Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
(AIK)

Nama : Sani Essarey


NIM : 202286206017

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah AIK
ini.
Makalah AIK ini telah disusun dengan maksimal . Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih.
Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan
perbaikan pada makalah.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah AIK dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Sorong, 14 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN / COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
B. Pengertian Etika Antar Umat Beragama
C. Pengertian Etika Bermedia Sosial

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Etika secara umum dipahami sebagai refleksi kritis terhadap moralitas
tindakan manusia. Etika juga merupakan salah satu cabang besar dalam filsafat.
a. Etika memiliki beberapa cabang besar dalam prinsip yang mendasarinya, seperti
prinsip etika keutamaan, kewajiban dan konsekuensialisme. Akan tetapi, ketiga
prinsip etika tersebut acapkali berbeda pandangan dalam menilai suatu tindakan
etis. Hal ini terjadi karena masingmasing prinsip etika memiliki dasar pijakan
yang berbeda satu sama lain. Pertama, etika keutamaan yang dikembangkan oleh
Aristoteles menekankan pentingnya disposisi hidup manusia guna membentuk
karakter diri yang berkualitas.
b. Kedua, etika kewajiban yang dikembangkan oleh Immanuel Kant menekankan
pentingnya manusia memenuhi dorongan kewajiban mutlak dalam diri.
c. Etika kewajiban tidak memberi ruang untuk motivasi apapun dalam bertindak,
selain motivasi kewajiban. Ketiga, prinsip konsekuensialisme menekankan
pentingnya tindakan yang mendatangkan manfaat paling besar dan keburukan
paling sedikit.
d. Ketiga prinsip besar dalam etika tersebut memiliki orientasi yang berbeda. Dalam
meninjau nilai baik atau buruk dalam suatu tindakan, masingmasing prinsip
memakai standar yang berbeda. Dalam perdebatan, masingmasing prinsip
mengklaim bahwa prinsipnya sudah paling tepat dalam menimbang suatu
tindakan. Meski demikian, namun ketiganya berangkat dari titik tolak yang
berbeda. Tujuan dari ketiganya adalah sama, yakni mencapai tindakan bermoral.
Maka, ketiga prinsip tersebut tidak sungguh-sungguh benar dan salah. Perdebatan
beberapa prinsip etika di atas dapat ditemukan dalam realitas sehari-hari, seperti
tragedi tewasnya Haringga Sirila, seorang pendukung tim sepak bola Persija yang
dikeroyok oleh para pendukung tim sepak bola Persib. Ia tidak sengaja duduk di
deretan bangku para “Bobotoh”, yakni sebutan untuk pendukung Persib. Haringga
lantas dikejar karena dianggap sebagai matamata musuh. Haringga pun berlari dan
bersembunyi di sekitar para penjual makanan sekitar stadion. Akan tetapi, para
penjual tersebut tidak bersedia membantunya dan malah memberitahu para
pengeroyok tempat Haringga bersembunyi. Haringga kemudian tewas di tangan
para pengeroyok, meskipun sudah berkali-kali memohon ampun.

2. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Al-Islam
Kemuhammadiyaan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika dalam Keluarga

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang berati timbul dari
kebiasaan, adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.

Berikut ini merupakan dua sifat etika, yaitu :


 Non-empirisFilsafat digolongkan sebagai ilmu non empiris. Ilmu empiris adalah
ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi
bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

 Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya


filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu,
melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika
sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dan sebagainya, sambil melihat teori-
teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan
kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
            
Perbedaan antara Etika dengan Etiket yaitu, Etika menyangkut cara dilakukannya
suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Contohnya :
Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik
orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu
norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan
kanan atau tangan kiri. Sedangkan Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak
seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau
tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Contohnya : Saya sedang makan
bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya
dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang
lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika adalah bentuk perilaku manusia yang dinilai baik di mata manusia yang menjadi
tolak ukur baik tidak nya seseorang di lingkungannya.
Etika dalam keluarga adalah sesuatu yang sangat mendasari kehidupan individu dalam
bermasyarakat, karena semua baik- buruk perilaku manusia pada dasarnya tercipta pada
lingkungan keluarga karena seorang individu lahir dan menjalani kehidupan pertama-
tama dalam lingkungan keluarga tersebut.

Maka keluarga menjadi pemeran utama seorang individu untuk memiliki etika
yang baik.
contoh etika dalam keluarga misalnya antara orangtua, Ayah, Ibu dan anak, kakak
dan adik terjadi hubungan yang harmonis dan menjalankan peran hak serta kewajibannya
dengan baik sesuai dengan peran nya masing- masing, jika tidak terjadi demikian
keluarga tersebut terjadi suatu disfungsional keluarga yang menyebabkan anggota
keluarga tidak harmonis. dan etika harus ditata dalam keluarga agar tiap-tiap individu
mengerti berperilaku yang baik sesuai dengan peran nya sebagai Ayah, Ibu, Anak, Adik ,
Kakak sehingga tercipta keluarga yang harmonis dalam kehidupan sehari-hari.

B. Etika Kehidupan Antara Umat Beragama

Sesuai realitas keindonesiaan, baik konstitusional maupun kultural kehidupan


bangsa indonesia, maka pluralisme religius kultural mutlak harus diterima, guna
mendinamismekan iklim kebersamaan dalam kehidupan kebhinekaan agama yang dianut
umat masing-masing menuju

Said Agil Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h.49-
suasana hidup berdampingan (rukun), perlu diintensifkan upaya moderasi pemahaman
umat terhadap ajaran agamanya masing-masing dan pengembangan sikap toleransi (al-
tasamuh al-diniy).

Kerukunanan antara umat beragama merupakan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi dengan saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat
dan bernegara. Kerukunan dalam kehidupan akan dapat melahirkan karya-karya besar
yang bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya konflik pertikaian dapat
menimbulkan kerusakan di bumi. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan
keberadaan orang lain dan hal ini akan dapat terpenuhi jika nilai-nilai kerukunan tumbuh
dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Kerukunan dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu kerukunan antaraumat Islam dan kerukunan antara umat beragama. Kerukunan
antara umat Islam didasarkan pada akidah Islamnya dan pemenuhan kebutuhan sosial
yang digambarkan bagaikan satu bangunan, dimana umat Islam satu sama lain saling
menguatkan dan juga digambarkan seperti satu tubuh akan merasa sakit.

Hal ini berbeda dengan kerukunan antara umat beragama. Kerukunan antara umat
beragama didasarkan pada kebutuhan sosial dimana satu sama lain saling membutuhkan
agar kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Kerukunan antara umat manusia pada umumnya
baik seagama

maupun luar agama dapat di wujudkan apabila apabila satu sama lain dapat saling
menghormati dan menghargai.

Dalam ajaran Islam seorang muslim tidak dibolehkan mencaci maki orang tuanya
sendiri. Artinya jika seseorang mencaci maki orang tua saudaranya, maka orang tuanya
pun akan dibalas oleh saudaranya untuk dicaci maki. Demikian pula mencaci maki
Tuhan atau pribadatan agama lain, maka akibatnya pemeluk agama lain pun akan
mencaci maki Tuhan kita. Sejalan dengan agama ini agar pemeluk agama lain pun
menghargai dan menghormati agama Islam.

Secara hakiki, tidak ada satu agama di dunia ini yang lahir untuk bermusuhan, menghina,
mengejek, menjelek-jelekkan agama lain, atau menganggap orang lain domba-domba
sesat.
Toleransi keagamaan dimaksud berintikan pada hal-hal sebagai berikut:

a) Mengakui keberadaan agama-agama dan menghormati hak umat beragama dalam


menghayati serta menunaikan tradisi keagamaan masing-masing.
b) Mentolerir perbedaan paham keagamaan, termasuk sikap kebaratanterhadap hal-hal
yang tidak sesuai dengan paham keagamaan yang dianut.

Devianti Eka Lestari, Kerukunan Umat Beragama, (Devi-Lestari, dezhi

myblogger.blogspot.com/...Pengertian-Kerukunan-Umat-Beragama/, Sabtu 07
Januari 2012), diakses pada tanggal 25 November 2012

Hasjim Abbas, Etika Kehidupan Umat Beragama di Indonesia (perspektif

Islam), Reocities, www.reocjties.com/hotspring/6774/j-20.html), diakses tanggal 8

c) Memperlihatkan sikap solidaritas sosial atas kemanusiaan (ukhuwwah basyariy)


d) Mengupayakan agar tidak terjadi konversi agama yang terkesan dipaksakan.
e) Kesamaan warga negara di depan hukum dan undang-undang tanpa membedakan
latar belakang agama yang dipeluk.

Demikian bingkai etika interaksi kehidupan umat beragama menurut perspektif


Islam, yang tentunya dalam terapan setiap kasus keagamaan perlu pencermatan dengan
skala pertimbangan konteks ke Indonesiaan.

Dari beberapa definisi sebelumnya penulis menyimpulkan bahwa toleransi adalah suatu
sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta
memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi
manusia.

Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain
dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. 38 Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena
terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa
mengorbankan prinsip sendiri.
Hasjim Abbas, Etika Kehidupan Agama di Indonesia (Perspektif Islam), Reocities,
www.reocities.com hostpring/6774/j-20.html) diakses tanggal 8 Desember 2012

Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep tertentu.


Pertama penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan
adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang
berbeda maupun yang sama. Sedangkan, kedua adalah penafsiran positif yaitu
menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama (penafsiran negatif)
tetapi harus adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau
kelompok lain.

Sebagai bangsa yang mempunyai multi agama, keanekaragaman perilaku dan adat
istiadat membuat masyarakat indonesia mempunyai watak yang dipengaruhi oleh agama
yang mereka anut. Tetapi karena bangsa Indonesia menyadari nilai-nilai Bhineka
Tunggal Ika dan nilai-nilai pancasila beserta penjabarannya dalam UUD 1945, maka
perbedaan agama bukanlah satu hal yang merintangi dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pada dasarnya setiap agama mengiginkan hal yang sama yaitu
kedamaian dalam hidup pada suatu Negara dan kebebasan dalam menganut serta
menjalankan peribadatan dalam agamanya masing-masing.

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan Negeri Indonesia yang menyatakaan


keanekaragaman orang, sosial, budaya, agama dan nilai-nilai yang semboyangnya harus
dihindari. Konflik dapat menimbulkan hura-hara dan kehancuran di muka bumi ini.
Toleransi datang sebagai

Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam


Keagamaan, (Jakarta:Penerbit Buku Kompas, 2001), h.13

obat menghilangkan konflik. Toleransi antara umat beragama menjadi salah satu ciri
utama Negara Indonesia, disamping prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, dan gotong
royong. Kita menyadari bahwa masalah kerukunan umat beragama bukanlah barang jadi
begitu saja, melainkan suasana yang terbentuk melalui rekayasa dalam proses waktu
yang panjang mengikuti irama dan gerak perubahan masyarakat.
Masalah kerukunan juga bukan merupakan suatu yang permanen sifatnya, melainkan
sesuatu yang terkait dengan suasana batin manusia dari umat beragama itu sendiri.
Suasana kerukunan umat beragama yang sudah terbentuk umpamanya dapat saja berubah
kepada keadaan sebaliknya apabila terjadi gangguan.

Untuk itu, didalam upaya menjaga kemantapan stabilitas kerukunan umat beragama,
penting adanya dialog antara umat beragama dalam arti seluas-luasnya agar tetap
terpelihara suasana kerukunan yang mantap. Dialog dalam arti luas tidak saja dil akukan
untuk merendam peristiwa kerusuhan yang ditimbulkan oleh masalah SARA dan lainya,
tetapi berkaitan dengan pengalihan dan permusuhan konsep-konsepnya dilakukan oleh
para ahli berbagai disiplin ilmu maupun para agamawan tentang kerukunan berdasarkan
ajaran-ajaran agamanya.

Tetapi akhir-akhir ini, banyak yang menyatakan bahwa toleransi antra umat beragama di
Indonesia semakin menurun. Adanya kasus-kasus seperti larangan mendirikan gereja
seperti di daerah tertentu,

M. Nasir Tamara dan Elza PeldaTaher (ed), Agama dan Dialog Antar

kasus-kasus intoleran umat Islam terhadap pemeluk agama lain, berbagai tindakan forum
pembela Islam (FPI) yang sering meresahkan masyarakat karena cara mereka cenderung
kearah kekerasan. Bahkan gangguan pun datang tak hanya dari dalam, terakhir ini ada
satu gerakan Save Maryam yang mengklaim adanya kristenisasi di Indonesia dengan
menujukan angka-angka yang fanastis terkait kristenisasi tersebut. 42

Disebutkan bahwa dua juta muslim pindah ke Kristen setiap tahunya, yang mana data
tersebut tidak valid. Adanya peristiwa-peristiwa dan isu ini justru meraka membuat citra
Islam menjadi buruk dimata agama lain, seakan-akan mereka merasa mayoritas maka
bertindak seenaknya. Memang wajar setiap pemeluk agama memiliki ego terhadap
agamanya sendiri, tapi tentunya ada batasan. Terlebih jika kita ingin hidup berdampingan
dengan damai maka toleransi itu menjadi hal yang sangat penting.

Untuk itu menjadi tugas untuk kita semua dalam mengupayakan secara jujur iklas, semua
pihak umat beragama untuk mendorong terlaksananya praktek-prakte sosial dalam
kehidupan bermasyarakat untuk mencapai kerukunan yang hakiki umat beragama,
sehingga dapat terwujud suatu masyarakat yang harmonis bersatu dan kuat dalam
menghadapi berbagi tantangan dan rongrongan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab, dimana pihak itu tidak ingin melihat kerukunan

terjadi pada tempat tertentu atau untuk kepentingan pribadi atau kelompok saja.

Seperti di banyak negara pada umumnya, sebuah negara dengan bermacam-macam


agama pada umunya akan menghadapi masalah-masalah yang disebabkan oleh
perbedaan agama. Bicara mengenai toleransi antara umat beragama memang tidak ada
habisnya, dimana masih ada perbedaan, maka disitu toleransi pasti diperlukan. Bicara
mengenai Indonesia, toleransi bahkan tidak hanya diperlukan dalam kehidupan antara
umat beragama, tapi lebih penting lagi antara suku dan etnis.

Indonesia sebagai negara dengan beraneka ragam suku, etnis, budaya, bahasa, dan agama
sangat memerlukan rasa toleransi dan tenggang rasa tersebut untuk mewujudkan
kehidupan yang nyaman dan aman bagi warga negaranya. Selama ini, Indonesia disebut-
sebut cukup berhasil mewujudkan kehidupan tersebut, paling tidak hal ini cukup
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

C. ETIKA BERMEDIA SOSIAL


Di era digital saat ini, dimana komunikasi bisa dilakukan secara bebas tanpa batasan
waktu dan tempat, ada banyak hal yang terabaikan. Masyarakat Indonesia yang
seharusnya menjunjung adat ketimuran dapat menunjukkan nilai-nilai budaya Indonesia
yang sudah dikenal dunia seperti keramah-tamahan dan kesopanannya. Sayangnya, hal
ini sepertinya terlupakan dan terabaikan ketika berselancar di dunia maya. Ketika
mengunjungi platform media sosial seperti Instagram, Facebook atau Twitter maupun
layanan video berbagi seperti  YouTube, kita dengan mudah menjumpai konten-konten
sensitif seperti konten dengan tema politik, suku, agama dan ras, bila kita merujuk pada
kolom komentar tentu akan kita jumpai banyak sekali komentar-komentar yang tidak
mengindahkan lagi norma-norma kesopanan yang ada di masyarakat Indonesia.\

Etika dalam bermedia sosial


1.    Pergunakan bahasa yang baik
Dalam beraktivitas di media sosial, hendaknya selalu menggunakan bahasa yang
baik dan benar sehingga tidak menimbulkan resiko kesalahpahaman yang tinggi.
Alangkah baiknya apabila sedang melakukan komunikasi pada jaringan internet
menggunakan bahasa yang sopan dan layak serta menghindari penggunaan kata
atau frasa multitafsir. Setiap orang memiliki preferensi bahasa yang berbeda, dan
dapat memaknai konten secara berbeda, setidaknya dengan menggunakan bahasa
yang jelas dan lugas Anda telah berupaya mengunggah konten yang jelas pula.
2.    Hindari Penyebaran SARA, Pornografi dan Aksi Kekerasan
Sebisa mungkin hindari menyebarkan informasi yang mengandung unsur SARA
(Suku, Agama dan Ras) serta pornografi pada jejaring sosial. Biasakan untuk
menyebarkan hal-hal yang berguna dan tidak menimbulkan konflik antar sesama.
Hindari juga mengupload foto kekerasan seperti foto korban kekerasan, foto
kecelakaan lalu lintas maupun foto kekerasan dalam bentuk lainnya. Jangan
menambah kesedihan para keluarga korban dengan menyebarluaskan foto
kekerasan karena mungkin saja salah satu dari keluarganya berada di dalam foto
yang Anda sebarkan.
3.    Kroscek Kebenaran Berita
Anda diharapkan waspada ketika kita menerima suatu informasi dari media sosial
yang berisi berita yang menjelekkan salah satu pihak di media sosial dan
bertujuan menjatuhkan nama baik seseorang dengan menyebarkan berita yang
hasil rekayasa. Maka hal tersebut menuntut anda agar lebih cerdas lagi saat
menangkap sebuah informasi, apabila Anda ingin menyebarkan informasi
tersebut, alangkah bijaknya jika Anda melakukan kroscek terlebih dahulu atas
kebenaran informasi tersebut.
4.    Menghargai Hasil Karya Orang Lain
Pada saat menyebarkan informasi baik dalam bentuk foto, tulisan maupun video
milik orang lain maka biasakan untuk mencantumkan sumber informasi sebagai
salah satu bentuk penghargaan atas hasil karya seseorang. Jangan membiasakan
diri untuk serta merta mengcopy-paste tanpa mencantumkan sumber informasi
tersebut.
5.    Jangan Terlalu Mengumbar Informasi Pribadi
Ada baiknya Anda harus bersikap bijak dalam menyebarkan informasi mengenai
kehidupan pribadi (privasi) Anda saat sedang menggunakan media sosial.
Janganlah terlalu mengumbar informasi pribadi Anda terlebih lagi informasi
mengenai nomor telepon atau alamat rumah Anda. Hal tersebut bisa saja
membuat kontak lain dalam daftar Anda juga akan menjadi informasi bagi
mereka yang ingin melakukan tindak kejahatan kepada diri Anda.
Kita, masyarakat secara umum, haruslah lebih sadar dengan aturan dalam
menggunakan media sosial. Walaupun orang lain tidak mengetahui identitas asli
kita, alangkah baiknya bila kita tetap menjaga sopan santun dan tata krama yang
selama ini menjadi nilai kebanggaan bangsa Indonesia. Kita tentunya tidak
menginginkan jika netizen Indonesia terkenal di mata dunia bukan karena prestasi
tetapi karena kata-kata tidak sopan dan kelakuan bar-bar yang ditebarkan di dunia
maya. Bijaklah dalam menggunakan media sosial demi diri kita sendiri dan
masyarakat yang lebih baik. Jadi pergunakanlah media sosial sebaik dan sebijak
mungkin terlebih lagi dalam hal penyebaran informasi. Biasakan untuk selalu
berpikir terlebih dahulu sebelum Anda bertindak. Semoga bermanfaat. (Penulis :
Dalfin Ponco Nugroho)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Etika didefenisikan sebagai kepercayaan individu tentang apakah keputusan,
perilaku, atau tindakan tertentu benar atau salah. Karena itu apa yang menentukan
perilaku etis berbeda bagi satu orang dengan yang lainnya. Etika seorang individu
ditentukan oleh kombinasi berbagai faktor. Orang mulai membentuk kerangka etis
sejak anak-anak untuk merespon persepsi mereka terhadap perilaku orang tua mereka
dan orang dewasa lain yang berhubungan dengan mereka. Saat anak-anak tumbuh dan
masuk sekolah, mereka dipengaruhi teman-teman yang berinteraksi dengan mereka di
kelas dan tempat bermain. Kejadian setiap hari mendorong mereka untuk melakukan
pilihan moral 2. Etika Dalam Konteks Lintas Budaya dan Internasional, digambarkan
dengan; bagaimana organisasi memperlakukan karyawan, bagaimana karyawan
memperlakukan organisasi dan bagaimana organisasi dan karyawan memperlakukan
agen ekonomi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9069315/Etika_dalam_Keluarga#:~:text=Etika%20dalam
%20keluarga%20adalah%20sesuatu,tama%20dalam%20lingkungan%20keluarga
%20tersebut.

https://id.123dok.com/article/etika-kehidupan-antara-umat-beragama-tinjauan-
teoritis.zg9dejvq

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pekalongan/baca-artikel/14086/Etika-
Bermedia-Sosial.html

Anda mungkin juga menyukai