Anda di halaman 1dari 6

Chlorella merupakan salah satu mikroalga yang memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah

sebagai penghasil pigmen, makanan untuk hewan dan manusia, serta dapat digunakan sebagai
agen bioremediasi. Berbagai kegunaan tersebut membutuhkan biomasa Chlorella dalam jumlah
yang banyak, sehingga upaya untuk meningkatkan produksi biomasanya sampai saat ini terus
dilakukan melalui berbagai optimasi kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhannya.

Budidaya Chlorella di negara lain seperti di Jepang, Cina, Taiwan, Korea Selatan, Inggris dan
Amerika Serikat, umumnya dilakukan di kolam terbuka dengan sumber nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhannya diberikan dalam bentuk pupuk kimia(urea, nitrat atau amonium). Di
Indonesia budidaya Chlorella masih sangat terbatas, hal ini disebabkan sarana dan prasarananya
masih cukup mahal, misalnya penggunaan sumber N dalam bentuk pupuk kimia. Selain
penggunaannya dalam produksi biomasa Chlorella dibutuhkan dalam jumlah banyak, pupuk
kimia juga diperlukan sebagai pada tanaman pertanian. Oleh karena itu perlu dicari sumber N
alternatif untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam produksi biomasa Chlorella. Salah
satu upaya untuk melakukan hal tersebut adalah dengan cara mengkultur Chlorella bersama
mikroba lain yang dapat menghasilkan senyawa N.

Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen non simbiosis yang diharapkan dapat
mempengaruhi pertumbuhan Chlorella dalam kultur. Azotobacter selain mampu mensintesis
senyawa nitrogen dalam jumlah yang besar, juga mampu mensintesis senyawa-senyawa lain
seperti vitamin dan hormon tumbuh. Senyawa-senyawa tersebut digunakan untuk memacu
pertumbuhannya dan sebagian dikeluarkan ke lingkungannya untuk selanjutnya digunakan oleh
Chlorella.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan inokulum A. chroococcum terhadap pertumbuhan C. pyrenoidosa dan
menentukan jumlah sel A. chroococcum yang dapat meningkatkan pertumbuhan C. pyrenoidosa.

Biakan mikroalga yang diperoleh dari Fakultas Perikanan Unpad dimurnikan dan diperbanyak
dalam medium padat CP-1, sedangkan biakan A. chroococcum yang diperoleh dari Lab.
Mikrobiologi tanah Faperta Unpad dimurnikan dalam medium padat manitol bebas N serta
diperbanyak dalam medium agar ERM (Ekastrak Ragi Manitol). Umur inokulum C. pyrenoidosa
terbaik 6 hari ditentukan berdasarkan kurva tumbuh dalam medium CP-1 dengan menghitung
jumlah selnya secara langsung. Umur inokulum terbaik A. chroococcum 24 jam ditentukan
berdasarkan kurva tumbuh dengan menghitung kerapatan optis menggunakan spektrofotometer
setiap 4 jam. Percobaan selanjutnya adalah mengkultur C. pyrenoidosa dalam medium CP-1
bebas N yang diberi perlakuan penambahan inokulum A. chroococcum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inokulum A. chroococcum berpengaruh


positif terhadap pertumbuhan C. pyrenoidosa. Perlakuan D dengan perbandingan C pyrenoidosa
terhadap A. chroococcum: 0,80 xl06 (35mL) : 1,04x108 (5mL) menunjukkan pertumbuhan C.
pyrenoidosa paling tinggi, dengan laju pertumbuhan 0,99 sel/hari dan jumlah sel/mL pada hari ke
10 sebesar 97,5x106 sel/mL, kandungan klorofil a dan protein sel berturut-turut sebesar 3,310
mg/L dan 36,80 %. Konsentrasi NH4, NO2, dan NO3 tertinggi dalam medium pada perlakuan D
berturut-turut adalah 8,78 mg/L, 4,87 mg/L dan 76,35 mg/L.
Deskripsi Alternatif :

Chlorella merupakan salah satu mikroalga yang memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah
sebagai penghasil pigmen, makanan untuk hewan dan manusia, serta dapat digunakan sebagai
agen bioremediasi. Berbagai kegunaan tersebut membutuhkan biomasa Chlorella dalam jumlah
yang banyak, sehingga upaya untuk meningkatkan produksi biomasanya sampai saat ini terus
dilakukan melalui berbagai optimasi kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhannya.

Budidaya Chlorella di negara lain seperti di Jepang, Cina, Taiwan, Korea Selatan, Inggris dan
Amerika Serikat, umumnya dilakukan di kolam terbuka dengan sumber nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhannya diberikan dalam bentuk pupuk kimia(urea, nitrat atau amonium). Di
Indonesia budidaya Chlorella masih sangat terbatas, hal ini disebabkan sarana dan
prasarananya masih cukup mahal, misalnya penggunaan sumber N dalam bentuk pupuk kimia.
Selain penggunaannya dalam produksi biomasa Chlorella dibutuhkan dalam jumlah banyak,
pupuk kimia juga diperlukan sebagai pada tanaman pertanian. Oleh karena itu perlu dicari
sumber N alternatif untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam produksi biomasa
Chlorella. Salah satu upaya untuk melakukan hal tersebut adalah dengan cara mengkultur
Chlorella bersama mikroba lain yang dapat menghasilkan senyawa N.

Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen non simbiosis yang diharapkan dapat
mempengaruhi pertumbuhan Chlorella dalam kultur. Azotobacter selain mampu mensintesis
senyawa nitrogen dalam jumlah yang besar, juga mampu mensintesis senyawa-senyawa lain
seperti vitamin dan hormon tumbuh. Senyawa-senyawa tersebut digunakan untuk memacu
pertumbuhannya dan sebagian dikeluarkan ke lingkungannya untuk selanjutnya digunakan oleh
Chlorella.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan inokulum A. chroococcum terhadap pertumbuhan C. pyrenoidosa dan
menentukan jumlah sel A. chroococcum yang dapat meningkatkan pertumbuhan C. pyrenoidosa.

Biakan mikroalga yang diperoleh dari Fakultas Perikanan Unpad dimurnikan dan diperbanyak
dalam medium padat CP-1, sedangkan biakan A. chroococcum yang diperoleh dari Lab.
Mikrobiologi tanah Faperta Unpad dimurnikan dalam medium padat manitol bebas N serta
diperbanyak dalam medium agar ERM (Ekastrak Ragi Manitol). Umur inokulum C. pyrenoidosa
terbaik 6 hari ditentukan berdasarkan kurva tumbuh dalam medium CP-1 dengan menghitung
jumlah selnya secara langsung. Umur inokulum terbaik A. chroococcum 24 jam ditentukan
berdasarkan kurva tumbuh dengan menghitung kerapatan optis menggunakan spektrofotometer
setiap 4 jam. Percobaan selanjutnya adalah mengkultur C. pyrenoidosa dalam medium CP-1
bebas N yang diberi perlakuan penambahan inokulum A. chroococcum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inokulum A. chroococcum berpengaruh


positif terhadap pertumbuhan C. pyrenoidosa. Perlakuan D dengan perbandingan C
pyrenoidosa terhadap A. chroococcum: 0,80 xl06 (35mL) : 1,04x108 (5mL) menunjukkan
pertumbuhan C. pyrenoidosa paling tinggi, dengan laju pertumbuhan 0,99 sel/hari dan jumlah
sel/mL pada hari ke 10 sebesar 97,5x106 sel/mL, kandungan klorofil a dan protein sel berturut-
turut sebesar 3,310 mg/L dan 36,80 %. Konsentrasi NH4, NO2, dan NO3 tertinggi dalam
medium pada perlakuan D berturut-turut adalah 8,78 mg/L, 4,87 mg/L dan 76,35 mg/L.

Cara budidaya daphnia magna SP dengan Mudah untuk pakan Ikan Alami ~ Beserta
terkait kami jadi mengasihkan kejelasan memikat, kabar unik serta tulisan suggestions dan
Teknik yg sudah tentu sungguh-sungguh mendukung kamu dan meningkatkan kejelasan Usaha.
sekarang kami jadi berbicara komplit serta mendetail, segera tertentu ayo lihat information guide
beserta Terkait:

Daphnia adalah filum Arthropoda yang hidup secara umum di perairan tawar. Spesies-
spesies dari genus Daphnia ditemukan mulai dari daerah tropis hingga arktik dengan
berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas. Dari lima puluh
spesies  genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat
ditemukan di daerah tropika. Salah satunya adalah spesies Daphnia magna (Delbaere &
Dhert, 1996)

Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia magna adalah sebagai berikut :


Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Subkelas : Diplostraca
Ordo : Cladocera
Subordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae
Subfamili : Daphnoidea
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia magna
1.2 Morfologi Daphnia magna
       Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu, dengan
bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas melalui lekukan
yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace,
dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling
terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada beberapa
jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas melalui
mikroskop bagian dalam tubuhnya.
     Beberapa Daphnia memakan crustacean dan rotifer kecil, tapi sebagian besar
adalah filter feeder, memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik
termasuk protista dan bakteri. Daphnia juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di
lingkungan terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol dengan
mudah dengan pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk
menjadi bolus yang akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui
anus ditempatkan di bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua
digunakan untuk membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak
mampu terserap. Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang
ukurannya lebih besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan
arus (Waterman, 1960).

1.3 Reproduksi
         Mekanisme reproduksi Daphnia adalah dengan cara parthenogenesis. Satu atau lebih
individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh induk.Daphnia yang baru menetas
harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa kali sebelum tumbuh jadi dewasa
sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup Daphnia sp. yaitu telur, anak, remaja dan
dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur menetas di dalam ruang
pengeraman.Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm, anak pertama sebesar 0,8 mm
dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali
pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat dicapainya 12 hari. Setiap satu atau dua
hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor, individu yang baru menetas sudah sama
secara anatomi dengan individu dewasa (Gambar 2). Proses reproduksi ini akan berlanjut
jika kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak ideal baru akan
dihasilkan individu jantan agar terjadi reproduksi seksual (Waterman, 1960).
          Daphnia jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada individu
jantan terdapat organ tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk betina dari
belakang dan membuka carapacae betina, kemudian spermateka masuk dan membuahi sel
telur. Telur yang telah dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium
untuk mencegah dari ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk menetas
(Mokoginta, 2003).
         Salah satu metode kultur Daphnia sp. yang sering digunakan adalah metodde
pemupukan. Pupuk yang digunakana adalah pupuk organik dan anorganik (Ivleva,
1973 dalam Casmuji, 2002). Pupuk organik dapat berfungsi sebagai sumber makanan
secara langsung untuk Daphnia sp. dan organism makanan ikan lainnya atau diuraikan
oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang merangsang pertumbuhan fitoplankton
dan zooplankton (Boyd, 1982dalam Casmuji, 2002).
         Pupuk organik yang bisa digunakan untuk kultur Daphnia sp adalah kotoran aym,
kotoran sapi, kotoran babi, kotoran kambing/domab, da kotoran kuda. Namum , dari
berbagai jenis kotoran tersebut menurut Kadarwan (1974) dalam Casmuji (2002) kotoran
ayam dianggap lebih baik daripada kotoran kandang lainnya.

Tabel 1  Kandungan unsur-unsur hara pada beberapa pupuk kandang


Kadar (%)
Jenis
Nitrogen Phosphor Kalium Bahan organik
Kotoran ayam 4 3.2 1.9 74
Kotoran kambing 2.77 1.78 2.88 60
Kotoran domba 2 1 2.55 60
Kotoran kuda 0.7 0.34 0.52 60
Kotoran sapi 0.7 0.3 0.65 30
       
           Untuk pemupukan dengan kotoran ayam dosis awal yang diberikan yaitu sebanyak
500 g/m3 dan 250 g/m3 setiap hari (Shpet dalam Casmuji, 2002). Sedangkan menurut
Suprayitno (1986) dalam Casmuji (2002) untuk mendapatkan media kultur yang baik
kotoran ayam kering yang digunakan untuk kultur Daphnia sp. adalah 2-5 g/l air. Di
bawah ini dijelaskan metode budidaya daphnia (Darmanto dkk., 2000).
Bahan-bahan yang diperlukan :
- Bak beton / kolam budidaya ukuran 2 x 3 meter, dengan ketinggian 1 meter.
- Pupuk organik, yaitu kotoran ayam  dan pupuk kompos (kebutuhan masing-
masing 1-1,5 kg/m3 air media).
- Kantong waring untuk tempat pupuk  dan tali  pengikat.
Prosedur :
- Isi bak / kolam budidaya dengan air sampai ketinggian minimal 70 – 80 cm, untuk
menjaga kestabilan suhu media  dan menghindarkan Daphnia dari pengaruh langsung
sinar matahari.
- Siapkan pupuk kandang, yaitu kotoran ayam dan pupuk kompos dengan dosis masing-
masing sebanyak 1 kg/m3 untuk budidaya Moina, sedangkan pada
budidaya Daphnia kotoran ayam 1,5 kg/m3 dan kompos 1 kg/m3.
- Masukkan pupuk kandang tersebut ke dalam kantong waring, ikat dan masukkan ke
dalam kolam budidaya.
- Satu hari kemudian masukkan bibit Daphnia sebanyak 5 gram/m3.

Pengkayaan Daphnia sp.
           Pengkayaan daphnia salah satunya dapat menggunakan viterna yang merupakan
suplemen yang berasal dari berbagai macam bahan alami yang bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan nutrisi dan mempercepat pertumbuhan (Wisnu,
2007 dalam Mufidah dkk., 2009). Pengkayaan tersebut bertujuan untuk menambah
nutrisi Daphnia yang diharapkan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva. Nilai nutrisi yang terkandung dalam Daphnia berat basah adalah 4 %
protein (Schumann, 2006 dalam Mufidah dkk., 2009), 0,54 % lemak dan 0,67 %
karbohidrat (Wahyu, 2007dalam Mufidah dkk., 2009). Sedangkan, nutrisi viterna adalah
42,82 % protein, 47,31 % karbohidrat, 4,5 % lemak, 2,74 % mineral dan 2,63 % vitamin
(Fauzan, 2004 dalam Mufidah dkk., 2009).
           Daphnia mempunyai sifat non-selective filter feeder yaitu menyaring semua makanan
yang ada tanpa memilih, sehingga viterna yang telah diberikan dalam media
pemeliharaannya akan dimakan atau diserap oleh Daphnia. Selanjutnya, Daphnia yang
telah diperkaya dengan viterna akan dimakan oleh larva (Mufidah dkk., 2009).
          Wisnu (2007) dalam Mufidah dkk. (2009) menyatakan, dosis viterna untuk
pertumbuhan ikan sebanyak 12,5 ml yang dilarutkan dalam 250 ml air, kemudian
dicampur pakan buatan (pellet) sebanyak 2-3 kg pakan. Pakan tersebut diberikan
terhadap ikan lele, gurami dan nila. Pemberian pakan buatan (pellet) yang telah dicampur
dengan viterna bertujuan untuk menggemukan ikan, daging ikan menjadi padat dan
pertumbuhan ikan sangat cepat serta ekonomis.
Penelitian pendahuluan menggunakan viterna dengan beberapa dosis yaitu 10 ml/L air, 50
ml/L air, 100 ml/L air, 200 ml/L air dan kontrol (tanpa penambahan viterna) dan lama
pengkayaan 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam. Viterna tersebut dimasukan
dalam media pemeliharaan terlebih dahulu agar tercampur merata dengan air sebagai
media pemeliharaan Daphnia. Selanjutnya, Daphnia dimasukkan ke dalam media
pemeliharaan dengan populasi berkisar antara 500 ekor/L air. Selanjutnya, dilakukan
pengamatan setiap 2 jam sekali. Pengamatan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 100 kali. Hasil dari penelitian pendahuluan didapatkan, pada 4 jam
pengkayaan hasil yang diperoleh adalah usus Daphnia terisi penuh viterna dengan
populasi Daphnia yang meningkat terutama pada dosis 10 ml dan 50 ml. Isi
usus Daphnia spp. pada jam keempat (Mufidah dkk., 2009).

Anda mungkin juga menyukai