanan dan
meningkatkan penyerapan usus. Selain itu, penyerapan karotenoid membutuhkan keberadaan
lemak dalam makanan, yaitu sekitar 3-5 gram lemak, meskipun jumlah minimum lemak dalam
makanan yang dibutuhkan mungkin dapat bervariasi untuk setiap karotenoid. Jenis lemak
(misalnya, trigliserida rantai menengah atau rantai panjang), adanya serat larut, dan tipe serta
jumlah karotenoid (misalnya, teresterifikasi atau non-esterifikasi) dalam makanan juga
mempengaruhi tingkat penyerapan karotenoid (Higdon, 2016; Maoka, 2020).

10
Suplemen karotenoid (dalam minyak) lebih efisien diserap daripada karotenoid dalam
makanan karena kandungan karotenoid dalam suplemen tidak perlu dilepaskan dari matriks
tanaman. Meskipun karotenoid pada awalnya diduga hanya diserap dalam sel-sel yang melapisi
usus (enterosit) dengan cara difusi pasif, penelitian terbaru yang mengidentifikasi transporter
membran apikal, Scavenger Receptor-class B type I (SR-BI) dan Cluster Determinant 36
(CD36), diduga dapat menyerap karotenoid secara aktif (Higdon, 2016).
Di dalam enterosit, karotenoid provitamin A dipecah oleh β-carotene 15,15’-oxygenase
1 (BCO1) atau β-carotene 9’,10’-oxygenase 2 (BCO2). BCO1 mengkatalisis pemecahan
karotenoid provitamin A menjadi retinal, yang selanjutnya direduksi menjadi retinol (vitamin
A) atau dioksidasi menjadi asam retinoat (bentuk vitamin A yang aktif secara biologis). β-
apocarotenal, derivat dari pembelahan β-carotene oleh BCO2, dapat dipecah lebih lanjut oleh
BCO1 menghasilkan retinal. Meskipun karotenoid provitamin A dapat diubah menjadi
apokaroten oleh BCO2, aktivitas enzim ini lebih tinggi terhadap karotenoid nonprovitamin A.
Sebaliknya, BCO1 menunjukkan afinitas terbatas terhadap karotenoid nonprovitamin (Higdon,
2016).
Di dalam enterosit, karotenoid yang tidak terurai dan retinyl ester (derivat dari retinol)
digabungkan ke dalam lipoprotein kaya trigliserida yang disebut kilomikron, disekresikan ke
dalam pembuluh limfatik dan dilepaskan dalam aliran darah. Trigliserida dari kilomikron yang
bersirkulasi dalam darah akan habis digunakan oleh enzim lipoprotein lipase, menghasilkan
pembentukan kilomikron sisa (chylomicron remnants). Kilomikron sisa akan diambil oleh hati,
dimana karotenoid dapat dipecah oleh BCO1/BCO2 atau dimasukkan ke dalam lipoprotein dan
disekresikan kembali ke sirkulasi untuk dikirim ke jaringan ekstrahepatik. Ketiga lipoprotein
utama yaitu very low-density lipoprotein (VLDL), low-density lipoprotein (LDL), dan high-
density lipoprotein (HDL), terlibat dalam pengangkutan karotenoid. Perlu diketahui bahwa
lebih banyak molekul hidrofilik dalam enterosit, seperti asam retinoat dan apokaroten dapat
diangkut secara langsung ke hati melalui sistem darah portal (Higdon, 2016; Maoka, 2020).
Konversi karotenoid provitamin A menjadi retinol dipengaruhi oleh kondisi vitamin A
individu. Mekanisme regulasi yang melibatkan faktor transkripsi intestine-specific homeobox
(ISX) dapat mencegah penyerapan karotenoid dan produksi vitamin A dengan menghambat
ekspresi SR-BI dan BCO1. ISX dikontrol oleh asam retinoat dan retinoic acid receptor (RAR)-
dependent mechanism sehingga jika simpanan vitamin A tinggi, ISX teraktivasi dan
penyerapan serta konversi karotenoid provitamin A ke retinol akan dihambat. Sebaliknya, jika
kadar vitamin A kurang, ekspresi SR-BI dan BCO1 tidak lagi ditekan oleh ISX sehingga
memungkinkan penyerapan karotenoid provitamin A dan konversi ke retinol (Higdon, 2016).
11
Variasi kadar karotenoid di darah dan jaringan antarindividu telah dikaitkan dengan
perbedaan genetik antarindividu. Secara khusus, sejumlah single nucleotide polymorphisms
(SNPs) telah diidentifikasi dalam pengkodean gen untuk protein yang terlibat dalam
penyerapan usus, transportasi dan metabolisme karotenoid. SNP dalam gen yang mengkode
SR-BI, CD36, dan BCO1 diduga mempengaruhi ekspresi dan/atau aktivitas protein ini serta
kadar karotenoid individu (Higdon, 2016).

Gambar 4. Jalur Metabolisme Karotenoid (Higdon, 2016)


Karotenoid dapat ditemukan di beberapa organ tubuh manusia, seperti hati, kelenjar
adrenal, ovarium, kulit, paru, testis, prostat, dan serum darah. Distribusi karotenoid pada organ
tubuh manusia menunjukkan kekhususan. Lutein dan zeaxanthin ditemukan pada permukaan
kulit dan jaringan subkutan dalam bentuk esterifikasi dan berperan sebagai penyerap UV serta

12
peredam oksigen singlet. Xantofil seperti β-cryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin ditemukan di
otak. Di mata, lutein (meso)-zeaxanthin dan zeaxanthin merupakan pigmen makula. Lycopene
terakumulasi di prostat (Maoka, 2020).

2.6 Peranan Karotenoid bagi Manusia


Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa konsumsi karotenoid dikaitkan dengan
penurunan risiko beberapa jenis kanker dan kondisi serius lainnya, menstimulasi sistem imun,
dan bermanfaat untuk kesehatan kulit manusia. Pada tahun 1981, Peto et al. melaporkan bahwa
diet β-carotene mengurangi risiko kanker. Sejak saat itu, beberapa studi epidemiologi telah
menunjukkan bahwa asupan sayur dan buah-buahan yang berwarna hijau-kuning, yang
mengandung berbagai karotenoid, dikaitkan dengan penurunan risiko kanker. Misalnya, β-
cryptoxanthin, yang banyak terdapat di Satuma mandarin (Citrus unshiu), dapat dikaitkan
dengan penurunan risiko kanker (Maoka, 2020).
Studi yang dilakukan di State University of New York menunjukkan bahwa konsumsi
sayuran yang kaya β-carotene lebih dari sekali dalam seminggu dapat mengurangi risiko
terjadinya kanker paru dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi sayuran tersebut.
Asupan lycopene juga dapat mengurangi risiko kanker prostat dan kanker ovarium serta
mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan penyakit degeneratif kronis.
Konsumsi makanan yang tinggi lutein dan zeaxanthin, seperti bayam, brokoli, dan telur juga
berkaitan dengan penurunan risiko katarak (lebih dari 20%) dan degenerasi makula akibat usia
(lebih dari 40%) (Mezzomo & Ferreira, 2016).
Di samping itu, uji klinis juga mengungkapkan bahwa pemberian multi karotenoid alami
(campuran α-carotene, β-carotene, lutein, dan lycopene) dan α-tocopherol menghasilkan
penekanan yang signifikan pada perkembangan hepatoma pasien sirosis yang diinduksi virus
hepatitis. Karotenoid juga dilaporkan membantu mencegah penyakit kardiovaskular, diabetes,
obesitas, dan beberapa penyakit terkait gaya hidup, serta meningkatkan kekebalan tubuh dan
menjaga kesehatan kulit (Maoka, 2020).
Dilaporkan bahwa mekanisme karotenoid meredam oksigen singlet merupakan reaksi
fisik, dengan cara karotenoid akan mengambil energi panas dari oksigen singlet dan
melepaskan energi ini dengan getaran polyene. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan
bahwa karotenoid juga dapat meredam spesies oksigen reaktif (ROS) melalui reaksi kimia
(Maoka, 2020).
Karena fungsinya yang mampu meredam oksigen singlet dan ROS lainnya dengan baik,
karotenoid dapat digunakan sebagai agen pelindung terhadap skin photo-related disorders.
13
Disarankan bahwa karotenoid (terutama β-carotene dan canthaxanthin) dapat bertindak
sebagai pembersih efisien dari fotosensitizer endogen dalam keadaan triplet tereksitasi, seperti
protoporfirin, yang terakumulasi dalam darah dan kulit pasien dengan inherited erythropoietic
protoporphyria. Karotenoid juga terbukti efektif dalam pengobatan polymorphous light
eruptions (Fiedor & Burda, 2014).
Pengaruh karotenoid pada pembentukan eritema akibat sinar matahari (sunburn) telah
diselidiki selama bertahun-tahun. Studi meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa suplemen β-
carotene dapat melindungi terhadap sunburn dalam time-dependent manner (besar efek
perlindungan yang efektif memerlukan waktu minimal 10 minggu). Studi intervensi manusia
memberikan hasil yang sebanding untuk lycopene. Baru-baru ini, phytoene dan phytofluene,
dua prekursor karotenoid yang tidak berwarna, ditunjuk sebagai bahan makanan yang
berpotensi bermanfaat. Karena sifat spektralnya, yaitu penyerapan cahaya dalam rentang UVA
dan UVB, mereka diharapkan berkontribusi secara nyata pada efek fotoprotektif dari makanan
kaya karotenoid untuk kesehatan kulit (Fiedor & Burda, 2014).
Perkembangan kanker kulit (fotokarsinogenesis) merupakan proses kompleks yang
biasanya diprakarsai oleh radiasi UV. Efek karotenoid yang berpotensi menguntungkan
terhadap karsinogenesis masih ambigu. Studi observasional tidak mengkonfirmasi peran
karotenoid dalam mengurangi risiko kanker kulit non-melanoma. Di sisi lain, studi kasus-
kontrol mengindikasikan korelasi positif antara perkembangan karsinoma sel basal dengan
asupan lutein. Karotenoid juga didalilkan memiliki manfaat dalam proses photoaeging, yang
disertai dengan kerutan, pigmentasi tambahan, telangiektasia, kulit kering, dan inelastisitas
kulit. Namun, data eksperimen yang tersedia masih tidak konsisten, sehingga dalam kasus
gangguan kulit akibat cahaya (light-induced skin disorders) lainnya, dibutuhkan penelitian
lebih lanjut untuk mengkonfirmasi efek tersebut (Fiedor & Burda, 2014).
Astaxanthin, pigmen yang ditemukan pada hewan air seperti lobster, kepiting, dan udang,
merupakan golongan xantofil yang memiliki efek antioksidan 10 kali lebih besar dibandingkan
β-carotene dan 500 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Pigmen ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan beberapa penyakit karena memiliki sifat antitumor dan mampu
memberikan perlindungan terhadap radikal bebas, peroksidasi lipid, kerusakan oksidatif pada
kolesterol LDL, oksidasi asam lemak tidak jenuh, dan proteksi terhadap sinar UV pada
membran sel dan jaringan (Mezzomo & Ferreira, 2016).
Serangkaian apo-astaxanthin diperoleh sebagai produk sisa oksidasi astaxanthin.
Senyawa ini diduga mengambil oksigen oleh polyene dalam astaxanthin. Astaxanthin juga
membentuk nitro-astaxanthin melalui reaksi peroksinitrit dan menghambat nitrasi tirosin
14
dalam model in vitro. Hasil ini menunjukkan bahwa astaxanthin mampu menangkap radikal
peroksinitrit dan nitrogen dioksida untuk membentuk nitro-astaxanthin dan melindungi
terhadap nitrasi tirosin. Hasil serupa juga didapatkan pada β-carotene, lutein, zeaxanthin,
capsanthin, dan fucoxanthin. Hal ini menunjukkan bahwa karotenoid mungkin memiliki
reaktivitas yang lebih tinggi dengan peroksinitrit dan/atau radikal nitrogen dioksida daripada
senyawa fenoik seperti tirosin. Oleh karena itu, karotenoid dapat menghambat nitrasi tirosin
(Maoka, 2020).

Gambar 5. Reaksi Astaxanthin dengan Peroxynitrite (Maoka, 2020)


Studi dengan spektrometri ESR mengungkapkan bahwa astaxanthin tidak hanya dapat
meredam oksigen singlet tetapi juga radikal anion superoksida dan radikal hidroksi. Studi
dengan spektrometri LC/PDA ESI-MS mengungkapkan bahwa astaxanthin epoxide adalah
produk reaksi utama astaxanthin dengan radikal anion superoksida dan radikal hidroksil.
Astaxanthin endoperoxide diidentifikasikan sebagai produk reaksi utama astaxanthin dengan
oksigen singlet. Hasil serupa juga didapatkan pada β-carotene, zeaxanthin, dan capsanthin
sehingga menunjukkan bahwa karotenoid dapat mengambil oksigen singlet, radikal anion
superoksida, dan radikal hidroksil dengan pembentukan endoperoksida atau epoksida (Maoka,
2020).

15
Gambar 6. Produk Reaksi Astaxanthin dengan Hydroxy Radicals, Superoxide Anion
Radicals, dan Singlet Oxygen (Maoka, 2020)

16
BAB III
KESIMPULAN

Karotenoid merupakan salah satu pigmen yang penting bagi tanaman, hewan, maupun
manusia. Pada manusia, sekitar 50 jenis karotenoid terdapat dalam makanan. Dari jenis
karotenoid tersebut, hanya 20 dan beberapa metabolitnya yang telah diidentifikasi dalam darah
dan jaringan. β-carotene, α-carotene, lycopene, β-cryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin
merupakan komponen utama dan membentuk lebih dari 90% total karotenoid.
Aktivitas biologis karotenoid memainkan peran penting dalam pencegahan dan
pengobatan banyak penyakit, seperti kanker, penyakit kardiovaskular, diabetes, obesitas, dan
beberapa penyakit terkait gaya hidup. Karotenoid juga efektif bertindak sebagai
pembersih/peredam dari oksigen singlet dan ROS lainnya melalui reaksi fisik maupun kimiawi.
Selain itu, diet karotenoid juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan menjaga kesehatan
kulit sehingga kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh keberadaan pigmen ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Eldahshan, Omayma A. & Singab, Abdel N. B. 2013. Carotenoids. Journal of Pharmacognosy


and Phytochemistry, 2(1), 225-234. Available at www.phytojournal.com.
Fiedor, J., & Burda, K. 2014. Potential role of carotenoids as antioxidants in human health
and disease. Nutrients, 6(2), 466–488. https://doi.org/10.3390/nu6020466
Higdon, J. 2016. Carotenoids | Linus Pauling Institute | Oregon State University.
https://lpi.oregonstate.edu/mic/dietary-factors/phytochemicals/carotenoids#authors-
reviewers
Maoka, T. 2020. Carotenoids as natural functional pigments. Journal of Natural Medicines,
74(1). https://doi.org/10.1007/s11418-019-01364-x
Mezzomo, N., & Ferreira, S. R. S. 2016. Carotenoids functionality, sources, and processing
by supercritical technology: A review. Journal of Chemistry, 2016.
https://doi.org/10.1155/2016/3164312

18

Anda mungkin juga menyukai