Anda di halaman 1dari 19

ETIKA ILMU

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH


FILSAFAT ILMU

MUH. FADLI MANGENRE, S. PD.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 4

 SRI YULIANA : 612062019038


 SARI RATNA WATI : 612062019040
 SELFIANA SAFITRI : 612062019045
 BAHARUDDIN MAPPADECENG : 612062019050
 MAHARANI : 612062019055
 JUMARNA : 612062019060

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PRODI PERBANKAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) BONE

TAHUN AKADEMIK 2019


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan makalah yang kami buat yang berjudul “ETIKA ILMU “

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Watampone, 28 November 2019

Penyusun,

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Definisi Etika Ilmu 3


B. Jenis-jenis Etika Ilmu 5
C. Aliran-aliran Etika 8
D. Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat 11

BAB III PENUTUP 13

A. Simpulan 13
B. Saran 15

DAFTAR RUJUKAN 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Etika itu adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk. Selain
etika mempelajari nilai-nilai, juga merupakan pengetahuan tentang nilainilai itu
sendiri. Ada juga yang menyebutkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk). Etika ialah tentang filsafat moral,
tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai tindakan manusia,
tetapi tentang idenya. Etika ialah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya
menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat
atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Dari beberapa pendapat tentang
etika yang disebutkan di atas, jelas bahwa etika itu merupakan sebagaian ilmu
pengetahuan. Ragam ilmu pengetahuan salah satunya adalah filsafat ilmu
pengetahuan yang merupakan cabang filsafat yang secara khusus diminati semenjak
abad ke-17, namun semenjak pertengahan abad-20 ini telah mengalami
perkembangan Sedemikian sehingga tidak seorang sanggup mengikuti langkah-
langkah perkembangannya yang begitu beragam kearah berbagai jurusan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah ilmu pengetahuan yang masing-masing cabangnya selalu
tumbuh terus.

Perkembangan itu sendiri meningkatkan implikasi-implikasi ilmu pengetahuan


yang sangat beragam dan meresapi segala bidang kehidupan. Salah satunya adalah
mempelajari etika dalam kehidupan manusia secara individual maupun
bermasyarakat dan bernegara. Konsep etika sebagai bidang kajian filsafat,
khususnya filsafat moral, etika sudah sangat lama menjadi wacana intelektual para
filsuf. Etika telah menjadi pusat perhatian sejak jaman yunani kuno. Sampai saat
ini pun etika masih tetap menjadi bidang kajian menarik dan actual. Bahkan
dianggap semakin penting untuk tidak sekedar dibicarakan di kalangan akademik
melainkan juga dipraktekkan dalam interaksi kehidupan sehari-hari setiap manusia
beradab.

1
2

Berangkat dari prilaku manusia dalam kehidupannya baik secara individual


maupun bermasyarakat bahkan bernegara, maka perlu nilai moral (etiket) di dalam
kehidupan tersebut. Dengan demikian etika dilihat dari ilmu pengetahuan
merupakan nilai-nilai (values) sebagai norma-norma moralitas manusia dalam
penelaahan filafat ilmu, yang dirumuskan dengan mempelajari secara pendekatan
ilmiah tentang tingkah laku moral. Etika sebagai filsafat ilmu adalah seni untuk
membentuk, menemukan dan membuat serta menciptakan konsep dalam kehidipan
manusia

B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi Etika Ilmu ?
2. Apa Jenis-jenis Etika Ilmu?
3. Apa Aliran-aliran etika ?
4. Bagaimana Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat ?
C. Tujuan penulis
1. Untuk mengetahui pengertian etika lmu
2. Untuk mengetahui jenis-jenis etika ilmu
3. Untuk mengetahui aliran-aliran etika
4. Untuk mengetahui hubungan etika dengan ilmu filsafat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi etika ilmu

Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa latin)
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang rumput;
kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berfikir .
dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”.1

Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos sehingga dari
perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan
moral. Perkataan etika dalam pemakaian dipandang yang lebih luas dari perkataan
moral, karena terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk
menerapkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau
perbuatannya saja. Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah
seseorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang itu.2

Dalam ensiklopedia Pendidikan dijelaskan bahwa etika adalah filsafat tentang


nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai-nilai itu
sendiri. Sedangkan di dalam kamus istilah Pendidikan Umum diungkapkan bahwa
etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan
buruk). Pengertian ini memberikan pandangan terhadap etika yang menunjukkan
sikap nilainilai pengetahuan di dalam perilaku baik dan buruk yaitu akal budi.3

1
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 4.

2
Suhrawadi K Lubis. Etika Profesi Hukum. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta, 1994, hlm 2.

3
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 2

3
4

Dalam bahasa Indonesia perkataan etika ini kurang begitu populer dan lazimnya
istilah ini sering dipergunakan dalam kalangan terpelajar. Kata yang sepadan
dengan itu serta lazim dipergunakan ditengah-tengah masyarakat adalah perkataan
“susila” atau “kesusilaan”. Kesusilaan berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu terdiri
dari kata su dan sila. Su berarti bagus, indah, cantik. Sedangkan sila berarti adab,
kelakuan, perbuatan adab (sopan santun dan sebagainya), ahlak, moral. Dengan
demikian perkataan “Susila” atau Kesusilaan dapat berarti: Adab yang baik,
kelakuan yang bagus, yaitu sepadan dengan kaidah-kaidah , norma-norma atau
peraturanperaturan hidup yang ada.

Menurut K. Bertens, etika itu berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia yang lama
oleh Poerwadarminta, etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asa
akhlak (moral). Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
terbitan Departemen Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia, etika
dijelaskan dengan membedakan tiga arti:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (Akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.

Dari pengertian di atas, jelas memberikan arti etika itu adalah merupakan ilmu.
Etika dimengerti sebagai ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi
tentang nilai-nilai, tidak mengenai tindakan manusia, tetapi tentang idenya. Adanya
asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangannya etika menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.

Skema di atas menyajikan hubungan antara etika dan ilmu, di mana berawal
dari perilaku manusia yang pada hakekatnya etika dan moral itu memiliki
pengertian atau pemahaman yang sama. Kedua istilah ini mengandung arti perilaku
5

yang baik dari seseorang atau sekelompok orang sebagai pedoman dari tuntutan hati
nurani orang yang bersangkutan dan masyarakat demi untuk terciptanya rasa
kemanusiaan, kejujuran dan keadilan dalam kehidupan antar individu dan
masyarakat.

Para ilmuwan menggali nilai-nilai etika dalam kehidupan praktis baik antar
individu maupun masyarakat, dari nilai-nilai itulah etika menjadi pedoman perilaku
manusia (etiket), kemudian di dalami sebagai ilmu (pengetahuan), namun juga etika
dapat menjadi aturan bagi sekelompok dalam suatu pekerjaan (profesi) atau di kenal
dengan Kode Etik (ethic of Conduct).4

B. Jenis- jenis etika ilmu


1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat etika lahir dari filsafat. Etika
termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan
dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita
harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan
dua sifat etika, yaitu :
1) Non-empiris
Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah
ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat
tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret
dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa

4
K. Bertens, Etika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 2-3
6

yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang


apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2) Praktis
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.
Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi
etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika
bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika
tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak
dan kewajiban, dan sebagainya. Sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan
uji.5
2. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis.
Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap
agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika
teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak
unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria
pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen,
misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-

5
K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm 27-29
7

presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan


bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika
transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang
sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi,
tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang
seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan
kehendak Allah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik
berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang
dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat
memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.6
3. Etika Terapan
Etika Terapan merupakan istilah baru, tapi sebetulnya yang
dimaksudkan dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah Filsafat
Moral. Sejak Plato dan Aristoteles sudah ditekankan bahwa etika
merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin memberikan
penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang
harus kita lakukan. Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah
kerja sama yang erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika Terapan tidak
bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus
membentuk pertimbangan tentang bidang yang sama sekali di luar
perhatiannya terdapat empat unsur dalam metode etika terapan, yaitu :
1) Sikap Awal
Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah
etis apa pun, selalu ada suatu sikap awal. sikap ini bisa pro atau kontra
bisa juga netral.
2) Informasi

6
Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 94
8

Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah


informasi. hal ini terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait
dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Melalui informasi kita dapat
mengetahui bagaimana keadaan obyektif itu.
3) Norma-norma moral
Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat (jadi, tidak
diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai
relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini.
4) Logika
Etika terapan harus bersifat logis juga. ini tentu tidak merupakan
tuntutan khusus bagi etika saja. Logika dapat menunjukkan kesalahan-
kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam
argumentasi.7

C. Aliran- aliran atau paham etika


Pada hakikatnya etika erat kaitannya dengan perbuatan manusia. Apabila
dikaji secara mendalam tujuan perbuatan manusia adalah
kebahagiaan.pembahasan etika memang sangat erat kaitannya dengan
perbuatan manusia baik secara aktif maupun pasif. Dari itu munculah beberapa
paham/aliran yang kajiannya menitik beratkan pada perbuatan manusia untuk
mencapai kebahagiaan. Paham atau aliran dalam etika yaitu :
1. Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan
menurut panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri.
Perbuatan yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-
perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir
maupun mengenai fitrah batin. Kalau lebih memberatkan pada fitrah
lahirnya dinamakan aliran etika maerialisme. Tetapi pada aliran

7
K. Bertens. Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993, hlm 293-299
9

mnaturalisme ini faktor lahir batin itu sema beratnya sebab kedua-
duanya adalah fitrah (natur) manusia.8
2. Hendonisme
Hedonisme adalah doktrin etis yang memandang kesengangan sebagai
kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah mencari
mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya. Menurut hendonisme
yang dipandang sebagai perbuatan baik adalah perbuatan-perbuatan
yang mendatangkan kelezatan atau rasa nikmat. Aliran hedonisme
memiliki dua cabang yaitu :
1) Hedonisme egoistik menilai suatu yang baik adalah perbuatan yang
bertujuan untuk mendatangkan kelezatan atau kesenangan diri
terbesar terhadap diri sendiri secara individual.
2) Hedonisme universalistik menilai suatu yang baik adalah hal-hal
yang bertujuan untuk mewujudkan kezetan atau kesenangan umum
terbesar.9
3. Idealisme
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah
1) Wujud yang paling kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorang
yang baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain
melainkan atas dasar kemauan sendiri atau rasa kewajiban.
Sekalipun diancam dan dicela orang lain, perbuatan baik dilakukan
juga, karena adanya rasa kewajiban yang berseri dalam nurani
manusia.
2) Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah
“kemauan” yang melahirkan tindakan yang kongkret. Dan yang
menjadi pokok disini adalah “kemauan baik”.

8
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, hlm 186-187.

9
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, hlm 161
10

3) Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakan yaitu “rasa kewajiban”10
4. Humanisme
Humanisme memandang suatu yang baik ialah yang sesuai dengan
kodrat manusia yaitu kemanusiannya.dalam tindakan kongkret tentulah
manusia kongkret pula yang ikur menjadi ukuran, sehingga pikiran,
rasa, situasi seluruhnya akan ikut menentukan baik buruknya tindakan
kongkret itu. Penentuan dari baik buruk tindakan yang kongkret adalah
kata hati orang yang bertindak.
5. Perfectioisme
Dari tokoh filsuf Yunani (Plato dan Aristoteles) bersepakat dalam satu
aliran, yakni perfectionisme. Teori perfectionisme dari Plato dan
Aristoteles menetapkan dalam kaitan dengan pengembangan berbeagai
kemampuan manusia. Kebahagian hanya bernilai jika kemampuan-
kemampuan kita berfungsi dengan baik. Sumber kebahagian tertinggi
terdapat pada fungsi sebenarnya dari kemampuan intelektual.
6. Theologis
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’Qub, pengertian Etika theologis ialah aliran
ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan, segala perbuatan yang
diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang
dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan
dalam kitab suci.
11

10
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, h. 181

11
H. De. Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, h. 166-167.
11

D. Hubungan etika dengan ilmu filsafat


Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia
telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia
selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam
keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam
keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi
petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber yang
dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika. Ibnu Khaldun
dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang
sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat
sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh
makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak
hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai
cara guna memperoleh makna hidup. 12
Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu,
Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk budaya yang
kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia,
termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat
dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna
dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia,
memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian
akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan
kehidupan yang aman dan damai.

12
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hlm 3.
12

Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan
baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. Jika ia
memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah
filsafat etika. 13

13
Abbas Hamami, “Etika Keilmuan”, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:
Liberty, 1996, hlm 155.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
1. Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa latin)
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang
rumput; kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,
cara berfikir . dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika”. Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral. Perkataan etika dalam pemakaian
dipandang yang lebih luas dari perkataan moral, karena terkadang istilah
moral sering dipergunakan hanya untuk menerapkan sikap lahiriah
seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya
saja. Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah
seseorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan
seseorang itu.
2. Jenis- jenis etika ilmu
1) Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang
berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh
manusia. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika
tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui
unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-
unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika, yaitu : Non-
empiris dan Praktis
2) Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di
dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik

13
14

tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta


memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap
Allah atau Yang Ilahi.
3) Etika Terapan
Etika Terapan merupakan istilah baru, tapi sebetulnya yang
dimaksudkan dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah
Filsafat Moral. Sejak Plato dan Aristoteles sudah ditekankan bahwa
etika merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin
memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan
memperlihatkan apa yang harus kita lakukan. Salah satu ciri khas etika
terapan sekarang ini adalah kerja sama yang erat antara etika dan ilmu-
ilmu lain.
3. Pada hakikatnya etika erat kaitannya dengan perbuatan manusia. Apabila
dikaji secara mendalam tujuan perbuatan manusia adalah
kebahagiaan.pembahasan etika memang sangat erat kaitannya dengan
perbuatan manusia baik secara aktif maupun pasif. Dari itu munculah
beberapa paham/aliran yang kajiannya menitik beratkan pada perbuatan
manusia untuk mencapai kebahagiaan. Paham atau aliran dalam etika yaitu
Naturalisme, Hendonisme, Idealisme, Humanisme, Perfectioisme, dan
Theologis.
4. Pada hakikatnya etika erat kaitannya dengan perbuatan manusia. Apabila
dikaji secara mendalam tujuan perbuatan manusia adalah
kebahagiaan.pembahasan etika memang sangat erat kaitannya dengan
perbuatan manusia baik secara aktif maupun pasif.
5. Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika
manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan,
maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan
badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia
15

hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di


akhirat.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, diharapkan pembaca dan
pendengar dapat memahami etika ilmu. Tentunya masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yag sifatnya membangun bagi penulis sebagai kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca dan terkhususnya buat kami .
DAFTAR RUJUKAN

K. Bertens. 2011. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suhrawadi K Lubis. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.

K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta:


Perkenalan Pertama.

K. Bertens. 1993. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka.

H. De. Vos. 2002. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Jujun S. Suriasumantri. 2006. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia.

Abbas Hamami. 1996. Etika Keilmuan. Yogyakarta: Liberty.

16

Anda mungkin juga menyukai