PERMAINAN TRADISIONAL
Oleh Kelompok 6:
Yuyun
Segala Puji dan Syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas berkat Rahmat dan Hidayah-
Nya yang berupa kesehatan, pikiran dan kemampuan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah PJOK.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini sehingga dapat terealisasikan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami
mengharapkan kritik dan saran agar ke depannya dapat diperbaiki. Karena kami sadar, makalah yang
kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................... 9
B. Saran .............................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain merupakan bagian kehidupan manusia. Bermain memiliki manfaat yang jelas bagi anak, baik
dari sisi fisik maupun psikis. Pengenalan terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar, pengasahan
kemampuan pemecahan masalah, pelatihan kemampuan bahasa verbal dalam berkomunikasi, dan
pengembangan keterampilan sosial antarsesama adalah beberapa contoh manfaat bermain (Nur: 2013).
Indonesia memiliki budaya yang melimpah, salah satunya adalah permainan tradisional. Namun
permainan-permainan tradisional kini mulai tersisih keberadaannya khususnya di kota-kota besar
dan untuk anak-anak sekarang ini banyak yang tidak mengenal permainan tradisional yang ada
padahal permainan tersebut adalah warisan dari nenek moyang rakyat Indonesia.
Permainan tradisional yang berkembang di Indonesia seperti permainan bentengan, boy-boyan, petak
umpet, hadang atau gobak sodor, egrang, gasingan, kelereng, congklak, bekel, dan lain-lain.
Permainan tradisional tersebut diketahui memiliki banyak manfaat bagi perkembangan anak baik dari
segi fisik maupun karakter. Berbagai aspek perkembangan dapat disentuh dengan permainan
tradisional di antaranya aspek motorik, kognitif, emosi, sosial, ekologis, dan nilai moral (Nur, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam makalah ini adalah:
BAB II
PEMBAHASAN
Betengan atau Bentengan adalah salah satu jenis permainan (anakanak) tradisional masyarakat
Jawa. Asal-usul permainan ini tidak diketahui secara pasti. Namun, jika dilihat dari namanya
(istilahnya), betengan adalah kata jadian yang berasal dari kata dasar “beteng” yang mendapat imbuhan
“an”. Beteng itu sendiri adalah bahasa Jawa yang di-Indonesiakan menjadi “benteng”.
Permainan tradisional bentengan adalah salah satu permainan tradisional berkelompok yang
membutuhkan ketangkasan, kecepatan berlari dan strategi yang handal, sebab setiap pemain harus
berlari untuk menjaga benteng dan menangkap lawan. Permainan tradisional bentengan merupakan
sebuah permainan untuk bertanding atau kompetisi. Permainan ini diturunkan dari generasi ke generasi,
tidak lagi diketahui pembuatnya, dan cara bermainnya adalah menguasai atau merebut benteng milik
lawan.
Sejak dulu kala permainan tradisional Bebentengan dimainkan secara turun temurun di banyak daerah di
Indonesia. Meskipun setiap daerah memiliki nama yang berbeda beda namun permainan yang dimainkan
serupa, dikatakan serupa karena di beberapa daerah terdapat sedikit perbedaan dari segi cara
bermain maupun peraturannya seperti di Provinsi Jawa Timur juga terdapat permainan yang mirip namun
berbeda nama dan memiliki ciri khas berbeda dari daerah lainnya. Di daerah Kabupaten Pamekasan
diberi permainan ini dinamakan Chu, sedangkan di daerah Jember diberi nama Chucuan. Bentuk
permainannya sama, tetapi ketika berlari dan mengejar lawan wajib membunyikan kata
Chuuuuuuuuu, dan tidak boleh berhenti ketika belum kembali pada posisi bentengnya. Namun secara
garis besar permainan yang dimainkan sama, yaitu saling mempertahankan Benteng miliknya dan
berusaha menyerang benteng lawanya.
Permainan ini disebut Bebentengan karena pada hakekatnya masingmasing regu berusaha saling
menyerang dan mempertahankan bentengnya, di samping itu setiap regu juga berusaha menghindarkan
diri dari tangkapan atau sentuhan musuhnya agar tidak tertawan.
Menurut buku Peraturan Permainan Benteng (seperti dikutip Ir. BIasworo Adisuyanto, 2012)
menyebutkan bahwa sejarah perkembangan permainan Bebentengan ini tidak diketahui dengan pasti,
yang jelas sejak masa anak-anak dan dimasa generasi kakek dan nenek, permainan ini sudah dikenal,
digemari dan dimainkan oleh rakyat. Permainan Bebentengan sempat menjadi primadona dan populer
dimainkan sekitar tahun 1980 sampai 1990-an.
Permainan bebentengan atau benteng adalah permainan tradisional yang berkembang di Indonesia
dikenal dengan nama berbeda di berbagai daerah. Blasworo menyebutkan (2012) bahwa terdapat
perbedaan nama dari permainan ini di beberapa daerah di Indonesia, di antaranya Provinsi Lampung
dikenal dengan nama “main benteng, gamit tikam, dan kecubung minta api”.
Provinsi Jambi dikenal dengan nama “merebut benteng”. Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal
dengan nama “hakdiuk lise”. Provinsi Bengkulu dikenal dengan nama “sekejar”. Provinsi Kalimantan
Tengah dikenal dengan nama “tawanan”. Daerah Khusus Ibukota Jakarta dikenal dengan nama
“bentengan”. Meskipun setiap daerah memiliki nama yang berbeda namun secara garis besar
permainan yang dimainkan sama, yaitu saling mempertahankan benteng miliknya dan berusaha
menyerang benteng lawannya.
Permainan tradisional bentengan merupakan permainan tanpa alat yang dimainkan oleh dua kelompok,
masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai
markas, biasanya sebuah tiang, pohon atau pilar sebagai “benteng”. Tujuan utama permainan ini adalah
untuk menyerang dan mengambil alih “benteng” lawan dengan menyentuh pohon, tiang atau pilar
yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya. Dalam perkembangan permainan ini
dapat dimainkan di luar lapangan (out door) dan di dalam ruang tertutup (in door).
Permainan tradisional bentengan termasuk jenis permainan yang membutuhkan aktivitas tinggi
sehingga cocok dimainkan siswa kelas atas. Dalam permainan ini anak harus memiliki kecepatan
lari, kelincahan, dan ketahanan kondisi fisik yang baik. Hal-hal dalam permainan ini antara lain: 1)
prasarana; 2) sarana; dan 3) peraturan permainan.
1. Prasarana
2. Sarana
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam permainan bentengan yaitu: (1) Bendera, Dua
helai dengan panjang 30 cm dan lebar 20 cm dengan warna berbeda; (2) Tiang bendera, Tinggi tiang 2 m
dari permukaan tanah atau lantai dengan garis tengah 5 cm; (3) Garis, Menggunakan kapur, cat,
atau tali; (4) Peluit; dan (5) Jam atau stopwatch.Lapangan Permainan Tradisional Bentengan 50 m
Sumber: Soemitro (1992:177)
3. Peraturan Permainan
a. Waktu dan lamanya permainan alokasi lamanya permainan adalah 2 x 25 menit yang terdiri dari
babak 1, 2, dan babak tambahan (jika diperlukan).
d. Pertandingan, permainan tradisional bentengan yang bersifat kompetitif maka dipimpin oleh
seorang wasit dan dua orang pembantu wasit. Peran dan fungsi wasit dalam permainan ini yaitu: (1)
Wasit bertugas memimpin jalannya pertandingan; (2) Pembantu wasit bertugas membantu wasit
khusus dalam hal memancing, mengawasi garis, mengawasi tahanan, dan pembakaran benteng; dan
(3) Pencatat bertugas mencatat nilai yang diperoleh masin-masing regu dan mengawasi pergantian
pemain.
e. Penilaian dan penentuan pemenang, sistem penilaian dan penentuan pemenang dalam permainan
tradisional bentengan yaitu: (1) regu yang dapat membakar benteng lawannya mendapat nilai satu.
Regu yang terbanyak membakar benteng lawan dinyatakan sebagai pemenang; (2) 10 m D = 3m 20 m
apabila pada akhir pertandingan kedua regu mendapat nilai yang sama, maka diadakan pertandingan
perpanjangan dengan waktu 2 x 5 menit tanpa istirahat; dan (3) apabila dalam perpanjangan waktu nilai
masih tetap sama, maka ditentukan dengan undian.
2. Regu yang menang memulai permainan dengan cara keluar dari benteng untuk memancing lawan.
3. Kedua kelompok kemudian akan memilih sebuah objek sebagai benteng yang harus mereka lindungi
dengan jarak antar benteng 6 s.d.10 meter.
4. Setiap pemain berfungsi sebagai pemancing atau dikejar dan juga sebagai pengejar. Ia akan menjadi
pengejar regu lawan apabila lawan lebih dahulu meninggalkan bentengnya, dan ia akan menjadi orang
yang dikejar oleh lawan apabila ia meninggalkan bentengnya.
8. Tawanan yang berkumpul di daerah tawanan dapat bebas kembali apabila teman seregunya yang
belum tertangkap dapat membebaskan dengan cara menyentuh bagian badannya. Tawanan yang lebih
dari satu orang, semuanya dapat bebas dengan cara menyentuh salah seorang tawanan, bila satu dengan
lainnya bergandengan.
9. Kapten regu ditandai dengan ban/pita di lengan kanan dan bertugas mengatur anggota regunya.
Bila kapten regu tertangkap, tugas diserahkan kepada salah seorang regunya.
10. Benteng suatu regu dinyatakan terbakar apabila salah seorang dari regu lawan dapat
membakar benteng dengan cara menyentuhnya dan berteriakan kata “benteng”.
2. Sebagai media bagi anak untuk bersosialisasi karena permainan ini dimainkan secara bersama-
sama.
3. Melatih kerja sama anak-anak. Dalam permainan ini, para pemain harus saling bekerja sama untuk
menjaga benteng, memata-matai musuh, menangkap lawan, dan menduduki benteng lawan.
4. Mengasah kemampuan menyusun strategi dan meningkatkan kreativitas. Dalam hal ini, para pemain
harus memiliki strategi yang jitu dan kreatif dalam bermain sehingga kelompoknya dapat keluar sebagai
pemenang.
5. Membangun sportivitas anak. Para pemain dalam permainan ini harus sportif mengakui jika
kelompok lawan yang menang atau harus mau menjadi tawanan ketika ditangkap pemain lawan.
6. Mengembangkan motorik kasar anak, meningkatkan kelincahan, dan menyehatkan. Sebab, untuk
merebut benteng lawan, menangkap lawan, atau menyelamatkan diri dari kejaran lawan.
1. Otot kaki
a. Gastrocnemius
b. Soleus
c. Tibialis anterior
d. Fibularis longus
e. Biceps femoris
f. Semitendinosus
g. Gluteus maximus
h. Quadriceps femoris
i. Sartorius
2. Otot tangan
a. Deltoid
b. Biceps
c. Triceps
d. Brachialis
e. Brachioradialis
f. Extensor Digitorum
a. Latissimus dorsi
c. Serratus anterior
e. Teres major
f. Rhomboideus major
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Betengan adalah kata jadian yang berasal dari kata dasar “beteng” yang mendapat imbuhan “an”.
Beteng itu sendiri adalah bahasa Jawa yang diIndonesiakan menjadi “benteng”. Permainan
tradisional bentengan adalah salah satu permainan tradisional berkelompok yang membutuhkan
ketangkasan, kecepatan berlari dan strategi yang handal, sebab setiap pemain harus berlari untuk menjaga
benteng dan menangkap lawan. Menurut buku Peraturan Permainan Benteng (seperti dikurip Ir.
BIasworo Adisuyanto, 2012) menyebutkan bahwa sejarah perkembangan permainan Bebentengan ini
tidak diketahui dengan pasti, yang jelas sejak masa anak-anak dan dimasa generasi kakek dan nenek,
permainan ini sudah dikenal, digemari dan dimainkan oleh rakyat. Permainan Bebentengan sempat
menjadi primadona dan populer dimainkan sekitar tahun 1980 sampai 1990-an.
Permainan bebentengan atau benteng adalah permainan tradisional yang berkembang di Indonesia
dikenal dengan nama berbeda di berbagai daerah. Permainan tradisional bentengan merupakan
permainan tanpa alat yang dimainkan oleh dua kelompok, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8
orang. Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, pohon atau
pilar sebagai “benteng”. Hal-hal dalam permainan ini antara lain: 1) prasarana; 2) sarana; dan 3) peraturan
permainan.
Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih “benteng” lawan dengan
menyentuh pohon, tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya.
Dalam perkembangan permainan ini dapat dimainkan di luar lapangan (out door) dan di dalam ruang
tertutup (in door). 1
B. Saran
Untuk menghindari kepunahan permainan ini, perlu diadakan acara atau event yang dapat
mempertontonkan serta memainkan secara langsung permainan tradisional. Bisa juga dengan dimulai
dari kita sendiri untuk terus memainkan permainan tradisional bersama teman di sekitar lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendrik, Rubi Bangun. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Permainan Tradisional
Bentengan Pada Siswa Kelas Tinggi Di SD Negeri Sidakangen Kecamatan Kalimanah Kabupaten
Purbalingga Tahun Ajaran 2010/2011. Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi,
Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Annajih, Moh. Ziyadul Haq., Sa’idah,
Ishlakhatus. 2020. Pengembangan Panduan Permainan Tradisional Benteng untuk Meningkatkan
Kecerdasan Emosional Siswa SDN Lawangan Daya Pamekasan. Jurnal Konseling Pendidikan Islam.
Nurastuti, Mutia Febri., Karini, Suci Murti., Yuliadi, Istar. 2015. Pengaruh Permainan Tradisional
Bentengan Terhadap Interaksi Sosial Anak Asuh di Panti Yatim Hajah Maryam Kalibeber
Wonosobo. Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.