DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan makalah yang kami buat yang berjudul “ETIKA ILMU “
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penyusun,
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Simpulan 13
B. Saran 15
DAFTAR RUJUKAN 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Etika itu adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk. Selain
etika mempelajari nilai-nilai, juga merupakan pengetahuan tentang nilainilai itu
sendiri. Ada juga yang menyebutkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk). Etika ialah tentang filsafat moral,
tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai tindakan manusia,
tetapi tentang idenya. Etika ialah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya
menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat
atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Dari beberapa pendapat tentang
etika yang disebutkan di atas, jelas bahwa etika itu merupakan sebagaian ilmu
pengetahuan. Ragam ilmu pengetahuan salah satunya adalah filsafat ilmu
pengetahuan yang merupakan cabang filsafat yang secara khusus diminati semenjak
abad ke-17, namun semenjak pertengahan abad-20 ini telah mengalami
perkembangan Sedemikian sehingga tidak seorang sanggup mengikuti langkah-
langkah perkembangannya yang begitu beragam kearah berbagai jurusan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah ilmu pengetahuan yang masing-masing cabangnya selalu
tumbuh terus.
1
2
B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi Etika Ilmu ?
2. Apa Jenis-jenis Etika Ilmu?
3. Apa Aliran-aliran etika ?
4. Bagaimana Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat ?
C. Tujuan penulis
1. Untuk mengetahui pengertian etika lmu
2. Untuk mengetahui jenis-jenis etika ilmu
3. Untuk mengetahui aliran-aliran etika
4. Untuk mengetahui hubungan etika dengan ilmu filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa latin)
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang rumput;
kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berfikir .
dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”.1
Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos sehingga dari
perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan
moral. Perkataan etika dalam pemakaian dipandang yang lebih luas dari perkataan
moral, karena terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk
menerapkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau
perbuatannya saja. Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah
seseorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang itu.2
1
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 4.
2
Suhrawadi K Lubis. Etika Profesi Hukum. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta, 1994, hlm 2.
3
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 2
3
4
Dalam bahasa Indonesia perkataan etika ini kurang begitu populer dan lazimnya
istilah ini sering dipergunakan dalam kalangan terpelajar. Kata yang sepadan
dengan itu serta lazim dipergunakan ditengah-tengah masyarakat adalah perkataan
“susila” atau “kesusilaan”. Kesusilaan berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu terdiri
dari kata su dan sila. Su berarti bagus, indah, cantik. Sedangkan sila berarti adab,
kelakuan, perbuatan adab (sopan santun dan sebagainya), ahlak, moral. Dengan
demikian perkataan “Susila” atau Kesusilaan dapat berarti: Adab yang baik,
kelakuan yang bagus, yaitu sepadan dengan kaidah-kaidah , norma-norma atau
peraturanperaturan hidup yang ada.
Menurut K. Bertens, etika itu berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia yang lama
oleh Poerwadarminta, etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asa
akhlak (moral). Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
terbitan Departemen Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia, etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (Akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari pengertian di atas, jelas memberikan arti etika itu adalah merupakan ilmu.
Etika dimengerti sebagai ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi
tentang nilai-nilai, tidak mengenai tindakan manusia, tetapi tentang idenya. Adanya
asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangannya etika menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
Skema di atas menyajikan hubungan antara etika dan ilmu, di mana berawal
dari perilaku manusia yang pada hakekatnya etika dan moral itu memiliki
pengertian atau pemahaman yang sama. Kedua istilah ini mengandung arti perilaku
5
yang baik dari seseorang atau sekelompok orang sebagai pedoman dari tuntutan hati
nurani orang yang bersangkutan dan masyarakat demi untuk terciptanya rasa
kemanusiaan, kejujuran dan keadilan dalam kehidupan antar individu dan
masyarakat.
Para ilmuwan menggali nilai-nilai etika dalam kehidupan praktis baik antar
individu maupun masyarakat, dari nilai-nilai itulah etika menjadi pedoman perilaku
manusia (etiket), kemudian di dalami sebagai ilmu (pengetahuan), namun juga etika
dapat menjadi aturan bagi sekelompok dalam suatu pekerjaan (profesi) atau di kenal
dengan Kode Etik (ethic of Conduct).4
4
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 2-3
6
5
K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm 27-29
7
6
Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 94
8
7
K. Bertens. Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993, hlm 293-299
9
mnaturalisme ini faktor lahir batin itu sema beratnya sebab kedua-
duanya adalah fitrah (natur) manusia.8
2. Hendonisme
Hedonisme adalah doktrin etis yang memandang kesengangan sebagai
kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah mencari
mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Menurut hendonisme
yang dipandang sebagai perbuatan baik adalah perbuatan-perbuatan
yang mendatangkan kelezatan atau rasa nikmat. Aliran hedonisme
memiliki dua cabang yaitu :
1) Hedonisme egoistik menilai suatu yang baik adalah perbuatan yang
bertujuan untuk mendatangkan kelezatan atau kesenangan diri
terbesar terhadap diri sendiri secara individual.
2) Hedonisme universalistik menilai suatu yang baik adalah hal-hal
yang bertujuan untuk mewujudkan kezetan atau kesenangan umum
terbesar.9
3. Idealisme
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah
1) Wujud yang paling kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorang
yang baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain
melainkan atas dasar kemauan sendiri atau rasa kewajiban.
Sekalipun diancam dan dicela orang lain, perbuatan baik dilakukan
juga, karena adanya rasa kewajiban yang berseri dalam nurani
manusia.
2) Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah
“kemauan” yang melahirkan tindakan yang kongkret. Dan yang
menjadi pokok disini adalah “kemauan baik”.
8
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, hlm 186-187.
9
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, hlm 161
10
3) Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakan yaitu “rasa kewajiban”10
4. Humanisme
Humanisme memandang suatu yang baik ialah yang sesuai dengan
kodrat manusia yaitu kemanusiannya.dalam tindakan kongkret tentulah
manusia kongkret pula yang ikur menjadi ukuran, sehingga pikiran,
rasa, situasi seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya tindakan
kongkret itu. Penentuan dari baik buruk tindakan yang kongkret adalah
kata hati orang yang bertindak.
5. Perfectioisme
Dari tokoh filsuf Yunani (Plato dan Aristoteles) bersepakat dalam satu
aliran, yakni perfectionisme. Teori perfectionisme dari Plato dan
Aristoteles menetapkan dalam kaitan dengan pengembangan berbeagai
kemampuan manusia. Kebahagian hanya bernilai jika kemampuan-
kemampuan kita berfungsi dengan baik. Sumber kebahagian tertinggi
terdapat pada fungsi sebenarnya dari kemampuan intelektual.
6. Theologis
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’Qub, pengertian Etika theologis ialah aliran
ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan, segala perbuatan yang
diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang
dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan
dalam kitab suci.
11
10
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, h. 181
11
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, h. 166-167.
11
12
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hlm 3.
12
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan
baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. Jika ia
memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah
filsafat etika. 13
13
Abbas Hamami, “Etika Keilmuan”, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:
Liberty, 1996, hlm 155.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa latin)
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang
rumput; kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,
cara berfikir . dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika”. Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral. Perkataan etika dalam pemakaian
dipandang yang lebih luas dari perkataan moral, karena terkadang istilah
moral sering dipergunakan hanya untuk menerapkan sikap lahiriah
seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya
saja. Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah
seseorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan
seseorang itu.
2. Jenis- jenis etika ilmu
1) Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang
berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh
manusia. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika
tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui
unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-
unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika, yaitu : Non-
empiris dan Praktis
2) Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di
dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik
13
14
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, diharapkan pembaca dan
pendengar dapat memahami etika ilmu. Tentunya masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yag sifatnya membangun bagi penulis sebagai kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca dan terkhususnya buat kami .
DAFTAR RUJUKAN
Suhrawadi K Lubis. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.
16